Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “C” DENGAN POST


OPERASI HERNIA INGUINALIS DEKSTRA
DI RUANG CANDI IJO RSUD PRAMBANAN
SLEMAN YOGYAKARTA

Laporan kasus ini diajukan guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan


Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Akademi Keperawatan Notokusumo
Yogyakarta

Disusun Oleh :
Yuli Supri
(nim)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018

0
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui
suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara
kongenital atau di dapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh
selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer, 2002).
Hernia merupakan prostusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskulo-aponeurosis dinding perut. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas
hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi
nama menurut letaknya, contohnya: diafragma, inguinal umbilical, femoral
(Sjamsuhidajat, 2011).
Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ
intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau
lemah dari cincin inguinalis (Erickson, 2009 dalam buku Muttaqin 2011).
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan (Sjamsuhidajat, 2017).
Hernia menurut penulis merupakan kondisi ketika terjadi penonjolan
pada bagian dari organ (isi peut) kedaerah yang tidak biasa melalui defek atau
melemahnya lapisan otot dinding perut.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Etiologi
Penyebab Hernia Inguinal lateral menurut Suratun dan Lusianah (2010)
yaitu :
a. Presipitasi
Faktor ini biasanya disebabkan karena adanya peningkatan tekanan
intraabdomen seperti :

1
1) Kegemukan
Dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ
melalui dinding organ yang lemah.
2) Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus
memberi tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat
menjadi pencetus terjadinya hernia.
3) Penyakit penyerta misalnya batuk yang kuat, bersin yang kuat,
mengedan akibat sembelit dan meniup dengan kuat.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada
abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga
yang lemah ke dalam kanalis inguinalis.
b. Predisposisi
Faktor ini biasanya disebabkan karena terdapat defek atau kelainan
berupa sebagian dinding rongga lemah.
1) Kelemahan otot dinding abdomen
Penyebab pasti hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding
akibat defek kongenital yang tidak diketahui. Hal ini dapat terjadi
sejak lahir (kongenital).
2) Trauma atau pembedahan sebelumnya
Seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan
mengalaminya lagi.
3) Usia
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria
maupun wanita. Pada Anak-anak penyakit ini disebabkan karena
kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring
dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah
berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga
usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan
tekanan dalam rongga perut.

2
4) Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena
hernia.

2. Patofisiologi
Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari
peritoneum, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang
berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti
ovarium, apendiks divertikel dan buli-buli. Unsur terakhir adalah struktur
yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum)
umbilikus atau organ-organ lain misalnya paru dan sebagainya (Haryono,
2012).
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah
faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada
waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut
melalui kananlis inguinalis, dan faktor yang kedua adalah patofisiologi
valsava manuver pada peningkatan tekanan intra abdomen yang akan
mendorong anulus inguinalis internus terdesak (Kasron, 2018).
Hernia inguinalis tidak langsung (hernia inguinalis lateralis),
dimana prostusi keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, akan
menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini
berlanjut, tonjolan akan sampai ke scrotum melalui jalur yang sama seperti
pada saat testis bermigrasi dari rongga perut ke scrotum pada saat
perkembangan janin. Jalur ini biasannya menutup sebelum kelahiran,
tetapi mungkin tetap menjadi sisi hernia di kemudian hari (Manoharan
(2005) dalam Mutaqqin (2011).
Secara patofisiologi pada hernia inguinalis lateralis, sebagian usus
keluar melalui duktus spermatikus sebelah lateral dari arteri epigastrika
inferior mengikuti kanalis inguinalis yang berjalan miring dari lateral atas

3
ke medial, masuk kedalam scrotum. Hernia inguinalis lateralis biasanya
merupakan hernia yang kongenital. Kongenital karena melalui suatu
tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital. Karena usus keluar
dari rongga perut masuk kedalam scrotum dan jelas tampak dari luar maka
hernia inguinalis disebut pula “hernia eksternal”. (Suratun, 2010).

4
3. Pathway

4. Manifestasi Klinik
Terdapat empat tanda gejala hernia inguinalis lateral menurut Suratun
(2010) yaitu sebagai berikut :
a. Tampak adanya benjolan dilipat paha atau perut bagian bawah dan
benjolan bersifat temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang
disebabkan oleh keluarnya suatu organ.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di tempat
tersebut disertai perasaan mual.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul
kalau terjadi inkerserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren (Kasron, 2018).
c. Nyeri yang diekspresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Nyeri
tidak hanya didapatkan di daerah ingunal tapi menyebar ke daerah
panggul, belakang kaki, dan daerah genital yang disebut Reffered Pain.
Nyeri biasanya meningkat dengan durasi dan insentisas dari
aktivitas/kerja yang berat. Nyeri akan mereda atau menghilang jika
istirahat. Nyeri akan bertambah hebat jika terjadi strangulasi karena
suplai darah ke daerah hernia terhenti sehingga kulit menjadi merah
panas.
d. Bila klien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah
besar.
Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2017) pada umumnya, keluhan
pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu
mengedan, batuk dan mengangkat bebab berat, dan menghilang waktu
istirahat baring. Pada bayi dan anak, adanya benjolan yang hilang timbul
di lipat paha biasanya di ketahui oleh orang tua.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suratun (2010) pemeriksaan diagnostik pada klien hernia yaitu :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat
menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), dan

1
ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin
memanjang, mempengaruhi homeostasis intraoperasi atau postoperasi.
a. Pemeriksaan Urine
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
b. Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas
perhatian untuk memberikan anastesi.
c. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam
usus/obstruksi usus.
d. USG

6. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat (2017) komplikasi hernia bergantung pada
keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat bertahan dalam
kantong hernia ireponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu
besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneum atau
merupakan hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa
benjolan. Isi hernia dapat pula tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia inkarserata (terperangkap) yang menimbulkan gejala obstruksi usus
yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada
hernia Richter.
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan hernia
menurut Haryono (2012) yaitu :
Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali (inkarserata), terjadi
penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang
masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus, timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang
menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis, terjadi
penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan
obtipasi (strangulata). Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan
akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit, melainkan ususnya

2
terputar. Dan bila isi perut terjepit dapat terjadi : shock, demam, acidosis
metabolic dan abses.

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik hernia inguinalis Menurut Haryono (2012) dan
Suratun (2010) antara lain :
a. Medis
1) Pembedahan
Tindakan bedah pada hernia disebut herniotomi yaitu dengan
memotong kantung hernia lalu mengikatnya dan herniorafi dengan
perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka
(laparoskopik). Pada elektif maka kanalis dibuka isi hernia
dimasukkan kantong diikat dan dilakukan bassini plasty untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah
darurat pada prinsipnya seperti bedah elektif cincin hernia
langsung dicari dan dipotong, usus dilihat apakah vital atau tidak,
bila vital dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan
reseksi usus dan anastomosis “end to end” (Haryono, 2012).
2) Terapi Konsertif
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan
sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis
sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak
dianjurkan (Haryono, 2012)..
b. Medikasi :
1) Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
2) Pemberian antiobiotik untuk menyembuhkan infeksi (Suratun,
2010).
c. Aktivitas dan diet
1) Aktivitas :
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah
pembedahan.
2) Diet :

3
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai
saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan
gizi seimbang. Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan untuk
mencegah sembelit dan mengejan selama buang air besar. Hindari
kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman beralkohol dan
setiap makanan atau bumbu yang memperburuk gejala (Suratun,
2010).

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan hernia menurut Muttaqin (2011) dan Suratun (2010):
1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi lokal, kerusakan jaringan
lunak pascabedah.
2. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik,
rencana pembedahan.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port dee entree luka
pascabedah.
4. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi, krisis situasional,
ancaman kematian.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat :
salah interpretasi informasi tentang penyakitnya.

D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan hernia menurut Muttaqin (2011) dan Suratun (2010): :
1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi lokal, kerusakan jaringan
lunak pascabedah.
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensional atau
yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association
for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau diprediksi (Herdman, 2015).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam Nyeri
berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil :

4
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi
- Skala nyeri 0-1 (0-4)
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
- Pasien tidak gelisah

Tabel 1.1
Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi lokal, kerusakan jaringan lunak pascabedah
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji respons nyeri dengan pendekatan 1. Pendekatan komprehensif untuk
PQRST menentukan rencana intervensi
2. Istirahatkan pasien pada saat nyeri 2. Istirahat secara fisiologis akan
muncul menurunkan kebutuhan oksigen yang
3. Atur posisi semi fowler diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
4. Dorong ambulasi dini metabolisme basal.
5. Beri oksigen nasal 3. Posisi ini mengurangi tegangan pada
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat insisi dan organ abdomen, yang
nyeri membantu mengurangi nyeri.
7. Manajemen lingkungan tenang , batasi 4. Ambulasi pascabedh sangat penting
pengunjung dan istirahatkan pasien dilakukan. Dengan ambulasi dini, maka
8. Lakukan manajemen sentuhan akan meningkatkan normalisasi fungsi
9. Tingkatkan pengetahuan tentang : organ (merangsang peristaltik dan
sebab-sebab nyeri, dan flatus) sehingga menurunkan
menghubungkan berapa lama nyeri ketidaknyamanan abdomen. Ambulasi
akan berlangsung dilakukan secara bertahap, mulai pasien
10. Kolaborasi dengan tim medis dibantu setengah duduk setelah 3 jam
pemberian analgetik. pasien sudah dirawat di ruang rawat
bedah. Apabila toleransi baik, maka
dianjurkan duduk sendiri dan mulai
turun dari tempat tidur pada beberapa
jam berikutnya. Ambulasi dini yang
efektif akan menghasilkan keberhasilan
bedah terutama pada program ODS
(One Day Surgery).
5. Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-
4), pemberian oksigen nasal 3
liter/menit dapat meningkatkan intake
O2 sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia pada intestinal.
6. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal.
7. Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang

5
berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan nyeri.
8. Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik
9. Analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang.

2. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik,


rencana pembedahan.
Definisi : Memberikan pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik, menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat,
menggambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat, mengidentifikasi
kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat, menyediakan informasi
pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat (Nurarif & Kusuma,
2013).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 informasi
kesehatan terpenuhi
Kriteria hasil :
- pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan
yang diberikan
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang
telah terpenuhi

Tabel 1.2
Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik, rencana
pembedahan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
tentang pembedahan apendiktomi, kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
dan rencana perawatan rumah menggunakan pendekatan yang sesuai
2. Cari sumber yang meningkatkan dengan kondisi individu pasien.
penerimaan informasi Dengan mengetahui tingkat
3. Identifikasi kondisi klinik pasien non pengetahuan tersebut, perawat dapat
bedah lebih terarah dalam memberikan
4. Anjurkan untuk menghindari pendidikan yang sesuai dengan
aktivitas peningkatan tekanan pengetahuan pasien secara efesien dan
intraabdomen efektif.

6
5. Beri informasi tentang manajemen 2. Keluarga terdekat dengan pasien perlu
nyeri keperawatan dilibatkan dalam pemenuhan informasi
untuk menurunkan risiko
misinterpretasi terhadap informasi yang
diberikan. Khususnya pada pasien yang
mengalami perdarahan sekunder dari
perforasi ulkus pepetikum.
3. Jika tonjolan hernia dapat ditekan
kembali dan gejala yang dapat
ditoleransi, mungkin tidak memerlukan
pembedahan. Pada pasien yang
didapatkan kontraindikasi pembedahan
atau menolak dilakukan pembedahan,
dapat dianjurkan untuk memakai sabuk
hernia (truss). Sabuk itu dipakai ketika
pagi hari dimana pasien aktif dan
dilepas pada waktu istirahat (malam).
4. Berbagai aktivitas dapat meningkatkan
resiko hernia kembali. Perawat
menjelaskan faktor-faktor yang bisa
meningkatkan tekanan intrabdomen,
seperti mengangkat benda berat,
mengejan, batuk kuat, dan bersin.
5. Manajemen nyeri dilakukan untuk
meningkatkan ontrol nyeri

3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port dee entree luka
pascabedah.
Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan. (Herdman, 2015).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam tidak
terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak
Kriteria hasil :
- Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-
tanda infeksi dan peradangan pada area luka
pembedahan
- Leukosit dalam batas normal
- Tanda Tanda Vital dalam batas normal

Tabel 2.3
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port dee entree luka pascabedah.

7
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji jenis pembedahan, dan apakah 1. Mengidentifikasi kemajuan atau
ada order khusus dari tim dokter penyimpangan dari tujuan yang
bedah dalam melakukan perawatan diharapkan
luka. 2. Kondisi bersih dan kering akan
2. Buat kondisi balutan dalam keadaan menghindari kontaminasi komensial.
bersih dan kering Sebaliknya jika dalam keadaan basah
3. Lakukan perawatan luka steril pada akan menyebabkan respons inflamasi
hari kedua pascabedah dan diulang lokal dan akan memperlama
setiap dua hari penyembuhan luka.
4. Bersihkan luka dan drainase dengan 3. Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
cairan antiseptik jenis iodine hari untuk menurunkan kontak tindakan
providum dengan cara swabbing dari dengan luka yang dalam kondisi steril
arah dalam keluar sehingga mencegah kontaminasi kuman
5. Bersihkan bekas sisa iodine ke luka bedah.
providum dengan alkohol 70 % atau 4. Pembersihan debris (sisa fagositosis,
normal salin dengan cara swabbing jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dari arah dalam keluar dengan mengoptimalkan kelebihan dari
6. Tutup luka dengan kasa steril dan iodine providum sebagai antiseptik
tutup dengan plester adhesif yang dengan arah dari dalam keluar karena
menyeluruh menutupi kasa. dapat mencegah kontaminasi kuman ke
7. Kolaborasi penggunaan antibiotik jaringan luka
5. Antiseptik iodine providum
mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitelisasi jaringan
sehingga memperlambat pertumbuhan
luka, maka harus dibersihkan dengan
alkohol atau normal salin.
6. Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah.
7. Ntibiotik injeksi diberikan selama satu
hari pascabedah yang kemudian
dilanjutkan antibiotik oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi dan riwayat alergi
antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai peresepan dokter.

4. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi, krisis situasional,


ancaman kematian.
Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh

8
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman (Herdman, 2015).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 menit
ansietas klien teratasi
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengutarakan pemahaman proses
penyakit, operasi, dan harapan postoperasi
- Klien mampu mengikuti prosedur yang diberikan
Tabel 2.4
Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi, krisis situasional, ancaman
kematian
INTERVENSI RASIONAL
1. Informasikan klien/orang terdekat 1. Mengembangkan rasa percaya diri
tentang peran perawat advokat klien, sehingga menurunkan rasa takut
perawat intraoperasi 2. Rasa takut yang berlebihan akan
2. Identifikasi penyebab rasa takut pra mengakibatkan rasa stress yang
operasi berlebihan
3. Validasi sumber rasa takut, berikan 3. Mengidentifikasi rasa takut yang
informasi yang akurat dan aktual spesifik akan membantu klien untuk
4. Catat ekspresi yang menunjukkan menghadapinya secara realistis.
penolakan prosedur pembedahan 4. Klien mungkin telah berduka terhadap
5. Perkenalkan staf pada waktu kehilangan yang ditunjukkan dengan
pergantian ke ruang operasi antisipasi prosedur pembedahan
6. Beritahu klien kemungkinan 5. Menciptakan hubungan dan
dilakukannya anastesi umum atau kenyamanan psikologis
spinal 6. Mengurangi ansietas/ rasa takut bahwa
klien mungkin sadar saat dilakukan
prosedur.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat:


salah interpretasi informasi tentang proses penyakit/proses operasi.
Definisi : Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu (Herdman, 2015).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya
Kriteria hasil :

9
- Klien mampu mengutarakan pemahaman proses
penyakit, operasi, dan harapan postoperasi
- Klien mampu mengikuti prosedur yang diberikan

Tabel 2.5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat: salah
interpretasi informasi tentang proses penyakit/proses operasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pemahaman klien 1. Memberikan fasilitas perencanaan
2. Melaksanakan program pengajaran program pengajaran postoperasi
post operasi individual, pembatasan 2. Meningkatkan pemahaman/kontrol
prosedur praoperasi/postoperasi klien dan meningkatkan partisipasi
3. Berikan kesempatan untuk melatih dalam perawatan postoperasi.
batuk efektif, nafas dalam, dan 3. Meningkatkan pengajaran dan aktivitas
latihan otot. postoperasi
4. Jelaskan pada klien/orang terdekat 4. Informasi mengenai jadwal, kamar
mengenai rencana operasi : jadwal, operasi dimana dan kapan ahli bedah
dan lokasi kamar operasi operasi, akan berkomunikasi dengan
serta komunikasi dengan klien/orang terdekat untuk mengurangi
dokter/orang terdekat. stress.

10
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem


Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Herdman, Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta : EGC

Kasron, Susilawati. 2018. Buku Ajar Anatomi Fisiologi dan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta : Trans Info Media

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Askariasis dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Sjamsuhidajat, R. 2017. Buku Ajar Ilmu bedah Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya (1). Jakarta : EGC

Suratun, Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media

11

Anda mungkin juga menyukai