Di Susun Oleh :
Anton Aji Pangestu
A11501088
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendiksitis merupakan inflamasi akut pada apendik vermiformis yang
menyebabkan abdominal pain, anoreksia dan abdominal tenderness. Appendisitis
terjadi karena obstruksi lumen appendik yang dapat disebabkan infeksi, lympoid
hyperplasia, fecalith, benda asing atau cacing (Anonim, 2006). Appendistis yaitu
penyebab tersering pada akut abdominal pain yang memerlukan intervensi
pembedahan baik bersifat elektif maupun emergensi dengan melakukan laparatomi
dan appendiktomi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa appendisitis. Penegakkan diagnosis appendisitis
merupakan hal yang tidak mudah dilakukan karena tanda klinis, laboratorium dan
penunjang radiologi ternyata banyak yang tidak memberikan hasil diagnosis yang
akurat setelah dilakukan operasi.
Appendiksitis dapat ditemukan pada laki-laki mapun perempuan dengan risiko
menderita appendiksitis selama hidupnya mencapai 7-8 %. Insiden tertinggi
dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun. Kasus perforasi appendik pada
appendiksitis akut berkisar antara 20-30 % dan meningkat pada 32-72 % usia lebih
dari 60 tahun sedangkan pada anak kurang dari satu tahun kasus appendisitis jarang
ditemukan. Diagnosis appendisitis dapat ditegakkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan USG.
Perkembangan ilmu sains khususnya dalam dunia kedokteran selalu
mengalami pembaharuan. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa penentuan
diagnosa appendisitis bukanlah hal yang mudah, hal tersebut perlu adanya kolaborasi
antara tenaga kesehatan baik dokter, perawat, farmasi ataupun yang lainnya. Dalam
dunia keperawatan dikenal dengan Asuhan Keperawatan dimana pasien dilakukan
pemantauan dari awal masuk rumah sakit sampai pasien pulang. Asuhan keperawatan
tersebut meliputi pengkajian, penetapan diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Hal tersebut dilakukan atau dipantau selama 24 jam. Pada pasien
appendisistis penanganan utama dapat dilakukan dengan pembedahan atau disebut
dengan appendiktomi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan suatu masalah yaitu bagaimanakah melakukan asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien Appendiksitis .
C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini hanya akan membahas terkait asuhan keperawatan perioperatif
dengan kasus appendiksitis.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu mampu melaksanakan asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien dengan Apendiksitis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien apendiksitis.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Pre, Intra dan Post operasi.
c. Mempu membuat tindakan keperawatan pada pasien dengan apendiksitis pada
Pre, Intra dan Post.
d. Mampu melaksanakan persiapan-persiapan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien apendiksitis.
E. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dengan adanya tugas makalah ini diharapkan dapat membandingkan antara teori
yang didapatkan saat perkuliahan dengan kasus secara nyata dilapangan terkait
pelaksaan atau perawatan pada pasien khususnya kasus apendiksitis.
2. Bagi Rumah Sakit
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit tentang asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apendiksitis dan
membantu mendukung pelayanan tindakan oerasi yang optimal.
3. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menambah bahan bacaan bagi mahasiswa lain terkait dengan
asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apendiksitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Appendik yaitu perluasan sekum yang rata-rata panjangnya ada 10 cm. Ujung
apendik dapat terletak diberbagai lokasi, terutama bagian sekum. Arteri apendialis
mengalirkan darah ke apendik dan merupakan cabang dari arteri elikolika (Schwartz
dalam Gruendeman 2006).
Secara fisiologis, appendik menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendik tampaknya berperan pada patogenesis
appendik immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendik ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendik tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, karena
jumlah jaringan limfa kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna dan diseluruh tubuh (Sjamsuhidayat, 2004).
B. Definisi
Appendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing. Usus buntu sebenarnya ialah sekum. Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim De Jong et al, 2005).
Appendisitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua usia baik laki-laki maupun perempuan tetapi lebih sering laki-laki yang berusia
10-30 tahun (Mansjoer, Arief, dkk, 2010).
Appendisitis merupakan inflamasi appendik. Penyebabnya biasanya tidak
diketahui, tetapi sering mengikuti sumbatan lumen (Gibson, John, 2003).
`Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa appendisitis
merupakan suatu peradangan akibat infeksi yang terjadi di dalam appendik dan tidak
diketahui penyebabnya secara pasti.
C. Tanda dan gejala
Menurut Wijaya, A. N dan Yessie (2013) tanda dan gejala appendisitis adalah
1. Nyeri pindah ke kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokaldi titik Mc.
Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskular.
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing
Sign)
4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri lepas (Blumberg)
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,berjalan,
batuk dan mengedan
6. Nafsu makan menurun
7. Demam yang tidak terlalu tinggi
8. Biasanya terdapat konstipasi tapi kadang-kadang terjadi diare.
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1-2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan
bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc. Burney, kemudian dapat timbul
spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila ruptur appendik terjadi nyeri sering sesekali hilang secara dramatis
untuk sementara.
D. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekolit, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisistas dinding apendik mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai nyeri
epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
appendik. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendik yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi appensitis perforasi.
Semua proses diatas akan berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendik sehingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltratre appendikularis, peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendik lebih
panjang, dinding appendik lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah terjadi kelainan pada pembuluh darah
(Mansjoer, 2010).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang paling sering yaitu leukosit, neutrofil dan hitung
jenis. Biasanya mengalami peningkatan jumlahnya, selain itu, pemeriksaan
urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis dengan pyielonefritis.
2. Ultrasonografi
Sering digunakan sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
pada kebanyakan pasien dengan gejala apendiksitis.
3. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan spesifitasnya kira-
kira 95-98 %. Diagnosis appendik ditegakkan apabila appendik dilatasi lebih dari
5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendik yang terinfeksi akan mengecil
sehingga memberi gambaran “halo”.
F. Terapi
1. Sebelum Operasi
a. Observasi
Dalam 8 -12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan
bila dicurigai adanya appendisitis ataupun peritonitis lainya. Pemeriksaan
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis)
diulang secara periodik, foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12
jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforasi. Penundaan
tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi.
2. Operasi
a. Appendictomy
b. Appendiks dibuang, jika appendik mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik.
c. Abses apendik diobati dengan antibiotik melalui jalur IV massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi efektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Setelah Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila
pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Barangkali
pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak ada
gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar
misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi
usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam
lalu makan menjadi 30 ml/ jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari setelah operasi dianjurkan
untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien boleh pulang (Mansjoer, Arif dkk, 2010).
G. Fokus pengkajian
1. Biodata pasien meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan.
2. Keluhan utama yang dirasakan pasien saat dikaji.
3. Riwayat penyakit sekarang merupakan penyakit yang menyertainya pada pasien
saat dilakukan pengkajian atau dari awal masuk RS sampai dilakukan asuhan
keperawatan.
4. Riwayat penyakit dahulu meliputi adakah penyakit yang menyertainya berkaitan
dengan riwayat penyakit sekarang.
5. Riwayat penyakit keluarga meliputi riwayat penyakit keluarga yang diderita oleh
pasien.
6. Pemeriksaan fisik head to toe dilakukan supaya mengetahui adanya nyeri pada
kuadran kanan bawah yang dirasakan oleh pasien.
H. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan apendisitis berdasarkan diagnosa yang
ditegakkan oleh perawat meliputi perioperatif. Diagnosa yang muncul pada pasien
apendisitis yaitu :
1. Nyeri akut
Manajemen Nyeri :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara kmprehensif
b. Evaluasi tindakan pengontrol nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi distraksi
d. Lakukan terapi musik bila diperlukan.
e. Lakukan pembedahan
2. Kecemasan
a. Kaji tingkat kecemasan
b. Orientasikan dengan tim anastesi/bedah
c. Jelaskan jenis prosedur tindakan pembedahan
d. Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan
e. Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
f. Ajarkan teknik relaksasi
3. Resiko infeksi area pembedahan
Kontrol infeksi : Intraoperatif
a. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20 dan 24 derajat.
b. Monitor dan jaga kelembapan relatif antara 20% dan 60%.
c. Monitor teknik isolasi yang sesuai
d. Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
e. Buka persediaan peralatan steril dengan menggunakan teknik aseptik
f. Lakukan tindakan pencegahan universal
g. Oleskan salep antimikroba pada lokasi pembedahan sesuai kebijakan
h. Monitor area yang steril untuk menghilangkan kesterilan dan penentuan
waktu istirahat yang benar sesaui indikator.
4. Risiko infeksi
Kontrol Infeksi
a. Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarka pasien mengenai cuci tangan
d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
e. Pakai sarung tangan steril ketika akan melakukan perawatan luka
f. Lakukan perawatan luka
g. Dorong intake pasien
h. Jaga lingkungan aseptik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Hari : Kamis
Tanggal : 29 November 2018
Tempat : Instalasi Bedah Sentral
Jam : 10.00 WIB
Metode : Langsung
Sumber : Bangsal
Oleh : Perawat A
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Umur : 38 Th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kertek, Wonosobo
Pekerjaan : Petani
Status : Kawin
Diagnosa : Apendiksitis
No. RM :-
Tgl masuk : 28 November 2018
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 35 Tahun
Alamat : Kertek, Wonosobo
Hubungan dengan pasien : Istri
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada bagian perut sebelah kanan bawah
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke IBS pada pukul 10.00 WIB dengan keluhan nyeri pada
bagian perut sebelah kanan bawah. Pasien merasakan nyeri tekan pada
area tersebut. Nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan sudah 3 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Saat dibangsal pasien sudah mengenakan
pakaian Operasi dan sudah dipuasakan sejak pukul 04.00 WIB. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 120/80, S : 37,2, N : 78, RR : 20.
Pasien terpasang infus RL 500 ml 20 tpm, pasien sudah dilakukan injeksi
antibiotik Intra Cutan dengan hasil tidak ada riwayat alergi obat-obatan.
c. Riwayat dahulu
Pasien mengatakan dulu belum pernah mempunyai riwayat penyakit
seperti sekarang, hanya mengeluh perut sakit yang di prediksi hanya
sebagai gastritis.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien.
4. Pola Fungsional Virginia Henderson
a. Keb. Bernafas dengan normal
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa
bantuan alat.
Saat dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa
menggunakan alat bantu pernafasan. RR : 20 x/mnt.
b. Keb. Nutrisi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan makan 2-3 x/hr, dengan lauk pauk
seadanya, porsi habis. Minum 6-8 gelas sedang perhari dengan minum air
putih dan kopi.
Saat dikaji : pasien mengatakan makan seperti biasanya 3 x/hr dengan
lauk pauk sesuai dengan diit yang diberikan rumah sakit, pasien
dipuasakan sejak pukul 04.00 WIB pada tanggal 29 November 2018. Porsi
habis dan minum 4-6 gelas perhari dengan air putih.
c. Keb. Eliminasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan BAK 5-6 x/hr, dengan warna
kekuningan, berbau khas. BAB 1 x/hr dengan konsistensi lembek, warna
kekuningan, berbau khas.
Saat dikaji : pasien mengatakan BAB tidak pernah, BAK 3-4 kali perhari
dengan warna kuning, berbau khas. Pasien tidak terpasang Down Cateter.
d. Keb. Gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mampu beraktivitas tanpa bantuan
orang lain, pasien tetap melakukan aktivitas sehari-hari.
Saat dikaji : pasien mengatakan aktivitasnya berkurang sejak dirawat di
Rumah sakit, pasien ke kamar mandi dibantu oleh keluarga, makan
sendiri, ganti baju dibantu oleh keluarganya.
e. Keb. Istirahat dan tidur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak tanpa
gangguan orang lain, sering begadang.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidur berkurang sering terbangun dengan
suasana rumah sakit yang kurang nyaman.
f. Keb. Berpakaian
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat mengenakan pakaiannya
sendiri tanpa bantuan orang lain atau keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan dibantu ketika mengenakan pakaian oleh
keluarganya.
g. Keb. Mempertahankan suhu tubuh dan temperatur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan jaket
ketika panas mengenakan kaos.
Saat dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan selimut, ketika
panas mengenakan kaos biasa. Suhu : 37, 2.
h. Keb. Personal hygiene
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, keramas 2 kali
sehari, menggosok gigi 2 kali sehari tanpa bantuan orang lain atau
keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan hanya diseka oleh keluarga.
i. Keb. Rasa aman dan nyaman
Sebelum dikaji : pasien mengatakan merasakan nyaman ketika berada
dilingkungan rumahnya.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak nyaman dengan kondisi rumah sakit.
j. Keb. Komunikasi dengan orang lain
Sebelum dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam
berkomunikasi kepada orang lain.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
k. Keb. Spiritual
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat melaksanakan ibadah sholat 5
waktu dengan berjamaah, akan tetapi kadang-kadang tidak berjamaah.
Saat dikaji : pasien mengatakan melaksanakan ibadah 5 waktu dengan
duduk dan tidak berjamaah.
l. Keb. Bekerja
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat bekerja sebagai buruh tanpa
ada gangguan.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak dapat bekerja karena sakit yang
diderita.
m. Keb. Rekreasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan jarang berpergian karena selalu
bekerja.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak pernah berpergian karena sakit yang
menyertainya.
n. Keb. Belajar
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mendapat informasi dari internet.
Saat dikaji : pasien mengatakan mendapat informasi kesehatan terkait
penyakitnya dari dokter dan perawat.
5. Pengkajian B6
a. Breathing
Pre Op : RR : 20 x/mnt, tidak ada gangguan pola nafas, SpO2 : 97%, tidak
terpasang O2, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak ada suara nafas
tambahan.
Intra Op : RR : 18 x/mnt, pasien terpasang O2 binasal kanul, SpO2 : 98%,
tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak ada suara nafas tambahan.
Post Op : RR : 20 x/mnt, pasien terpasang O2 binasal kanul, SpO2 : 97%,
tidak ada bunyi nafas tambahan, pasien terdengar suara ngorok.
b. Blood
Pre Op : Nadi : 80 x/mnt, TD : 120/80, irama jantung : reguler, tidak ada
pitting edema, CRT < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis.
Intra Op : Nadi : 67 x/mnt, TD : 105/70, irama jantung reguler, tidak ada
pitting edema, CRT < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis.
Post Op : Nadi : 75 x/mnt, TD : 120/80, irama jantung reguler, tidak ada
pitting edema, CRT < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis.
c. Brain
Pre Op : kesadaran : compos mentis, KU : baik, GCS : 14, pupil isokor,
ada reflek cahaya.
Intra Op : kesadaran : ........., KU : baik, GCS : 3, pasien dilakukan bius
spinal,
Post Op : kesadaran : CM, KU : baik, GCS : 10, reflek baik.
d. Bladder
Pre Op : pasien terpasang kateter, tidak ada distensi VU, urrin berbau
khas, warna kekuningan, urin 100 cc.
Intra Op : pasien terpasang kateter, tidak ada distensi VU, urin berbau
khas, warna kekuningan, urin : 100 cc.
Post Op : pasien terpasang kateter, tidak ada distensi VU, urin berbau
khas, warna kekuningan.
e. Bowel
Pre Op : pasien dipuasakan selama 6 jam, tidak ada stomatitis, tidak
terpasang NGT, tidak ada mual muntah, bising usus : 10 x/mnt, BAB tidak
pernah, tidak ada asites, tidak ada konstipasi.
Intra Op : tidak ada stomatitis, tidak terpasang NGT, tidak ada mual
muntah, BAB tidak pernah, tidak ada asites, tidak ada konstipasi.
Post Op : tidak ada stomatitis, tidak terpasang NGT, tidak ada mual
muntah, BAB tidak pernah, tidak ada asites, tidak ada konstipasi.
f. Bone
Pre Op : warna kulit kecoklatan, Suhu : 37,5, turgor kulit baik, tidak ada
lesi, mobilitas dibantu keluarga, pasien terpasang infus ditangan sebelah
kanan, akral dingin, tidak ada deformitas tulang.
Intra Op : warna kulit kecoklatan, Suhu : 35, turgor kulit baik, ada lesi
dibagian perut kanan bawah, mobilitas tidak ada, pasien terpasang infus
ditangan sebelah kanan, akral dingin, tidak ada deformitas tulang.
Post Op : warna kulit kecoklatan, Suhu : 36, turgor kulit baik, ada lesi
dikuadran kanan bawah, mobilitas dibantu perawat dan keluarga, pasien
terpasang infus ditangan sebelah kanan, akral dingin, tidak ada deformitas
tulang.
6. Kesadaran Umum
Suhu : 37, 2o c
Nadi : 80 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
BB : 52 kg
TB : 158 cm
7. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : CM
Cepalo-Caudal
Kepala : bentuk simetris, tidak ada benjolan, distribusi rambut merata, rambut
berwarna hitam.
Wajah : wajah simetris, tidak ada moonface.
Mata : konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil anisokor.
Telinga : bentuk simetris kanan=kiri, tidak ada penumpukan serumen.
Hidung : bentuk simetris, tidak ada cuping hidung, tidak ada penumpukan
kotoran.
Mulut : bentuk simetris atas dan bawah, bibir kering, gigi bersih, tidak ada
stomatitis.
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan, reflek
menelan baik.
Jantung : I : Tidak ada jejas, bentuk simetris, P : Tidak ada nyeri tekan, P :
pekak di ICS 2- 4 lapangan paru kanan Sampai ICS ke 2-5 lapangan paru kiri,
A : suara jantung I dan II tidak ada suara tambahan.
Paru : I : bentuk simetris, tidak ada jejas, P : Tidak ada nyeri tekan pada kedua
lapang paru, stemfremitus kanan=kiri, P : sonor pada kedua lapang paru, A :
bunyi nafas vesikuler.
Abdomen : I : Tidak ada jejas, tidak ada benjolan, A : peristaltik usus 12
x/mnt, P : ada nyeri tekan pada perut kanan bawah, P : suara pekak.
Ekstremitas atas : dapat bergerak bebas, tangan kanan terpasang infus RL 20
tpm.
Ekstremitas bawah : dapat digerakkan bebas ke semua arah.
Kekuatan otot : 44 44
Kulit : turgor kulit kering.
8. Pemeriksaan Penunjang
USG
9. Terapi
Pre Medikasi : Infus RL 500 ml 20 tpm, Antibiotik Ceftriaxon, keterolak 30
mg/ml 1 amp, ondansetron 2 mg/ml 1 amp.
Intra Operasi : Asering 2 (500 ml)
Post Operasi : dexketopropen 25 mg/ml 2 amp, tutofusin 500 ml, granisetron 1
mg/ml 1 amp.
B. PRE OPERASI
1. Data Fokus
Subyektif : pasien mengatakan baru pertama kali dilakukan operasi, pasien merasa
takut dan khawatir dengan tindakan yang akan dilakukan.
Obyektif : pasien terlihat gelisah, wajah terlihat tegang, TD : 120/87, N : 80, RR :
20, S : 36,7, pasien dilakukan anestesi spinal, keringat dingin.
2. Analisa data Pre OP
C. INTRA OPERASI
1. Data fokus
Subyektif :
Obyektif : Pasien dilakukan general anastesi, pasien dilakukan pembedahan di
kuadran kanan bawah, TD : 105/70, N : 67, SpO2 : 98 %, suhu dingin diruang
operasi 18, suhu badan 35, jumlah personel berlebih selama prosedur pembedahan.
2. Analisa data intra OP
4. Rencana Intra OP
S:-
O : perawat
sirkuler membuka
peralatan seperti
kassa, benang
sesuai dengan
SOP.
S:-
O : suhu ruang 20
dan kelembapan
20%.
D. POST OPERASI
1. Data Fokus
Subyektif : -
Obyektif : Pasien terdapat bekas luka pada supraclavicula, Pasien tampak bingung,
KU : sedang, TD : 120/80, N : 80, RR : 20, S : 35, 7, SpO2 : 97 %.
2. Analisa data Post OP
S:-
O : menjauhkan
pasien dari
banyaknya
pengunjung,
S:-
O : perawat
melakukan cuci
tangan ketika akan
bersentuhan
dengan pasien.
BAB IV
PEMBAHASAN
Selama proses asuhan keperawatan perioperatif ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan persiapan dari pre operasi, intra operasi dan post operasi
sehingga dapat berjalan dengan baik proses asuhan kepada pasien dengan Appendisitis.
Proses asuhan tersebut dimulai dari pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Selain itu, adapun penelitian terkait dengan Appendisitis yaitu :
1) Judul Jurnal : Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, dan Platelet
Distribution Width Pada Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi Di
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014.
5) Hasil : suhu tubuh rata-rata pada appendisitis akut yaitu 37 derajat dan pada
apendisitis perforasi sebesar 37,8 derajat dengan nilai P : 0,000. Kadar leukosit
rata-rata pada apendistis akut yaitu 11,191 sel/mm3 dan pada apendisitis
perforasi sebesar 17,875 sel/mm3 dengan nilai P : 0,000. Nilai platelet
distribution width rata-rata pada appendisitis akut yaitu 10,9 % dan
appendisitis perforasi sebesar 11,2 % dengan nilai P : 0,262. Terdapat
perbedaan suhu tubuh dan kadar leukosit yang signifikant dan tidak terdapat
perbedaan nilai platelet distribution width yang signifikan antara appendisitis
akut dan appendisitis perforasi di RSU Anutapura Palutahun 2014.
A. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan teori dan kasus yang telah dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa selama proses asuhan keperawatan perioperatif perlu
memperhatikan komunikasi, persiapan alat dan persiapan mental yang baik sehingga
proses pembedahan dapat berjalan dengan baik. Proses asuhan tersebut didapatkan
tiga diagnosa keperawatan perioperatif yaitu ansietas berhubungan dengan status
terkini, risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasif, risiko
hipotermi perioperatif dan risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
B. Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan perioperatif perawat perlu
mempersiapkan pasien dari pre op, intra op sampai post op dengan baik. Apabila hal
ini dilakukan dengan baik sesuai standar prosedur operasional maka akan mengurangi
terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer. (2010). Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius
Gibson, John. (2003). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Mosby. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Edition. Singapura : Elsevier
Inc
Mosby. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC) 5th Edition. Singapura : Elsevier Inc
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC