HERNIA
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit hernia
Hernia merupakan prostusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen,
isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut (Huda dan Kusuma, 2016).
Hernia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hernia menurut letaknya dan hernia
menurut sifat atau tingkatanya.
Adapun hernia menurut letaknya adaalah :
a. Hernia Inguinalis Lateralis (indirek)
Hernia ini terjadi melalui anulus inguinalis internus yang terletak di
sebelah lateral vasa epigastrika inferior,menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Hernia ini lebih
tinggi pada bayi dan anak kecil.
c. Hernia femoralis
Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum terjadi pada wanita
dibanding pria. Hernia ini mulai sebagai penyumbat dikanalis femoralis
yang membesar secara bertahap menarik peritonium dan akibatnya
kandung kemih masuk ke dalam kantung.
d. Hernia umbilikalis
Batang usus melewati cincin umbilical. sebagian besar merupakan
kelainan yang didapat. Hernia umbilikalis sering terjadi pada wanita dan
pada pasien yang memliki keadaan peningkatan tekanan intra abdomen,
seperti kehamilan, obesitas, asites, atau distensi abdomen. Tipe hernia ini
terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak
adekuat karena masalah pasca operasi seperti infeksi dan nutrisi yang
tidak adekuat.
e. Hernia skrotalis
Merupakan hernia inguinalis lateral yang mencapai skrotum.
b. Hernia ireponibel
Merupakan kebalikan dari hernia reponibel ( hernia tidak masuk kembali )
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung pada peritoneum.
c. Hernia inkaserata
Pada hernia ini isi perut atau usus yang masuk kedalam kantung hernia
tidak dapat kembali disertai dengan gangguan aliran khusus. Gambaran
klinis obstruksi usus dengan gambaran keseimbangan cairan elektrolit dan
asam basa. Keadaan ini hernia bisa terjepit oleh cincin hernia. Sehingga isi
kantung bisa terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga perut,
akibatnya terjadi gangguan passase dan hernia ini lebih dimaksudkan
hernia irreponibel
d. Hernia strangulata
Pada hernia ini pembuluh darah yang mempengaruhi usus yang masuk ke
dalam kantung hernia terjepit sehingga usus kehilangan system
perdarahannya sehingga mengakibatkan nekrosis pada usus. Pada
pemeriksaan lokal usus tidak dapat dimasukan kembali di sertai adanya
nyeri tekan.
1.2 Etiologi
Menurut Huda dan Kusuma (2016), hernia dapat disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.2.1 Kongenital
Kongenital disebabkan kelemahan pada otot merupakan salah satu
faktor resiko yang berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan
intra abdomen. Kelemahan otot tidak dapat dicegah dengan cara
olahraga atau latihan-latihan.
1.2.2 Obesitas
Obesitas adalah salah satu penyebab peningkatan tekanan intra-
abdomen karena banyaknya lemak yang tersumbat dan perlahan-lahan
mendorong peritoneum. Hal ini dapat dicegah dengan pengontrolan
berat badan.
1.2.4 Mengejan
Mengejan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen.
1.4 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih
besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini terjadi, maka resiko HNP
hanya menunggu waktu trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Hernia berulang,
1.6.2 Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
1.6.3 Pendarahan yang berlebihan / infeksi luka bedah,
1.6.4 Luka pada usus (jika tidak hati-hati),
1.6.5 Setelah Herniografi dapat terjadi Hematoma,
1.6.6 Fostes urin dan feses,
1.6.7 Residip,
1.6.8 Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
1.7 Penatalaksaan
Menurut Huda dan Kusuma (2016), penatalaksaan hernia ada dua macam,
yaitu:
1.7.1 Konservatif (Townsend CM)
Pengobaan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi, bukan merupakan tindakan definitive
sehingga dapat kambuh kembali, terdiri atas:
a. Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia
kedalam cavum peritonil atau abdomen. Reposisi dilakukan secara
bimanual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis
dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada
hernia inguinalis strangulate kecuali pada anak-anak.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol didaerah
sekitar hernia yang menyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis
atau penyempitan sehingga isi hernia keluar dari cavum peritonil
c. Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi
1.7.2 Operatif
Operasi hernia dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:
a. Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi
hernia ke cavum abdominalis,
Herniotomi adalah operasi pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong hernia dibuka dan isi hernia dibebaskkan kalau
ada perlengketan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setingggi mungkin lalu dipotong.
Indikasi
Herniotomi dan hernioplastik dilakukan pada pasien yang
mengalami hernia dimana tidak dapat kembali dengan terapi
konservatif.
Proses tindakan
Herniotomi
Membuat sayatan miring dua jari diatas sias, kemudian Kanalis
inguinalis dibuka, memisahkan funikulus, dan kantong hernia
dilepaskan dari dalam tali sperma, dilakukan duplikasi (pembuatan
kantong hernia),kemudian isi hernia dibebaskan jika ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.
Tehnik operasi Herniotomi – Herniorafi Lichtenstein
Hernia inguinalis lateralis dan medialis:
1. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum,
spinal anestesi atau anestesi lokal
2. Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum
pubikum
3. Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus
Obligus Abdominis Eksternus)
4. Aponeurosis MOE dibuka secara tajam
5. Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan
dikait pita dan kantong hernia diidentifikasi
6. Isi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia
secara tajam dan tumpul sampai anulus internus
7. Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium ,
dilanjutkan dengan herniotomi
8. Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengan hernioplasty dengan
mesh
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Komplikasi operasi
1) perdarah
2) infeksi luka operasi
3) cedera usus
4) cedera kantong kemih
5) cedera testis
Perawatan Pasca Operasi
Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Hernioraphy
Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas m.obliquus
intraabdominalis dan m.transversus abdominalis yang berinsersio di
tuberculum pubicum)
c. Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar LMR
hilang/tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup
otot.
1.8 Pathway
Faktor pencetus:
Aktivias berat, bayi prematur, kelemahan dinding abdominal,
intraabdominal tinggi, adanya tekanan Hernia
Hernia umbilikalis Hernia para umbilikalis Hernia inguinalis
kongenital
Kantung hernia melewati Kantung hernia memasuki
Masuknya omentum organ dinding abdomen celah inguinal
intestinal kekantong
umbilikalis
Prostusi hilang timbul Dinding posterior canalis
inguinal yang lemah
Gangguan suplai darah ke
intestinal Ketidaknyamanan
abdominal Benjolan pada region
inguinal
Nekrosis intestinal
Intervensi bedah
relatif/konservatif Diatas ligamentum iguinal
mengecil bila berbaring
Pembedahan
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut (Asuhan Keperawatan Praktis, 401)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
a. Tujuan
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
b. Kriteria hasil
1. Mampu mengontrol nyeri (tau penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri(skala, frekuensi dan tanda nyeri)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
a. Intervensi : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan factor presipitasi
Rasional : Untuk mengetahui keadaan nyeri
b. Intervensi : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : Mengetahui adanya nyeri
c. Intervensi : Ajarkan tentang penanganan nonfarmakologi,
manajemen nyeri
Rasional : Manajemen nyeri membuat pasien merasa lebih nyaman
d. Intervensi : Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan untuk nyeri tidak berhasil
Rasional : Membantu mengurangi nyeri
2.4 Evaluasi
2.4.1 Diagnosa 1: Nyeri akut (Asuhan Keperawatan Praktis, 401)
S : - Klien mengatakan nyerinya berkurang
- Klien mengatakan selera makannya baik
O : - Tekanan darah klien normal
- Frekuensi jantung klien normal
- Frekuensi pernafasan klien normal
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan