Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK DENGAN FEBRIS DI BANGSAL


ANGGREK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
YOGYAKARTA

Di Susun Oleh :
RIYO DESTIANA
3215012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS DI BANGSAL ANGGREK
RS PENOMBAHAN SENOPATI BANTUL
Disusun Oleh:
RIYO DESTIANA
3215012

Disahkan pada:
Hari / Tanggal :
Oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

Mahasiswa

(...........................................)
A. DEFINISI
Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara
abnormal. Febris atau demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas
37,2ºC (Ngastiyah, 2010). Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal
biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit
bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton, 2008).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38ºC
atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8ºC.
Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40ºC disebut demam tinggi
(hiperpireksia) (Julia, 2009).
1. Tipe demam antara lain :
a) Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b) Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
c) Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
d) Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e) Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula (Julia, 2009).
Jenis Demam dan Ciri-cirinya
Jenis Demam Ciri-ciri
Demam septik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
hingga diatas normal, sering disertai menggigil
dan berkeringat
Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tapi tidak
pernah mencapai normal. Perbedaan suhu
mungkin mencapai 2 derajat namun perbedaannya
tidak sebesar demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam terjadi
dua hari sekali disebut tertiana dan apabila terjadi
2 hari bebas demam diantara 2 serangan demam
disebut kuartana.
Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia

B. ETIOLOGI
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2009). Menurut Guyton (2008) demam
dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak
atau dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan
pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:
ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan
fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium
serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu
diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.

C. PATOFISIOLOGI
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak
terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada
infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan
tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam,
ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen
eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan
reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Zat pirogen ini dapat
berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida,
yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi jaringan
tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap
pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis
oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula
besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam
cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit.
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang
terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ).
Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar
keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan
pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada
anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel
makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan
meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh (Betz, 2011).
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat
pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang
sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point. Pada
demam hypothalamic thermal set point meningkat dan mekanisme pengaturan
suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit
yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik
yang tidak berdasarkan suatu infeksi Pirogen eksogen ini juga dapat karena
obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone.
PATHWAY

Toksemia Efek samping obat Gangguan pusat regulasi


(Bakteri, virus) (perdarahan otak, koma)

Invasi ke dalam tubuh Infeksi

Fagosit leukosit kebutuhan energy dan metabolisme


O2 di otak ↑ di otak ↑
Malabsorbsi saluran cerna
Difusi ion kalium perubahan keseimbangan
Hipothalamus dan natrium membran neuron

suhu tubuh ↑ (demam) pelepasan muatan mata cowong, permukaan


liatrik kulit kering, turgor kulit menurun

Hipertermi Kejang Neuro transmitter eksilator

Deficit volume
Resiko obstruksi
cairan
jalan nafas
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung
pada fase demam meliputi:
Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala:
 Peningkatan denyut jantung
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
 Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
 Peningkatan suhu tubuh
 Pengeluaran keringat berlebih
 Rambut pada kulit berdiri
 Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala:
 Proses mengigil lenyap
 Kulit terasa hangat / panas
 Merasa tidak panas / dingin
 Peningkatan nadi
 Peningkatan rasa haus
 Dehidrasi
 Kelemahan
 Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
 Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala:
 Kulit tampak merah dan hangat
 Berkeringat
 Mengigil ringan
 Kemungkinan mengalami dehidrasi
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somnolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari
37,5⁰C - 40⁰C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik
minor yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman
pernapasan, menggigil atau merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan
sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala vertigo), keletihan,
kelemahan, dan berkeringat (Julia, 2009).

E. KOMPLIKASI
1) Takikardi
2) Insufisiensi jantung
3) Insufisiensi pulmonal
4) Kejang demam (Betz, 2011).

F. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :
demam, iritabel, menggigil, kejang)
b) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat
masuk rumah sakit) : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala
lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makan
menurun, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil,
gelisah
c) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang dengan
atau tanpa demam
d) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung pernah
kejang
e) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang
f) Riwayat imunisasi
2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
b) Pemeriksaan persistem:
1) Sistem persepsi sensori:
 Penglihatan: air mata ada / tidak, cekung / normal
 Pengecapan: rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
2) Sistem persyarafan: kesadaran, menggigil, kejang, pusing
3) Sistem pernafasan: dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
4) Sistem kardiovaskuler: takikardi, nadi lemah dan cepat / tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis
perifer
5) Sistem gastrointestinal:
 Mulut : membran mukosa lembab / kering
 Perut : kembung / meteorismus, distensi
 Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
6) Sistem integumen : kulit kering / lembab
7) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria
3. Data penunjang
 Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning,
masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan
tubuh atau lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap
melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi (Guyton, 2008).
 Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah rutin, kultur urin, dan
kultur darah.

G. TEORI TUMBUH KEMBANG


Kembang atau perkembangan adalah proses pematangan/ maturasi
fungsi organ tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental
intelegensia serta perlakuan anak. Pertumbuhan dan perkembangan manusia
adalah tertib dan teratur, proses yang dapat diprediksi dari embrio dan
berlanjut sampai meninggal.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi
1. Umur 0-1 bulan
 Lingkar kepala meningkat 1,25 cm
 Membedakan rasa manis, asam dan bau
 Berespon terhadap perubahan cahaya
 Terdiam jika mendengar bunyi suara
 Perilaku involunter refleksi primer orientasi austistik
 Membuat suara merengek ketika sedang kesal
 Tersenyum sebagai respon pembicaraan orang dewasa
 Bayi tersenyum tanpa membeda-bedakan
2. Umur 2-3 bulan
 Fisik : Fontanela anterior sudah menutup
 Motorik: Mengangkat kepala, dada dengan ditahan, memasukkan
tangan jari dan tangan, ke mulut, meraih benda yang menarik, dapat
duduk dengan bokong di sokong, mulai bermain dengan jari dan
tangan.
 Sensorik: Mengikuti sinar, koordinasi vertikal horisontal,
mendengarkan suara.
 Sosialisasi : Tertawa pada seseorang, kalau tertawa keras, menangis
kurang.

3. Umur 4-5 bulan


 Fisik : berat badan 2x barat badan lahir, ngeces karena belum ada
koordinasi aliva
 Motorik : Bila didudukkan kepala dan punggung sudah kuat, bisa
ditengkurapkan dan bisa miring dengan kepala tegak lurus, reflek
meraih benda dengan tangan.
 Sensorik : Sudah mengenal orang, akomodasi mata positif.
 Sosial : Senang berinteraksi dengan orang lain, bisa mengeluarkan suara
tidak senang bila mainan/ benda diambil orang lain.
4. Umur 6-7 bulan
 Fisik : baret badan naik 90-150 gr/mgg, tinggi badan naik 1,25
cm/minggu, lingkar kepala bertambah 0,5 cm/ bulan, gigi mulai
tumbuh.
 Motorik : Membalikkan badan, memindahkan benda dari satu
tangan ke tangan yang lain, mengambil mainan dengan tangan, senang
memasukkan benda ke mulut, sudah mulai bisa memasukkan makanan
ke mulut.
 Sensorik : Dapat menolak makanan yang tidak enak.
 Sosialisasi : Membedakan orang yang dikenal dan tidak dikenal, dapat
mengatakan ma-ma, cepat menangis, cepat tertawa.
5. Umur 8-9 bulan
 Fisik : Dapat duduk sendiri, koordinasi tangan dan mulut lebih baik,
tengkurap sendiri, mengambil dengan jari.
 Motorik : Duduk sendiri, tengkurap, mulai merangkak.
 Sensorik : Tertarik pada benda yang kecil.
 Sosialisasi : Stronger anxiety, menangis mendorong, memeluk orang
yang dicintai, dimarahi menangis, mengulang beberapa huruf: Ma-ma,
pa-pa, maem.
 Umur 10-12 bulan
 Fisik : berat badan 3x berat badan lahir, tinggi badan bertambah ½ x
PBL, gigi atas dan bawah sudah tumbuh.
 Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tapi tidak lama, belajar jalan
dengan bantuan, berdiri dan duduk sendiri, belajar menggunakan
sendok, main ci-lu-ba, senang mencoret kertas.
 Sensorik : Ketajamana visual 20/50, dapat membedakan bentuk.
 Sosialisasi : Cemburu marah, senang lingkungan yang dikenal, takut
situasi asing, dapat mengucapkan da-da, ma-ma lebih jelas mengerti
perintah sederhana, tahu nama sendiri.
6. Umur 12-18 bulan
 Motorik kasar : Jalan sendiri
 Motorik halus : Pegang cangkir, memasukkan jari ke lubang,
membuka kotak, melempar benda.
7. Umur 18-24 bulan
 Motorik kasar : Lari jatuh, menarik mainan, naik tangga dengan
bantuan.
 Motorik halus : Makan dengan sendok, membuka halaman buku,
menyusun balok-balik.
8. Umur 24-34 bulan
 Motorik kasar : Berlari sudah baik, naik tangga sendiri dengan
kedua kaki tiap tahap.
 Motorik halus : Membuka pintu, membuka kunci, menggunting,
minum dengan gelas, menggunakan sendok dengan baik.
9. Umur 34-35 bulan
 Motorik kasar : Naik turun tanpa bantuan, memakai baju dengan
bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
 Motorik halus : Menggambarkan lingkaran, mencuci tangan
sendiri, menggosok gigi.

10. Umur 3-4 tahun


 Motorik kasar: Dapat berjalan jinjit, meloncat dengan satu kaki,
melompat, menangkap dan melempar bola, berjalan mundur sambil
jinjit.
 Motorik halus: Menggunakan gunting dengan lancar, menggambarkan
kotak, menggambar garis, membuka dan mengenakan kancing.
11.Umur 4-5 tahun
 Motorik kasar: Menangkap dan melempar bola dengana baik,
melompat dengan kaki secara bergantian.
 Motorik halus: Menulis angka, menulis huruf, kata-kata, nama sendiri,
dan mengikat tali sepatu.
12. Usia sekolah, umur 6-12 bulan
 Motorik
 Lebih menggunakan otot kasar dari pada otot halus, loncat tali
 Memukul lebih baik daripada menulis atau menggambar
 Pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkembang
 Anak pria lebih aktif daripada anak wanita
 Sosial emosi
 Mencari lingkungan yang lebih luas, misalnya energi dan rumah
untuk bermain dengan teman.
 Saat usia ini, sekolah sangat berperan dalam membentuk
kepribadian anak.
 Di sekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain selain
keluarga peranan guru sangat besar.
 Fisik
 Berat badan naik 24 kg/tahun
 Tinggi badan naik 6-7 cm/tahun
13. Adolesence (Remaja usur 13 – 18 tahun)
 Sosial ekonomi
 Kemampuan sosial sangat tinggi
 Relasi dengan lawan jenis lebih banyak
 Mementingkan penampilan fisik agar diterima oleh lingkungan
sosial
 Fisik
 Growth spuit : BB 25%, BB 50%
 Sistem tubuh berkembang pesat terutama sistem endokrin
 Bagian tertentu memanjang terutama tangan dan kaki

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Farmakologi
a) Pemberian Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur
suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi (Julia, 2008).
Petunjuk pemberian antipiretik:
1) Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok teh sirup parasetamol
2) Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendok

teh sirup parasetamol


3) Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok

teh sirup parasetamol.


Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan
dengan air atau teh manis. Obat penurun panas diberikan 3 kali sehari.
Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis kelainan
metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang
demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari
golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan
kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivat para aminofenol
yang bekerja menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis
dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara 10-15
mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik.
Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan
kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.
Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan
pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan
anti inflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung
dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik.
Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila
dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10
mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam. Metamizole (antalgin) bekerja
menekan pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik,
analgetik dan anti inflamasi. Efek samping pemberiannya berupa
agranulositosis, anemia aplastik dan perdarahan saluran cerna. Dosis
terapeutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak dianjurkan untuk
anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral, intramuskular
atau intravena. Asam mefenamat suatu obat golongan fenamat. Khasiat
analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek
sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis
pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara
per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.
b) Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena
secara perlahan dengan panduan dosis untuk BB < 10 kg dosisnya 0,5 -
0,75 mg/kgBB, diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB. Dosis rata-rata yang
diberikan 0,3 mg/kgBB/kali pemberian dengan maksimal dosis
pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg
pada anak yang berumur > 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50
mg per suntikan. Jika pemberian pertama masih timbul kejang 15
menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena
dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka tunggu 15 menit
lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang
sama secara intramuskuler.
c) Apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial diberikan obat untuk
mengurangi edema otak seperti dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih
tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan menaikkan tempat tidur
bagian kepala kurang lebih 15.
d) Setelah pasien terbebas dari kejang paska pemberian diazepam, maka
perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis 30 mg pada neonatus,
50 mg pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1
tahun ke atas dengan teknik pemberian intra muskular, dengan
pemberian fenobarbital dosis pertama 8-10 mg/kgBB/hari (terbagi
dalam 2 kali pemberian), hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari yang
terbagi dalam 2 kali pemberian.
e) Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
f) Pemberian Cairan perenteral
Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan
memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian
cairan intravena diperlukan pemantauan intake dan output cairan
selama 24 jam karena pada penderita yang beresiko terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran.

2. Tindakan Medis
a) Mengawasi kondisi klien dengan: Pengukuran suhu secara berkala

setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut,
atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke
atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai
kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi
intelektual tertentu.
b) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen
ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya,
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan
tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu
tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah
menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat
menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
h) Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-

suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di
luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu
diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh
lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga
akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah
pengeluaran panas dari tubuh.

3. Pemeriksaan diagnostik
a) Uji coba darah
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau
hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya
memanjang, dapat ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat(SGPT), ureum, dan pH
darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
b) Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus
rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c) Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga
dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
d) Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :
demam, iritabel, menggigil, kejang)
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien
saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang
dengan atau tanpa demam
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung pernah
kejang
5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang
6) Riwayat imunisasi
b. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
b) Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi sensori :
 Penglihatan: air mata ada atau tidak, cekung atau normal
 Pengecapan: rasa haus meningkat atau tidak, lidah lembab atau
kering
2) Sistem syaraf: kesadaran menurun, menggigil, kejang, pusing
3) Sistem pernafasan: dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
4) Sistem kardiovaskuler: takikardi, nadi lemah dan cepat atau tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat atau dingin, sianosis
perifer
5) Sistem gastrointestinal :
 Mulut : membran mukosa lembab atau kering
 Perut : kembung / meteorismus, distensi
 Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
6) Sistem integumen : kulit kering atau lembab
7) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria atau anuria
c. Pemeriksaan penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning,
masih dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah, pembiakan kuman
dari cairan tubuh atau lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam
tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi (Guyton, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi
b. Resiko atau Defisit volume cairan
c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan keinginan untuk makan (anoreksia).


d. Ansietas

J. RENCANA KEPERAWATAN

Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Hipertermia NOC : NIC :
 Thermoregulation  Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering
rentang normal tindakan keperawatan mungkin
selama…x24jam klien 2. Monitor IWL
Batasan Karakteristik: menunjukkan 3. Monitor warna dan suhu kulit
 kenaikan suhu tubuh diatas temperatur dalam batas 4. Monitor tekanan darah, nadi
rentang normal normal dan RR
 serangan atau konvulsi (kejang) Kriteria Hasil : 5. Monitor penurunan tingkat
 kulit kemerahan 1. Suhu tubuh dalam kesadaran
 pertambahan RR rentang normal 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
 takikardi 2. Nadi dan RR dalam 7. Monitor intake dan output
 saat disentuh tangan terasa rentang normal 8. Berikan anti piretik
3. Tidak ada 9. Selimuti pasien
hangat
perubahan warna 10. Lakukan tapid sponge
kulit dan tidak ada 11. Berikan cairan intravena
Faktor faktor yang
pusing, merasa 12. Kompres pasien pada lipat
berhubungan
nyaman paha dan aksila
1. penyakit/ trauma
13. Tingkatkan sirkulasi udara
2. peningkatan metabolisme
3. aktivitas yang berlebih
4. pengaruh medikasi/anastesi  Temperature regulation
5. ketidakmampuan/penurunan 1. Monitor suhu minimal tiap 2
kemampuan untuk jam
berkeringat 2. Rencanakan monitoring suhu
6. terpapar dilingkungan panas secara kontinyu
7. dehidrasi 3. Monitor TD, nadi, dan RR
8. pakaian yang tidak tepat 4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu

 Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Resiko/Defisit Volume cairan NOC:  Fluid management


 Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika
Definisi : Penurunan cairan  Hydration diperlukan
intravaskuler, interstisial,  Nutritional Status : 2. Pertahankan catatan intake dan
dan/atau intrasellular. Ini Food and Fluid output yang akurat
mengarah ke dehidrasi, Intake 3. Monitor status hidrasi
kehilangan cairan dengan Setelah dilakukan (kelembaban membran
pengeluaran sodium tindakan keperawatan mukosa, nadi adekuat, tekanan
selama …x24jam darah ortostatik), jika
Batasan Karakteristik : volume cairan adekuat diperlukan
1. Kelemahan Kriteria Hasil : 4. Monitor vital sign
1. Mempertahankan 5. Monitor masukan
2. Haus
urine output sesuai makanan/cairan dan hitung
3. Penurunan turgor
dengan usia dan BB, intake kalori harian
kulit/lidah
6. Lakukan terapi IV
4. Membran mukosa/kulit BJ urine normal, HT
7. Monitor status nutrisi
kering normal 8. Berikan cairan
5. Peningkatan denyut nadi, 2. Tekanan darah, nadi, 9. Berikan cairan IV pada suhu
penurunan tekanan darah, suhu tubuh dalam ruangan
penurunan volume/tekanan batas normal 10. Dorong masukan oral
3. Tidak ada tanda 11. Berikan penggantian
nadi
tanda dehidrasi, nesogatrik sesuai output
6. Pengisian vena menurun
Elastisitas turgor 12. Dorong keluarga untuk
7. Perubahan status mental
kulit baik, membran membantu pasien makan
8. Konsentrasi urine
mukosa lembab, 13. Tawarkan snack (jus buah,
meningkat
tidak ada rasa haus buah segar)
9. Temperatur tubuh
yang berlebihan 14. Kolaborasi dokter jika tanda
meningkat
cairan berlebih muncul
10. Hematokrit meninggi
meburuk
11. Kehilangan berat badan 15. Atur kemungkinan tranfusi
seketika (kecuali pada third 16. Persiapan untuk tranfusi
spacing)

Faktor - faktor yang


berhubungan:
Kehilangan volume cairan
secara aktif.
Kegagalan mekanisme
pengaturan.

Resiko/Nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh  Nutritional Status :  Nutrition Management
food and Fluid 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
cukup untuk keperluan Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
metabolisme tubuh. 1. Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang
berat badan sesuai dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
1. Berat badan 20 % atau 2. Berat badan ideal meningkatkan intake Fe
lebih di bawah ideal sesuai dengan tinggi 4. Anjurkan pasien untuk
2. Dilaporkan adanya intake badan meningkatkan protein dan
makanan yang kurang dari 3. Mampu vitamin C
mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
RDA (Recomended Daily
kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
Allowance)
4. Tidak ada tanda mengandung tinggi serat untuk
3. Membran mukosa dan
tanda malnutrisi mencegah konstipasi
konjungtiva pucat 7. Berikan makanan yang terpilih
5. Tidak terjadi
4. Kelemahan otot yang ( sudah dikonsultasikan dengan
penurunan berat
digunakan untuk ahli gizi)
badan yang berarti
menelan/mengunyah 8. Ajarkan pasien bagaimana
5. Luka, inflamasi pada membuat catatan makanan
rongga mulut harian.
6. Mudah merasa kenyang, 9. Monitor jumlah nutrisi dan
sesaat setelah mengunyah kandungan kalori
makanan 10. Berikan informasi tentang
7. Dilaporkan atau fakta kebutuhan nutrisi
adanya kekurangan makanan 11. Kaji kemampuan pasien untuk
8. Dilaporkan adanya mendapatkan nutrisi yang
perubahan sensasi rasa dibutuhkan
9. Perasaan
ketidakmampuan untuk  Nutrition Monitoring
mengunyah makanan 1. BB pasien dalam batas normal
10. Miskonsepsi 2. Monitor adanya penurunan
11. Kehilangan BB dengan berat badan
makanan cukup 3. Monitor tipe dan jumlah
12. Keengganan untuk makan aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
13. Kram pada abdomen
orangtua selama makan
14. Tonus otot jelek
5. Monitor lingkungan selama
15. Nyeri abdominal dengan
makan
atau tanpa patologi 6. Jadwalkan pengobatan dan
16. Kurang berminat tindakan tidak selama jam
terhadap makanan makan
17. Pembuluh darah kapiler 7. Monitor kulit kering dan
mulai rapuh perubahan pigmentasi
18. Diare dan atau steatorrhea 8. Monitor turgor kulit
19. Kehilangan rambut yang 9. Monitor kekeringan, rambut
cukup banyak (rontok) kusam, dan mudah patah
20. Suara usus hiperaktif 10. Monitor mual dan muntah
21. Kurangnya informasi, 11. Monitor kadar albumin, total
misinformasi protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
Faktor-faktor yang
perkembangan
berhubungan:
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
Ketidakmampuan pemasukan
kekeringan jaringan
atau mencerna makanan atau
konjungtiva
mengabsorpsi zat-zat gizi 15. Monitor kalori dan intake
berhubungan dengan faktor nuntrisi
biologis, psikologis atau 16. Catat adanya edema,
ekonomi. hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Kaji dan identifikasi serta


hipertermi, efek proses penyakit tindakan keperawatan luruskan informasi yang dimiliki
selama 2x24jam klien/keluarga mengenai
ansietas klien/keluarga hipertermi
hilang dengan kriteria 2. Berikan informasi pada
hasil: klien/keluarga yang akurat
 Klien/keluarga dapat tentang penyebab hipertermi
mengidentifikasi 3. Validasi perasaan klien/keluarga
hal-hal yang dapat dan yakinkan klien/keluarga
meningkatkan dan bahwa kecemasan merupakan
menurunkan suhu respon yang normal
4. Diskusikan dengan
tubuh
klien/keluarga rencana tindakan
 Klien/keluarga mau
yang dilakukan berhubungan
berpartisipasi dalam
dengan hipertermi dan keadaan
setiap tidakan yang
penyakit
dilakukan
 Klien/keluarga
mengungkapkan
penurunan cemas
yang berhubungan
dengan hipertermi,
proses penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden. (2011). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Jual-Moyet. (2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi


10. Jakarta : EGC.

Ester M. (2010). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi NANDA 2009-


2011. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 9. Jakarta : EGC.

Julia. (2009). Metode Tepat Mengatasi Demam. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai