Anda di halaman 1dari 80

ASUHAN KEPERAWATAN KECEMASAN PADA ANAK

USIA PRASEKOLAH DENGAN INTERVENSI TERAPI


AKTIVITAS BERMAIN MENDONGENG DI LANTAI III
UTARA INSTALASI TERATAI RSUP FATMAWATI

KARYA TULIS ILMIAH

NESRI AULINA PERMADI


NIM: 15056

AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI


JAKARTA
JULI 2018
ASUHAN KEPERAWATAN KECEMASAN PADA ANAK
USIA PRASEKOLAH DENGAN INTERVENSI TERAPI
AKTIVITAS BERMAIN MENDONGENG DI LANTAI III
UTARA INSTALASI TERATAI RSUP FATMAWATI

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Keperawatan

NESRI AULINA PERMADI


NIM: 15056

AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI


JAKARTA
JULI 2018

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nesri Aulina Permadi
NIM : 15056
Program Studi : D III Keperawatan
Institusi : Aka de m i Ke pe ra wa ta n Fa tma wati

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mengetahui, Jakarta, 10 Juli 2018


Pembimbing Pembuat Pernyataan

Ns. Ayuda Nia A, M.Kep., Sp.Kep.An Nesri Aulina Permadi

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak
Usia Prasekolah dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati” ini telah diterima dan
disetujui untuk diujikan pada Ujian Sidang di hadapan Tim Penguji.

Jakarta, 10 Juli 2018


Pembimbing

Ns. Ayuda Nia A, M.Kep., Sp.Kep.An

Mengetahui,
Direktur Akper Fatmawati

Ns. DWS Suarse Dewi, M.Kep., Sp.Kep.MB

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Ce mas pada Anak Usia
Prasekolah dengan Inte rvensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai
III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati” ini telah diujikan dan dinyatakan
“Lulus” dalam Ujian Sidang di hadapan Tim Penguji pada tanggal 12 Juli 2018.

Jakarta, 12 Juli 2018


Penguji I

Ns. Ayuda Nia A, M.Kep., Sp.Kep.An

Penguji II

-+

Ns. Marleny Susanthy, S.Kep

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan
Inte rvensi Te rapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai III Utara Instalasi
Teratai RSUP Fatmawati”. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
melengkapi salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Fatmawati.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. dr. M. Syafak Hanung, Sp.A., MPH, selaku Direktur Utama RSUP Fatmawati.
2. Ns. DWS Suarse Dewi, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Fatmawati.
3. Ns. Umi Aisyiyah, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Kepala Instalasi Teratai RSUP
Fatmawati.
4. Ns. Nurhidayatun, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku Kepala Ruang Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati beserta staf.
5. Ns Laely, S.Kep, selaku Pembimbing Lahan Lantai III Utara Instalasi Teratai
RSUP Fatmawati
6. Ns. Marleny Susanty, S.Kep, selaku Penguji II dari RSUP Fatmawati.
7. Ns. Ayuda Nia A, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku Pembimbing pembuatan Karya
Tulis Ilmiah sekaligus Penguji I.
8. Ns. Ani Nuraeni, M.Kep., Sp.Kep.Kom, selaku Pembimbing Akademik dari
Akademi Keperawatan Fatmawati
9. Nuraeni, S.Pd., MM, selaku Wali Kelas Angkatan XVIII Akademi Keperawatan
Fatmawati.
10. Seluruh dosen beserta staf Kependidikan Akademi Keperawatan Fatmawati.

v
11. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, Bapak Luzyas Agung Permadi dan
Ibu Rona Ismayani serta saudara kandung saya Kakak Ratih Anintyas Permadi
dan adik Raja Bagus Putra Permadi sebagai sumber semangat dan motivasi yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya dan doa yang tidak pernah berhenti untuk
saya.
12. Sahabat yang selalu mendukung, Yusuf Hermawan, Dian Kurnia Arisandi, Devi
Nurdian Prastika, Khaerunnisa Mustika, Imel Dea Sukma, Litha Apriyani.
13. Teman-teman mahasiswa/i Akademi Keperawatan Fatmawati Angkata n XVIII.
14. Sahabat yang menemani saya dan berjuang bersama selama Pendidikan Diploma
III, Mila Ameliya, Tiara Eka Febriantika, Dea Sopiana, Widyorani, Euis
Sukmawati, Selly Julialni, Bekty Yulia Cahyani, Desi Fajaryani, Trigita Agustin.
15. TIM KTI Keperawatan Anak yang selalu kompak dan saling mendukung selama
mengikuti proses bimbingan Karya Tulis Ilmiah, Mila Ameliya, Sri Khayati,
Mesia Cristina Happy, Beti Arinita, Rina Nur Hayati, Nur Rohma, Lidya
Akwila.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun. Semoga Karya
Tulis ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

vi
ABSTRAK

Nama : Nesri Aulina Permadi


Program Studi : D III Keperawatan
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah
dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati

Hospitalisasi pada anak menyebabkan perpisahan dengan keluarga, anak harus


beradaptasi dengan lingkungan baru, dan merasa cemas. Kecemasan yang dialami
oleh anak dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Studi kasus ini bertujuan
mengidentifikasi pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng untuk
menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah. Subjek studi kasus yaitu dua
orang dengan kriteria inklusi: anak usia prasekolah (3-6 tahun), keluarga dan anak
bersedia menjadi subjek, anak dirawat di Lantai III Utara. Studi kasus ini dilakukan
di RSUP Fatmawati selama lima hari. Instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan
adalah skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Mendongeng dilaksanakan
selama tiga hari sejak tanggal 27 Juni sampai dengan 29 Juni 2018 dengan frekuensi
dua kali sehari, durasi 30 menit untuk setiap sesi. Sebelum dan setelah diberikan
intervensi mendongeng diukur tingkat kecemasan anak. Hasil studi kasus
menunjukkan adanya perubahan tingkat kecemasan sedang menjadi kecemasan
ringan. Terapi bermain perlu dilakukan secara konsisten oleh perawat dan keluarga
agar kecemasan anak dapat menurun selama menjalani hospitalisasi.

Kata kunci: terapi aktivitas bermain mendongeng, tingkat kecemasan, anak usia
prasekolah, hospitalisasi

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Studi Kasus .............................................................................. 3
D. Manfaat Studi Kasus ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5


A. Konsep Kecemasan .............................................................................. 5
1. Pe ngertia n Kece m asa n ................................................................... 5
2. Pe nye ba b Kece ma san ..................................................................... 5
3. Tingkat Kece masa n ......................................................................... 6
4. Fa ktor ya ng Me m pe nga ruhi Kece m asa n pa da Ana k .................. 7
5. Alat Ukur Tingkat Kecemasan ...................................................... 9
B. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah ......................... 11
C. Konsep Terapi Aktivitas Bermain...................................................... 13
D. Asuhan Keperawatan Kecemasan ...................................................... 15
1. Pe ngka jia n Ke pera wata n ................................................................ 15
2. Diagnosa Ke pera wata n ................................................................... 16
3. Pere nca naa n Ke pe ra wa tan ............................................................. 16
4. Pela ksa naan Kepe ra wata n .............................................................. 17
5. E valuas i Ke pera wata n .................................................................... 18

BAB III METODE STUDI KASUS ..................................................................... 19


A. Rancangan Studi Kasus ....................................................................... 19
B. Subjek Studi Kasus .............................................................................. 19
C. Fokus Studi Kasus ................................................................................ 20
D. Definisi Operasional Fokus Studi ...................................................... 20

viii
E. Instrumen dan Metode Studi Kasus ................................................. 21
F. Lokasi dan Studi Kasus ..................................................................... 22
G. Analisa Data dan Penyajian Data..................................................... 22
H. Etika Studi Kasus .............................................................................. 22

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN .............................. 25


A. Hasil Studi Kasus ............................................................................. 25
B. Pembahasan ...................................................................................... 29
C. Keterbatasan Studi Kasus ............................................................... 36

BAB V PENUTUP............................................................................................... 38
A. Kesimpulan ....................................................................................... 38
B. Saran .................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Studi Kasus

Lampiran 2 Persetujuan Mengikuti Studi Kasus

Lampiran 3 Instrumen Pengkajian Tingkat Kecemasan HARS (Hamilton Anxiety


Rating Scale)

Lampiran 4 Proposal Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai III Utara


Instalasi Teratai RSUP Fatmawati

Lampiran 5 Kegiatan Bimbingan Karya Tulis Ilmiah (KTI)

x
DAFTAR SINGKATAN

An : Anak
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
cm : Sentimeter
DD : Differental Diagnosis
dl : Desiliter
e.c : et causa
fl : Femtoliter
gr : Gram
HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale
HER : Hemoglobin Eritrosit Rata-rata
IWL : Insensible Water Loss
KHER : Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata
kg : Kilogram
Ny : Nyonya
rb : Ribu
RDW : Red Cell Distribution Width
RS : Rumah Sakit
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SMA : Sekolah Menengah Atas
TAB : Terapi Aktivitas Bermain
TB : Tuberculocis
Tn : Tuan
ul : Microliter
VER : Volume Eritrosit Rata-rata
WIB : Waktu Indonesia Barat

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi sering diartikan oleh anak sebagai sebuah hukuman, kemudian
muncul perasaan malu, takut, merasa terancam, sepi, gelisah dan cemas. Hal
ini menjadikan anak bersikap agresif, marah, berontak, sering bertanya, tidak
mau makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol dan terbatasnya
aktifitas yang membuat perawatan di rumah sakit terhambat. Hospitalisasi
menyebabkan anak mengalami perpisahan dengan keluarga, harus
beradaptasi dengan lingkungan baru, nyeri di tubuh karena perlukaan dan
otonomi berkurang (Aini, 2016). Cemas dan stres merupakan contoh akibat
hospitalisasi. Kecemasan yang dialami oleh anak dapat mempengaruhi proses
penyembuhan pada anak yang mengalami hospitalisasi, melihat dari
tingginya jumlah anak yang mengalami hospitalisasi dan mengalami
kecemasan pada saat dihospitalisasi peran perawat dan orang tua sangat
dibutuhkan untuk membantu menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2008).

Di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 33,2% dari 1.425 anak mengalami
dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi sedang da n 25,2%
mengalami hospitalisasi ringan. Di daerah Jakarta khususnya Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati di Instalasi Teratai Lantai III utara sejak bulan April
2018 sampai dengan Juni 2018 anak usia prasekolah yang mengalami dampak
hospitalisasi sebanyak 14,74% dari 495 pasien. Berdasarkan observasi penulis
pada bulan Oktober tahun 2017, upaya penanganan kecemasan oleh perawat
di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati diantaranya adalah
melakukan teknik distraksi, seperti mengalihkan perhatian anak saat
dilakukan tindakan dengan diajak berbincang dan melibatkan orang tua,
membuat lingkungan perawatan yang terapeutik dan nyaman untuk anak,
terdapat terapi musik di dalam ruang tindakan.

1 Akademi Keperawatan Fatmawati


2

Selain upaya tersebut, intervensi keperawatan yang dapat menurunkan tingkat


kecemasan adalah terapi aktivitas bermain mendongeng. Melalui bercerita
(story telling) anak dapat berperilaku kooperatif. Bercerita adalah tehnik yang
efektif dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan ce mas, karena dengan
bercerita dapat menyampaikan pesan tertentu pada anak. Kegiatan
mendongeng dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu replika
peralatan rumah sakit atau boneka tangan. Boneka tangan biasanya efektif
untuk berkomunikasi dengan anak-anak, dan membantu mereka (Hocken
berry & Wilson, 2013). Pada usia prasekolah, mulai tumbuh rasa untuk
bersosialisasi, keingintahuan, imajinasi yang tinggi, menguasai diri dan
keinginan yang tinggi. Terapi aktivitas bermain mendongeng dapat
diaplikasikan pada rentang usia prasekolah, karena dengan terapi
mendongeng dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak (Sue,
2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Puspitasari (2009) mempunyai


adanya pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kekooperatifan pada anak
usia 3–5 tahun. Purwandari, dkk (2010) menyatakan bahwa terapi bermain
berdampak terhadap penurunan kecemasan perpisahan pada anak yang
mengalami hospitalisasi. Pada penelitian Done (2008) terapi bermain
menggunakan alat bantu puzzle dan musik dapat menurunkan tingkat
kecemasan anak yang dihospitalisasi. Selain itu, terapi membacakan dongeng
pun dapat memengaruhi kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi.
Penilitian Aji Kiyat, dkk (2014) menyatakan bahwa mendongeng dapat
menciptakan suasana akrab antara anak dengan pendongeng sehingga dapat
mengurangi tingkat kecemasan anak dan dapat menjadi penyaluran emosi
yang terbendung. Penelitian yang dilakukan oleh Nida Adilah dan Irman
Somantri (2016) menyatakan bahwa terdapat perbedaan skor kecemasan pada
usia toddler dan prasekolah setelah pemberian terapi mendongeng. Namun,
terapi lebih efektif diberikan kepada anak usia prasekolah.

Berdasarkan uraian data di atas, penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan


kasus pada anak usia prasekolah dengan menerapkan intervensi

Akademi Keperawatan Fatmawati


3

pelaksanaan Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng sebagai bentuk studi


kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak Usia
Prasekolah dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati dalam bentuk laporan
Karya Tulis Ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka studi kasus ini dirumuskan
untuk menjawab pertanyaan pokok yang sangat mendasar yaitu : Bagaimana
asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah dengan intervensi
terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai
RSUP Fatmawati ?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Tujuan umum studi kasus ini adalah mengidentifikasi gambaran asuhan
keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah dengan intervensi
terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai
RSUP Fatmawati.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus studi kasus ini adalah:
a. Teridentifikasi karakteristik anak (usia, anak ke-, jenis kelamin,
pengalaman terhadap sakit dan perawatan dirumah sakit, jumlah
anggota keluarga dalam satu rumah, persepsi anak terhadap sakit)
b. Teridentifikasi tumbuh kembang anak usia prasekolah
c. Teridentifikasi tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sebelum
dilakukan terapi aktivitas bermain
d. Teridentifikasi pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng
pada anak prasekolah.
e. Teridentifikasi tingkat kecemasan anak setelah pemberian terapi
aktivitas bermain mendongeng pada anak usia prasekolah.

D. Manfaat Studi Kasus


Akademi Keperawatan Fatmawati
4

Manfaat pembuatan studi kasus ini untuk:


1. Rumah Sakit
Mengoptimalkan intervensi keperawatan untuk menurunkan tingkat
kecemasan di rumah sakit.
2. Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman tentang macam- macam intervensi
keperawatan yang dapat diaplikasikan untuk menurunkan tingkat
kecemasan dalam aplikasi melalui proses keperawatan dengan basis ilmu
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak usia
prasekolah melalui penatalaksanaan terapi aktivitas bermain serta
mengetahui tentang sejauh mana hubungan terapi bermain mendongeng
dengan penurunan tingkat kecemasan anak usia prasekolah.
3. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan anak, dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak usia prasekolah dalam konsep bermain di masa
yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan kasus sejenis.

Akademi Keperawatan Fatmawati


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subjektif
dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan
terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Heri, 2017).

Menurut Stuart (dalam Heri, 2017) kecemasan berbeda dengan rasa takut
yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Berbeda dengan
Videbeck, yang menyatakan bahwa takut tidak dapat dibedakan dengan
cemas, karena individu yang merasa takut dan cemas mengalami pola
respon perilaku, fisiologis, emosional dalam waktu yang sama.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cemas merupakan


reaksi atas situasi baru dan berbeda terhadap suatu ketidakpastian dan
ketidakberdayaan. Perasaan cemas dan takut merupakan suatu yang
normal, namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas semakin kuat dan
terjadi lebih sering dengan konteks yang berbeda.

2. Penyebab Kecemasan
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,
keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Lingkungan rumah
sakit merupakan penyebab kecemasan bagi anak baik lingkungan sosial

5 Akademi Keperawatan Fatmawati


6

seperti sesama pasien anak serta interaksi dan sikap petugas kesehatan
maupun lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat,
alat-alat rumah sakit, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan.
Penyakit dan hospitalisasi sering kali merupakan krisis pertama yang
harus dihadapi anak (Hockenberry dan Wilson, 2009). Anak
membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh
kembangnya biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman
sepermainan yang menyenangkan. Stresor pada anak yang dirawat di
rumah sakit disebabkan karena cemas karena perpisahan, kehilangan
kendali, luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri).

3. Tingkat Kecemasan
Menurut Heri (2017), tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Kecemasan ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami ketegangan
yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seorang akan lebih
tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan minat dan
motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa gelisah, mudah
marah dan perilaku mencari perhatian.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang, seseorang akan kelihatan
serius dalam memperhatikan sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang
berupa suara bergetar, perubahan dalam ada suara takikardi,
gemetaran, peningkatan ketegangan otot.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk
mengurangi menurunkan kecemasan dan fokus pada kegiatan lain
berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk

Akademi Keperawatan Fatmawati


7

dapat memusatkan pada suatu daerah lain. Tanda-tanda kecemasan


berat berupa perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernapasan, perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa
terbakar pada ulu hati, sendawa, anoreksi dan diare), perubahan
kardiovaskuler dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.

Adapun gangguan kecemasan pada anak yang sering dijumpai di rumah


sakit adalah panik, fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan umum
dan lainnya.

4. Faktor yang Mempe ngaruhi Kecemasan pada Anak


Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak menurut Heri (2017), antara
lain:
a. Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak. Anak
usia prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan
penyakit dan pengalaman baru dengan lingkungan asing. Penelitian
Tsai (2007), menyatakan bahwa semakin muda usia anak, kecemasan
hospitalisasi akan semakin tinggi. Anak usia infant, toddler dan
prasekolah lebih mungkin mengalami stres akibat perpisahan karena
kemampuan kognitif anak yang terbatas untuk memahami
hospitalisasi.
b. Karakteristik saudara (Anak ke-)
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada anak
yang dirawat di rumah sakit. Anak yang dilahirkan sebagai anak
pertama dapat menunjukkan rasa cemas yang berlebihan
dibandingkan anak kedua.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stres hospitalisasi, dimana
anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkat
kecemasan yang lebih tinggi dibanding anak laki- laki, walaupun ada
beberapa yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan anak.

Akademi Keperawatan Fatmawati


8

d. Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit


Anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi sebelumnya akan
memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak
yang belum memiliki pengalaman sama sekali. Respon anak
menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap lingkungan dan
mengingat dengan detail kejadian yang dialaminya dan lingkungan
disekitarnya. Pengalaman pernah dilakukan perawatan juga membuat
anak menghubungkan kejadian sebelumnya dengan perawatan saat
ini. Anak yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan
selama dirawat di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut
dan trauma. Sebaliknya apabila pengalaman anak dirawat di rumah
sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka
akan akan lebih kooperatif.
e. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dikaitkan dengan
dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga pada anak usia
prasekolah yang menjalani hospitalisasi, maka semakin rendah tingkat
kecemasan anak. Jumlah saudara kandung sangat erat hubungannya
dengan dukungan keluarga. Semakin banyak jumlah saudara kandung,
maka anak akan cenderung cemas, merasa sendiri serta kesepian saat
anak harus dirawat di rumah sakit. Keterlibatan orang tua selama anak
dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan
diperhatikan. Koping emosi yang baik dari anak akan memunculkan
rasa percaya diri pada anak dalam menghadapi permasalahannya.
Keterlibatan orang tua dapat memfasilitasi penguasan anak terhadap
lingkungan yang asing.
f. Persepsi anak terhadap sakit
Keluarga dengan jumlah yang cukup besar mempengaruhi persepsi
dan perilaku anak dalam mengatasi masalah menghadapi hospitalisasi.
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah semakin besar
memungkinkan dukungan keluarga yang baik dalam perawatan anak.
Small, et al (2009) menyatakan bahwa anak usia prasekolah selama di
hospitalisasi bisa menyebabkan dampak bagi anak sendiri maupun

Akademi Keperawatan Fatmawati


9

orang tua. Munculnya dampak tersebut karena kemampuan pemilihan


koping yang belum baik dan kondisi stres karena pengobatan.

5. Alat Ukur Tingkat Kecemasan


Pada studi kasus ini tingkat kecemasan anak usia prasekolah diukur
menggunakan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale) merupakan pengukuran kecemasan yang
didasarkan pada munculnya gejala pada individu yang mengalami
kecemasan. Menurut skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
terdapat 14 gejala yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan.Setiap jenis yang di observasi diberi 5 tingkatan skor antara 0
(Nol) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale) pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh
Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran
kecemasan terutama pada penelitian uji coba secara klinis. Skala HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale) telah dibuktikan memiliki validitas dan
reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada
penelitian yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale) akan diperoleh hasil yang benar dan dapat di terima.

Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) penilaian kecemasan


terdiri dan 14 item, meliputi:
a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan
lesu.
c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.

Akademi Keperawatan Fatmawati


10

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada


hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan spastik otot.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras
dan detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pemapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, konstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari- jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas
pendek dan cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan


kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = satu dari gejala yang ada
2 = separuh dari gejala yang ada
3 = lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil:
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.
3. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

Akademi Keperawatan Fatmawati


11

B. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekolah merupakan anak dengan usia di bawah tujuh tahun,
pada usia ini anak mengalami masa kritis bagi perkembangan kemampuan
kognitif, kemandirian, koordinasi, motorik dan kreativitas, maka dari itu pada
usia ini anak bisa diarahkan ke arah yang positif, atau ke arah yang bisa
membantu perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta
yang diperlukan oleh anak tersebut, dan usia prasekolah usia yang rentan bagi
anak pada usia ini memiliki sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang
telah dilihatnya (Wong, 2009).

Menurut Wong (2009), pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah


diantaranya:
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan fisik khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah
rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahunnya. Anak usia prasekolah memiliki
tinggi 118,5 cm, pertambahan berat rata-rata selama periode ini adalah
sekitar 2,3 kg per tahun. Rata-rata berat badan anak usia prasekolah
adalah 18,6 kg. Kehilangan lemak bayi dan pertumbuhan otot selama
masa prasekolah memberikan tampilan anak yang lebih kuat dan lebih
matang. Panjang tengkorak juga sedikit meningkat, dengan rahang bawah
menjadi lebih menonjol, rahang atas melebar selama masa prasekolah
sebagai persiapan untuk kemunculan gigi permanen, biasanya dimulai
sekitar usia 6 tahun.
2. Perkembangan kognitif
Pada usia prasekolah sudah mulai menunjukan perkembangan dan anak
sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan tampak sekali
kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang
mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan
lingkungan dan orang tuanya. Perkembangan kognitif pada anak usia
prasekolah yaitu anak memiliki seorang teman khayalan atau imajiner.
Teman ini berperan sebagai cara kreatif bagi anak prasekolah untuk
mencontohkan aktivitas dan perilaku yang berbeda dan mempraktikan

Akademi Keperawatan Fatmawati


12

keterampilan percakapan.Selain imajinasi ini, anak prasekolah mampu


dengan mudah berpindah antara fantasi dan realita selama seharian.
3. Perkembangan motorik kasar
Pada usia prasekolah mampu melakukan berbagai kegiatan motorik kasar
seperti diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki
selama 115 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke
jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan
bantuan (Wong, 2009). Anak prasekolah tangkas ketika berdiri, berjalan,
berlari, dan melompat. Ia dapat naik dan turun tangga serta berjalan ke
depan dan ke belakang dengan mudah berdiri pada ujung jari atau pada
satu kaki tetap memerlukan konsentrasi. Anak prasekolah tampak berada
dalam gerakan konstan. Ia juga menggunakan tubuh untuk memehami
konsep yang baru, seperti menggunakan lengan dalam gerakan
“menenggak” ketika mendeskripsikan cara roda kereta bekerja, dapat
berdiri pada satu kaki selama 10 detik atau lebih, mengayun, dan
memanjat dengan baik, dapat melompat, jungkir balik, dapat belajar
untuk menggunakan sepatu luncur (skate) dan berenang (Papalia &
Feldman, 2011).
4. Perkembangan motorik halus
Anak pada usia 5 tahun, anak dapat menulis angka, memotong dengan
gunting secara lebih akurat, serta mengikat tali sepatu, melipat kertas,
mengurutkan benda, berhitung, mewarnai namun belum sempurna,
mencetak beberapa huruf, menggambar seseorang dengan tubuh dan
minimal enam bagian tubuh, berpakaian atau melepas pakaian tanpa
bantuan, menggunakan sendok dan garpu, menyalin pola segitiga dan
geometrik lain.
5. Perkembangan bahasa dan sosial
Pada usia prasekolah, diawali mampu menyebutkan hingga empat
gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan
benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan,
mengerti beberapa kata sifat dan sebagiannya, menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan berbagai bunyi
kata, memahami arti lapangan, berespon terhadap panggilan dan orang-
orang anggota keluarga dekat, dapat menghitung 1 sampai 10, kosakata

Akademi Keperawatan Fatmawati


13

terdiri dari 2100 kata, menyebutkan nama dan alamat. Pada usia
prasekolah, mereka sudah dapat bermain permainan sederhana, menangis
jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali
anggota keluarga.
6. Perkembangan psikoseksual
Menurut tahap perkembangan Freud, pada masa prasekolah anak berada
pada tahap falik. Tahap ini dimana genitalia menjadi area tubuh yang
menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis kelamin dan
menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut.

C. Konsep Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng


Menurut Wong (2009), bermain merupakan kegiatan anak-anak yang
dilakukan berdasarkan keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stres
dan tantangan yang ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan
dalam berhubungan dengan orang lain. Bermain merupaka n kegiatan atau
simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat meningkatkan daya
pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial serta fisiknya
dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman dan pengetahuan serta
keseimbangan mental anak. Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa
bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai
macam perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain
anak akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasaan.

Pada masa prasekolah, inisiatif anak mulai berkembang anak ingin tahu lebih
banyak tentang hal- hal di sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari
model keluarga atau bermain peran, seperti peran guru, ibu, dan lain- lain
sehingga isi bermainnya lebih banyak menggunakan simbol-simbol dalam
permainan atau sering disebut dengan permainan peran (dramatic roleplay).
Permainan yang meningkatkan keterampilan (skill play) juga masih
berkembang pada masa ini (Rekawati, 2013).

Berdasarkan karakteristik sosial, anak mulai bermain bersama teman-teman,


tetapi tidak ada tujuan grup (associative play). Dalam hal ini, anak

Akademi Keperawatan Fatmawati


14

berinteraksi dengan saling meminjam alat permainan. Seiring dengan


bertambahnya usia, anak mulai bermain bersama dengan tujuan yang
ditetapkan, misalnya buku, majalah, alat tulis atau crayon, balok, aktivitas
berenang. Pada masa prasekolah, aktivitas bermain memiliki tujuan:
1. Mengembangkan kemampuan berbahasa, berhitung, menyamakan, dan
membedakan.
2. Merangsang daya imajinasi
3. Menumbuhkan sikap adil dan jujur, kreativitas, kepercayaan diri.
4. Memperkenalkan ilmu pengetahuan, suasana gotong royong, kompetisi
5. Mengembangkan koordinasi motorik, sosialisasi, kemampuan mengontrol
emosi.

Permainan anak usia 4-6 tahun menurut (Heri, 2017) yaitu salah satunya
mendongeng. Permainan ini dilakukan dengan menggunakan boneka tangan
atau bisa juga boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan
menggunakan boneka tangan. Cerita yang disampaikan diusahakan
mengandung unsur sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan dirumah
sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita, sesekali sebut nama agar
merasa terlibat dalam permainan tersebut. Terapi membacakan dongeng pun
dapat memengaruhi kecemasan anak yang di hospitalisasi (Done, 2008).
Kegiatan mendongeng dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu
replika peralatan rumah sakit atau boneka tangan. Boneka tangan biasanya
efektif untuk berkomunikasi dengan anak-anak, dan membantu mereka
(Hockenberry & Wilson, 2013). Sehingga hal ini dapat menjadi sebuah terapi,
yaitu terapi mendongeng. Mendongeng dapat meningkatkan rasa percaya,
menjalin hubungan, dan menyampaikan pengetahuan.

Bercerita sebagai suatu permainan yang pasif memberikan kesempatan anak


untuk menambah wawasan dalam berfikir dan sangat terapeutik sebagai
permainan penyembuh (therapeutic play). Kekuatan cerita menumbuhkan
sikap disiplin, membangkitkan emosi, memberi inspirasi, memunculkan
perubahan, menumbuhkan kekuatan pikiran tubuh, menyembuhkan. Selain
itu cerita dapat memberikan pengaruh yang besar bagi pikiran dan emosional
apalagi jika cerita tersebut benar-benar terjadi atau nyata (Antonio, 2008).

Akademi Keperawatan Fatmawati


15

D. Asuhan Keperawatan Kecemasan


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indo nesia (2017) dan Nanda
(2015) pengkajian ansietas diantaranya adalah:
a. Perilaku
Perilaku yang mucul diantaranya penurunan produktivitas, gerakan
yang irelevan, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang
buruk, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada.
b. Afektif
Gelisah, distres, kesedihan yang mendalam, ketakutan, perasaan yang
tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, peningkatan kewaspadaan,
iritabilitas, gugup yang berlebihan, rasa nyeri yang meningkat,
ketidak berdayaan, peningkatan rasa ketidakberdayaan yang
persisten, bingung menyesal, ragu atau tidak percaya diri, khawatir.
c. Fisiologis
Wajah tegang, tremor ringan, peningkatan keringat, peningkatan
ketegangan, gemetar, suara bergetar.
d. Simpatik
Anoreksia, eksitasi kardiovaskular, diare, mulut kering, wajah merah,
jantung berdabar-debar, peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, peningkatan reflek, peningkatan frekuensi pernapasan,
pupil melebar, kesulitan bernapas, vasokonstrksi superfisial, lemah,
spastik pada otot.
e. Parasimpatik
Nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi,
diare, mual, muntah, vertigo, letih, gangguan tidur, kesemutan pada
ekstremitas, sering berkemih, anyang-anyangan, dorongan segera
berkemih.
f. Kognitif
Menyadari gejala fisiologis, bloking fikiran, konfusi, penurunan
lapang persepsi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan
belajar, penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah,

Akademi Keperawatan Fatmawati


16

ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan


perhatian, khawatir, melamun, cenderung menyalahkan orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan
Pada studi kasus ini, diagnosa keperawatan yang muncul menurut Nanda
(2015) yaitu Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status
peran), krisis maturasi, krisis situasional, stres ancaman kematian.

3. Perencanaan Kepe rawatan


Perencanaan keperawatan diagnosa ansietas berhubungan dengan
perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, status peran), krisis maturasi, krisis situasional,
stres ancaman kematian.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tingkat kecemasan anak berkurang.
Krite ria Hasil :
a. Anak mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Anak mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan
teknik untuk mengontrol cemas
c. Nadi : 80-90 x/menit, respirasi : 20-30 x/menit
d. Postur tubuh, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
e. Ekspresi wajah rileks
f. Anak kooperatif
Rencana :
a. Evaluasi tingkat kecemasan
Rasional: Mengetahui tingkat kecemasan anak
b. Lakukan pendekatan yang menenangkan dengan senyuman dan
sentuhan
Rasional: Dengan melakukan pendekatan terlebih dahulu
memudahkan untuk melakukan intervensi selanjutnya.

Akademi Keperawatan Fatmawati


17

c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur ke


keluarga
Rasional: Penjelasan prosedur tindakan kepada keluarga dapat
mengurangi kecemasan pada keluarga
d. Temani pasien selama melakukan prosedur untuk mengurangi rasa
takut
Rasional: Pasien anak memiliki tingkat kecemasan yang tinggi selama
hospitalisasi, dengan ditemani selama tindakan aka n menimbulkan
rasa nyaman pada anak.
e. Anjurkan keluarga untuk menemani anak
Rasional: Selama anak di hospitalisasi untuk membuat anak tetap
nyaman perlu ditemani orang tua
f. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Rasional: Mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan dapat
menurunkan kecemasan pada anak.
g. Anjurkan pasien melakukan teknik rileksasi napas dalam
Rasional: Teknik rileksasi napas dalam dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada anak.
h. Berikan terapi aktivitas bermain mendongeng pada anak
Rasional: Terapi aktivitas bermain mendongeng pada anak dapat
mengurangi tingkat kecemasan anak usia prasekolah

4. Pelaksanaan Keperawatan
Prosedur terapi aktivitas bermain mendongeng dilakukan kepada anak
usia prasekolah, yang sebelumnya dilakukan pengkajian tingkat
kecemasan dengan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
Mendongeng dilakukan dalam satu hari 2 kali mendongeng, selama 3
hari, setiap kali mendongeng dengan durasi 20-25 menit, cerita dongeng
diantaranya yaitu dongeng fabel (cerita tentang hewan yang berperan
seperti manusia), sage (cerita tentang kesaktian, atau kepahlawanan).
Media mendongeng yang digunakan yaitu boneka wayang yang di bentuk
dari kertas. Setelah dilakukan penatalaksaan terapi aktivitas bermain
mendongeng penulis kembali melakukan pengkajian tingkat kecemasan
dengan menggunakan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).

Akademi Keperawatan Fatmawati


18

Selanjutnya membandingkan keefektifan terapi aktivitas bermain


mendongeng terhadap anak usia prasekolah, dan akhirnya melakukan
evaluasi keperawatan dengan melihat tanda adanya sikap penurunan
tingkat kecemasan sesuai dengan kriteria hasil.

5. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang
dilakukan selama proses keperawatan berlangsung dan menilai dari
respon pasien disebut evaluasi proses, kegiatan melakukan evaluasi
dengan target tujuan yang diharapkan disebut dengan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dalam dilihat dari tercapainya menurunnya tingkat
kecemasan, dan dilihat dari kriteria hasil yang dicapai, diantaranya yaitu
anak mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, anak
mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas, nadi : 60-100 x/menit, respirasi : 16-20 x/menit,
postur tubuh, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan, ekspresi wajah rileks, anak kooperatif. Selain
itu dapat dilihat dari menurun atau tidaknya tingkat kecemasan anak
berdasarkan alat ukur tingkat kecemasan yaitu HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale).

Akademi Keperawatan Fatmawati


BAB III
METODE STUDI KASUS

Pada bab tiga ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan
Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain
Mendongeng metode yang diterapkan dalam studi kasus yang akan dilaksanakan.
Bagian ini berisi tentang desain atau rancangan studi kasus, subjek studi kasus, fokus
studi yang akan diteliti, definisi operasional, cara pengumpulan data, instrumen
pengumpulan data, lokasi dan waktu studi kasus, cara pengolahan data serta etika
penulisan.
A. Rancangan Studi Kasus
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus
untuk mengetahui asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah
dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.

B. Subjek Studi Kasus


Subjek studi kasus yaitu dua orang anak usia prasekolah yang dirawat di RSUP
Fatmawati memiliki kesamaan rentang usia dan masalah keperawatan ansietas.
Penulis berfokus pada asuhan keperawatan kecemasan dengan intervensi terapi
aktivitas bermain mendongeng, penulis mengukur tingkat kecemasan sebelum
dan setelah diberikan terapi aktivitas bermain mendongeng.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam studi kasus ini meliputi:
a. Anak usia prasekolah
b. Anak dirawat di Lantai III Utara RSUP Fatmawati
c. Anak dan ibu yang kooperatif
d. Tingkat kesadaran kompos mentis
2. Kriteria eksklusi
a. Anak dirawat di Lantai III Utara RSUP Fatmawati
b. Anak dan ibu yang tidak kooperatif
c. Kondisi anak tidak stabil

19 Akademi Keperawatan Fatmawati


20

C. Fokus Studi Kasus


Pada studi kasus ini fokus studi adalah penerapan asuhan keperawatan
kecemasan pada anak usia prasekolah dengan intervensi terapi aktivitas bermain
mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.

D. Definisi Operasional Fokus Studi


Definisi operasional merupakan yang membatasi ruang lingkup atau pengertian
variabel- variabel yang diamati atau diteliti (Notoadmodjo, 2010).
1. Anak usia prasekolah
Anak usia prasekolah merupakan anak dengan rentang usia 3 sampai 6 tahun.
2. Terapi aktivitas bermain mendongeng
Mendongeng merupakan aktivitas bermain dengan menceritakan cerita
dongeng tentang binatang (fabel) atau cerita kesaktian (sage) menggunakan
media boneka wayang dengan durasi 20 sampai 25 menit.
3. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan dibagi menjadi tiga yaitu kecemasan ringan, sedang,
hingga berat. Tingkat kecemasan ringan yaitu ketika anak memiliki sikap
seperti gelisah, mudah marah dan perilaku mencari perhatian, tingkat
kecemasan sedang ditandai dengan suara bergetar, perubahan dalam ada
suara takikardi, gemetaran, peningkatan ketegangan otot. Sedangkan tingkat
kecemasan berat berupa perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernapasan, perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa
terbakar pada ulu hati, sendawa, anoreksi dan diare), perubahan
kardiovaskuler dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Adapun gangguan
kecemasan pada anak yang sering dijumpai di rumah sakit adalah panik,
fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan umum dan lainnya
4. Instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) merupakan pengukuran kecemasan
yang didasarkan pada munculnya gejala pada individu ya ng mengalami
kecemasan. HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) memiliki 14 komponen
yang dapat dinilai berdasarkan tanda dan gejala anak yang memiliki
kecemasan dan dapat dinilai sehingga hasil akhirnya berupa penjumlahan
skoring.

Akademi Keperawatan Fatmawati


21

E. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data


Instrumen studi kasus adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini
berupa boneka wayang, lembar pengkajian cemas menggunakan HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale). Lembar pengkajian cemas dilakukan sebelum
pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng, lembar tingkat kecemasan
dinilai oleh penulis dan perawat ruangan. Setelah dilakukan skoring pengkajian
tingkat kecemasan menggunakan instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale) dilakukan terapi aktivitas bermain selama tiga hari. Setelah tiga hari
pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng kedua anak dievaluasi
kembali tingkat kecemasannya menggunakan instrumen HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale) oleh perawat dan penulis. Metode pengumpulan data yang
digunakan berupa:
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara pada kedua ibu tentang bagaimana respon
anaknya selama dirawat di rumah sakit. Penulis mendapatkan data yang
diwawancarai adalah pada kasus 1: An. S selama dirawat di RS menjadi
pendiam, dan takut dengan perawat. Pada kasus 2: An. A selama dirawat di
RS selalu bermain gadget (Telepon seluler), dan rewel jika gadget (Telepon
seluler) diambil, takut dengan perawat.
2. Observasi
Penulis dan perawat ruangan melakukan observasi sikap anak selama
dilakukan perawatan di rumah sakit. Penulis dan perawat ruangan
mendapatkan data pada kasus 1: An. S selama dirawat di RS menjadi
pendiam, rewel saat dilakukan tindakan, takut denga n perawat, kontak mata
dengan perawat ada namun mudah berpaling. Pada kasus 2: An. A selama
dirawat di RS selalu bermain gadget (Telepon seluler), tidak peduli dengan
lingkungan sekitar, rewel saat dilakukan tindakan, dan takut dengan perawat,
kontak dengan perawat ada namun mudah berpaling.
3. Instrumen tingkat kecemasan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
Cara Penilaian kecemasan dengan instrumen HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale) adalah dengan memberikan nilai dengan kategori 0 = tidak ada
gejala sama sekali, 1 = Satu dari gejala yang ada, 2 = Separuh dari gejala
yang ada, 3 = Lebih dari ½ gejala yang ada, 4 = sangat berat semua gejala

Akademi Keperawatan Fatmawati


22

ada. Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil: Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan, skor 7 – 14 =
kecemasan ringan, skor 15 – 27 = kecemasan sedang, skor lebih dari 27 =
kecemasan berat.

F. Lokasi dan Studi Kasus


1. Lokasi studi kasus
Studi kasus ini dilaksanakan di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP
Fatmawati.
2. Waktu studi kasus
Studi kasus dilaksanakan selama 5 hari 26 Juni sampai dengan 30 Juni 2018
kegiatan terapi aktivitas bermain dilakukan selama 3 hari, di hari pertama
dilakukan pengkajian tingkat kecemasan, pada hari kedua sampai hari ke
empat dilakukan terapi aktivitas bermain mendongeng dan pada hari kelima
dilakukan evaluasi tingkat kecemasan.

G. Analisis Data dan Penyajian Data


Dalam studi ini, data yang disajikan secara narasi dan dapat disertai dengan
cuplikan ungkapan verbal dan subjek studi kasus yang merupakan data
pendukungnya.

H. Etika Studi Kasus


Dalam melaksanakan studi kasus, khususnya jika yang menjadi subjek studi
kasus adalah manusia, maka penulis harus memahami hak dasar manusia.
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga studi kasus
yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi hal tersebut. Menurut
Hidayat (2012), etika dalam melakukan studi kasus meliputi:
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penulis dan subjek
dengan memberikan lembar persetujuan berupa informed consent tersebut
diberikan sebelum studi kasus dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi subjek. Sebelum studi kasus dilaksanakan, subjek
telah diberikan penjelasan terkait tujuan informed consent agar subjek
mengerti maksud dan tujuan dari studi kasus, mengetahui dampaknya jika

Akademi Keperawatan Fatmawati


23

subjek bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan. Penulis


memberikan lembar informed consent kepada kedua orang tua subjek yang
bersedia membantu dalam studi kasus yang berjudul gambaran pelaksanaan
terapi aktivitas bermain mendongeng. Beberapa informasi yang ada dalam
informed consent tersebut antara lain partisipasi subjek, tujuan dilakukannya
tindakan, jenis data yang dibutuhkan, dan komitmen prosedur pelaksanaan
keperawatan. Pada lembar informed consent dituliskan jika orang tua subjek
berhak untuk menolak membantu dalam studi kasus tanpa dikenakan sanksi.
Kedua orang tua dari An. S dan An. A bersedia membantu dalam studi kasus
serta menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan studi
kasus.
2. Confidentiality
Penulis menjaga kerahasiaan identitas subjek dan informasi yang diberikan
hanya digunakan dalam keperluan studi kasus saja. Selama pengumpulan data
tidak mencantumkan nama. Data yang diperoleh penulis didokumentasikan
dengan jaminan kerahasiaan sebjek studi kasus dan data yang telah diperoleh
akan dicatat dan dimasukkan ke dalam file arsip selama studi kasus dan jika
tidak digunakan untuk kepentingan maka data akan dimusnahkan selama 2
tahun proses studi kasus berakhir.
3. Beneficience
Penulis mengusahakan manfaat dan memperkecil kerugian atau kesalahan
bagi subjek selama studi kasus penulis melakukan terapi aktivitas bermain
mendongeng untuk menurunkan tingkat kecemasan anak selama dirawat di
rumah sakit, selain itu menambah pengetahuan orang tua bahwa dengan
terapi aktivitas bermain mendongeng dapat menurunkan tingkat kecemasan
anak selama di hospitalisasi.
4. Protection from discomfort
Penulis menjaga adanya perasaan ketidaknyamanan pada anak selama
dilakukannnya terapi aktivitas bermain mendongeng. Penulis melakukan bina
hubungan saling percaya dengan menunjukkan sikap positif serta
memberikan reward hadiah boneka wayang setelah dilakukannya terapi
aktivitas bermain mendongeng dan melakukan komunikasi dengan bahasa
yang mudah dipahami sehingga ketidaknyamanan bagi subjek dapat
diminimalkan.

Akademi Keperawatan Fatmawati


24

5. Justice
Penulis memberikan keseimbangan manfaat kepada kedua subjek dengan
berupaya memberikan perlakuan yang sama pada An. S dan An. A yang
diberikan terapi aktivitas bermain mendongeng.

Akademi Keperawatan Fatmawati


BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan kecemasan pada An. S dan An. A anak usia
prasekolah dimulai dari tanggal 26 Juni 2018 sampai 30 Juni 2018. Pada bagian ini
terdiri dari dua bagian yaitu tentang uraian hasil yang diperoleh dari studi kasus dan
uraian tentang pembahasan atas temuan-temuan studi kasus atau studi kasus yang
telah ditemukan pada bagian pertama dan keterbatasannya dengan teori. Bagian ini
juga dilengkapi dengan keterbatasan studi kasus yang dilaksanakan.
A. Hasil Studi Kasus
1. Kasus 1 An. S usia 5 tahun
Seorang anak perempuan yang berinisial S berusia 5 tahun, dibawa ke RSUP
Fatmawati dengan keluhan utama deman sejak 2 bulan yang lalu, semakin
tinggi demamnya saat malam hari, diare sudah 5 hari, dan mengeluh nyeri
pada seluruh badan terutama tangan dan kaki. Diagnosis medis saat anak
masuk yaitu Prolong Fever e.c Autoimun. Ibu anak bernama Ny. A, usia 36
tahun, beragama Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan terakhir tamat SMA,
pekerjaan ibu rumah tangga. Ayah anak bernama Tn. S usia 36 tahun,
beragama Islam, suku bangsa bangsa Jawa, pendidikan terakhir tamat
Diploma III, pekerjaan pegawai negri sipil. Sumber biaya BPJS.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 26 Juni 2018, didapatkan


data kesadaran sadar penuh, berat badan anak sekarang 22 kg, berat badan
sebelum sakit 24 kg, lingkar dada 52 cm, lingkar perut 71 cm, tanda-tanda
vital: frekuensi nadi: 110 kali per menit, frekuensi pernapasan: 24 kali per
menit, suhu tubuh: 39,8 derajat celcius, konjungtiva pucat, membran mukosa
kering, turgor kulit tidak elastis, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik.
asupan oral, minum 800cc per 24 jam, makan 150cc per 24 jam, parenteral
1350 cc per 24 jam, keluaran urine 2000 cc per 24 jam, IWL 300 cc per 24
jam, buang air besar 200 cc per 24 jam, muntah 50 cc per 24 jam,
keseimbangan cairan -330 cc/24 jam (2200-2550). Anak tampak lemas, anak
mengatakan tidak nafsu makan, ibu An. S mengatakan anaknya malas minum

25 Akademi Keperawatan Fatmawati


26

diare sudah 2 kali per hari, buang air besar cair tidak ada ampas, anak tidak
nafsu makan, makan hanya habis 3 sendok, mual jika ingin makan, An. S
mengeluh sakit jika kaki dan tangannya disentuh, anak rewel saat dilakukan
tindakan, tampak cemas dan takut saat melihat perawat, kontak mata ada
dengan perawat namun tidak bertahan lama. Persepsi anak terhadap sakit, An.
S selama di rumah sakit sering rewel dan menangis setiap dilakukan tindakan,
dan menganggap setiap tindakan yang dilakukan dirumah sakit akan
membuat dirinya merasa sakit. Hasil skoring pengkajian tingkat kecemasan
menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) adalah 18 merupakan
katagori kecemasan sedang (skor 15-27)

Hasil pemeriksaan diagnostik thoraks foto terbaru pada tanggal 23 Juni 2018
dengan kesan: tidak ada kelainan radiologis pada jantung dan paru, hasil
pemeriksaan laboratorium terbaru pada tanggal 25 Juni 2018 yaitu:
Hemoglobin 6,8 g/dl (10,8-15,6), hematokrit 20% (35-43), lekosit 5,0 rb/ul
(5,5-15,5), trombosit 15 rb/ul (229-553), eritrosit 2,27 (3,70-5,70), VER 85,4
fl (73,0-101,0), HER 29,8 pg (23,0-31,0), KHER 34,4 g/dl (26,0-34,0), RDW
17,0% (11,5-14,5), basofil 1% (0-1), eusinofil 0% (1 5), netrofil 5% (25-50),
limfosit 76% (25-50), monosit 1% (1-6), Luc 17% (1 ≤ 5).

Penatalaksanaan medis yang didapat yaitu melalui oral diantaranya


paracetamol 3x 7,5 mg, ibu profen 3x 80 mg, lacto B 3x 1 tablet, zinc 1x 20
mg, melalui parenteral yaitu KaEN 1B 1350cc per 24 jam, paracetamol drip
100gr (jika suhu lebih dari 38,5 derajat celcius), ceftriaxone 1x 1gr (dalam
100cc Nacl). Hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu subjek, yaitu anak
selama dirawat di rumah sakit anak menjadi pendiam, selalu rewel saat
dilakukan tindakan, anak terlihat cemas dan takut dengan perawat sehingga
anak menjadi tidak kooperatif setiap dilakukan tindakan.

Berdasarkan data-data yang ada, dirumuskan empat diagnosa keperawatan


yaitu ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke perifer, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peradangan gastrointestinal, ansietas

Akademi Keperawatan Fatmawati


27

berhubungan dengan dampak hospitalisasi, prognosis penyakit. Akan


tetapi, dalam karya tulis ilmiah ini dijelaskan lebih lanjut mengenai gambaran
pelaksanaan yang akan diteliti yaitu Ansietas berhubungan dengan
dampak hospitalisasi, prognosis penyakit. Intervensi yang diberikan yaitu
mengevaluasi tingkat kecemasan, melakukan pendekatan yang menenangkan
dengan sentuhan dan kontak mata, menjelaskan semua prosedur dan apa yang
akan dirasakan selama prosedur dilakukan kepada orang tua, menganjarkan
anak melakukan teknik rileksasi napas dalam, memberikan terapi aktivitas
bermain mendongeng pada anak. Evaluasi keperawatan setelah tiga hari yaitu
Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi, prognosis penyakit
teratasi.

2. Kasus 2 An. A usia 4 tahun


Seorang anak laki- laki yang berinisial A berusia 4 tahun, dibawa ke RSUP
Fatmawati dengan keluhan utama demam sejak 2 minggu yang lalu semakin
bertambah parah saat malam hari, batuk sejak 3 hari namun tidak ada
produksi sputum. Diagnosis anak saat masuk yaitu Prolong Fever. Ibu anak
bernama Ny. U, usia 30 tahun, beragama Islam, suku bangsa Betawi,
pendidikan terakhir tamat S1, pekerjaan ibu rumah tangga. Ayah anak
bernama Tn. A, usia 30 tahun, beragama Islam, suku bangsa Betawi,
pendidikan terakhir tamat S1, pekerjaan pegawai negri sipil. Sumber biaya
BPJS.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 26 Juni 2018, didapatkan


data kesadaran sadar penuh, berat badan 20 kg, tinggi badan 110cm, lingkar
lengan atas 15cm, lingkar kepala 50 cm, lingkar dada 46 cm, lingkar perut
44cm, tanda-tanda vital: frekuensi nadi: 100 kali per menit, frekuensi
pernapasan: 23 kali per menit, suhu tubuh: 38,0 derajat celcius. Asupan: oral,
minum 1000cc per 24 jam, makan 150cc per 24 jam, parenteral 1350 cc per
24 jam, keluaran urine 2000 cc per 24 jam, IWL 300 cc per 24 jam, muntah 50
cc per 24 jam, keseimbangan cairan 150 cc/24. Anak tampak lemas, anak
mengatakan tidak nafsu makan, anak makan hanya habis 3 sendok, mual jika
ingin makan, anak rewel saat dilakukan tindakan, tampak cemas dan takut
saat melihat perawat, kontak mata tidak ada dengan perawat, tidak peduli
Akademi Keperawatan Fatmawati
28

dengan lingkungan sekitar, dan sering bermain gadget (Telepon seluler).


Persepsi anak terhadap sakit, An. A selama di rumah sakit sering rewel dan
menangis setiap di lakukan tindakan, dan menganggap setiap tindakan yang
dilakukan dirumah sakit akan membuat dirinya merasa sakit. Hasil skoring
pengkajian tingkat kecemasan menggunakan HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale) adalah 20 merupakan katagori kecemasan sedang (skor 15-27)

Pemeriksaan diagnostik terbaru foto thoraks pada tanggal 24 Juni 2018 yaitu
kesan: Infiltrat minimal di suprahiler kiri, DD/ pneumonia, jantung ukuran
tidak membesar. Pemeriksaan laboratorium terbaru pada tanggal 24 Juni 2018
yaitu Hemoglobin 10,0 g/dl (10,8-15,6), hematokrit 30% (36-43), leukosit
18,0 rb/ul (5,5-15,5), trombosit 1153 rb/ul (217-497), eritrosit 3,93 jt/ul (3,70-
5,70), VER 76,7 fi (73,0-101,0), HER 25,5 pg (23,0-31,0), KHER 33,2 g/dl
(26,0-35,0), RDW 13,3% (11,5-14,5), basofil 0% (0-1), eusinofil 3% (1-5),
netrofil 62% (25-60), limfosit 28% (25-50), monosit 5% (1-6), Luc 2% (≤ 5).
Penatalaksanaan medis yang di dapat yaitu melalui oral diantaranya
paracetamol 3x 7,5 mg, ibu profen 3x 80 mg, melalui parenteral yaitu KaEN
1B 1350cc per 24 jam, paracetamol drip 100gr (jika suhu lebih dari 38,5
derajat celcius).

Hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu subjek, yaitu anak selama
dirawat di RS anak menjadi pendiam, selalu rewel saat dilakukan tindakan,
selalu bermain gadget (Telepon seluler) karena merasa bosan, anak terlihat
cemas dan takut dengan perawat, anak menjadi tidak kooperatif setiap
dilakukan tindakan.

Dari data-data yang ada, dirumuskan tiga diagnosa keperawatan yaitu


ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai darah ke perifer, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan asupan tidak adekuat, ansietas berhubungan
dengan dampak hospitalisasi, prognosis penyakit. Akan tetapi, dalam studi
kasus ini dijelaskan lebih lanjut mengenai gambaran pelaksanaan yang akan
diteliti yaitu Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi,
prognosis penyakit. Intervensi yang diberikan yaitu mengevaluasi tingkat
Akademi Keperawatan Fatmawati
29

kecemasan, melakukan pendekatan yang menenangkan dengan sentuhan dan


kontak mata, menjelaskan semua prosedur dan apa yang akan dirasakan
selama prosedur dilakukan kepada orang tua, mengajarkan anak melakukan
teknik rileksasi napas dalam, memberikan terapi aktivitas bermain
mendongeng pada anak. Evaluasi keperawatan setelah tiga hari yaitu Ansietas
berhubungan dengan dampak hospitalisasi, prognosis penyakit teratasi.

B. Pembahasan
Bagian ini memaparkan hasil studi kasus yang meliputi interpretasi dan diskusi
hasil studi kasus dari masing- masing variabel studi kasus dikaitkan dengan teori
dan hasil studi kasus yang telah ada. Selain itu dalam pembahasan ini penulis
menjelaskan tentang keterbatasan penulis yang telah dilaksanakan serta
implikasi hasil studi kasus terhadap pelayanan dan pengembangan ilmu
keperawatan.
1. Inte rpretasi dan Diskusi Hasil Studi Kasus
a. Karakteristik Anak
1) Usia subjek
Subjek pertama berusia 5 tahun, subjek kedua berusia 4 tahun kedua
subjek memiliki rentang usia yang sama yaitu usia prasekolah. Hasil
studi kasus ini kecemasan yang terjadi akibat dari dampak
hospitalisasi sebagian besar terjadi pada anak usia prasekolah. Usia
dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak. Anak usia
prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakit
dan pengalaman baru dengan lingkungan asing. Dalam penelitian
(Tsai, 2007), semakin muda usia anak, kecemasan hospitalisasi akan
semakin tinggi. Anak prasekolah lebih mungkin mengalami stres
akibat perpisahan karena kemampuan kognitif anak yang terbatas
untuk memahami hospitalisasi.

2) Saudara subjek (Anak ke-)


Subjek pertama An. S merupakan anak pertama dan merupakan anak
tunggal, subjek kedua An. A merupakan anak kedua dari dua
bersaudara. Menurut Heri (2017), karakteristik saudara dapat
mempengaruhi kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit.
Akademi Keperawatan Fatmawati
30

Anak yang dilahirkan sebagai anak pertama dapat menunjukkan rasa


cemas yang berlebihan dibandingkan anak kedua, ini berarti tingkat
kecemasan anak dapat di pengaruhi oleh perannya sebagai saudara
kandung dalam keluarga, dan posisinya dalam keluarga.

Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dikaitkan dengan


dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga pada anak usia
prasekolah yang menjalani hospitalisasi, maka semakin rendah tingkat
kecemasan anak. Jumlah saudara kandung sangat erat hubungannya
dengan dukungan keluarga. Semakin banyak jumlah saudara kandung,
maka anak akan cenderung cemas, merasa sendiri serta kesepian saat
anak harus dirawat di rumah sakit. Keterlibatan orang tua selama anak
dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan
diperhatikan. Koping emosi yang baik dari anak akan memunculkan
rasa percaya diri pada anak dalam menghadapi permasalahannya.
Keterlibatan orang tua dapat memfasilitasi penguasan anak terhadap
lingkungan yang asing.

3) Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit


Subjek pertama An. S memiliki lebih dari 2 kali pengalaman dirawat
di rumah sakit dan memiliki lama rawat serta pengobatan lebih dari 5
bulan, An. S masuk rumah sakit yang pertama dirawat selama 6 hari,
pulang kerumah dan mengalami demam tinggi sela ma sebulan lalu
dirawat kembali dirumah sakit selama 1 bulan, dan rutin melakukan
rawat jalan, setelah 5 bulan berikutnya An. S kembali dirawat di
RSUP Fatmawati dan saat melakukan studi kasus merupakan hari
rawat ke 5. Subjek kedua An. A memiliki pengalaman 2 kali dirawat
di rumah sakit. Perawatan yang pertama di rawat dirumah sakit selama
5 hari saat usia 9 bulan dengan TB Paru, lalu perawatan kedua di
rawat di RSUP Fatmawati saat dilakukan studi kasus An. A sedang
menjalani hari rawat ke 3.

Anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi sebelumnya akan


memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak
Akademi Keperawatan Fatmawati
31

yang belum memiliki pengalaman sama sekali. Respon anak


menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap lingk ungan dan
mengingat dengan detail kejadian yang dialaminya dan lingkungan
disekitarnya. Pengalaman pernah dilakukan perawatan dapat membuat
anak menghubungkan kejadian sebelumnya dengan perawatan saat ini.
Anak yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan selama
dirawat di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan
trauma. Sebaliknya apabila pengalaman anak dirawat di rumah sakit
mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka akan
akan lebih kooperatif.

4) Persepsi subjek terhadap sakit


Subjek pertama An. S tinggal dalam keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan An. S yang merupakan anak tunggal. An. S mendapatkan
perhatian sepenuhnya dari kedua orang tua, selama di rumah sakit An.
S selalu di temani oleh Ny. A dibandingkan Tn. S karena Tn. S karena
Tn. S bekerja. An. A terlihat sangat dekat dengan Ny. A dan hanya
ingin di jaga oleh Ny. A.

Subjek kedua An.A tinggal dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
An. A dan kakaknya An. M yang berusia 6 tahun, jarak usia anak
pertama dengan An. A cukup dekat yaitu 2 tahun sehingga An. M
terlihat iri dengan adiknya. An. A diasuh oleh kedua orang tuanya,
namun yang sangat dekat dengan An. A adalah Ny. U karena Tn. A
bekerja sehingga tidak selalu ada di rumah sakit. Ny. U mengatakan
karena An. A dirawat membuat dirinya khawatir dan harus
meninggalkan anak pertamanya yang masih berusia 6 tahun. Kaka dari
An. A sesekali mejenguk An. A dan saat dijenguk oleh kakanya An. A
tampak senang dan bermain di RS dengan kakaknya.

Keluarga dengan jumlah yang cukup besar mempengaruhi persepsi


dan perilaku anak dalam mengatasi masalah menghadapi hospitalisasi.
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah semakin besar
memungkinkan dukungan keluarga yang baik dalam perawatan anak.
Akademi Keperawatan Fatmawati
32

Small, et al (2009), menyatakan bahwa anak usia prasekolah selama di


hospitalisasi bisa menyebabkan dampak bagi anak sendiri maupun
orang tua. Munculnya dampak tersebut karena kemampuan pemilihan
koping yang belum baik dan kondisi stres karena pengobatan.

b. Gambaran Pelaksanaan Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng


Berdasarkan analisis penulis selama anak diberikan terapi aktivitas
bermain mendongeng, pada An. S di hari pertama saat dilakukan
pengkajian anak tampak cemas, tegang, rewel, kontak mata ada dengan
penulis namun tidak bertahan lama, dan anak terlihat pendiam, setelah
dilakukan pendekatan dan dilakukan kontrak untuk melakukan terapi
aktivitas bermain mendongeng dihari berikutnya An. S mengatakan ingin
mendengar cerita dongeng. Pada hari pertama pelaksa naan terapi
aktivitas mendongeng pada cerita pertama dan kedua An. S tampak
senang, tersenyum dan mendengarkan cerita An. S mulai sesekali
menatap penulis, ingin bersalaman dan bertepuk tangan dengan penulis.
Pada hari kedua pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng pada
cerita pertama dan kedua anak mulai berani berbicara dengan penulis,
berani untuk ikut bercerita dan menamai karakter boneka wayang, anak
tersenyum, dan rileks. Pada hari terakhir pelaksanaan terapi aktivitas
bermain mendongeng pada cerita pertama dan kedua anak tampak aktif
ikut dalam bercerita, berani untuk meminta karakter boneka wayang, An.
S ingat dengan nama penulis, An. S tertawa dan menyimak dongeng
yang diceritakan.

Pada An. A di hari pertama saat dilakukan pengkajian tingka t kecemasan


anak tampak cemas, rewel, kontak mata dengan penulis tidak ada, dan
terlalu fokus dengan gadget (Telepon seluler) serta tidak peduli dengan
lingkungan sekitar, setelah dilakukan pendekatan dan dilakukan kontrak
untuk melakukan terapi aktivitas bermain mendongeng An. A hanya
menganggukkan kepala dan kontak mata ada namun hanya sebentar.
Pada hari pertama pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng
An.A fokus dengan gadget (Telepon seluler) hanya sesekali melihat
kearah penulis, marah saat gadget (Telepon seluler) diambil. Pada hari

Akademi Keperawatan Fatmawati


33

kedua pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng An. A tanpa


memegang gadget (Telepon seluler) An. A ingin mendengarkan cerita
dongeng, An. A tampak menyimak kontak mata ada dengan penulis
namun belum berani untuk ikut bercerita, An. A sesekali tersenyum dan
malu. Pada hari terakhir pelaksanaan terapi aktivitas bermain An. A
fokus dengan gadget (Telepon seluler), marah saat gadget (Telepon
seluler) diambil, saat penulis memulai cerita dongeng An.A mulai
menyimak dan berpaling dari gadget (Telepon seluler) namun sesekali
melihat gadget (Telepon seluler) An. A masih belum mau terlibat dalam
cerita dongeng, namun sudah berani untuk meminta boneka wayang dan
tersenyum pada penulis.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kiyat (2014) bahwa


mendongeng memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan terapi
lainnya. Mendongeng dapat memberikan kesenangan kepada anak.
Secara naluri anak usia prasekolah memiliki kesenangan dala m
mendengarkan cerita. Selain itu terapi mendongeng sangat efektif di
berikan kepada anak yang memiliki keterbatasan energi untuk bermain.
Mendongeng dapat menciptakan suasana akrab antara anak dengan
pendongeng sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan anak dan
dapat menjadi penyaluran emosi yang terbendung. Selain itu,
mendongeng dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
berpikir yang menyebabkan anak dapat membentuk pengalaman menjadi
keseluruhan yang dapat mereka pahami sehingga pesan-pesan dan
instruksi yang disampaikan pendongeng kepada anak akan dapat diterima
secara efektif. Dongeng menyebabkan mereka dapat memetakan secara
mental pengalaman dan melihat gambaran didalam kepala mereka.
Sehingga anak dapat mengerti semua tindakan medis yang d iterimanya
memiliki manfaat bagi proses penyembuhannya dan juga untuk
mengurangi kecemasan yang dialaminya.

Penelitian lain didapatkan penurunan skor kecemasan pada pasien anak-


anak yang menunjukkan bahwa mendongeng merupakan kegiatan untuk
menurunkan tingkat kecemasan dari anak-anak yang sedang dirawat
Akademi Keperawatan Fatmawati
34

(Kanchan, Chandra, & Aarti, 2015). Sejalan dengan yang dipaparkan


oleh Andriana (2011) bahwa kegiatan bermain yang dapat diaplikasikan
kepada anak usia prasekolah adalah kegiatan bermain yang bersifat
asosiatif (interaktif dan kooperatif) ataupun paralel, salah satunya adalah
mendongeng. Terapi mendongeng lebih efektif diberikan pada kelompok
prasekolah. Sebagaimana studi Piaget bahwa anak usia prasekolah
cenderung memiliki pemikiran perseptual yang terbatas, dimana anak-
anak menilai orang, benda, dan kejadian dari penampilan luar atau apa
yang tampaknya terjadi (Potter, 2013).

Fantasi anak mampu melakukan reframing dengan cepat terhadap pesan-


pesan yang tersurat dalam dongeng. Mereka tidak lagi menganggap
bahwa perawat yang akan memasukan obat kedalam tubuh mereka itu
adalah sosok yang menakutkan, akan tetapi mereka mencoba menerima
bahwa perawat adalah sosok yang akan menyembuhkan dan membuat
mereka cepat keluar dari rumah sakit. Sehingga terapi mendongeng yang
bersifat distraksi atau aktivitas yang bersifat mengalihkan perhatian dari
hal yang ingin dihindari. Mereka menganggap bahwa dongeng dan
boneka peraga adalah hal yang menarik. Mereka antusias untuk terlibat
aktif dalam alur cerita yang menggunakan nama mereka sebagainama
salah satu tokoh cerita. Namun, hal ini mereka lakukan hanyalah sebagai
bentuk pengalihan dari rasa cemas mereka. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor kognitif usia 24 bulan yang memiliki kosakata sampai 300 kata
dan secara umum mampu berbicara dalam kalimat yang pendek
(Andriana, 2011).

c. Tingkat Kecemasan pada Anak


Pada pengkajian awal tingkat kecemasan yang dilakukan oleh penulis dan
perawat ruangan menggunakan instrumen HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale) didapatkan hasil bahwa pada An. S memiliki total skor
penilaian 17 merupakan katagori kecemasan sedang (skor 15 – 27). Pada
An. A memiliki total skor penilaian penulis 20 merupakan katagori
kecemasan sedang (skor 15–27). Setelah melakukan skoring
menggunakan instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) penulis
Akademi Keperawatan Fatmawati
35

melakukan terapi aktivitas bermain mendongeng selama tiga hari dalam


satu hari menceritakan dua cerita berbeda. Evaluasi didapatkan dari hasil
skoring tingkat kecemasan menggunakan HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale) pada An. S didapatkan hasil 10 termasuk katagori tingkat
kecemasan ringan (7- 14), sedangkan pada An. A didapatkan skoring 14
yang masuk kedalam katagori tingkat kecemasan ringan (7 – 14).

Hasil studi kasus terhadap pelaksanaan terapi aktivitas bermain


mendongeng untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah dalam intervensi terdapat perubahan bermakna. Kedua anak
telah dilakukan terapi aktivitas bermain mendongeng. Pada An. S terjadi
perubahan tingkat kecemasan dan pada An.A terjadi perubahan tingkat
kecemasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan terapi
aktivitas bermain mendongeng efektif untuk menurunkan tingkat
kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan.

Hasil studi kasus yang dilakukan sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kiyat (2014), berdasarkan hasil studi kasus dan
pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat kecemasan anak
sebelum dilakukan terapi bermain mendongeng mempunya i tingkat
kecemasan berat atau sedang, sedangkan tingkat kecemasan anak setelah
dilakukan terapi bermain mendongeng mempunyai tingkat kecemasan
ringan. Setelah diberikan terapi bermain mendongeng anak menjadi lebih
terbuka dan mau berkomunikasi dengan petugas kesehatan, artinya anak
mau diajak berbicara dengan perawat setelah diberi terapi bermain.
Perilaku tersebut ditunjukkan ketika perawat mengajak berbicara dengan
anak, anak merespon perawat dan tidak lagi diam. Hal ini terjadi karena
melalui dongeng anak akan menjadi lebih akrab dengan petugas
kesehatan hal ini dikarenakan penurunan tingkat kecemasan anak.

Hasil penelitian lain sejalan dengan hasil yang didapatkan penulis yaitu
didapatkan hasil bahwa terapi mendongeng berpengaruh dalam
menurunkan skor kecemasan terhadap tindakan keperawatan pada anak

Akademi Keperawatan Fatmawati


36

usia prasekolah kelompok ini dapat menerima terapi dongeng sebagai


aktivitas yang mampu mengalihkan perasaan cemas mereka terhadap
tindakan keperawatan. Anak-anak sangat mudah terkena krisis akibat
kesakitan dan rawat inap dikarenakan mereka memiliki mekanisme
adaptif yang terbatas untuk memecahkan faktor stres. Mendongeng dapat
mengurangi semua dimensi kecemasan fisiologis dan sosial. Oleh karena
itu, penggunaan kegiatan mendongeng sebagai intervensi non-
farmakologis, mudah, tidak mahal, disarankan untuk digunakan kepada
anak-anak (Zarei, Motlagh, Seyedfatem, Khoshbakh, Haghan, & Zarei,
2013).

C. Keterbatasan Studi Kas us


Penulis memiliki keterbatasan studi kasus yang dilakukan penulis pada tanggal
26 Juni 2018 sampai 30 Juni 2018 keterbatasan yang ditemukan meliputi:
1. Waktu pengkajian tingkat kecemasan
Dalam intervensi pengkajian tingkat kecemasan sebelum dilakukannya
pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng penulis melakukan
pengkajian secara bersamaan dengan perawat ruangan agar penilaian
terhadap tingkat kecemasan tidak bersifat subjektif. Pada pelaksanaannya
penulis dan perawat ruangan tidak melakukan pengkajian awal tingkat
kecemasan pada waktu yang bersamaan dikarenakan waktu kerja perawat
ruangan yang padat, sehingga waktu pengkajiannya berbeda dengan penulis,
namun dalam hari yang sama.

2. Pelaksanaan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng


Dalam intervensi pelaksanaan terapi aktivitas bermain penulis rencananya
ingin memberikan terapi aktivitas bermain mendongeng dalam waktu yang
konsisten selama 3 hari, namun pada pelaksanaannya waktu mendongeng
dilaksanakan berdasarkan kemauan anak untuk mendengarkan cerita,
sehingga dalam sehari jarak waktu pemberian cerita pertama dan kedua tidak
tentu.

Akademi Keperawatan Fatmawati


37

3. Waktu evaluasi tingkat kecemasan


Dalam evaluasi tingkat kecemasan setelah dilakukannya pelaksanaan terapi
aktivitas bermain mendongeng rencananya penulis melakukan evaluasi s ecara
bersamaan dengan perawat ruangan agar penilaian terhadap tingkat
kecemasan tidak bersifat subjektif. Pada pelaksanaannya penulis dan perawat
ruangan tidak melakukan evaluasi tingkat kecemasan pada waktu yang
bersamaan dikarenakan waktu kerja perawat ruangan yang padat, sehingga
waktu evaluasinya berbeda dengan penulis, namun dalam hari yang sama.

Akademi Keperawatan Fatmawati


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus penulis pada anak dengan masalah keperawatan
ansietas dalam asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah
dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Terdapat dua anak dengan rentang usia yang sama yaitu usia prasekolah.
Subjek pertama adalah An. S berjenis kelamin perempuan, berusia 5 tahun,
memiliki lebih dari 2 kali pengalaman dirawat di rumah sakit dan memiliki
lama rawat serta pengobatan lebih dari 5 bulan, An. S tinggal bersama kedua
orang tua. Persepsi terhadap sakit An. S menganggap bahwa sakitnya adalah
hukuman dan masuk rumah sakit merupakan tindakan yang akan
menyakitkan. Subjek kedua adalah An. A berusia 4 tahun, An. A merupakan
anak kedua dari dua bersaudara, An. A memiliki pengalaman 2 kali dirawat di
rumah sakit. An. A tinggal bersama kedua orang tua dan kakanya. Persepsi
An. A terhadap sakit menganggap bahwa sakitnya adalah hukuman dan
masuk rumah sakit merupakan tindakan yang akan menyakitkan.
2. Kedua subjek berada dalam tumbuh kembang yang sesuai dengan rentang
usia, tidak terdapat tanda atau gejala yang menunjukkan adanya
keterlambatan tumbuh kembang.
3. Pada pengukuran awal tingkat kecemasan yang dilakukan oleh penulis dan
perawat ruangan menggunakan instrumen HARS didapatkan hasil bahwa
pada An. S memiliki total skor penilaian 17 (kecemasan sedang) dan An. A
memiliki total skor penilaian 20 (kecemasan sedang).
4. Mendongeng dilakukan dalam satu hari 2 kali selama 3 hari, durasi
mendongeng 20-25 menit. Cerita dongeng diantaranya yaitu dongeng fabel
(cerita tentang hewan yang berperan seperti manusia), sage (cerita tentang
kesaktian, atau kepahlawanan). Media yang digunakan yaitu boneka wayang
yang dibentuk dari kertas.

38 Akademi Keperawatan Fatmawati


39

5. Evaluasi tingkat kecemasan menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating


Scale). Pada An. S didapatkan hasil 10 (kecemasan ringan), dan An. A
didapatkan skoring 14 (kecemasan ringan). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng dapat menurunkan
tingkat kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan.

B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan diatas penulis dapat
memberikan saran terkait hasil dari studi kasus mengenai asuhan keperawatan
kecemasan dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng sebagai
berikut:
1. Bagi Instansi Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perawatan
tentang intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan anak dirumah sakit dengan melakukan terapi aktivitas bermain
mendongeng selain itu dapat diharapkan pelayanan keperawatan dapat
menggunakan instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) untuk
melakukan pengkajian tingkat kecemasan pada anak.
2. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat mengoptimalkan intervensi ini dengan
menambahkan jumlah subjek untuk mencapai hasil yang maksimal. Serta
hasil studi kasus ini dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang
macam- macam intervensi keperawatan yang dapat diaplikasikan untuk
menurunkan tingkat kecemasan serta mengetahui tentang sejauh mana
hubungan terapi bermain mendongeng dapat menurunkan tingkat kecemasan
anak usia prasekolah.
3. Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan pengkajian tingkat kecemasan dapat dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan keperawatan anak serta asuhan keperawatan anak usia
prasekolah dalam konsep bermain dapat dijadikan acuan untuk
pengembangan studi kasus di masa yang akan datang.

Akademi Keperawatan Fatmawati


DAFTAR PUSTAKA

Adilah, N., & Somantri, I. (2016). Efektifitas terapi mendongeng terhadap


kecemasan anak usia toddler dan prasekolah saat tindakan keperawatan.
Jurnal Keperawatan Anak, 4(3), 2-7. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/publication/315978962.

Aini, P. A. (2016). Pengaruh terapi bermain walkie talkie terhadap tingkat


kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah. Jurnal
Keperawatan Anak, 1(1), 2-3. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/44864/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.

Andriana, D. (2011). Tumbuh kembang & terapi bermain pada anak. Jakarta:
Salemba Medika.

Handayani, R., & Puspitasari. (2009). Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat
kooperatif selama menjalani perawatan pada anak usia prasekolah (3–5 tahun)
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika
1(1), 4-7. Diunduh dari https://www.scribd.com/document/358496040.

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan


proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
th
Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Wong’s essensial pediatric nursing. 8 Ed.
St. Louis: Mosbi Elsevier.

Irmawaty. (2013). Pengaruh story telling terhadap tingkat kecemasan akibat


hospitalisasi pada anak usia prasekolah di RSUD kota bekasi. Jurnal
Keperawatan Anak, 1(1), 1-6. Diunduh dari http://download.portalgaruda.org.

Kanchan, L., Chandra, S. M., & Aarti, S. (2015). A randomized clinical trial to
evaluate the effectiveness of storytelling by researcher on the hospitalization
anxiety of children admitted in pediatric ward of selected hospitals of district
patiala, Punjab. International Journal of Science and Research (IJSR), 4(10),
706–709. Diunduh dari https://www.researchgate.net/publication/301350588.

Kiyat, A., & Ani, F, Dias, K. (2014). Terapi bermain mendongeng dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Jurnal
Keperawatan Anak, 3(1) 1-4. Diunduh dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/1977.

Muhammad, I. (2009) Hamilton rating scale for anxiety (HARS). Jurnal


Keperawatan Anak, 58-62. Diunduh dari
http://journal.ui.ac.id/Snati/article/viewFile/764/698.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurarif, H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Jogjakarta: MediAction.

Purwandari, H., Mulyono W. A., & Sucipto U. (2010). Terapi bermain untuk
menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami
hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia, 1(2) 52-59.
Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.

Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak sakit wajib bermain di rumah sakit :
Penerapan terapi bermain anak sakit; Proses manfaat dan pelaksanaannya.
Jakarta: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).

Sue, D.C. (2010). Fundamentals of nursing: Standards & practice. (2nd Ed.). New
York: Delmar.

Susilaningrum, R., Nursalam., & Utami, S. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan
anak : Untuk perawat dan bidan. Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP. PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Videbeck., S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Wong., D. L: alih bahasa Sutarna, A., dkk. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik
wong. Ed.2. Jakarta: EGC.
Lampiran 1

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI STUDI KASUS

1. Saya adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Fatmawati dengan ini meminta


anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam studi kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kcemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan
Inte rvensi Te rapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati”.
2. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk mengidentifikasi ga mbaran asuhan
keperawatan cemas pada anak usia prasekolah dengan intervensi terapi aktivitas
bermain mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.
Studi kasus berlangsung selama lima hari sejak tanggal 26 Juni sampai dengan
31 Juni 2018
3. Prosedur studi kasus ini menggunakan instrumen skala HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale) untuk mengukur tingkat kecemasan pada anak sebelum dan setelah
dilakukannya intervensi mendongeng. Cara ini mungkin akan menyebabkan
ketidaknyamanan tetapi orangtua tidak perlu khawatir karena studi kasus ini
untuk kepentingan pengembangan asuhan atau pelayanan keperawatan.

4. Keuntungan yang anak dan orangtua peroleh dari studi kasus ini yaitu
kecemasan anak akan berkurang dan anak merasa senang.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan anak
tetap dirahasiakan dengan menggunakan kode atau inisial nama dalam studi
kasus.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan studi kasus ini,
silahkan menghubungi penulis pada nomor Hp: 089527130914

Mahasiswa

Nesri Aulina Pe rmadi


Lampiran 2

PERSETUJUAN MENGIKUTI STUDI KASUS

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat
penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai studi kasus yang akan dilakukan
oleh mahasiswa Akademi Keperawatan Fatmawati, program studi Keperawatan,
yang bernama Nesri Aulina Permadi dengan judul “Asuhan Keperawatan
Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan Intervensi Te rapi Aktivitas
Bermain Mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Te ratai RSUP Fatmawati”.

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada studi kasus ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama studi kasus ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Jakarta, Juni 2018


Saksi Yang memberikan persetujuan

…………………………… ……………………………

Mahasiswa

Nesri Aulina Pe rmadi


Lampiran 3

INSTRUMEN PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN


HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

OLEH:
NESRI AULINA PERMADI
NIM: 15056

AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI


JAKARTA
JUNI 2018
INSTRUMEN PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

Petunjuk Pengisian :
1. Perawat dan penulis membaca format skala kecemasan menggunakan
instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
2. Perawat dan penulis mengobservasi sikap anak selama di rumah sakit
sebelum dan sesudah dilakukannnya terapi bermain mendongeng
3. Berikan tanda (V) pada katagori yang dianggap sesua i dengan sikap

subjek. A. Identitas Subjek :

1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Ruangan :

B. Skala Tingkat Kecemasan HARS


No. Pertanyaan 0 1 2 3 4

1. Perasaan Ansietas
a. Cemas
b. Firasat Buruk
c. Takut Akan Pikiran Sendiri
d. Mudah Tersinggung
2. Ketegangan
a. Merasa Tegang
b. Lesu
c. Tak Bisa Istirahat Tenang
d. Mudah Terkejut
e. Mudah Menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3. Ketakutan
a. Pada Gelap
b. Pada Orang Asing
c. Ditinggal Sendiri
d. Pada Binatang Besar
e. Pada Keramaian Lalu Lintas
f. Pada Kerumunan Orang Banyak
4. Gangguan Tidur
a. Sukar Masuk Tidur
b. Terbangun Malam Hari
c. Tidak Nyenyak
d. Bangun dengan Lesu
e. Banyak Mimpi-Mimpi
f. Mimpi Buruk
g. Mimpi Menakutkan
5. Gangguan Kecerdasan
a. Sukar Konsentrasi
b. Daya Ingat Buruk
6. Perasaan Depresi
a. Hilangnya Minat
b. Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
c. Sedih
d. Bangun Dini Hari
e. Perasaan Berubah-ubah Sepanjang Hari
7. Gejala Somatik (Otot)
a. Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
b. Kaku
c. Kedutan Otot
d. Gigi Gemerutuk
e. Suara Tidak Stabil
8. Gejala Somatik (Sensorik)
a. Tinitus
b. Penglihatan Kabur
c. Muka Merah atau Pucat
d. Merasa Lemah
e. Perasaan ditusuk-Tusuk
9. Gejala Kardiovaskuler
a. Takhikardia
b. Berdebar
c. Nyeri di Dada
d. Denyut Nadi Mengeras
e. Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
f. Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap)
10. Gejala Respiratori
a. Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
b. Perasaan Tercekik
c. Sering Menarik Napas
d. Napas Pendek/Sesak
11. Gejala Gastrointestinal
a. Sulit Menelan
b. Perut Melilit
c. Gangguan Pencernaan
d. Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
e. Perasaan Terbakar di Perut
f. Rasa Penuh atau Kembung
g. Mual
h. Muntah
i. Buang Air Besar Lembek
j. Kehilangan Berat Badan
k. Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12. Gejala Urogenital
a. Sering Buang Air Kecil
b. Tidak Dapat Menahan Air Seni
c. Amenorrhoe
d. Menorrhagia
e. Menjadi Dingin (Frigid)
f. Ejakulasi Praecocks
g. Ereksi Hilang
h. Impotensi
13. Gejala Otonom
a. Mulut Kering
b. Muka Merah
c. Mudah Berkeringat
d. Pusing, Sakit Kepala
e. Bulu-Bulu Berdiri
14. Tingkah Laku Pada Wawancara
a. Gelisah
b. Tidak Tenang
c. Jari Gemetar
d. Kerut Kening
e. Muka Tegang
f. Tonus Otot Meningkat
g. Napas Pendek dan Cepat
h. Muka Merah
Skor :

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai denga n kategori:


0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Separuh dari gejala yang ada
3 = Lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14
dengan hasil:
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.
3. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang.
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.
Lampiran 4

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS BERMAIN


MENDONGENG DI LANTAI III UTARA
INSTALASI TERATAI RSUP FATMAWATI

NESRI AULINA PERMADI


NIM: 15056

AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI


JAKARTA
JUNI 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi sering diartikan oleh anak sebagai sebuah hukuma n, kemudian
muncul perasaan malu, takut, merasa terancam, sepi, gelisah dan cemas. Hal ini
menjadikan anak bersikap agresif, marah, berontak, sering bertanya, tidak mau
makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol dan terbatasnya aktifitas yang
membuat perawatan di rumah sakit terhambat. Hospitalisasi menyebabkan anak
mengalami perpisahan dengan keluarga, harus beradaptasi dengan lingkungan
baru, nyeri di tubuh karena perlukaan dan otonomi berkurang (Aini, 2016).
Cemas dan stres merupakan contoh akibat hospitalisasi. Kecemasan yang dialami
oleh anak dapat mempengaruhi proses penyembuhan pada anak yang mengalami
hospitalisasi, melihat dari tingginya jumlah anak yang mengalami hospitalisasi
dan mengalami kecemasan pada saat dihospitalisasi peran perawat dan orang tua
sangat dibutuhkan untuk membantu menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2008).

Di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 33,2% dari 1.425 anak mengalami
dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi sedang dan 25,2%
mengalami hospitalisasi ringan. Di daerah Jakarta khususnya Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati di Instalasi Teratai Lantai III utara sejak bulan April
2018 sampai dengan Juni 2018 anak usia prasekolah yang mengalami dampak
hospitalisasi sebanyak 14,74% dari 495 pasien. Berdasarkan observasi penulis
pada bulan Oktober tahun 2017, upaya penanganan kecemasan oleh perawat di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati diantaranya adalah melakukan
teknik distraksi, seperti mengalihkan perhatian anak saat dilakukan tindakan
dengan diajak berbincang dan melibatkan orang tua, membuat lingkungan
perawatan yang terapeutik dan nyaman untuk anak, terdapat terapi musik di
dalam ruang tindakan.
Selain upaya tersebut, intervensi keperawatan yang dapat menurunkan tingkat
kecemasan adalah terapi aktivitas bermain mendongeng. Melalui bercerita (story
telling) anak dapat berperilaku kooperatif. Bercerita adalah tehnik yang efektif
dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan cemas, karena dengan bercerita
dapat menyampaikan pesan tertentu pada anak. Kegiatan mendongeng dapat
dilakukan dengan menggunakan alat bantu replika peralatan rumah sakit atau
boneka tangan. Boneka tangan biasanya efektif untuk berkomunikasi dengan
anak-anak, dan membantu mereka (Hocken berry & Wilson, 2013). Pada us ia
prasekolah, mulai tumbuh rasa untuk bersosialisasi, keingintahuan, imajinasi yang
tinggi, menguasai diri dan keinginan yang tinggi. Terapi aktivitas bermain
mendongeng dapat diaplikasikan pada rentang usia prasekolah, karena dengan
terapi mendongeng dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak (Sue,
2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Puspitasari (2009) mempunyai


adanya pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kekooperatifan pada anak usia
3–5 tahun. Purwandari, dkk (2010) menyatakan bahwa terapi bermain berdampak
terhadap penurunan kecemasan perpisahan pada anak yang mengalami
hospitalisasi. Pada penelitian Done (2008) terapi bermain menggunakan alat bantu
puzzle dan musik dapat menurunkan tingkat kecemasan anak yang dihospitalisasi.
Selain itu, terapi membacakan dongeng pun dapat memengaruhi kecemasan anak
yang menjalani hospitalisasi. Penilitian Aji Kiyat, dkk (2014) menyatakan bahwa
mendongeng dapat menciptakan suasana akrab antara anak dengan pendongeng
sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan anak dan dapat menjadi
penyaluran emosi yang terbendung. Penelitian yang dilakukan oleh Nida Adilah
dan Irman Somantri (2016) menyatakan bahwa terdapat perbedaan skor
kecemasan pada usia toddler dan prasekolah setelah pemberian terapi
mendongeng. Namun, terapi lebih efektif diberikan kepada anak usia prasekolah.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan terapi aktivitas


bermain “Mendongeng” untuk menurunkan tingkat kecemasan anak usia
prasekolah di Ruang III Utara instalasi teratai RSUP Fatmawati.
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti program bermain, kecemasan anak berkurang selama di
hospitalisasi.

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti program bermain,diharapkan:
a. Anak dapat mengontrol kecemasan
b. Anak merasa senang
c. Melatih daya imajinasi anak
d. Meningkatkan kreativitas anak
e.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekolah merupakan anak yang mempunyai usia di bawah
tujuh tahun, pada usia ini anak mengalami masa kritis bagi perkembangan
kemampuan kognitif, kemandirian, koordinasi, motorik dan kreativitas,
maka dari itu pada usia ini anak bisa diarahkan kearah yang positif, atau
ke arah yang bisa membantu perkembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak tersebut, dan usia
pra sekolah usia yang rentan bagi anak pada usia ini mempunyai sifat
imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. (Wong, 2009).

Proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan


mulai dari konsepsi sampai dewasa yang mengikuti pola tertentu yang
khas pada setiap anak. Menurut Wong (2009), Pertumbuhan dan
perkembangan anak usia prasekolah diantaranya:
3. Pertumbuhan
Pertumbuhan fisik khususnya ukuran tinggi badan anak akan
bertambah rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahunnya. Anak usia
prasekolah memiliki tinggi 118,5 cm, pertambahan berat rata-rata
selama periode ini adalah sekitar 2,3 kg per tahun. Rata-rata berat
badan anak usia prasekolah adalah 18,6 kg. Kehilangan lemak bayi
dan pertumbuhan otot selama masa prasekolah memberikan tampilan
anak yang lebih kuat dan lebih matang. Panjang tengkorak juga
sedikit meningkat, dengan rahang bawah menjadi lebih menonjol,
rahang atas melebar selama masa prasekolah sebagai persiapan untuk
kemunculan gigi permanen, biasanya dimulai sekitar usia 6 tahun.

4. Perkembangan kognitif
Pada usia prasekolah sudah mulai menunjukan perkembangan dan
anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan tampak
sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarka n
apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar
dengan lingkungan dan orang tuanya. Perkembangan kognitif pada
anak usia prasekolah yaitu anak memiliki seorang teman khayalan
atau imajiner. Teman ini berperan sebagai cara kreatif bagi anak
prasekolah untuk mencontohkan aktivitas dan perilaku yang berbeda
dan mempraktikan keterampilan percakapan. Selain imajinasi ini,
anak prasekolah mampu dengan mudah berpindah antara fantasi dan
realita selama seharian.
5. Perkembangan motorik kasar
Pada usia prasekolah mampu melakukan berbagai kegiatan motorik
kasar seperti diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu
kaki selama 115 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan
tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan
berjalan dengan bantuan. (Wong, 2009). Anak prasekolah tangkas
ketika berdiri, berjalan, berlari, dan melompat. Ia dapat naik dan turun
tangga serta berjalan ke depan dan ke belakang dengan mudah berdiri
pada ujung jari atau pada satu kaki tetap memerlukan konsentrasi.
Anak prasekolah tampak berada dalam gerakan konstan. Ia juga
menggunakan tubuh untuk memehami konsep yang baru, seperti
menggunakan lengan dalam gerakan “menenggak” ketika
mendeskripsikan cara roda kereta bekerja, dapat berdiri pada satu kaki
selama 10 detik atau lebih, mengayun, dan memanjat dengan baik,
dapat melompat, jungkir balik, dapat belajar untuk menggunakan
sepatu luncur (skate) dan berenang (Papalia & Feldman, 2011).
6. Perkembangan motorik halus
Anak pada usia 5 tahun, anak dapat menulis angka, memotong dengan
gunting secara lebih akurat, serta mengikat tali sepatu, melipat kertas,
mengurutkan benda, berhitung, mewarnai namun belum sempurna,
mencetak beberapa huruf, menggambar seseorang dengan tubuh dan
minimal enam bagian tubuh, berpakaian atau melepas pakaian tanpa
bantuan, menggunakan sendok dan garpu, menyalin pola segitiga dan
geometrik lain.
7. Perkembangan bahasa dan sosial
Pada usia prasekolah, diawali mampu menyebutkan hingga empat
gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutka n kegunaan
benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata
depan, mengerti beberapa kata sifat dan sebagiannya, menggunakan
bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan
berbagai bunyi kata, memahami arti lapangan, berespo n terhadap
panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat, dapat menghitung
1 sampai 10, kosakata terdiri dari 2100 kata, menyebutkan nama dan
alamat. Pada usia prasekolah, mereka sudah dapat bermain permainan
sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap
perpisahan, mengenali anggota keluarga.
8. Perkembangan psikoseksual
Menurut tahap perkembangan Freud, pada masa prasekolah anak
berada pada tahap falik. Tahap ini dimana genitalia menjadi area
tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis
kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut.

B. Pengertian Bermain
Bermain merupakan seluruh aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
mengembangkan kreatifitas, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berprilaku dewasa (Alimul, 2009).

Dapat disimpulkan bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan


dari kehidupan anak sehari- hari karena bermain dapat menurunkan stres,
media untuk belajar komunikasi, penyesuaian diri terhadap lingkungan.
Bermain bagi anak sangat mempunyai arti dalam tumbuh kembangnya,
karena melalui bermain banyak keuntungan yang dapat diperoleh, tidak
saja terhadap pertumbuhan fisik anak, juga terhadap perkembangan
mental sosial anak. Demikian pula dalam memilih alat permainan sebagai
alat stimulasi tumbuh kembang anak, hendaklah dipilih alat-alat bermain
yang tidak hanya menyenangkan anak tetapi juga harus bermanfaat dalam
mengoptimalkan tumbuh kembangnya.

C. Tujuan Bermain
Pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan, yaitu:
1. Perkembangan sensoris motoris
Aktivitas sensoris motoris merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Mengekspresikan perasaan, keinginan, fantasi dan ide- idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan di
rawat di rumah sakit.

D. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan isi permainan
a. Social affective play
Hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan
orang lain, misalnya: “cilukba”, berbicara sambil tersenyum atau
tertawa.
b. Sense of pleasure play
Menggunakan alat yang dapat menyenangkan dan mengasyikkan
anak, misalnya: bermain pasir, membuat gunung- gunungan atau
benda-benda apa saja yang dapat dibentuk dari pasir.
c. Skill play
Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya
motorik kasar dan halus, misalnya: bayi terampil memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat lain dan anak terampil main sepeda.
d. Game atau permainan
Permainan yang menggunakan alat tertentu, perhitungan dan skor
serta dapat dilakukan sendiri atau bersama temannya, misalnya:
ular tangga, congklak dan puzzle.
e. Unoccupied behavior
Adalah dimana situasi dan objek yang ada disekeliling anak
digunakan sebagai alat permainan, ditandai dengan anak sering
terlihat mondar- mandir, tersenyum, ketawa, berjinjit-jinjit,
bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya.
f. Dramatic play
Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain,
anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,
misalnya: ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya.

2. Berdasarkan karakteristik sosial


a. Onlooker play
Anak mengamati temannya yang sedang bermain tanpa ada
inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan.
b. Solitary play
Anak berada dalam kelompok permainan tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan berbeda
dengan alat permainan temannya, tanpa kerjasama serta
komunikasi antara temannya.
c. Paralel play
Anak menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu
anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain, tanpa
sosialisasi. Biasanya sering dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak
ternegosiasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan
dan tujuan permainan tidak jelas.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada
permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak
yang mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak
dalam permainan, misalnya: permainan sepak bola.
3. Berdasarkan kelompok usia anak
a. Anak usia bayi
Bayi usia 0-3 bulan, karakteristik khas permainannya yaitu adanya
interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dan orang tua,
contoh: alat mainan yang digantung dengan warna-warna terang
dengan bunyi musik menarik. Bayi usia 4-6 bulan mengajak bayi
menonton TV, mainan yang mudah dipegang dan berwarna terang,
memberi cermin sehingga anak dapat melihat bayangan di cermin.
Bayi usia 7-9 bulan berikan kertas dan alat tulis dan biarkan ia
mencoret-coret sesuai keinginan, boneka, mainan yang dapat di
dorong atau buku dengan warna terang mencolok.
b. Anak usia toddler (>1-3 tahun)
Pada anak usia 1-2 tahun lebih jelas telihat anak melakukan
permainan sendiri dengann permainannya sendiri, sedangkan usia
lebih dari 2-3 tahun anak dapat melakukan permainan secara
paralel, misalnya: Boneka, kereta api, truk, sepeda roda tiga, alat
memasak, alat menggambar, bola, dan lain- lain.
c. Anak dengan usia prasekolah (>3-6 tahun)
Anak sudah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus lebih
matang daripada anak usia toddler, mainan yang diberikan adalah
sepeda, mobil- mobilan, alat-alat olahraga, berenang, dan
permainan balok-balok besar.
d. Anak usia sekolah (6-12 tahun)
Anak lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan
berdasarkan jenis kelaminnya, anak laki- laki, misalnya mobil-
mobilan dan anak perempuan misalnya alat untuk memasak dan
boneka.
e. Anak usia remaja (13-18 tahun)
Pada anak remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak
sukses melewatinya, anak akan mencari kompensasi pada hal yang
berbahaya, seperti: Mengkonsumsi obat-obat terlarang, minum-
minuman keras, seks bebas. Alat permainan yang tepat bisa berupa
berbagai macam alat olahraga, alat musik dan alat gambar.
E. Faktor yang Mempe ngaruhi Terapi Aktivitas Bermain Anak
Menurut Supartini (2009) faktor yang mempengaruhi bermain pada anak,
yaitu:
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak sesuai dengan tahapan
tumbuh kembang anak, tentunya permainan anak usia bayi tidak sesuai
dengan anak usia sekolah. Dengan demikian, orang tua dan perawat
harus memberikan jenis permainan yang tepat dan sesuai dengan
tumbuh kembang anak.
2. Status kesehatan anak
Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan pekerja
pada orang dewasa. Dimana kondisi anak menurun (sakit) dirawat di
rumah sakit, orang tua dan perawat harus selektif memilih permainan
yang dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang
dirawat di rumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada pendapat lain yang meyakini bahwa permaian adalah salah satu
alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian
alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh
anak laki- laki
4. Lingkungan yang mendukung
Aktivitas bermain yang baik dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan
lingkungan fisik rumah, lingkungan fisik sekitar rumah, banyak
mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan
motorik. Lingkungan di rumah yang luas dapat memungkinkan anak
untuk bermain, berjalan, mondar- mandir, berlari, melompat dan
bermain dengan teman sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum
membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak harus dibeli di toko, tetapi yang lebih diutamakan
adalah yang dapat menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak. Harus
diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak.
Berdasarkan pemaparan di atas terapi aktivitas bermain yang penulis angkat
berdasarkan isi permainannya termasuk ke dalam Sense of pleasure play dan
Skill play sedangkan menurut klasifikasinya termasuk ke dalam Associative play.
BAB III
RENCANA KEGIATAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang rencana kegiatan terapi aktivitas bermain
mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati. Rencana kegiatan
ini memaparkan pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng sebagai berikut:

A. Sasaran
Sasaran terapi aktivitas bermain mendongen adalah anak dengan rentang
usia prasekolah yaitu An. A usia 4 tahun dan A. S 5 tahun.

B. Waktu Pelaksanaan
Terapi aktivitas bermain mendongeng dilaksanakan selama tiga hari sejak
tanggal 27 Juni 2018 sampai dengan 30 Juni 2018, frekuensi mendongeng dalam
sehari dua kali dengan durasi 25 menit.

C. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III
Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.

D. Media dan Alat


Media yang digunakan untuk mendongeng yaitu boneka wayang dan
handrub untuk mencuci tangan sebelum mendongeng.

E. Kegiatan TAB
No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Anak Waktu
1. Pembukaan
a. Membuka dengan salam a. Anak tersenyum dan orang 1 menit
tua menjawab salam
b. Anak dan orang tua
b. Memperkenalkan diri mengenal mahasiswa yang 1 menit
akan membimbing bermain
c. Membimbing anak untuk c. Anak berani 3 menit
memperkenalkan diri memperkenalkan diri
dihadapan mahasiswa
No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Anak Waktu
Kegiatan inti
2. a. Mengkontrak ulang waktu, a. Anak memperhatikan 1 menit
tempat dan jenis permainan

b. Menjelaskan tujuan b. Anak mendengarkan dengan 6 menit


permainan. baik.

c. Mulai mendongeng. c. Anak mendengarkan dan 3 menit


ikut bermain boneka
wayang.
d. Mendiskusikan dengan anak d. Anak mendengarkan dan 3 menit
tentang intisari cerita. menyimak dengan baik.

e. Memberikan reinforcement e. Anak senang diberi pujian


kepada anak atas hasil
kegiatannya.

Penutup 3 menit
a. Mengevaluasi jalannya a. Anak dapat mengungkapkan
permainan dengan meminta perasaan senang dan tertarik
anak memberikan pesan dengan cerita
kesan.
b. Anak dan orangtua
b. Kontrak waktu, tempat, dan menentukan waktu dan jenis 3 menit
jenis cerita mendongeng cerita untuk dongeng
selanjutnya. selanjutnya.
c. Anak dan orangtua menjawab
1 menit
c. Memberikan salam penutup. salam

Jumlah 25
menit

F. Teknik Evaluasi
Evaluasi kegiatan terapi aktivitas bermain mendo ngeng selama tiga hari,
penulis melakukan evaluasi secara menyeluruh di hari keempat dengan
cara mengukur tingkat kecemasan anak usia prasekolah dengan menggunakan
skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yaitu :
No. Pertanyaan 0 1 2 3 4
15. Perasaan Ansietas
e. Cemas
f. Firasat Buruk
g. Takut Akan Pikiran Sendiri
h. Mudah Tersinggung
16. Ketegangan
h. Merasa Tegang
i. Lesu
j. Tak Bisa Istirahat Tenang
k. Mudah Terkejut
l. Mudah Menangis
m. Gemetar
n. Gelisah
17. Ketakutan
g. Pada Gelap
h. Pada Orang Asing
i. Ditinggal Sendiri
j. Pada Binatang Besar
k. Pada Keramaian Lalu Lintas
l. Pada Kerumunan Orang Banyak
18. Gangguan Tidur
h. Sukar Masuk Tidur
i. Terbangun Malam Hari
j. Tidak Nyenyak
k. Bangun dengan Lesu
l. Banyak Mimpi-Mimpi
m. Mimpi Buruk
n. Mimpi Menakutkan
19. Gangguan Kecerdasan
c. Sukar Konsentrasi
d. Daya Ingat Buruk
20. Perasaan Depresi
f. Hilangnya Minat
g. Berkurangnya Kesenangan pada Hobi
h. Sedih
i. Bangun Dini Hari
j. Perasaan Berubah-ubah Sepanjang Hari
21. Gejala Somatik (Otot)
f. Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
g. Kaku
h. Kedutan Otot
i. Gigi Gemerutuk
j. Suara Tidak Stabil
22. Gejala Somatik (Sensorik)
f. Tinitus
g. Penglihatan Kabur
h. Muka Merah atau Pucat
i. Merasa Lemah
j. Perasaan ditusuk-tusuk
23. Gejala Kardiovaskuler
g. Takhikardia
h. Berdebar
No. Pertanyaan 0 1 2 3 4
i. Nyeri di Dada
j. Denyut Nadi Mengeras
k. Perasaan Lesu/Lemas Seperti Ingin Pingsan
l. Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap)
24. Gejala Gastrointestinal
l. Sulit Menelan
m. Perut Melilit
n. Gangguan Pencernaan
o. Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
p. Perasaan Terbakar di Perut
q. Rasa Penuh atau Kembung
r. Mual
s. Muntah
t. Buang Air Besar Lembek
u. Kehilangan Berat Badan
v. Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
25. Gejala Urogenital
i. Sering Buang Air Kecil
j. Tidak Dapat Menahan Air Seni
k. Amenorrhoe
l. Menorrhagia
m. Menjadi Dingin (Frigid)
n. Ejakulasi Praecocks
o. Ereksi Hilang
p. Impotensi
26. Gejala Otonom
f. Mulut Kering
g. Muka Merah
h. Mudah Berkeringat
i. Pusing, Sakit Kepala
j. Bulu-Bulu Berdiri
27. Tingkah Laku Pada Wawancara
i. Gelisah
j. Tidak Tenang
k. Jari Gemetar
l. Kerut Kening
m. Muka Tegang
n. Tonus Otot Meningkat
o. Napas Pendek dan Cepat
p. Muka Merah
Skor :

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:


0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Separuh dari gejala yang ada
3 = Lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14
dengan hasil:
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.
3. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.
DAFTAR PUSTAKA

Adilah, N., &Somantri, I. (2016). Efektifitas terapi mendongeng terhadap


kecemasan anak usia toddler dan prasekolah saat tindakan keperawatan.
Jurnal Keperawatan Anak, 4(3), 2-7. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/publication/315978962.

Hidayat, A. (2012). Pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan


proses keperawatan. Jakarta: SalembaMedika.

Kiyat, A., & Ani, F, Dias, K. (2014). Terapi bermain mendongeng dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah akibat
hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Anak, 3(1) 1-4. Diunduh dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/1977.

Wong., D. L: alih bahasa Sutarna, A., dkk. (2008). Buku ajar keperawatan
pediatrik wong. Ed.2. Jakarta: EGC.

Saputro, H., &Fazrin, I. (2017).Anak sakit wajib bermain di rumah sakit :


Penerapan terapi bermain anak sakit; Proses manfaat dan pelaksanaannya.
Jakarta: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).

Anda mungkin juga menyukai