Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak
Usia Prasekolah dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati” ini telah diterima dan
disetujui untuk diujikan pada Ujian Sidang di hadapan Tim Penguji.
Mengetahui,
Direktur Akper Fatmawati
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Ce mas pada Anak Usia
Prasekolah dengan Inte rvensi Terapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai
III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati” ini telah diujikan dan dinyatakan
“Lulus” dalam Ujian Sidang di hadapan Tim Penguji pada tanggal 12 Juli 2018.
Penguji II
-+
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan
Inte rvensi Te rapi Aktivitas Bermain Mendongeng di Lantai III Utara Instalasi
Teratai RSUP Fatmawati”. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
melengkapi salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Fatmawati.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. dr. M. Syafak Hanung, Sp.A., MPH, selaku Direktur Utama RSUP Fatmawati.
2. Ns. DWS Suarse Dewi, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Fatmawati.
3. Ns. Umi Aisyiyah, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Kepala Instalasi Teratai RSUP
Fatmawati.
4. Ns. Nurhidayatun, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku Kepala Ruang Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati beserta staf.
5. Ns Laely, S.Kep, selaku Pembimbing Lahan Lantai III Utara Instalasi Teratai
RSUP Fatmawati
6. Ns. Marleny Susanty, S.Kep, selaku Penguji II dari RSUP Fatmawati.
7. Ns. Ayuda Nia A, M.Kep., Sp.Kep.An, selaku Pembimbing pembuatan Karya
Tulis Ilmiah sekaligus Penguji I.
8. Ns. Ani Nuraeni, M.Kep., Sp.Kep.Kom, selaku Pembimbing Akademik dari
Akademi Keperawatan Fatmawati
9. Nuraeni, S.Pd., MM, selaku Wali Kelas Angkatan XVIII Akademi Keperawatan
Fatmawati.
10. Seluruh dosen beserta staf Kependidikan Akademi Keperawatan Fatmawati.
v
11. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, Bapak Luzyas Agung Permadi dan
Ibu Rona Ismayani serta saudara kandung saya Kakak Ratih Anintyas Permadi
dan adik Raja Bagus Putra Permadi sebagai sumber semangat dan motivasi yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya dan doa yang tidak pernah berhenti untuk
saya.
12. Sahabat yang selalu mendukung, Yusuf Hermawan, Dian Kurnia Arisandi, Devi
Nurdian Prastika, Khaerunnisa Mustika, Imel Dea Sukma, Litha Apriyani.
13. Teman-teman mahasiswa/i Akademi Keperawatan Fatmawati Angkata n XVIII.
14. Sahabat yang menemani saya dan berjuang bersama selama Pendidikan Diploma
III, Mila Ameliya, Tiara Eka Febriantika, Dea Sopiana, Widyorani, Euis
Sukmawati, Selly Julialni, Bekty Yulia Cahyani, Desi Fajaryani, Trigita Agustin.
15. TIM KTI Keperawatan Anak yang selalu kompak dan saling mendukung selama
mengikuti proses bimbingan Karya Tulis Ilmiah, Mila Ameliya, Sri Khayati,
Mesia Cristina Happy, Beti Arinita, Rina Nur Hayati, Nur Rohma, Lidya
Akwila.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun. Semoga Karya
Tulis ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Penulis
vi
ABSTRAK
Kata kunci: terapi aktivitas bermain mendongeng, tingkat kecemasan, anak usia
prasekolah, hospitalisasi
vii
DAFTAR ISI
viii
E. Instrumen dan Metode Studi Kasus ................................................. 21
F. Lokasi dan Studi Kasus ..................................................................... 22
G. Analisa Data dan Penyajian Data..................................................... 22
H. Etika Studi Kasus .............................................................................. 22
BAB V PENUTUP............................................................................................... 38
A. Kesimpulan ....................................................................................... 38
B. Saran .................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR SINGKATAN
An : Anak
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
cm : Sentimeter
DD : Differental Diagnosis
dl : Desiliter
e.c : et causa
fl : Femtoliter
gr : Gram
HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale
HER : Hemoglobin Eritrosit Rata-rata
IWL : Insensible Water Loss
KHER : Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata
kg : Kilogram
Ny : Nyonya
rb : Ribu
RDW : Red Cell Distribution Width
RS : Rumah Sakit
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SMA : Sekolah Menengah Atas
TAB : Terapi Aktivitas Bermain
TB : Tuberculocis
Tn : Tuan
ul : Microliter
VER : Volume Eritrosit Rata-rata
WIB : Waktu Indonesia Barat
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi sering diartikan oleh anak sebagai sebuah hukuman, kemudian
muncul perasaan malu, takut, merasa terancam, sepi, gelisah dan cemas. Hal
ini menjadikan anak bersikap agresif, marah, berontak, sering bertanya, tidak
mau makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol dan terbatasnya
aktifitas yang membuat perawatan di rumah sakit terhambat. Hospitalisasi
menyebabkan anak mengalami perpisahan dengan keluarga, harus
beradaptasi dengan lingkungan baru, nyeri di tubuh karena perlukaan dan
otonomi berkurang (Aini, 2016). Cemas dan stres merupakan contoh akibat
hospitalisasi. Kecemasan yang dialami oleh anak dapat mempengaruhi proses
penyembuhan pada anak yang mengalami hospitalisasi, melihat dari
tingginya jumlah anak yang mengalami hospitalisasi dan mengalami
kecemasan pada saat dihospitalisasi peran perawat dan orang tua sangat
dibutuhkan untuk membantu menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2008).
Di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 33,2% dari 1.425 anak mengalami
dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi sedang da n 25,2%
mengalami hospitalisasi ringan. Di daerah Jakarta khususnya Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati di Instalasi Teratai Lantai III utara sejak bulan April
2018 sampai dengan Juni 2018 anak usia prasekolah yang mengalami dampak
hospitalisasi sebanyak 14,74% dari 495 pasien. Berdasarkan observasi penulis
pada bulan Oktober tahun 2017, upaya penanganan kecemasan oleh perawat
di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati diantaranya adalah
melakukan teknik distraksi, seperti mengalihkan perhatian anak saat
dilakukan tindakan dengan diajak berbincang dan melibatkan orang tua,
membuat lingkungan perawatan yang terapeutik dan nyaman untuk anak,
terdapat terapi musik di dalam ruang tindakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka studi kasus ini dirumuskan
untuk menjawab pertanyaan pokok yang sangat mendasar yaitu : Bagaimana
asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah dengan intervensi
terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai
RSUP Fatmawati ?
A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subjektif
dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan
terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Heri, 2017).
Menurut Stuart (dalam Heri, 2017) kecemasan berbeda dengan rasa takut
yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Berbeda dengan
Videbeck, yang menyatakan bahwa takut tidak dapat dibedakan dengan
cemas, karena individu yang merasa takut dan cemas mengalami pola
respon perilaku, fisiologis, emosional dalam waktu yang sama.
2. Penyebab Kecemasan
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,
keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Lingkungan rumah
sakit merupakan penyebab kecemasan bagi anak baik lingkungan sosial
seperti sesama pasien anak serta interaksi dan sikap petugas kesehatan
maupun lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat,
alat-alat rumah sakit, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan.
Penyakit dan hospitalisasi sering kali merupakan krisis pertama yang
harus dihadapi anak (Hockenberry dan Wilson, 2009). Anak
membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh
kembangnya biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman
sepermainan yang menyenangkan. Stresor pada anak yang dirawat di
rumah sakit disebabkan karena cemas karena perpisahan, kehilangan
kendali, luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri).
3. Tingkat Kecemasan
Menurut Heri (2017), tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Kecemasan ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami ketegangan
yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seorang akan lebih
tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan minat dan
motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa gelisah, mudah
marah dan perilaku mencari perhatian.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang, seseorang akan kelihatan
serius dalam memperhatikan sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang
berupa suara bergetar, perubahan dalam ada suara takikardi,
gemetaran, peningkatan ketegangan otot.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk
mengurangi menurunkan kecemasan dan fokus pada kegiatan lain
berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk
terdiri dari 2100 kata, menyebutkan nama dan alamat. Pada usia
prasekolah, mereka sudah dapat bermain permainan sederhana, menangis
jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali
anggota keluarga.
6. Perkembangan psikoseksual
Menurut tahap perkembangan Freud, pada masa prasekolah anak berada
pada tahap falik. Tahap ini dimana genitalia menjadi area tubuh yang
menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis kelamin dan
menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut.
Pada masa prasekolah, inisiatif anak mulai berkembang anak ingin tahu lebih
banyak tentang hal- hal di sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari
model keluarga atau bermain peran, seperti peran guru, ibu, dan lain- lain
sehingga isi bermainnya lebih banyak menggunakan simbol-simbol dalam
permainan atau sering disebut dengan permainan peran (dramatic roleplay).
Permainan yang meningkatkan keterampilan (skill play) juga masih
berkembang pada masa ini (Rekawati, 2013).
Permainan anak usia 4-6 tahun menurut (Heri, 2017) yaitu salah satunya
mendongeng. Permainan ini dilakukan dengan menggunakan boneka tangan
atau bisa juga boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan
menggunakan boneka tangan. Cerita yang disampaikan diusahakan
mengandung unsur sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan dirumah
sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita, sesekali sebut nama agar
merasa terlibat dalam permainan tersebut. Terapi membacakan dongeng pun
dapat memengaruhi kecemasan anak yang di hospitalisasi (Done, 2008).
Kegiatan mendongeng dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu
replika peralatan rumah sakit atau boneka tangan. Boneka tangan biasanya
efektif untuk berkomunikasi dengan anak-anak, dan membantu mereka
(Hockenberry & Wilson, 2013). Sehingga hal ini dapat menjadi sebuah terapi,
yaitu terapi mendongeng. Mendongeng dapat meningkatkan rasa percaya,
menjalin hubungan, dan menyampaikan pengetahuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada studi kasus ini, diagnosa keperawatan yang muncul menurut Nanda
(2015) yaitu Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status
peran), krisis maturasi, krisis situasional, stres ancaman kematian.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Prosedur terapi aktivitas bermain mendongeng dilakukan kepada anak
usia prasekolah, yang sebelumnya dilakukan pengkajian tingkat
kecemasan dengan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
Mendongeng dilakukan dalam satu hari 2 kali mendongeng, selama 3
hari, setiap kali mendongeng dengan durasi 20-25 menit, cerita dongeng
diantaranya yaitu dongeng fabel (cerita tentang hewan yang berperan
seperti manusia), sage (cerita tentang kesaktian, atau kepahlawanan).
Media mendongeng yang digunakan yaitu boneka wayang yang di bentuk
dari kertas. Setelah dilakukan penatalaksaan terapi aktivitas bermain
mendongeng penulis kembali melakukan pengkajian tingkat kecemasan
dengan menggunakan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
5. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang
dilakukan selama proses keperawatan berlangsung dan menilai dari
respon pasien disebut evaluasi proses, kegiatan melakukan evaluasi
dengan target tujuan yang diharapkan disebut dengan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dalam dilihat dari tercapainya menurunnya tingkat
kecemasan, dan dilihat dari kriteria hasil yang dicapai, diantaranya yaitu
anak mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, anak
mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas, nadi : 60-100 x/menit, respirasi : 16-20 x/menit,
postur tubuh, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan, ekspresi wajah rileks, anak kooperatif. Selain
itu dapat dilihat dari menurun atau tidaknya tingkat kecemasan anak
berdasarkan alat ukur tingkat kecemasan yaitu HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale).
Pada bab tiga ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan
Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan Intervensi Terapi Aktivitas Bermain
Mendongeng metode yang diterapkan dalam studi kasus yang akan dilaksanakan.
Bagian ini berisi tentang desain atau rancangan studi kasus, subjek studi kasus, fokus
studi yang akan diteliti, definisi operasional, cara pengumpulan data, instrumen
pengumpulan data, lokasi dan waktu studi kasus, cara pengolahan data serta etika
penulisan.
A. Rancangan Studi Kasus
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus
untuk mengetahui asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah
dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.
ada. Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil: Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan, skor 7 – 14 =
kecemasan ringan, skor 15 – 27 = kecemasan sedang, skor lebih dari 27 =
kecemasan berat.
5. Justice
Penulis memberikan keseimbangan manfaat kepada kedua subjek dengan
berupaya memberikan perlakuan yang sama pada An. S dan An. A yang
diberikan terapi aktivitas bermain mendongeng.
Setelah melakukan asuhan keperawatan kecemasan pada An. S dan An. A anak usia
prasekolah dimulai dari tanggal 26 Juni 2018 sampai 30 Juni 2018. Pada bagian ini
terdiri dari dua bagian yaitu tentang uraian hasil yang diperoleh dari studi kasus dan
uraian tentang pembahasan atas temuan-temuan studi kasus atau studi kasus yang
telah ditemukan pada bagian pertama dan keterbatasannya dengan teori. Bagian ini
juga dilengkapi dengan keterbatasan studi kasus yang dilaksanakan.
A. Hasil Studi Kasus
1. Kasus 1 An. S usia 5 tahun
Seorang anak perempuan yang berinisial S berusia 5 tahun, dibawa ke RSUP
Fatmawati dengan keluhan utama deman sejak 2 bulan yang lalu, semakin
tinggi demamnya saat malam hari, diare sudah 5 hari, dan mengeluh nyeri
pada seluruh badan terutama tangan dan kaki. Diagnosis medis saat anak
masuk yaitu Prolong Fever e.c Autoimun. Ibu anak bernama Ny. A, usia 36
tahun, beragama Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan terakhir tamat SMA,
pekerjaan ibu rumah tangga. Ayah anak bernama Tn. S usia 36 tahun,
beragama Islam, suku bangsa bangsa Jawa, pendidikan terakhir tamat
Diploma III, pekerjaan pegawai negri sipil. Sumber biaya BPJS.
diare sudah 2 kali per hari, buang air besar cair tidak ada ampas, anak tidak
nafsu makan, makan hanya habis 3 sendok, mual jika ingin makan, An. S
mengeluh sakit jika kaki dan tangannya disentuh, anak rewel saat dilakukan
tindakan, tampak cemas dan takut saat melihat perawat, kontak mata ada
dengan perawat namun tidak bertahan lama. Persepsi anak terhadap sakit, An.
S selama di rumah sakit sering rewel dan menangis setiap dilakukan tindakan,
dan menganggap setiap tindakan yang dilakukan dirumah sakit akan
membuat dirinya merasa sakit. Hasil skoring pengkajian tingkat kecemasan
menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) adalah 18 merupakan
katagori kecemasan sedang (skor 15-27)
Hasil pemeriksaan diagnostik thoraks foto terbaru pada tanggal 23 Juni 2018
dengan kesan: tidak ada kelainan radiologis pada jantung dan paru, hasil
pemeriksaan laboratorium terbaru pada tanggal 25 Juni 2018 yaitu:
Hemoglobin 6,8 g/dl (10,8-15,6), hematokrit 20% (35-43), lekosit 5,0 rb/ul
(5,5-15,5), trombosit 15 rb/ul (229-553), eritrosit 2,27 (3,70-5,70), VER 85,4
fl (73,0-101,0), HER 29,8 pg (23,0-31,0), KHER 34,4 g/dl (26,0-34,0), RDW
17,0% (11,5-14,5), basofil 1% (0-1), eusinofil 0% (1 5), netrofil 5% (25-50),
limfosit 76% (25-50), monosit 1% (1-6), Luc 17% (1 ≤ 5).
Pemeriksaan diagnostik terbaru foto thoraks pada tanggal 24 Juni 2018 yaitu
kesan: Infiltrat minimal di suprahiler kiri, DD/ pneumonia, jantung ukuran
tidak membesar. Pemeriksaan laboratorium terbaru pada tanggal 24 Juni 2018
yaitu Hemoglobin 10,0 g/dl (10,8-15,6), hematokrit 30% (36-43), leukosit
18,0 rb/ul (5,5-15,5), trombosit 1153 rb/ul (217-497), eritrosit 3,93 jt/ul (3,70-
5,70), VER 76,7 fi (73,0-101,0), HER 25,5 pg (23,0-31,0), KHER 33,2 g/dl
(26,0-35,0), RDW 13,3% (11,5-14,5), basofil 0% (0-1), eusinofil 3% (1-5),
netrofil 62% (25-60), limfosit 28% (25-50), monosit 5% (1-6), Luc 2% (≤ 5).
Penatalaksanaan medis yang di dapat yaitu melalui oral diantaranya
paracetamol 3x 7,5 mg, ibu profen 3x 80 mg, melalui parenteral yaitu KaEN
1B 1350cc per 24 jam, paracetamol drip 100gr (jika suhu lebih dari 38,5
derajat celcius).
Hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu subjek, yaitu anak selama
dirawat di RS anak menjadi pendiam, selalu rewel saat dilakukan tindakan,
selalu bermain gadget (Telepon seluler) karena merasa bosan, anak terlihat
cemas dan takut dengan perawat, anak menjadi tidak kooperatif setiap
dilakukan tindakan.
B. Pembahasan
Bagian ini memaparkan hasil studi kasus yang meliputi interpretasi dan diskusi
hasil studi kasus dari masing- masing variabel studi kasus dikaitkan dengan teori
dan hasil studi kasus yang telah ada. Selain itu dalam pembahasan ini penulis
menjelaskan tentang keterbatasan penulis yang telah dilaksanakan serta
implikasi hasil studi kasus terhadap pelayanan dan pengembangan ilmu
keperawatan.
1. Inte rpretasi dan Diskusi Hasil Studi Kasus
a. Karakteristik Anak
1) Usia subjek
Subjek pertama berusia 5 tahun, subjek kedua berusia 4 tahun kedua
subjek memiliki rentang usia yang sama yaitu usia prasekolah. Hasil
studi kasus ini kecemasan yang terjadi akibat dari dampak
hospitalisasi sebagian besar terjadi pada anak usia prasekolah. Usia
dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak. Anak usia
prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakit
dan pengalaman baru dengan lingkungan asing. Dalam penelitian
(Tsai, 2007), semakin muda usia anak, kecemasan hospitalisasi akan
semakin tinggi. Anak prasekolah lebih mungkin mengalami stres
akibat perpisahan karena kemampuan kognitif anak yang terbatas
untuk memahami hospitalisasi.
Subjek kedua An.A tinggal dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
An. A dan kakaknya An. M yang berusia 6 tahun, jarak usia anak
pertama dengan An. A cukup dekat yaitu 2 tahun sehingga An. M
terlihat iri dengan adiknya. An. A diasuh oleh kedua orang tuanya,
namun yang sangat dekat dengan An. A adalah Ny. U karena Tn. A
bekerja sehingga tidak selalu ada di rumah sakit. Ny. U mengatakan
karena An. A dirawat membuat dirinya khawatir dan harus
meninggalkan anak pertamanya yang masih berusia 6 tahun. Kaka dari
An. A sesekali mejenguk An. A dan saat dijenguk oleh kakanya An. A
tampak senang dan bermain di RS dengan kakaknya.
Hasil studi kasus yang dilakukan sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kiyat (2014), berdasarkan hasil studi kasus dan
pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat kecemasan anak
sebelum dilakukan terapi bermain mendongeng mempunya i tingkat
kecemasan berat atau sedang, sedangkan tingkat kecemasan anak setelah
dilakukan terapi bermain mendongeng mempunyai tingkat kecemasan
ringan. Setelah diberikan terapi bermain mendongeng anak menjadi lebih
terbuka dan mau berkomunikasi dengan petugas kesehatan, artinya anak
mau diajak berbicara dengan perawat setelah diberi terapi bermain.
Perilaku tersebut ditunjukkan ketika perawat mengajak berbicara dengan
anak, anak merespon perawat dan tidak lagi diam. Hal ini terjadi karena
melalui dongeng anak akan menjadi lebih akrab dengan petugas
kesehatan hal ini dikarenakan penurunan tingkat kecemasan anak.
Hasil penelitian lain sejalan dengan hasil yang didapatkan penulis yaitu
didapatkan hasil bahwa terapi mendongeng berpengaruh dalam
menurunkan skor kecemasan terhadap tindakan keperawatan pada anak
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus penulis pada anak dengan masalah keperawatan
ansietas dalam asuhan keperawatan kecemasan pada anak usia prasekolah
dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III Utara
Instalasi Teratai RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Terdapat dua anak dengan rentang usia yang sama yaitu usia prasekolah.
Subjek pertama adalah An. S berjenis kelamin perempuan, berusia 5 tahun,
memiliki lebih dari 2 kali pengalaman dirawat di rumah sakit dan memiliki
lama rawat serta pengobatan lebih dari 5 bulan, An. S tinggal bersama kedua
orang tua. Persepsi terhadap sakit An. S menganggap bahwa sakitnya adalah
hukuman dan masuk rumah sakit merupakan tindakan yang akan
menyakitkan. Subjek kedua adalah An. A berusia 4 tahun, An. A merupakan
anak kedua dari dua bersaudara, An. A memiliki pengalaman 2 kali dirawat di
rumah sakit. An. A tinggal bersama kedua orang tua dan kakanya. Persepsi
An. A terhadap sakit menganggap bahwa sakitnya adalah hukuman dan
masuk rumah sakit merupakan tindakan yang akan menyakitkan.
2. Kedua subjek berada dalam tumbuh kembang yang sesuai dengan rentang
usia, tidak terdapat tanda atau gejala yang menunjukkan adanya
keterlambatan tumbuh kembang.
3. Pada pengukuran awal tingkat kecemasan yang dilakukan oleh penulis dan
perawat ruangan menggunakan instrumen HARS didapatkan hasil bahwa
pada An. S memiliki total skor penilaian 17 (kecemasan sedang) dan An. A
memiliki total skor penilaian 20 (kecemasan sedang).
4. Mendongeng dilakukan dalam satu hari 2 kali selama 3 hari, durasi
mendongeng 20-25 menit. Cerita dongeng diantaranya yaitu dongeng fabel
(cerita tentang hewan yang berperan seperti manusia), sage (cerita tentang
kesaktian, atau kepahlawanan). Media yang digunakan yaitu boneka wayang
yang dibentuk dari kertas.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan diatas penulis dapat
memberikan saran terkait hasil dari studi kasus mengenai asuhan keperawatan
kecemasan dengan intervensi terapi aktivitas bermain mendongeng sebagai
berikut:
1. Bagi Instansi Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perawatan
tentang intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan anak dirumah sakit dengan melakukan terapi aktivitas bermain
mendongeng selain itu dapat diharapkan pelayanan keperawatan dapat
menggunakan instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) untuk
melakukan pengkajian tingkat kecemasan pada anak.
2. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat mengoptimalkan intervensi ini dengan
menambahkan jumlah subjek untuk mencapai hasil yang maksimal. Serta
hasil studi kasus ini dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang
macam- macam intervensi keperawatan yang dapat diaplikasikan untuk
menurunkan tingkat kecemasan serta mengetahui tentang sejauh mana
hubungan terapi bermain mendongeng dapat menurunkan tingkat kecemasan
anak usia prasekolah.
3. Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan pengkajian tingkat kecemasan dapat dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan keperawatan anak serta asuhan keperawatan anak usia
prasekolah dalam konsep bermain dapat dijadikan acuan untuk
pengembangan studi kasus di masa yang akan datang.
Andriana, D. (2011). Tumbuh kembang & terapi bermain pada anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Handayani, R., & Puspitasari. (2009). Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat
kooperatif selama menjalani perawatan pada anak usia prasekolah (3–5 tahun)
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika
1(1), 4-7. Diunduh dari https://www.scribd.com/document/358496040.
Kanchan, L., Chandra, S. M., & Aarti, S. (2015). A randomized clinical trial to
evaluate the effectiveness of storytelling by researcher on the hospitalization
anxiety of children admitted in pediatric ward of selected hospitals of district
patiala, Punjab. International Journal of Science and Research (IJSR), 4(10),
706–709. Diunduh dari https://www.researchgate.net/publication/301350588.
Kiyat, A., & Ani, F, Dias, K. (2014). Terapi bermain mendongeng dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Jurnal
Keperawatan Anak, 3(1) 1-4. Diunduh dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/1977.
Purwandari, H., Mulyono W. A., & Sucipto U. (2010). Terapi bermain untuk
menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami
hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia, 1(2) 52-59.
Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.
Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak sakit wajib bermain di rumah sakit :
Penerapan terapi bermain anak sakit; Proses manfaat dan pelaksanaannya.
Jakarta: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).
Sue, D.C. (2010). Fundamentals of nursing: Standards & practice. (2nd Ed.). New
York: Delmar.
Susilaningrum, R., Nursalam., & Utami, S. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan
anak : Untuk perawat dan bidan. Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP. PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Wong., D. L: alih bahasa Sutarna, A., dkk. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik
wong. Ed.2. Jakarta: EGC.
Lampiran 1
4. Keuntungan yang anak dan orangtua peroleh dari studi kasus ini yaitu
kecemasan anak akan berkurang dan anak merasa senang.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan anak
tetap dirahasiakan dengan menggunakan kode atau inisial nama dalam studi
kasus.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan studi kasus ini,
silahkan menghubungi penulis pada nomor Hp: 089527130914
Mahasiswa
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat
penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai studi kasus yang akan dilakukan
oleh mahasiswa Akademi Keperawatan Fatmawati, program studi Keperawatan,
yang bernama Nesri Aulina Permadi dengan judul “Asuhan Keperawatan
Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah dengan Intervensi Te rapi Aktivitas
Bermain Mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Te ratai RSUP Fatmawati”.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada studi kasus ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama studi kasus ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.
…………………………… ……………………………
Mahasiswa
OLEH:
NESRI AULINA PERMADI
NIM: 15056
Petunjuk Pengisian :
1. Perawat dan penulis membaca format skala kecemasan menggunakan
instrumen HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
2. Perawat dan penulis mengobservasi sikap anak selama di rumah sakit
sebelum dan sesudah dilakukannnya terapi bermain mendongeng
3. Berikan tanda (V) pada katagori yang dianggap sesua i dengan sikap
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Ruangan :
1. Perasaan Ansietas
a. Cemas
b. Firasat Buruk
c. Takut Akan Pikiran Sendiri
d. Mudah Tersinggung
2. Ketegangan
a. Merasa Tegang
b. Lesu
c. Tak Bisa Istirahat Tenang
d. Mudah Terkejut
e. Mudah Menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3. Ketakutan
a. Pada Gelap
b. Pada Orang Asing
c. Ditinggal Sendiri
d. Pada Binatang Besar
e. Pada Keramaian Lalu Lintas
f. Pada Kerumunan Orang Banyak
4. Gangguan Tidur
a. Sukar Masuk Tidur
b. Terbangun Malam Hari
c. Tidak Nyenyak
d. Bangun dengan Lesu
e. Banyak Mimpi-Mimpi
f. Mimpi Buruk
g. Mimpi Menakutkan
5. Gangguan Kecerdasan
a. Sukar Konsentrasi
b. Daya Ingat Buruk
6. Perasaan Depresi
a. Hilangnya Minat
b. Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
c. Sedih
d. Bangun Dini Hari
e. Perasaan Berubah-ubah Sepanjang Hari
7. Gejala Somatik (Otot)
a. Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
b. Kaku
c. Kedutan Otot
d. Gigi Gemerutuk
e. Suara Tidak Stabil
8. Gejala Somatik (Sensorik)
a. Tinitus
b. Penglihatan Kabur
c. Muka Merah atau Pucat
d. Merasa Lemah
e. Perasaan ditusuk-Tusuk
9. Gejala Kardiovaskuler
a. Takhikardia
b. Berdebar
c. Nyeri di Dada
d. Denyut Nadi Mengeras
e. Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
f. Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap)
10. Gejala Respiratori
a. Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
b. Perasaan Tercekik
c. Sering Menarik Napas
d. Napas Pendek/Sesak
11. Gejala Gastrointestinal
a. Sulit Menelan
b. Perut Melilit
c. Gangguan Pencernaan
d. Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
e. Perasaan Terbakar di Perut
f. Rasa Penuh atau Kembung
g. Mual
h. Muntah
i. Buang Air Besar Lembek
j. Kehilangan Berat Badan
k. Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12. Gejala Urogenital
a. Sering Buang Air Kecil
b. Tidak Dapat Menahan Air Seni
c. Amenorrhoe
d. Menorrhagia
e. Menjadi Dingin (Frigid)
f. Ejakulasi Praecocks
g. Ereksi Hilang
h. Impotensi
13. Gejala Otonom
a. Mulut Kering
b. Muka Merah
c. Mudah Berkeringat
d. Pusing, Sakit Kepala
e. Bulu-Bulu Berdiri
14. Tingkah Laku Pada Wawancara
a. Gelisah
b. Tidak Tenang
c. Jari Gemetar
d. Kerut Kening
e. Muka Tegang
f. Tonus Otot Meningkat
g. Napas Pendek dan Cepat
h. Muka Merah
Skor :
A. Latar Belakang
Hospitalisasi sering diartikan oleh anak sebagai sebuah hukuma n, kemudian
muncul perasaan malu, takut, merasa terancam, sepi, gelisah dan cemas. Hal ini
menjadikan anak bersikap agresif, marah, berontak, sering bertanya, tidak mau
makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol dan terbatasnya aktifitas yang
membuat perawatan di rumah sakit terhambat. Hospitalisasi menyebabkan anak
mengalami perpisahan dengan keluarga, harus beradaptasi dengan lingkungan
baru, nyeri di tubuh karena perlukaan dan otonomi berkurang (Aini, 2016).
Cemas dan stres merupakan contoh akibat hospitalisasi. Kecemasan yang dialami
oleh anak dapat mempengaruhi proses penyembuhan pada anak yang mengalami
hospitalisasi, melihat dari tingginya jumlah anak yang mengalami hospitalisasi
dan mengalami kecemasan pada saat dihospitalisasi peran perawat dan orang tua
sangat dibutuhkan untuk membantu menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2008).
Di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 33,2% dari 1.425 anak mengalami
dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi sedang dan 25,2%
mengalami hospitalisasi ringan. Di daerah Jakarta khususnya Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati di Instalasi Teratai Lantai III utara sejak bulan April
2018 sampai dengan Juni 2018 anak usia prasekolah yang mengalami dampak
hospitalisasi sebanyak 14,74% dari 495 pasien. Berdasarkan observasi penulis
pada bulan Oktober tahun 2017, upaya penanganan kecemasan oleh perawat di
Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati diantaranya adalah melakukan
teknik distraksi, seperti mengalihkan perhatian anak saat dilakukan tindakan
dengan diajak berbincang dan melibatkan orang tua, membuat lingkungan
perawatan yang terapeutik dan nyaman untuk anak, terdapat terapi musik di
dalam ruang tindakan.
Selain upaya tersebut, intervensi keperawatan yang dapat menurunkan tingkat
kecemasan adalah terapi aktivitas bermain mendongeng. Melalui bercerita (story
telling) anak dapat berperilaku kooperatif. Bercerita adalah tehnik yang efektif
dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan cemas, karena dengan bercerita
dapat menyampaikan pesan tertentu pada anak. Kegiatan mendongeng dapat
dilakukan dengan menggunakan alat bantu replika peralatan rumah sakit atau
boneka tangan. Boneka tangan biasanya efektif untuk berkomunikasi dengan
anak-anak, dan membantu mereka (Hocken berry & Wilson, 2013). Pada us ia
prasekolah, mulai tumbuh rasa untuk bersosialisasi, keingintahuan, imajinasi yang
tinggi, menguasai diri dan keinginan yang tinggi. Terapi aktivitas bermain
mendongeng dapat diaplikasikan pada rentang usia prasekolah, karena dengan
terapi mendongeng dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak (Sue,
2010).
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti program bermain,diharapkan:
a. Anak dapat mengontrol kecemasan
b. Anak merasa senang
c. Melatih daya imajinasi anak
d. Meningkatkan kreativitas anak
e.
BAB II
TINJAUAN TEORI
4. Perkembangan kognitif
Pada usia prasekolah sudah mulai menunjukan perkembangan dan
anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan tampak
sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarka n
apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar
dengan lingkungan dan orang tuanya. Perkembangan kognitif pada
anak usia prasekolah yaitu anak memiliki seorang teman khayalan
atau imajiner. Teman ini berperan sebagai cara kreatif bagi anak
prasekolah untuk mencontohkan aktivitas dan perilaku yang berbeda
dan mempraktikan keterampilan percakapan. Selain imajinasi ini,
anak prasekolah mampu dengan mudah berpindah antara fantasi dan
realita selama seharian.
5. Perkembangan motorik kasar
Pada usia prasekolah mampu melakukan berbagai kegiatan motorik
kasar seperti diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu
kaki selama 115 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan
tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan
berjalan dengan bantuan. (Wong, 2009). Anak prasekolah tangkas
ketika berdiri, berjalan, berlari, dan melompat. Ia dapat naik dan turun
tangga serta berjalan ke depan dan ke belakang dengan mudah berdiri
pada ujung jari atau pada satu kaki tetap memerlukan konsentrasi.
Anak prasekolah tampak berada dalam gerakan konstan. Ia juga
menggunakan tubuh untuk memehami konsep yang baru, seperti
menggunakan lengan dalam gerakan “menenggak” ketika
mendeskripsikan cara roda kereta bekerja, dapat berdiri pada satu kaki
selama 10 detik atau lebih, mengayun, dan memanjat dengan baik,
dapat melompat, jungkir balik, dapat belajar untuk menggunakan
sepatu luncur (skate) dan berenang (Papalia & Feldman, 2011).
6. Perkembangan motorik halus
Anak pada usia 5 tahun, anak dapat menulis angka, memotong dengan
gunting secara lebih akurat, serta mengikat tali sepatu, melipat kertas,
mengurutkan benda, berhitung, mewarnai namun belum sempurna,
mencetak beberapa huruf, menggambar seseorang dengan tubuh dan
minimal enam bagian tubuh, berpakaian atau melepas pakaian tanpa
bantuan, menggunakan sendok dan garpu, menyalin pola segitiga dan
geometrik lain.
7. Perkembangan bahasa dan sosial
Pada usia prasekolah, diawali mampu menyebutkan hingga empat
gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutka n kegunaan
benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata
depan, mengerti beberapa kata sifat dan sebagiannya, menggunakan
bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan
berbagai bunyi kata, memahami arti lapangan, berespo n terhadap
panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat, dapat menghitung
1 sampai 10, kosakata terdiri dari 2100 kata, menyebutkan nama dan
alamat. Pada usia prasekolah, mereka sudah dapat bermain permainan
sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap
perpisahan, mengenali anggota keluarga.
8. Perkembangan psikoseksual
Menurut tahap perkembangan Freud, pada masa prasekolah anak
berada pada tahap falik. Tahap ini dimana genitalia menjadi area
tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis
kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut.
B. Pengertian Bermain
Bermain merupakan seluruh aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
mengembangkan kreatifitas, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berprilaku dewasa (Alimul, 2009).
C. Tujuan Bermain
Pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan, yaitu:
1. Perkembangan sensoris motoris
Aktivitas sensoris motoris merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Mengekspresikan perasaan, keinginan, fantasi dan ide- idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan di
rawat di rumah sakit.
D. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan isi permainan
a. Social affective play
Hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan
orang lain, misalnya: “cilukba”, berbicara sambil tersenyum atau
tertawa.
b. Sense of pleasure play
Menggunakan alat yang dapat menyenangkan dan mengasyikkan
anak, misalnya: bermain pasir, membuat gunung- gunungan atau
benda-benda apa saja yang dapat dibentuk dari pasir.
c. Skill play
Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya
motorik kasar dan halus, misalnya: bayi terampil memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat lain dan anak terampil main sepeda.
d. Game atau permainan
Permainan yang menggunakan alat tertentu, perhitungan dan skor
serta dapat dilakukan sendiri atau bersama temannya, misalnya:
ular tangga, congklak dan puzzle.
e. Unoccupied behavior
Adalah dimana situasi dan objek yang ada disekeliling anak
digunakan sebagai alat permainan, ditandai dengan anak sering
terlihat mondar- mandir, tersenyum, ketawa, berjinjit-jinjit,
bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya.
f. Dramatic play
Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain,
anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,
misalnya: ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya.
Pada bab ini penulis menguraikan tentang rencana kegiatan terapi aktivitas bermain
mendongeng di Lantai III Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati. Rencana kegiatan
ini memaparkan pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng sebagai berikut:
A. Sasaran
Sasaran terapi aktivitas bermain mendongen adalah anak dengan rentang
usia prasekolah yaitu An. A usia 4 tahun dan A. S 5 tahun.
B. Waktu Pelaksanaan
Terapi aktivitas bermain mendongeng dilaksanakan selama tiga hari sejak
tanggal 27 Juni 2018 sampai dengan 30 Juni 2018, frekuensi mendongeng dalam
sehari dua kali dengan durasi 25 menit.
C. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan terapi aktivitas bermain mendongeng di Lantai III
Utara Instalasi Teratai RSUP Fatmawati.
E. Kegiatan TAB
No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Anak Waktu
1. Pembukaan
a. Membuka dengan salam a. Anak tersenyum dan orang 1 menit
tua menjawab salam
b. Anak dan orang tua
b. Memperkenalkan diri mengenal mahasiswa yang 1 menit
akan membimbing bermain
c. Membimbing anak untuk c. Anak berani 3 menit
memperkenalkan diri memperkenalkan diri
dihadapan mahasiswa
No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Anak Waktu
Kegiatan inti
2. a. Mengkontrak ulang waktu, a. Anak memperhatikan 1 menit
tempat dan jenis permainan
Penutup 3 menit
a. Mengevaluasi jalannya a. Anak dapat mengungkapkan
permainan dengan meminta perasaan senang dan tertarik
anak memberikan pesan dengan cerita
kesan.
b. Anak dan orangtua
b. Kontrak waktu, tempat, dan menentukan waktu dan jenis 3 menit
jenis cerita mendongeng cerita untuk dongeng
selanjutnya. selanjutnya.
c. Anak dan orangtua menjawab
1 menit
c. Memberikan salam penutup. salam
Jumlah 25
menit
F. Teknik Evaluasi
Evaluasi kegiatan terapi aktivitas bermain mendo ngeng selama tiga hari,
penulis melakukan evaluasi secara menyeluruh di hari keempat dengan
cara mengukur tingkat kecemasan anak usia prasekolah dengan menggunakan
skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yaitu :
No. Pertanyaan 0 1 2 3 4
15. Perasaan Ansietas
e. Cemas
f. Firasat Buruk
g. Takut Akan Pikiran Sendiri
h. Mudah Tersinggung
16. Ketegangan
h. Merasa Tegang
i. Lesu
j. Tak Bisa Istirahat Tenang
k. Mudah Terkejut
l. Mudah Menangis
m. Gemetar
n. Gelisah
17. Ketakutan
g. Pada Gelap
h. Pada Orang Asing
i. Ditinggal Sendiri
j. Pada Binatang Besar
k. Pada Keramaian Lalu Lintas
l. Pada Kerumunan Orang Banyak
18. Gangguan Tidur
h. Sukar Masuk Tidur
i. Terbangun Malam Hari
j. Tidak Nyenyak
k. Bangun dengan Lesu
l. Banyak Mimpi-Mimpi
m. Mimpi Buruk
n. Mimpi Menakutkan
19. Gangguan Kecerdasan
c. Sukar Konsentrasi
d. Daya Ingat Buruk
20. Perasaan Depresi
f. Hilangnya Minat
g. Berkurangnya Kesenangan pada Hobi
h. Sedih
i. Bangun Dini Hari
j. Perasaan Berubah-ubah Sepanjang Hari
21. Gejala Somatik (Otot)
f. Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
g. Kaku
h. Kedutan Otot
i. Gigi Gemerutuk
j. Suara Tidak Stabil
22. Gejala Somatik (Sensorik)
f. Tinitus
g. Penglihatan Kabur
h. Muka Merah atau Pucat
i. Merasa Lemah
j. Perasaan ditusuk-tusuk
23. Gejala Kardiovaskuler
g. Takhikardia
h. Berdebar
No. Pertanyaan 0 1 2 3 4
i. Nyeri di Dada
j. Denyut Nadi Mengeras
k. Perasaan Lesu/Lemas Seperti Ingin Pingsan
l. Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap)
24. Gejala Gastrointestinal
l. Sulit Menelan
m. Perut Melilit
n. Gangguan Pencernaan
o. Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
p. Perasaan Terbakar di Perut
q. Rasa Penuh atau Kembung
r. Mual
s. Muntah
t. Buang Air Besar Lembek
u. Kehilangan Berat Badan
v. Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
25. Gejala Urogenital
i. Sering Buang Air Kecil
j. Tidak Dapat Menahan Air Seni
k. Amenorrhoe
l. Menorrhagia
m. Menjadi Dingin (Frigid)
n. Ejakulasi Praecocks
o. Ereksi Hilang
p. Impotensi
26. Gejala Otonom
f. Mulut Kering
g. Muka Merah
h. Mudah Berkeringat
i. Pusing, Sakit Kepala
j. Bulu-Bulu Berdiri
27. Tingkah Laku Pada Wawancara
i. Gelisah
j. Tidak Tenang
k. Jari Gemetar
l. Kerut Kening
m. Muka Tegang
n. Tonus Otot Meningkat
o. Napas Pendek dan Cepat
p. Muka Merah
Skor :
Kiyat, A., & Ani, F, Dias, K. (2014). Terapi bermain mendongeng dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah akibat
hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Anak, 3(1) 1-4. Diunduh dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/1977.
Wong., D. L: alih bahasa Sutarna, A., dkk. (2008). Buku ajar keperawatan
pediatrik wong. Ed.2. Jakarta: EGC.