Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

Disusun Oleh :

DANIK DARYANTO

2020060042

PROGRAM STUDI KEPERAATAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUTE TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

A. PENGERTIAN
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013). Appendisitis adalah kondisi
dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDIPOSISI


Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010). Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010)
C. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain
sebagai berikut : (Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran
kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus
dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam

D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen
apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid
submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit E-
Histolytica. Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan
makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi
obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan
perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti dan
penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan
inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area
periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi
pembentukan eksudat pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini
berhubungan dengan perietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan
terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011). Dengan
berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks
yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan
perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti
peningkatan tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari
apendiks. Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri
ditandai dengan pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen
apendiks. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya
perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan
inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan
respon inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi
apendiks disertai dengan abses, maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal
akibat akumulasi abses dan kemudian akan memberikan respons peritonitis.
Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-
tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif &
kumala sari, 2011).
E. PATHWAY KEPERAWATAN

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis Menurut (Wijaya & Putri, 2013 meliputi :
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan
sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian
intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
2. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik
Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa
appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa
sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah
termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan
menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya
peristaltik usus (Mulya, 2015) . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
(Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan
mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi
dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik
ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi
peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan. Operasi
apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi
terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan
cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran
kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot
apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi,
2015). Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat
3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar,
fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor
ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan.
Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah
seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara
visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua
jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami perforasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga
pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
3. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam
tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
c. CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan
adanya kemungkinan perforasi
d. C – Reactive Protein (CRP)
C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati
sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan
peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)

H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Biodata
a. Identitas Pasien : Nama/Inisial, umur, jenis kelamin, status, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat, no MR, ruang rawat, tanggal masuk,
tanggal pengkajian.
b. Identitas Penanggung Jawab : Nama/Inisial, umur, jenis kelamin,
hubungan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Alasan Masuk/Keluhan Utama
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar
ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terusmenerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
4. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
5. Kebiasaan eliminasi.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
7. Aktivitas/istirahat : Malaise
8. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang
9. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
10. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
11. Demam lebih dari 38 oC
12. Data psikologis klien nampak gelisah.
13. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
14. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
15. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia
2. Nyeri akut
3. Ansietas
4. Resiko infeksi
5. Resiko hipovolemia

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
intervensi selama … x (I.15506)
24 jam, termoregulasi 1. Monitor suhu tubuh
membaik dengan 2. Longgarkan atau lepaskan
kriteria hasil : pakaian
Termoregulasi 3. Berikan cairan oral
(L.14134) 4. Lakukan pendinginan
1. Menggigil menurun eksternal (mis: selimut
2. Pucat menurun hipotermia atau kompres
3. Suhu tubuh membaik dingin pada dahi, leher,
4. Suhu kulit membaik dada, abdomen, aksila)
5. Kolaborasi pemberian
cairan atau elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
intervensi selama … x 1. Identifikasi lokasi,
24 jam, tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
3. Anoreksia menurun 4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I.09314)
intervensi selama 3 x 24 1.monitor tanda-tanda
jam, tingkat ansietas ansietas
menurun dengan kriteria 2. ciptakan suasana terapeutik
hasil : untuk menumbuhkan
Tingkat Ansietas kepercayaan
(L.09093) 3. gunakan pendekatag yang
1. Verbalisasi tenang dan meyakinkan
kebingungan 4. informasikan secara factual
menurun mengenai diagnosis,
2. Verbalisasi khawtir pengobatan dan prognosis
akibat kondisi yang
dihadapi menurun
3. Perilaku gelisah
menurun
4. Perilaku tegang
menurun
4. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)
infeksi intervensi selama … x 1. Monitor tanda dan gejala
24 jam, tingkat infeksi infeksi local dan sistemik
menurun dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan
hasil : sesudah kontak dengan
Tingkat infeksi pasien dan lingkungan
(L.14137) pasien
1. Demam menurun 3. Pertahankan teknik aseptic
2. Nyeri menurun pada pasien beresiko
3. Kadar sel darah tinggi
putih membaik 4. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
5. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
6. Anjurkan meningkatan
nutrisi
7. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
5. Resiko Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia
hipolemia intervensi selama … x (I.03116)
24 jam, status cairan 1. Periksa tanda dan gejala
membaik dengan hypovolemia
kriteria hasil : 2. Hitung kebutuhan cairan
Status Cairan (L.03028) 3. Berikan asupan cairan oral
1. Kekuatan nadi 4. Anjurkan memperbanyak
meningkat asupan cairan
2. Turgor kulit 5. Kolaborasi pemberian
meningkat cairan IV isotonis
3. Frekuensi nadi
membaik
4. Tekanan nadi
membaik
5. Membrane mukosa
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Ariska, D. W., & Ali, M. S. 2019. Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food
Terhadap Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada,
1–7
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. 2018. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49
Dewi, A. A. W. T. 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada klien
Operasi Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu Jawa
Timur
Elizabeth J. Corwin. 2011. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta:
Mediaction
Potter, P., & Perry, A. 2014. Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia:
Elsevier Ltd
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta.
Soewito, B. 2017. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Klien Pre
Operasi Appendisitis

Anda mungkin juga menyukai