Di susun oleh:
KELOMPOK IV
CI Institusi CI Lahan
(…………….………………) (…………….………………)
Kematian
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut (Dyah, 2017) dapat dibagi atas:
a. Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
c. Perubahan status mental yang mendadak.
d. Afasia (bicara tidak lancar).
e. Ataksia anggota badan.
f. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala.
7. Komplikasi
Komplikasi berdasarkan waktu terjadinya stroke menurut (Reicha, 2019) sebagai
berikut:
a. Berhubungan dengan imobilisasi
b. Infeksi pernafasan
c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
d. Konstipasi
e. Tromboflebitis
f. Berhubungan dengan mobilisasi
g. Nyeri daerah punggung
h. Dislokasi sendi
i. Berhubungan dengan kerusakan otak
j. Epilepsi
k. Sakit kepala
8. Pemeriksan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke menurut (Reicha, 2019) sebagai
berikut:
a. Angiografi serebral
b. Elektro encefalography
c. Sinar x tengkorak
d. Ultrasonography Doppler
e. CT- Scan dan MRI
f. Pemeriksaan foto thorax
g. Pemeriksaan laboratorium
9. Penatalaksanaan
Menurut (Bare & Smeltzer, 2017) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Fase akut
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
2) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
3) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
4) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Fase post akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Sunaryo, 2017).
a. Identittas klien
Biasanya meliputi nama, umur (kebanyakan terpada pada usia tua), jenis kelamin
(biasanya sering terjadi pada laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan MRS, nomer register dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Biasanya yang menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan adalah kelemahan
pada salah satu sisi anggota gerak badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Data riwayat sekarang
1) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke berlangsung secara tiba-tiba, mungkin saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadarkan diri, selain gejala
kelumpuhan sebagian badan atau gangguan fungsi otak lainnya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, riwayat diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan anti koagulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif
dan obesitas.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada riwayat keluarga yang memiliki hipertensi, diabetes mellitus atau
adanya riwayat stroke dari generasi sebelumnya.
d. Riwayat psikososial dan spritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan. Dan apakah klien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
e. Aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Makan sehari-hari klien apakah makanan yang mengandung lemak, makanan
apa yang sering dikonsumsi oleh pasien, misalnya: masakan yang
mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus
dan bagaimana nafsu makan klien. Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena
adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga
menyebabkan penurunan berat badan.
2) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang
mengandung alkohol.
3) Eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik.
4) Aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori, hemiplegia tau kelumpuhan.
5) Tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk beristirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe (kepala ke
kaki) dan review of system (sistem tubuh) (Tarwoto, 2016).
1) Keadaan umum
Klien yang mengalami gangguan muskuloskelatal keadaan umumnya lemah.
Timbang berat badan klien, adakah gangguan penyakit karena obesitas atau
malnutrisi.
2) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis,
spoor, sporos coma dengan GCS <2 pada awal terserang stroke. Sedangkan
pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran lateragi dan compos
metis dengan GCS 13-15.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi biasanya normal
c) Pernafasan: biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu: biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik.
4) Pemeriksaan Head to toe
a) Pemeriksaan kepala dan muka
Umumnya kepala dan wajah simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan
Nervus V (Trigeminal): biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis):
biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi
lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
b) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan Nervus II (optikus):
biasanya luas pandang baik 90 derajat. Pada pemeriksaan Nervus III
(okulomotoris): Biasanya reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) biasanya
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan ke kanan.
c) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Pada pemeriksaan Nervus 1 (olfaktorius): kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
Nervus VIII (akustikus): biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.
d) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, spoors koma hingga koma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan Nervus VII (fasialis): biasanya lidah mendorong pipi kiri dan
kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
Nervus IX (glossofaringeal): biasanya ovula yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan
rasa asam dan pahit. Pada Nervus XII (hipoglasus): biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara.
e) Telinga
Biasanya daun telinga sejajar kiri dan kanan. Pada pemeriksaan Nervus
VIII (akustikus): biasanya pasien kurang bisa mendengar gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas.
f) Leher
Bentuk leher, ada atau tidak pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis. Biasanya keadaan leher normal
g) Dada thorax
Pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan bentuk dada, retraksi, suara
nafas, sura tambahan, suara jantung tambahan, ictus cordis, dan keluhan
yang di rasakan. Umumnya tidak ada gangguan
h) Abdomen
Pemeriksaan bentuk perut, ada atau tidak nyeri tekan, supel, kembung,
keadaan bising usus, keluhan yang dirasakan. Umumnya tidak terdapat
gangguan
i) Genetalia
Kebersihan genetalia, terdapat rambut pubis atau tidak, terdapat hemoroid
atau tidak. Umumnya tidak ada gangguan pada genetalia.
j) Ektermitas
Keadaan rentang gerak biasanya terbatas, tremor, edema, nyeri tekan,
penggunaan alat bantu, biasanya mengalami penurunan kekuatan otot
(skala 1-5):
Kekuatan otot:
0: Lumpuh
1: Ada kontraksi
2: Melawan gravitasi dengan sokongan
3: Melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan
4: Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit
5: Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh
k) Integumen
Warna kulit sawo matang/putih/pucat, kulit kering/lembab, terdapat lesi
atau tidak, kulit kotor atau bersih, CRT < 2 detik, keadaan turgor.
g. Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan syaraf kranial menurut (M & H.N, 2016).
1) Olfaktorusius (N.I): Untuk menguji saraf penciumaan dengan menggunakan
bahan- bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan tersebut di depan salah satu lubang
hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien
menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai
tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan
yang diciumnya. Hasil pemeriksan normal mampu membedakan zat aromatis
lemah.
2) Optikus (N.II): Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu penglihatan
sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil, fundus kopi dan tes
warna. Untuk penglihatan sentral dengan menggabungkan antara jari tangan,
pandangan mata dan gerakan tangan. Kartu senllen yaitu kartu memerlukan
jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika ruangan tidak cukup luas
bisa diakali dengan cermin. Penglihatan perifer dengan objek yang digunakan
(2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandangan kanan
dan ke kiri, atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata
yang diperiksa harus menatap lurus dan tidak menoleh ke objek tersebut.
Refleks pupil dengan menggunakan senter kecil, arahkan sinar sinar dari
samping (sehingga pasien memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke
arah satu pupil untuk melihat reaksinya. Fundus kopi dengan menggunakan
alat oftalmoskop, mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah
diskus, dan tes warna dengan menggunakan buku Ishi Hara’s Test untuk
melihat kelemahan seseorang dalam melihat warna, Biasanya terdapat
gangguan penglihatan.
3) Okulomotoris (N.III): Meliputi gerakan pupil dan gerakan bola mata.
Mengangkat kelopak mata ke atas, konstriksi pupil, dan sebagian besar
gerakan ekstra okular.
4) Troklearis (N.IV): Meliputi gerakan mata ke bawah dan ke dalam.
5) Trigeminus (N.V): Mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol sensori
pada wajah dan kornea serta bagian motorik mengontrol otot mengunyah.
6) Abdusen (N.VI): Merupakan syaraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf motoric. Fungsinya untuk melakukan gerakan abduksi mata.
7) Fasialis (N.VII): Pemeriksaan dilakukan saat pasien diam dan atas perintah
(tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan asimetri wajah. Mengontrol
ekspresi dan simetris wajah.
8) Vestibul kokhlearis (N.VIII): Pengujian dengan gesekan jari, detik arloji dan
audiogram. Mengontrol pendengaran dan keseimbangan.
9) Glasofaringeus (N.IX): Menyentuh dengan lembut, bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spacula. Refleks menelan dan muntah.
10) Vagus (N.X): Inspeksi dengan senter perhatikan apakah terdapat gerakan
uvula. Mempersarafi faring, laring dan langit lunak.
11) Aksesorius (N.XI): Pemeriksaan dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan ke bawah kemudian
pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan
pemeriksa). Mengontrol pergerakan kepala dan bahu.
12) Hipoglosus (N.XII): Pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya artrofi dan fasikulasi. Mengontrol gerak lidah.
2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia
a. (D.0054) Gangguan mobilitas fisik
b. (D.0119) Gangguan komunikasi verbal
c. (D.0109) Defisit perawatan diri
d. (D.0017) Risiko perfusi serebral tidak efektif
e. (D.0005) Pola napas tidak efektif
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Intervensi
No Luaran
. (Tim Pokja SDKI (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
(SLKI, 2019)
DPP PPNI, 2017) 2018)
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik tindakan Observasi:
(D.0054) keperawatan selama • Identifikasi adanya
3x24 jam, nyeri atau keluhan fisik
diharapkan: lainnya
Mobilitas fisik • Identifikasi toleransi
(L.05042) fisik melakukan
meningkat dengan pergerakan
kriteria hasil: • Monitor frekuensi
Pergerakan jantung dan tekanan
ekstremitas darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
Kekuatan otot • Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
Nyeri menurun mobilisasi
Kaku sendi Terapeutik:
menurun • Fasilitasi aktivitas
Gerakan terbatas mobilisasi dengan alat
menurun bantu
Kelemahan fisik • Fasilitasi melakukan
menurun pergerakan, jika perlu
• Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
• Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur).
2. Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi: Defisit
komunikasi tindakan Bicara
verbal (D.0119) keperawatan selama Observasi:
3x24 jam, • Monitor proses
diharapkan: kognitif, anatomis, dan
Komunikasi verbal fisiologis yang berkaitan
(L.13118) dengan bicara
meningkat dengan Terapeutik:
kriteria hasil: • Gunakan metode
Afasia menurun komunikasi alternatif
Disfasia menurun • Modifikasi lingkungan
Apraksia untuk meminimalkan
menurun bantuan
Pelo menurun • Ulangi apa yang
disampaikan pasien
• Gunakan juru bicara,
jika perlu
Edukasi:
• Anjurkan bicara
perlahan
Kolaborasi:
• Rujuk ke ahli patologi
atau terapis
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
diri (D.0109). tindakan Observasi:
• Identifikasi kebiasaan
keperawatan selama
aktivitas perawatan diri
3x24 jam,
sesuai usia
diharapkan:
• Monitor tingkat
Perawatan diri
kemandirian
(L.11103) • Identifikasi kebutuhan
meningkat dengan alat bantu kebersihan diri,
kriteria hasil: berpakaian, berhias, dan
Kemampuan makan
mandi meningkat Terapeutik:
Kemampuan • Sediakan lingkungan
meningkat pribadi
meningkat ketergantungan
melakukan Edukasi:
• Anjurkan melakukan
perawatan diri
perawatan diri secara
meningkat
konsisten sesuai
Mempertahankan
kemampuan
kebersihan mulut
meningkat
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien (Novita, 2017).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dari proses keperawatan. Pada
tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian atau bahkan belum teratasi semuanya (Novita, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Bare, & Smeltzer. (2017). Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo). EGC.
Dyah, A. S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Stroke Non
Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang ICU RSUD Salatiga. Program
Studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
M, J., & H.N, R. (2016). Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Gosyen
Publishing.
Novita. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Ghalia Indonesia.
Nur’aeni Yuliatun Rini. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik
Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Kenanga RSUD
Dr. Soedirman Kebumen. Program Studi DIII Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
INDONESIA: DEFINISI DAN INDIKATOR DIAGNOSTIK. DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN
INDONESIA. DPP PPNI.
Radiningtyas, D. A. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEREBRO VASKULER
ACCIDENT HEMORAGIK DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN
SEREBAL DI RUANG KRISSAN RSUD BANGIL PASURUAN. PROGRAM STUDI
DIPLOMA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN
CENDEKIA MEDIKA JOMBANG.
http://awsassets.wwfnz.panda.org/downloads/earth_summit_2012_v3.pdf
%0Ahttp://hdl.handle.net/10239/131%0Ahttps://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaci
ones jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el aprendizaje Perspectiva
alumnos.pdf%0Ahttps://www.re
Reicha, D. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik Dengan
Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri (Studi Di Ruang Krissan Rsud Bangil
Pasuruhan. Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang. www.unicef.org/lac/historias/poner-fin-al-castigo-
corpo
SLKI, T. P. (2019). STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA. DPP PPNI.
Sunaryo, D. (2017). Asuhan Keperawatan Bedah. CV Andi Offset.
Tarwoto. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. CV Sagung Seto.
Wijaya, A. ., & Putri, Y. . (2017). Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Nuha Medika.