Anda di halaman 1dari 9

A.

PENDAHULIUAN
1. LATAR BELAKANG

Pola hidup sehat mempunyai peranan yang penting untuk


meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan di masyarakat. Dewasa
ini memulai gaya hidup sehat justru di anggap kegiatan yang melelahkan bagi
sebagian individu. Gaya hidup yang kurang sehat dapat saja dipengaruhi oleh
peningkatan kemakmuran dan kemajuan teknologi yang mengakibatkan
keburukan pola hidup masyarakat serta menjadi salah satu penyebab
munculnya penyakit-penyakit dalam tubuh kita (Sulistiyawati, 2020).
Penerapan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari belum
sepenuhnya di terapkan terutama yang berkaitan dengan kesehatan
perorangan. Salah satu contohnya adalah kebiasaan masyarakat yang kurang
mengkonsumsi serat (diet rendah serat). Hal ini berakibat timbulnya sumbatan
fungsional Appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman, sehingga
terjadi peradangan pada Appendiks (Appendicitis) (Aprilia, 2020).
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
(apendiks). Infeksi yang terjadi dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau
sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah Smeltzer et al (2002) dalam (Setyaningrum, 2013)
Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan
cara operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomi yang
merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon
yang timbul setelah tindakan apendiktomi untuk kerusakan jaringan dan
rusaknya ujung–ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah
keperawatan kerusakan intergritas jaringan (Saputro, 2018).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat
timbul berbagai masalah keperawatan, salah satu diantaranya kerusakan intergritas
jaringan. Kerusakan intergritas jaringan disebabkan oleh luka operasi atau insisi yang
menyebabkan rusaknya jaringan tubuh dan putusnya ujung-ujung syaraf.

2. TUJUAN
A. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan Asuhan Keperawatan ini adalah


mendapatkan gambaran untuk asuhan keperawatan pasien dengan post
operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. Makkatutu Bantaeng pada tahun
2023.

B. Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian pasien dengan post operasi appendicitis


RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Bantaeng
2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pasien dengan post operasi
appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Bantaeng
3. Dapat menyusun perencanaan keperawatan pasien dengan post
operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu
Bantaeng
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pasien dengan post
operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu
Bantaeng
5. Dapat membuat evaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan
pasien dengan post operasi appendisitis

3. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang


aplikasi teori asuhan keperawatan pasien dengan post operasi appendisitis
yang di rawat di rumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka
kasus yang terjadi.
B. Tinjauan Teori

1. Konsep Medis

a. Definisi

Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks


vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau
lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang
buntu dan melekat pada sekum (Fransisca et al., 2019)

Apendisitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu


atau umbai cacing atau disebut apendiks. Infeksi ini bisa mengakibatkan
komplikasi apabila tidak segera mendapatkan tindakan bedah segera untuk
penanganannya. Apendisitis adalah penyebab utama inflamasi akut di
kuadran kanan bawah abdomen. Meskipun dapat dialami oleh semua
kelompok usia, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun
(Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati, 2015).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau


umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenernya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Saputro, 2018).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau


umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenernya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Saputro, 2018).

b. Etiologi

Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering disebabkan oleh


batu feses. Faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks
antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan
oleh cacing (Fransisca et al., 2019).
Menurut Jay dan Marks (2016), etiologi apendisitis yaitu sebagai
berikut :
1) Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras (biji-bijian) yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar
lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbullah kuman-kuman
yang dapat memperparah keadaan tadi.
2) Mucus maupun feses kemudian mengeras seperti batu (fekalit) lalu
menutup lubang penghubung antara apendiks dengan caeceum.
3) Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris.
4) Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendiksitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon.
5) Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat (Tanjung, 2020).

c. Patofisiologi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut

menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat

aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi

mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus

meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di

darah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks

yang dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi

mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan terjadi

appendicitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum

dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul
suatu masa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks

tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena

omentum lebih pendek (Wedjo, 2019)

d. Manifestasi Klinik

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau

periumbilikus yang di sertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke

kuadran kanan bawah,yang akan menetap dan di perberat bila berjalan.terdapat juga

keluhan anoreksia malaise,dan demam yang tidak terlalu tinggi.biasanya juga terdapat

konstipasi,tetapi kadang-kadang terjadi diare,mual dan muntah(Simamora Dkk,2018).

e. Komplikasi

Komplikasi menurut Dede Hermawan dan Tutik Rahayu Ningsih (2010)

a.perforasi apendiks

Perforasi jaringan terjadi dalam 8jam pertama,observasi aman untuk di

lakukan dalam masa tersebut.tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya

nyeri.spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda

peritonis umum atau abses yang terkolisasi,ileus,demam

malaise,leukositosis semakin jelas.bila perforasi dengan peritonis umum

atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama kali

datang,diagnosis dapat di tegakan dengan pasti.

b.peritonis

Bila terjadi peritonis Umum tetapi spesifik yang dilakukan adalah

operasi untuk menutup asal perforasi.Bila terbentuk abses apendiks akan


teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung

kearah rectum atau vagina.

c.Dehidrasi

d.sepsis

e.Eloktrolit darah tidak seimbang

f.pneumoni (Deden Dermawan dan Tutik Rahayuningsih,2010).

f. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Tanjung, 2020), pemeriksaan penunjanng apendisitIs meliputi :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai

75%,

b) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

c) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material

apendiks (fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih

(leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari

itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi

(pecah).

2. Pemeriksaan Radiologi

a) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.

b) Ultrasonografi (USG)
c) CT Scan

d) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG

abdomen dan apendikogram

3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pasca operasi pada appendisits adalah


dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12
jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal.
Pada fase lanjutan dari Appendisitis yang sudah memberat dan tidak
ditangani dalam waktu lama biasanya akan menyebabkan perforasi
appendiks yaitu pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada fase ini biasanya tindakan yang akan dilakukan adalah
laparatomi, yaitu prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen yang memberikan akses lebih
untuk mengetahui penyebab dari masalah yang menimbulkan nyeri
khususnya pada bagian abdomen (Sjamsurihidayat dan jong dalam Erianto,
Fitriyani, Siswandi, dan Sukulima, 2020).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

b. Diagnosis Keperawatan

c. Intervensi

C. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Laparatomi


Eksplorasi A.I. Apendisitis Akut Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di
Ruang Melati 4 Rsud Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Universitas Bhakti
Kencana.
Fransisca, Gotra, & Mahastuti, (2019). Karakteristik Pasien dengan Gambaran
Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015-2017.
Jurnal MedikaUdayana,8(7),2.https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/
download/51783/30720/

Anda mungkin juga menyukai