DISUSUN OLEH :
1. Agus Sunarto
2 Leo suwarsono
3 Edi kamsino
4 Endra ady
5 Endang Yuni sri
6 Krisnawati
PENDAHULUAN
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
ini. (Rudi Haryono, 2012). Penyakit ini dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak-anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan insiden tertinggi
pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lak-laki
dan perempuan ummnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden
laki-laki lebih tinggi. Insiden apendiksitis dinegara maju lebih tinggi dari pada
negara berkembang, namun didalam tiga atau empat dasawarsa terakir menurun
mempermudah
negara Singapura berjumlah 15% pada anak-anak 16.5% pada dewasa, Thailand
1
7% pada anak-anak dan dewasa, dan Sedangkan di Indonesia yang mengalami
tahun dan lebih dari 80.000 kasus dalam setahun. Pada penelitian multietnik
pada
askepapendiksitis).
hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita
atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut
2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1.1. Pengertian
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
6
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
a. Anatomi
pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang
sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di
7
belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.
8
APENDISITIS
b. Fisiologi
9
2.1.3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(Nuzulul, 2009)
10
2.1.4. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
dinding apendiks.
ke apendiks.
11
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
4. Apendisitis kronik
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
5 persen.
5. Apendissitis rekurens
12
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
6. Mukokel Apendiks
biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
7. Tumor Apendiks
8. Karsinoid Apendiks
13
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
hemikolektomi kanan
APENDISITIS
14
2.1.5. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
atau ureter.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
15
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Bloomberg’s sign)
tiba-tiba
16
2.1.6. Patofisiologi
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
17
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
2007) .
WOC
18
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
2. Radiologi
97%.
19
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
APENDISITIS
2.1.8. Penatalaksanaan
a. Medis
1. Penanggulangan konservatif
20
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
2. Operasi
3. Pencegahan Tersier
intra-abdomen.
b. Keperawatan
21
bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
2. Peritonitis generalisata
2.1.9. Komplikasi
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan 4075% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
22
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
1. Abses
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
2. Perforasi
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
peritonitis.
3. Peritononitis
23
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
leukositosis.
2.2.1. Pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
RKS:
24
RKD: Riwayat nyeri abdomen tidak terlokalisir, riwayat
serat, konstipasi.
c. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada
system pencernaan :
3. Kepala:
lurus, alopsia
4. Mata :
- Lidah : kotor/tdk
25
P: normal/tdk
A: normal/tdk
6. Abdomen
apendiktomi
P : tympani
7. Genetalia
kesimetrisan
9. Kulit/ intagumen
d. Aktivitas sehari-hari
dan anorexia.
26
e. Eliminasi
gejala konstipasi
g. Data psikologis
Biasanya klien dan keluarga kakn merasa cemas dan khawatir dengan
keadaannya
h. Data penunjang/laboratorium
kanan bawah.
dan muntah.
27
2.2.3. Intervensi Keperawatan
penghilangan rasa
ujung saraf.
28
2. Resiko Tujuan : 1. Pantau tanda-tanda Perhatikan demam,
terjadinya
infeksi Kriteria Hasil : vital. menggigil, berkeringat,
berhubungan
dengan Meningkatkan 2. lakukan pencucian perubahan mental,
dengan penyembuhan luka
dengan benar, bebas tangan yang baik dan meningkatnya nyeri
perforasi
pada tanda infeksi atau
inflamasi perawatn luka aseptic. abdomen.
Apendiks
dan tidak Berika perawatan Menurunkan resiko
adekuatnya
pertahanan paripurna. penyebaran bakteri.
utama.
Lihan insisi dan Memberikan deteksi
29
peritonitis. mengidentifikasi
pilihan terapi.
Mungkin diberikan
secara profilaktik atau
menurunkan jumlah
organism (pada
innfeksi yang telah ada
sebelumnya) utuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya pada
rongga abdomen
Penurunan haluaran
30
membrane mukosa, Auskultasi bising urine pekat dengan
elektrolit Peritonium
sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia. Dehidrasi
31
dan dapat terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit.
32
- Diskusikan yang dan membatasi
disukai pasien dan masukan nutrisi.
masukan dalam diet - Dapat meningkatkan
murni. masukan,
- Kolaborasi Berikan meningkatkan rasa
diet cair, lebih berpartisipasi/kontro
lembut, tinggi l.
protein dan serat, dan - Memberikan nutrisi
rendah lemak, tanpa menambah
dengan tambahan kalori. catatan: diet
cairan sesuai cair biasanya
kebutuhan. dipertahankan
- Rujuk ke ahli gizi selama 8 minggu
- Berikan tambahan setelah prosedur
vitamin seperti pembagian.
B12 injeksi, folat, - Perlu bantuan dalam
dan kalsium sesuai perencanaan diet yang
indikasi. memenuhi kebutuhan
nutrisi.
33
BAB III TINJAUAN KASUS
Penangung jawab
Nama : Ny. A
Umur : 30 Thn
Hub. Keluarga : Istri
Pekerjaan : IRT ( Ibu Rumah Tangga )
I. Alasan Masuk
Klien masuk UGD puskesmas pukul 20.00 wib, dengan keluhan sakit
pada perut bagian kanan sejak 3 hari yang lalu. Sakit menjalar
34
II. RIWAYAT KESEHATAN
Klien mengatakan sakit perut bagian kanan bawah sejak 3 hari yang
makanan masuk).
terakhir, tapi klien menganggap sakit perut biasa, dan tidak ada
Genogram
35
: meninggal
: laki- laki
: perempuan
: klien
: menikah
: Serumah
BB / TB sehat : 60 kg / 170 cm
BB / TB sakit : 57 kg / 170 cm
kiri=kanan
serumen
vena jugularis.
36
3. Thorak
• Paru-paru
• Jantug
sinistra
Abdomen
A : bising usus +
6. Ekstremitas
37
9. Persyarafan : tidak ada tremor, reflex cahaya pupil bagus, pupil
isolor 3 mm, gerak bola mata bebas kesegala arah, GCS 15,
38
Istirahat Dan Tidur
Waktu tidur
39
Lama tidur 4-5 jam jam
Waktu bangun 06.00 wib
Hal yang saat buang air tidak teratur
mempermudah kecil (BAK) tidak teratur
bangun tidak teratur saat
Kesulitan tidur tidak ada sakit tibatiba
Personal Hygiene
4. Mandi 2x sehari
Cuci rambut setiap mandi tidak ada
Gosok gigi 1x sehari 1x
Potong kuku dalam 2 tidak ada
Rekreasi minggu tidak ada tidak
Hobby ada tidak ada
5.
Minat khusus bertani tidak ada
Ketergantungan istri
V. RIWAYAT ALERGI
maupun oabat-obatan.
40
VI. DATA PSIKOLOGIS
2. Perilaku verbal
dengan baik.
dengan jelas
3. Emosi
4. Persepsi penyakit
tidak biasa mengalami sakit perut seperti ini dengan skala nyerin 7.
5. Konsep diri
6. Adaptasi
Baik
1. Pola komunikasi
41
2. Orang yang dapat memberikan rasa nyaman
1. Keyakinan
2. Ketaatan beribadah
Dengan pengobatan yang dijalani klien yakin akan bisa sembuh dari
penyakitnya.
2. Pemeriksaan diagnostic :
X. DATA PENGOBATAN
a. Data Subjektif :
b. Data Objektif :
42
ANALISA DATA
No DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS : klien mengatakan nyeri nyeri akut agen injury
pada bagian abdomen (biologis)
terutama pada kanan bagian
bawah
klien tampak
DO : -
gis
mering
Klien sering
-
mengubah posisi
untuk menghindari
nyeri
Skala nyeri 7
-
TD : 150/90 mmHg
-
S : 37ºC
-
RR : 22x/i
-
N : 90x/i
-
2. DS : Resiko kekurangan Intake cairan
Pasien mengeluh mual dan volume cairan yang tidak
adekuat
muntah.
DO:
Pasien demam, pasien
terpasang infus, Hasil
TTV
TD : 130/80mmHg
S : 38,10⁰C
N : 90x/menit
RR: 20x/menit
43
perawatannya
44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
auskultasi maupun dengan perkusi. Selain itu penulis juga menggunakan studi
Adapun pengkajian yang ditemukan pada landasan teoritis tetapi tidak terdapat
pada tinjauan kasus adalah: demam yang bisa mencapai 37,8-38,80 Celsius. Hal
ini tidak terjadi pada tinjauan kasus dikarenakan pasien segera dilarikan ke
rumah sakit sehingga pasien tidak mengalami demam dan pasien juga langsung
mendapat terapih intara vena berupa infus yang terpasang pada tangan sebelah
kiri pasien.
atau masalah kesehatan aktual tau potensial. Pada tahap diagnosa keperawatan
53
penulis menemukan kesenjangan antara landasan teoritis dengan tinjauan kasus
1. Resiko kekurangan volume cairan masalah ini tidak ditemukan pada tinjauan
keperawatan 2 yakni :
yang berlebihan.
4.3. Intervensi
mencapai tujuan. Ada pun perencanaan yang dilakukan penulis pada tahap ini
54
Perencanaan pada masalah Gangguan rasa nyaman; nyeri penulis melakukan
nyeri, Atur posisi yang nyaman bagi pasien, atur posisi tidur pasien, Ciptakan
pasien penyebab dari nyeri, Alihkan perhatian pasien, Beri buli-buli panas pada
4.4. Implementasi
nyeri (tingkat nyeri sedang dengan skala 5-6), Menjelaskan kepada pasien dan
55
takut, Menganjurkan kepada keluarga pasien untuk memeberikan dukungan
moral pada pasien. Untuk pelaksanaan pada masalah Gangguan rasa nyaman ;
nyeri pasien dengan menyatakan intensitas nyeri sedang dengan skala 5-6,
4.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang menjadi tolak
ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
apakah berhasil atau tidak. Pada tahap ini, Penulis mengevaluasi hasil yang
telah dilaksanakan di mulai dari masalah Gangguan rasa nyaman; nyeri dapat
teratasi terbukti bahwa nyeri hilang serta pasien tampak tenang dan rileks dan
rasa nyaman terpenuhi. Sedangkan untuk masalah Cemas berhubungan dengan
kurang informasi tentang tindakan operasi dapat teratasi terbukti bahwa rasa
cemas berkurang dan pasien siap menghadapi Tindakan
pembedahan. Untuk evaluasi pada masalah Gangguan rasa nyaman; nyeri dapat
teratasi terbukti bahwa Nyeri teratasi pasien tampak tenang dengan ekspresi
wajah
tampak rileks.
Semua masalah yang ada pada pasien dapat teratasi dengan baik, terbukti pasien
sudah pulang dalam keadaan sehat tanpa adanya keluhan. Namun
sebelum pasien pulang, terlebih dahulu pasien diberikan penyuluhan
mengenai pencegahan terhadap penyakit yang diderita pasien, penulis juga
menganjurkan agar pasien tidak melakukan aktifitas yang berat selama proses
pemulihan kepada keluarga pasien agar membantu pasien melakukan
aktifitasnya.
56
BAB V
penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang mungkin bermanfaat bagi
khususnya.
5.1. Kesimpulan
biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu
57
4. Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengetahui dan menanggulangi
5.2. Saran
ada keluhan yang dirasakan dan diharapkan agar pasien menjaga makanan
segingga tidak terjadi tanda dan gejala apendik kembali setelah pulang dari
agar pasien lebih cepat sehat sehingga pasien dapat melakukan aktifitas
kepada pasien.
58
DAFTAR PUSTAKA
Aesculapius FKUI
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-
- Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
A. Latar belakang
Appendiks merupakan suatu bagian seperti kantong yang non fungsional dan
terletak di bagian inferior seikum (smeltzer, 2002).
Berdasarkan data WHO tahun 2005 didapatkan bahwa jumlah penderita
apendiksitis berjumlah sekitar 50 %. Adapun jumlah penderita penyakit apendiksitis
pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk
Indonesia.
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(appendiks). Infeksi ini dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya
buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan.
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan cara operasi
(pembedahan ). Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan cara appendiktomy
yang merupakan suatu tindakan pembedahan membuang appendiks ( Puruhito ;
2009).
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan tindakan
pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya infeksi (Ingnatavicus; 2010).
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi hal
tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang mencakup
empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan penyuluhan tentang
menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan diri serta lingkungannya.
B. Tujuan
• TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
C. Manfaat
a. Bagi Klien dan Keluarga
Mengetahui cara mencegah dan mengobati penyakit apendisitis.
b. Alat
1) Laptop
2) LCD
3) Sound System
4) Meja
E. Materi
1. Pengertian dari Penyakit apendisitis.
2. klasifikasi dari penyakit apendisitis.
3. Penyebab dari Penyakit apendisitis.
4. Tanda dan gejala dari Penyakit apendisitis.
5. Cara pencegahan sekunder,primer dan tersier dari Penyakit apendisitis.
6. Cara pengobatan dari Penyakit apendisitis.
F. Uraian Tugas
1. Tugas Moderator
a. Memperkenalkan diri,anggota kelompok, dan pembimbing
b. Mengkoordinasikan semua kegiatan
c. Membuka dan menutup kegiatan
d. Menjelaskan topik, kontrak waktu dan tujuan kegiatan
e. Mengarahkan jalannya kegiatan
f. Memberi kesempatan audience untuk bertanya dan mengemukakan
pendapat
g. Menyimpulkan kegiatan
3. Tugas presenter
a. Menyusun rencana kegiatan SAP
b. Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
c. Menjelaskan dan mendemonstrasikan kegiatan yang dilakukan kepada
audience
d. Memotivasi anggota mengemukakan pendapat dan memberikan umpan
balik
4. Tugas Fasilitator
a. Memotivasi audience agar berperan aktif selama kegiatan
b. Memfasilitasi dalam kegiatan
c. Membuat dan menjalankan absensi kegiatan
5. Tugas Observer
a. Mengamati jalannya kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung
c. Membuat laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan
G. Pengaturan Tempat
: Penanggung jawab
: Moderator
: Presenter
: Klien / Peserta
: Fasilitator
: Observer
: Media / Model
H. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Kegiatan
dan Waktu
Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audiens
apendisitis pendapat
Menggali pengetahuan
audiens tentang klasifikasi Mendengarkan dan
Memberi reinforcemen
positif pada audiens atas
pendapat audiens
Menjelaskan materi
penyuluhan tentang : Cara
pencegahan penyakit
apendisitis.
Menggali pengetahuan
audiens tentang cara
pengobatan Penyakit
apendisitis
Memberi reinforcemen
positif pada audiens atas
pendapat audiens
Menjelaskan materi
penyuluhan tentang :
Cara pengobatan penyakit
apendisitis
audiens serta
2. Evaluasi Proses
a. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
b. Waktu sesuai dengan yang direncana
c. Selama proses berlangsung diharapkan audiens dapat mengikuti seluruh
kegiatan penyuluhan/tidak ada yang meninggalkan ruangan
d. Selama kegiatan berlangsung diharapkan audiens berperan aktif
3. Evaluasi Hasil
a. Sebanyak 75% peserta yang hadir mampu menyebutkan pengertian
kebahagiaan dengan bahasa sendiri
b. Sebanyak 75% peserta yang hadir mampu menyebutkan manfaat
kebahagian bagi kesehatan
c. Sebanyak 75% peserta yang hadir mampu menyebutkan cara
mendapatkan kebahagiaan.
LAMPIRAN MATERI
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya
buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2010)
2. Klasfikasi apendisitis
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
3. Penyebab apendisitis
A. Faktor sumbatan
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
D. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi
dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. E. Faktor
infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis.
4. Tanda dan gejala apendisitis
b) Pencegahan sekunder
c) Pencegahan tersier
Untuk tingkat penyakit usus buntu yang tidak terlalu parah masih bisa di laklukan
beberapa cara berikut :
• Pijat kaki
• Minur air putih hangat
• Oleskan minyak goreng bersih pada kaki
• Lakukan senam perut
• Tidur dengan posisi kaki lebih tinggi
• Dalam pengobatan usus buntu bisa dengana melakukan operasi
pengangkatan usus buntu atau yang lebih dikenal dengan istilah
apendektomi. Menjalani operasi akan jauh lebih aman dibandingkan
menunggu adanya masalah lain seperti adanya peradangan usus buntu
karena resiko usus buntu pecah akan menjadi semakin bertambah. Usus
buntu merupakan salah satu organ yang tidak memiliki fungsi terlalu
penting dalam tubuh manusia, serta pengangkatannya pun tidak akan
menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang.
• Obat tradisional
1. Sambiloto
2. Temulawak
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Price, SA, Wilson, LM. .1994. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.
Edisi 4. Jakarta:. EGC.
Smeltzer, Bare .1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Sakit perut
APA SAJA
PENYEBABNYA? Badan terasa panas
petugas kesehatan 2. tindakan
maka akan pembedahan
menimbulkan (operasi)
pecahnya usus buntu
sehingga infeksi akan
semakin meluas pada
Mual, muntah bagian perut
BAGAIMANA
PENANGANANNYA?
Jangan Menahan
Buang Air Besar
Banyak Minum Air
Putih