Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian Apendiksitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa

mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut

kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum dari

pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja

lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10

sampai 30 tahun (Baughman dan Hackley, 2016).

Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ pada

apendiks, dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang

disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat (Brunner

& Suddarth, 2013).

Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan

suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada

obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.

2. Etiologi

Penyabab apendisitis adalah : diet kurang serat batu, tumor, cacing/parasit,


infeksi virus dan benda asing (Inayah, 2011). Sedangka menurut Lippinco (2011)

penyebab apendisitis adalah obstruksi lumen intestinal karena gumpalan fekal,

penyempitan masuknya barium atau infeksi virus.

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor

pencetusnya yaitu umbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan

cacing askaris, penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E.

hystolitica. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan

yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya

tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).

Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya apendisitis

yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga karena gaya hidup

manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan tinggi serat.

3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan

akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas

dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan

bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gengren. Stadium disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang rapuh

itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat,

omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul

suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan

yang paling tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera

mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang

(Mansjoer, 2012).

4. Klasifikasi

Secara klinis Sjamsuhidayat (2011), apendisitis diklasifikasikan menjadi 2


yaitu:
a. Apendisitis akut

Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang diikuti

dengan rasa mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan

peningkatan nyeri lokal pada perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri ini

berlangsung selama 24 sampai 36 jam. Apendisitis akut merupakan infeksi yang

disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen

apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks

dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa

apendiks karena parasite (E. histolytica).

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan

tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun.

Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan

lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

b. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan

bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas terganggu dan lebih

dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan berlangsung secara terus- menerus dan

bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi.

Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang- kadang

dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut

yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.

5. Manifestasi Klinis

Manisfestasi klinis menurut Brunner dan Suddarth (2013).adalah:

a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang
muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina anterior
ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus kanan.

c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan,
spasme otot dan adanya diare atau konstipasi. Dan jika apendiks pecah, nyeri
lebih menyebar abdomen menjadi lebih terdistensi akibat ileus paralitik dan
kondisi memburuk.
Menurut Lippincott (2012) tanda dan gejala dari apendiksitis adalah sebagai
berikut :
a. Tanda awal : nyeri peri umbilikial atau epigastrik kolik yang tergeneralisasi

maupun setempatm anoreksia, mual dari muntah, nyeri setempat di kuadran


kanan bawah, igiditasi abdominal yang mirip papan, respirasi retraktif, rasa perih

yang semakin menjadi, spasma abdolminal yang semakin parah, rasa nyeri yang

tebalik (rasa perih yang terbalik disisi yang berlawanan dari abdomen

menunjukan adanya inflamasi peritoneal).

b. Gejala Selanjutnya : Konstipasi (tetapi diare juga bisa), suhu pasien 37,2° sampai

39°C, takikadi, perforasi atau ifarksi apendiks yang diidikasikan oleh berhentinya

nyeri abdomial secara mendadak.

Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado

Tabel Skor Alvarado Skor


Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2° C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Interpretasi:

Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay (2007).

Skor 7-10 = apendisitis akut,

Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,

Skor l-4 = bukan apendisitis akut.

6. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor


keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat

berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan

dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah dan keterlambatan dalam

merujuk ke rumah sakit dan penangggulangan.

Komplikasi yang terjadi pasca oprasi menurut Mansjoer (2012) :


a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut
dan leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi
dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, nyeri
abdomen, demam dan leukositosis.
c. Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

1. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Bararah dan Jauhar (2013) pemeriksaan penunjang apendiksitis


terdiri dari :

a. Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif
(CPR). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leokosit anta
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil datas 75% , sedangkan CPR
ditemukan jumah serum yang meningkat.
b. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ulrasonografi dan CT-Scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi imflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikali serta perluasan dari
apendiks yang mengalami implamasi serta adanya pelebaran sekum.

8. Penatalaksaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat

diberikan setelah diagnosa ditegakan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat

apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi

abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang

sangat efektif. Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu

dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan

pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberiakan

latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan

dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas

atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

1. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis
telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko
perforasi, memberikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan
pemebedahan dilakukan, agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakan.
2) Operasi (apendiktomi), Apendiktomi adalah peradangan dari apendiks

vermiformis, apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen


apendiks yang diakibatkan oleh fekalit/apendikdolit, hyperplasia limfoid,

benda asing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat

perdangan sebelumnya. Apendiks memiliki panjang bervariasi sekitar 6

hingga 9 cm. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan

bakteri dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi lumen dan

peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan

menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri,

dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri periumbilikal (Dermawan & Rahayuningsih,2010).

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.

Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.

Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih

sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih

rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan

pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan

terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih

dan Dermawan, 2010).

Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan terbagi

dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan

pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan keperawatan

yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan kebutuhan klien

untuk menunjang proses pemulihan.

1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit

volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang


disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran

gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris yang

optimal.

2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai

jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila

terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.

3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik

sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.

4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda

obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.

(Brunner&Suddarth, 2013).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap terebut tidak dapat

dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap tersebut secara bersama-sama

membentuk pola pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kontak

dengan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah:

1. Pengkajian

Merupakan tahap dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga aktivitas

dasar, yang pertama mengumpulkan data secara sistematis; kedua memilah dan

mengatur data yag dikumpulkan dan ketiga mendokumentasikan data dalam bentuk

format yang dibuka kembali.

Data data diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama pasien,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic. Dalam

melakukan pengkajian diperlukan keahlian-keahlian seperti wawancara, pemeriksaan


fisik dan observasi. Hasil pengkajian tersebut dikelompokan kembali menjada data

subjektif dan objektif.

Ada beberapa cara dalam pengelompokan data, yaitu:

a. Berdasarkan sistem tubuh.

b. Berdasarkan kebutuhan dasar.

c. Berdasarkan teori keperawatan.

d. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

Jadi yang dimaksuk dengan pengkajian adalah tahap terorganisir untuk

mendapatkan sejumlah data berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, menanyakan

keluhan dan berdasarkan dengan hasil pemeriksaan penunjang.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status

kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan menentukan

intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau menghlangkan masalah

kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan menjadi actual,

potensial, risiko dan kemungknan.

a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik yang harus

di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan nafas tidak efektif

karena adanya akumulasi secret.

b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke arah

yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan status

kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.

c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis individu lebih


rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi berhubungan denngan efek

pembedahan.

d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis

individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor pendukung yang

lebih akurat.

Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang

jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada pasien baik itu secara aktual,

potensial, risiko atau kemungkinan.

3. Intervensi Keperawataan

Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:

a. Menentukan prioritas masalah

1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis, keamanan/keselamatan,

mencintai, hara diri dan aktualisasi diri.

2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:

a) Ancaman kehidupan kesehatan.

b) Sumber daya dan dana tersedia.

c) Peran serta klien.

d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.

b. Menentukan tujuan

Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan disertai

jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil

Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:

1) Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.

2) Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan faktor

fisiologi/patologis.

3) Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat

mendemonstrasikan.

4) Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.

d. Merumuskan intervensi

Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan Nursing

Outcomes Clasification (NOC). Jadi, yang dimaksud dengan intervensi

keperawatan adalah rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah

permasalahan kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas

masalah, tujuan dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar

manusia/hirarki Maslow.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

a. Tindakan mandiri (independen)

Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan

sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas kesehatan lain.

b. Tindakan kolaborasi

Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.

Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan nyata yang

dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah dibuat baik itu secara

mandiri (independen) atau kolaborasi.

5. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:

a. Daftar tujuan-tujuan pasien.

b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.

c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.

d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.

Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi merupakan

hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan kriteria hasil dan

tujuan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Apendikto


1. Pengkajian

Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status kesehatan klien

ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam melakukan pengkajian,

diperlukan teknik khusus dari seorang perawat, terutama dalam menggali data, yaitu

dengan menggunakan komunikasi yang efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto &

Wartonah, 2011).

Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis berdasarkan

NANDA (North American Nursing Diagnosis Association), 2015:


a. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut

dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada abdomen.

2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign)

yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut. Normal: Tidak

teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.

3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat

tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).

Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa nyeri.

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila

pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.

Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa nyeri.

5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang

lagi adanya radang usus buntu.

Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata vagina.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka sudah
terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan pendekatan

(NANDA, 2015) dan Nurarif Huda (2013):

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi

pembedahan.

b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia.

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terdapat luka insisi.

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan yang

dirasakan.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pasca operasi.

g. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap

tindakan/penyakit.

h. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.


NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Nyeri berhubungan NOC: NIC
dengan peradangan a. Pain level a. Pain management
pada apendiks/post b. Pain Control 1. Lakukan
apendiks. c. Comfort level pengkajian nyeri
Kriteria Hasil: secara
Batasan a. Mampu komperehensif
karakteristik: mengontrol nyeri termasuk lokasi,
a. Perubahan selera (tahu penyebab karakteristtik,
makan nyeri, mampu durasi, frekuensi,
b. Perubhana menggunakan kualitas dan
tekanan darah tekhnik faktor presipitasi
c. Perubahan nonfarmakologis, 2. Gunakan
frekuensi jantung mencari bantuan), komunikasi
d. Perubahan b. Melaporkan nyeri terapeutik untuk
frekuensi berkurang dengan mengetahui
pernapasan menggunakan pengalaman nyeri
e. Diaforesis manajemen nyeri, pasien,
f. Perilaku distraksi c. Mampu mengenali 3. Observasi reaksi
g. Mengekspresikan nyeri (skala, nonverbal dari
perilaku intensitas, ketidaknyamanan
(merengek, frekuensi dan 4. Kaji kultur yang
menagis) tanda), mempengaruhi
h. sikap tubuh d. Menyatakan rasa respon nyeri
melindungi nyaman setelah 5. Evaluasi respon
i. Gangguan tidur nyer berkurang nyeri masa
j. Melaporkan nyeri lampau
secara verbal 6. Bantu pasien dan
k. Perubahan posisi keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
7. Kontro
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan,
8. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
9. Ajarkan tekhnik
non farmakologis
(relaksasi
genggam jari)
10. Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
11. Tingkatkan
istirahat
12. Evaluasi
keefektifan control nyeri
13. Monitor
penerimaan pasien
tentang
mmanajemen nyeri.
b. Analgesik
Admistration
1. Tentukan
karakteristik,
lokasi kualitas
dan derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgetik
ketika pemberian
lebih dari satu
4. Tentukan pilihan
anlgesik
tergantung tipe
dan berat
nyerinya
5. Tentukan
anlgesik pilihan,
rute pemberian
dan dosis
optimal,
6. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
anlgesik pertama
kali
7. Berikan analgesic
tepat waktu
terutama ketika
nyeri.
8. Evaluasi
efektivitas
analgesic, tanda
dan gejala.

b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.


Tabel 2.3 Diagnosa Hipetermi

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
2. Hipertermi NOC : NIC
berhubungan dengan Thermoregulation a. Fever Treattment
penyakit atau trauma 1. Monitor suhu
insisi. Kriteria Hasil : sesering mungkin
a. Suhu tubuh dalam 2. Monitor IWL
Batasan rentang normal 3. Monitor warna
karakteristik : b. Nadi dan RR dalam dan suhu kulit
a. Konvulsi rentang normal 4. Monitor tekanan
b. Kulit kemerahan c. Tidak ada darah, RR dan
c. Peningkatan suhu perubahan warna nadi
tubuh diatas kulit dan tidak ada 5. Monitor
kisaran normal pusing penurunan
d. Kejang tingkat kesadaran
e. Takikardi 6. Monitor WBC,
f. Takipnea Hb, dan Hct
g. Kulit terasa 7. Monitor intake
hangat dan output
8. Berikan anti
piretik
9. Berikan
pengobatan untuk
mengatasi
demam
10. Selimuti pasien
11. Berikan tapid
sponge
12. Kolaborasi
dalam pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila
14. Tingkatkan
sirkulasi udara
15. Berikan
pengobatan untuk
terjadinya
menggigil
b. Temperature
regulation
1. Monitor suhu
minimal 2 jam
2. Rencanakan
monitor suhu
secara kontinyu
nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan kepada
pasien untuk cara
mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Berikan anti
piretik jika perlu
c. Vital sign monitor
1. Monitor TD,
nadi, RR dan
suhu
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Auskultasi TD
pada kedua
lengan lalu
bandingkan
4. Monitor TD,
nadi, RR
sebelum,
selama dan
sesudah
aktivitas
5. Monitor kualitas
dari nadi
6. Monitor
frekuensi dan
irama dan pernafasan
7. Monitor suara
paru

c.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.


Tabel 2.4 Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari a. Nutritional status a. Nutrition
kebutuhan b. Nutritional status : management
berhubungan dengan food and fluid 1. Kaji adanya alergi
anoreksia. intake makanan
c. Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan
Batasan nutrient intake ahli gizi untuk
karakteristik : weight control. menentukan
a. Kram abdomen jumlah kalori dan
b. Nyeri abdomen Kriteria hasil : nutrisi yang
c. Menghindari a. Adanya dibutuhkan pasien
makanan peningkatan berat 3. Anjurkan pasien
d. Berat badan 20% badan sesuai untuk
atau lebih dengan tujuan meningkatkanprote
dibawah berat b. Berat badan sesuai in dan vitamin C
badan ideal dengan tinggi badan 4. Berikan substansi
e. Kerapuhan c. Mampu gula
kapiler mengidentifikasi 5. Yakinkan diet
f. Diare kebutuhan nutrisi yang dimakan
g. Kehilangan d. Tidak ada tanda- mengandung tinggi
rambut tanda mal nutrisi serat untuk
berlebihan e. Menunjukkan mencegah
h. Bising usus peningkatan fungsi konstipasi
hiperaktif pengecapan dari 6. Berikan makanan
i. Kurang makanan menelan yang terpilih
j. Kurang informasi f. Tidak terjadi (sudah
k. Kurang minat penurunan berat dikonsultasikan
pada makanan badan yang berarti dengan ahli gizi)
l. Penurunan berat 7. Ajarkan pasien
badan dengan bagaimana
asupan makanan membuat catatan
adekuat makanan harian
m. Tonus otot 8. Monitor jumlah
menurun nutrisi dan
n. Cepat kenyang kandungan kalori
setelah makan 9. Kaji kemampuan
o. Sariawan rongga pasien untuk
mulut mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
b. Nutrition monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor turgor
kulit
5. Monitor kulit
kering dan
perubahan pigmentasi
6. Jadwalkan
pengobatan dan
dan tindakan tidak
dilakukan pada
saat jam makan
7. Monitor mual dan
muntah
8. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
9. Monitor
kemerahan, pucat
dan kekeringan
jaringan konjungtiva
10.
Monitor kalori
dan intake nutrisi
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.
Tabel 2.5 Kerusakan integritas jaringan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
4. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan a. Tissue integrity: a. Pressure ulcer
berhubungan dengan skin and muccous prevention wound
terputusnya ujung b. Wound healing: care
saraf. Primary and 1. Anjurkan pasien
secondary untuk memakai
Batasan intention. pakaian longgar
Karakteristik: 2. Jaga kulit agar
a. Kerusakan Kriteria Hasil: tetap kering dan
jaringan (Misal: a. Perfusi jaringan bersih
kornea, membrane normal 3. Mobilisasi pasien
mukosa, b. Tidak ada tanda- setap 2 jam sekali
integument, dan tanda infeksi 4. leskan lotion atau
subkutan) c. Ketebalan dan minyak/baby oil
b. Kerusakan tekstur jaringan pada daerah yang
jaringan normal tertekan
d. Menunjukan 5. Monitor kulit
pemahaman dalam adanya kemerahan
proses perbaikan atau tidak
kulit dan mencegah 6. Monitor status
terjadinya cedere nutrisi pasien
e. Menunjukan proses 7. Observasi luka
penyembuhan luka 8. Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
9. Cegah
kontaminasi feses
dan urin
10. Lakukan tekhik
perawatan luka
dengan prinsip
steril
11. Berikan posisi

24
yang mengurangi
tekanan pada luka
12. Hindari kerutan pada
tempat tidur Mandikan
pasien
dengan air hangat.

e.Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan yang dirasakan pasca
post operasi.
Tabel 2.6 Diganosa Defisit perawatan diri
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
5. Defisit perawatan NOC NIC
diri berhubungan a. Activity a. Self Care Assistence:
dengan kelemahan tolerenrancy Bathing/Hygiene
yang dirasakan pada b. mobility: physical 1. Pertimbangkan
post op. impaired budaya ketika
c. Self care deficit mempromosikan
Batasan hygiene perawatan diri
Karakterisik: d. Sensory 2. Tempat handuk,
a. Ketidakmampuan perception: deodorant dan
dalam mengakses auditory disturbed. kebutuhan mandi
kamar mandi Kriteria hasil ditaruh disamping
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri tempat tidur atau
mengeringkan ostomi: tindakan kamar mandi.
tubuh pribadi dalam 3. Pertimbangkan
c. Ketidakmampuan mempertahan usia pasien ketika
dalam merasakan ostomi untuk memromisan
bagian tubuh eliminasi perawatan diri
d. Ketidakmampuan b. Perawatan diri: 4. Menyediakan
dalam merasakan aktivitas perawatan lngkungan yang
hubungan spasial fisik dan pribadi terapeutik dengan
e. Ketidakmampuan secara mandiri memastikan
dalam c. Peawatan diri hangat, santai,
menjangkau mandi: mampu dan personal
sumber air untuk 5. Memfasilitasi alat
f. Ketidakampuan membersihkan diri untuk menyikat
dalam mengatur sendiri secara gigi klien
air mandi mandiri 6. Memfasilitasi alat
g. Ketidkmampuan d. Perawatan diri yang dibutuhkan
dalam membasuh hygiene untuk mandi
tubuh e. Perawatan diri oral 7. Memfasilitasi

25
hygiene pemeliharaan rutin yang
f. kebersihan. biasa pasien
tidur, isyarat
sebelum tidur
8. Memberikan bantuan
sampai pasien
sepenuhnya dapat
mengansumsikan
perawatan diri.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pasca op.


Tabel 2.7 Diagnosa Hambatan mobilitas fisik
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
6. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik Joint Movement : Exercise therapy :
Active ambulation
Berhubungan Mobility Level 1. Monitoring vital
dengan : Self care : ADLs sign sebelm/sesudah
a. Gangguan Transfer latihan dan lihat
metabolisme sel Kriteria hasil: 2. respon pasien saat
b. Keterlembatan a. Klien meningkat latihan
perkembangan dalam aktivitas 3. Konsultasikan
c. Pengobatan fisik dengan terapi fisik
d. Kurang support b. Mengerti tujuan tentang rencana
lingkungan dari peningkatan ambulasi sesuai
e. Keterbatasan mobilitas dengan kebutuhan
ketahan c. Memverbalisasika 4. Bantu klien untuk
kardiovaskuler n perasaan dalam menggunakan
f. Kehilangan meningkatkan tongkat saat berjalan
integritas struktur kekuatan dan dan cegah terhadap
tulang kemampuan cedera
g. Terapi pembatasan berpindah 5. Ajarkan pasien atau
gerak d. Memperagakan tenaga kesehatan
h. Kurang penggunaan alat lain tentang teknik
pengetahuan Bantu untuk ambulasi
tentang kegunaan mobilisasi (walker) 6. Kaji kemampuan
pergerakan fisik pasien dalam
i. Indeks massa mobilisasi
tubuh diatas 75 7. Latih pasien dalam

26
tahun percentil pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan usia ADLs
j. Kerusakan persepsi secaramandiri sesuai
kemampuan
sensori
8. Dampingi dan Bantu
k. Tidak nyaman,
pasien saat
nyeri
mobilisasi dan bantu
l. Kerusakan penuhi kebutuhan ADLs
musculoskeletal ps.
dan 9. Berikan alat Bantu
neuromuskuler jika klien
m. Intoleransi memerlukan.
aktivitas/penuruna 10. Ajarkan pasien
n bagaimana merubah
n. kekuatan dan posisi dan berikan
stamina bantuan jika
o. Depresi mood atau diperlukan
cemas
p. Kerusakan kognitif
q. Penurunan
kekuatan otot,
kontrol dan atau
masa
r. Keengganan untuk
memulai gerak
s. Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
t. Malnutrisi selektif
atau umum
g. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
Tabel 2.8 Diagnosa Ansietas
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
8 Ansietas NOC : NIC :
berhubungan dengan b. Kontrol Anxiety Reduction
ketidaktahuan pasien kecemasan (penurunan
terhadap a. Koping kecemasan)
Setelah dilakukan a. Gunakan
tindakan/penyakit.
asuhan selama klien pendekatan
kecemasan teratasi yang
DO/DS:

27
a. Insomnia dgn kriteria hasil: menenangkan
b. Kontak mata 1. Klien b. Nyatakan dengan
kurang mampu jelas harapan
c. Kurang mengidentifikasi dan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala pasien
istirahat cemas c. Jelaskan semua
d. Berfokus pada 2. Mengidentifikasi,
prosedur dan
diri sendiri mengungkapkan dan apa yang dirasakan
e. Iritabilitas menunjukkan tehnik selama prosedur
f. Takut untuk mengontol d. Temani pasien
g. Nyeri perut cemas untuk memberikan
h. Penurunan TD dan 3. Vital sign dalam keamanan dan
denyut nadi batas normal mengurangi takut
e. Berikan
i. Diare, mual, 4. Postur tubuh,
ekspresi wajah, informasi faktual
kelelahan mengenai diagnosis,
bahasa tubuh
j. Gangguan dan tingkat aktivitas tindakan prognosis
tidur menunjukkan f. Libatkan
k. Gemetar berkurangnya keluarga untuk
kecemasan mendampingi
l. Anoreksia,
klien
mulut kering
g. Instruksikan pada
m. Peningkatan TD, pasien untuk
denyut nadi, RR menggunakan
n. Kesulitan tehnik relaksasi
bernafas h. Dengarkan dengan
o. Bingung penuh perhatian
p. Bloking dalam i. Identifikasi
pembicaraan tingkat
q. Sulit kecemasan
berkonsentrasi j. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien
untuk
mengungkapka n
perasaan, ketakutan,
persepsi
l. Kelola
pemberian
obat anti
cemas
h. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tabel 2.9 Diagnosa Risiko kekurangan cairan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
28
8. Risiko kekurangan cairan NOC NIC
berhubungan dengan a. Fluid balance a. Fluid management
mual dan muntah. b. Hydration 1. Timbang
Batasan Karakteristik: c. Nutritional status : popok atau
a. Perubahan status food and fluid pembalut jika
mental intake memungkinka
b. Penurunan tekanan n
darah Kriteria hasil : 2. Pertahankan
c. Penurunan tekanan a. Mempertahankan catatan intake
nadi urine output sesuai atau output
d. Penurunan volume dengan usia dan yang akurat
nadi BB, BJ urine 3. Monitor status
e. Penurunan turgor kulit normal, HT normal hidrasi
f. Penurunan turgor b. Tekanan darah, (kelembaban,
lidah nadi, suhu tubuh membran
g. Penurunan haluaran dalam batas mukosa, nadi
urin normal adekuat,
h. Penurunan pengisian c. Tidak ada tanda- tekanan darah
vena tanda dehidrasi, ortostatik), jika
i. Membran mukosa elastisitas turgor diperlukan
kering kulit baik, 4. Monitor vital
j. Kulit kering membran mukosa sign
k. Peningkatan lembab, tidak ada 5. Monitor
hematokrit rasa haus yang masukan
berlebihan. makanan/caira
n dan hitung
intake kalori
harian

29
6. Kolaborasi
cairan IV
7. Monitor status
nutrisi
8. Berikan cairan
IV pada suhu
ruangan
9. Dorong
masukan oral
10. Berikan
penggantian
nasogastrik
sesuai output
b. Hypovolemia
Management
1. Monitor status
cairan
termasuk
intake dan
output cairan
2. Pelihara IV
line
3. Monitor
tingkat Hb dan
hematokrit
4. Monitor tanda
vital
5. Monitor
respon pasien
terhadap
penambahan
cairan
6. Monitor berat
badan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

(Tarwoto & Wartonah, 2011).

30
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki

dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum

maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat

melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen.

5. Evaluasi Keperawatan

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan

(Tarwoto & Wartonah, 2011). Tehnik Pelaksanaan SOAP

1) S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah

tindakan diberikan.

2) (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,

pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.

3) A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective

dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah

teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.

P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan

hasil analisa.

D. Penerapan EBN (Evidance Based Nursing)

Keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan

ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang

dihadapinya. perawat memiliki berbagai peran seperti pemberi perawatan, sebagai

perawat primer pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan pendidik, dan

perawat seringkali harus melakukan peran lebih dari satu dalam suatu waktu yang
31
bersamaan (Potter dan Perry, 2006).

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan

kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. proses penyembuhan lebih dari

sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang

meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan.

Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,

meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. pemberi

asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan

dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal

(Potter dan Perry, 2006).

Penerapan EBN (Evidance Based Nursing) pada pasien post Apendiktomi

berdasarkan penelitian oleh Penulis Neila Sulung, Sarah Dian Rani (2017), denga

judul : “Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post

Appendiktomi “ Metode Penelitian ini menggunakan Quasy Eksperimental bertujuan

untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut. Rancangan penelitian eksperimen ini

adalah Desaigns dengan metode rancangan One Group Pre-test Post-test.

Rancangan ini tidak mengggunakan kelompok pembanding (kontrol), tetapi

dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji berubahan-

perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen. Tujuan penelitian ini bertujuan

untuk meneliti pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri pada

pasien post appendiktomi. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien post appendiktomi di RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi 2017. Populasi

sebanyak 15 orang dengan jumlah sampek diambil 10 orang yang diambil secara

purposive sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi sampel.

32
Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah : Pasien berusia antara 15 tahun

sampai 50 tahun, Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed

consent. Pasien post appendiktomi hari ke-1, Pasien mendapatkan analgetik

yang sama. Pasien dengan skala nyeri ringan, sedang dan berat, dapat diajak

berkomunikasi

Prosedur penelitian ini mempunyai teknik pengumpulan data dengan pasien

postoperasi apendiktomy yang di ukur dengan cara mengobservasi intensistas nyeri

pasien menggunakan lembaran pengukuran nyeri yang alatnya menggunakan

numeric skala rasa nyeri yaitu skala 1- 3: nyeri ringan, skala 4-6 : nyeri

sedang,.dan skala 7-10: nyeri berat. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

dilakukan dalam 3 tahap yaitu :

1) Sebelum dilakukan relaksasi genggam jari (Pretest)

a) Peneliti sebelumnya menetapkan pasien post appendiktomi berdasarkan

kriteria dengan diagnosa appendiksitis dan direncanakan untuk dilakukan

tindakan appendiktomi

b) Sebelum peneliti mendapatkan siapa yang akan menjadi responden, peneliti

meminta daftar nama pasien post appendiktomi di Ruangan bedah RSUD

Dr. Achmad mochtar

c) Peneliti menemui langsung responden dengan post appendiktomi keruang

rawat bedah.

d) Peneliti memperkenalkan diri dan menjalin hubungan saling percaya

dengan responden yang menjadi responden yang telah ditentukan

penelitian.

e) Peneliti menjelaskan secara singkat tentang penelitian.

33
f) Peneliti meminta persetujuan kepada pasien untuk kesediaannya menjadi

responden untuk mendatangani lembar persetujuan menjadi responden yang

telah peneliti siapkan.

g) Pasien yang telah ditetapkan dijadikan kelompok eksperimen setelah

menyetujui lembar persetujuan (informed concent) yang telah diajukan

peneliti.

h) Penelitian melakukan tes awal (pretest) dengan memberikan

pertanyaan memilih skala nyeri yang dirasakan dan memilih skala nyeri

menggunakan lembaran checklist yang telah ditetapkan mewakili sensasi

nyeri yang dirasakan serta hasil tersebut dicatat dalam lembaran hasil

pengukuran.

2) Saat dilakukan relaksasi genggam jari (Intervensi)

a) Posisikan pasien dengan berbaring lurus ditempat tidur, minta

pasien untuk mengatur nafas dan merileksasikan otot.

b) Peneliti duduk berada disamping pasien, relaksasi dimulai dengan

menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga nadi

pasien terasa berdenyut.

c) Pasien diminta unuk mengatur nafas dengan hitungan mundur

d) Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan napas secara

teratur dan kemudian seterusnya satu persatu beralih kejari selanjutnya

dengan rentang waktu yang sama.

e) Setelah dilakukan relaksasi genggam jari (Posttest)

f) Setelah kurang lebih 15-25 menit, alihkan tindakan untuk tangan

yang lain.

34
g) Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi genggam jari

3 kali dalam sehari.

h) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan responden melakukan

tehnik relaksasi genggam jari.

i) Tes akhir dilakukan sama dengan melakukan tes awal dengan memberikan

pertanyaan tentang nyeri yang dirasakan dan memilih skala nyeri

menggunakan lembaran checklist yang telah ditetapkan mewakili sensasi

nyeri yang dirasakan serta hasil tersebut dicatat dalam lembaran hasil

pengukuran.

j) Catat dan dokumentasikan hasil observasi yang telah dilakukan

k) Ucapkan terima kasih atas kesediaan responden untuk berpartisipasi

l) Lakukan pengolahan data pada data yang telah terkumpul untuk dijadikan

laporan penelitian.

Hasil Rata – Rata intensitas nyeri pada pasien post appendiktomi di ruangan

bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 sebelum diberikan

Intervensi Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 4,80 dengan standar deviasi

0,689. Nilai minimal 4 dan nilai maksimal 6.Rata – Rata intensitas nyeri pada pasien

post appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun

2017 sesudah diberikan Intervensi Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 3,87

dengan standar deviasi 0,652. Nilai minimal 3 dan nilai maksimal 5. Ada pengaruh

teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri pada pasien - pasien post

appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

dengan nilai p=0,000.

Kesimpulan Teknik relaksasi genggam jari memberikan suatu tindakan untuk

membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga dapat
35
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Menggenggam jari sambil menarik nafas

dalam dapat mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena

genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energy pada

meridian yang terletak pada meridian yang terletak pada jari tangan kita. Sehinggan

intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modlasi akibat stimulasi relaksasi

genggam jari yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak. Genggam

jari dapat dilakukan sendiri dan sangat membantu dapat dilakukan sendiri dan

sangat membantu dalam kehidupan sehari- hari untuk merilekskan ketegangan fisik.

Jadi, ada pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri terhadap

pada pasien post appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2017.

36
37

Konsep Mapping Appendisitis

lah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). (Nurarif dan Kusuma, 2015). Sekresi mukus berlebihan
APENDISITIS Peradangan pada jaringan
pada Lumen

Apendiks Tegang Dx : Hipertermi


s akut merupakan infeksi bakteri, fekalit, benda asing, askaris, hiperplasia jarigan limfoid, dan tumor apendik

Spasme Dinding Apendiks


Dx: Hypertermi
NOC: Thermoregulation NIC: Tempratur Regula
ngan demam ringan, dan terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi. PadaPristaltik
titik Mc Usus
Burney terasa nyeri tekan local Fever Treetment

Distensi Abdomen Mual Muntah Peradangan Ke Peritonium

Anoreksi Dx : Ketidak seimbangan Nyeri Kanan Bawah


nutrisi kebutuhan
kurang dari Kerusakan Kontrol Suhu Terhadap Imflamasi
aan Penunjang : Pemeriksaan Laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan foto polos abdomen

Dx: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


NOC:Nutritional status
NIC:Nutrition management
Klasifikasi :
Apendisitis akut, Apendisitis kronik
Komplikasi :
Abses, dan Perporasi, Peritonitas

Penatalaksanaan Apendisitis
Pre Operasi Intra operasi Post
Operasi

Ansietas Insisi pembedahan Luka bekas operasi

Nyeri Akut

Dx : Ansietas Perdarahan
NOC : Gastrointestinal Jaringan kulit terbuka
fungsion NIC : Bowel
Mangement Ketidak seimbangan
Volume Cairan Dx: Nyeri Akut NOC: Pain level
Kerusakan Integritas Jaringan Pain Control Comfort level
NIC: Paint Mangement

Dx : Ketidakseimbangan
Volume cairan
NOC : Fluid balance Dx: Kerusakan Integritas Jaringan NOC: Tissue Integrity :
NIC : Fluid Skin and muccous membranes NIC: Pressure Management
Mangement

Dx: Hambatan Mobilitas Fisik NOC: Activity Tolerancy


NIC: Self Care Assistence

52

Anda mungkin juga menyukai