A. PENGERTIAN
C. ETIOLOGI
- Umur :
umur belasan atau diatas 35 tahun adalah salah satu faktor risiko keganasan
- Kadar β HCG praevakuasi :
25 % pasien dengan kadar β HCG >100.000 IU/L mengalami
degenerasi ganas, sedangkan bila diwah nilai tersebut hanya sebesar 7 %.
- Besar Uterus :
Besar uterus parallel dengan kadar β HCG. Molahidatidosa dengan besar uterus
> 20 minggu merupakan risiko degenerasi ganas
- Faktor genetik :
Molahidatidosa dengan kromosom 46 XX mempunyai risiko Keganasan yang
lebih rendah dinading dengan kromosom 46XY
- Kadar Vitamin A :
Kadar retinol pasien molahidatidosa lebih rendah dibanding kehamilan normal.
Pada kasus kasus yang berdegenerasi ganas didapat kadar vitamin A dibawah
normal.
- Aktifitas Imunologik :
Aktifitas imunologik pada pasien degenrasi keganasan menurun berdasar evaluasi
hitung limfosit, T helper, T sitotoksik.
D. PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan hCG
Pemeriksaan hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk diagnosis
maupun untuk melakukan pemantauan pada penderita penyakit trofoblas. Pada
penyakit trofoblas gestasional kadar hCG serum berlipat ganda lebih tinggi dari pada
kadar hCG pada kehamilan normal.
Human chosionic gonadotropin adalah hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh
placenta yang mempu-nyai aktifitas biologis yang mirip LH.Sebagian besar hCG di
produksi di plasenta namun sintesanya juga terjadi pada ginjal janin,begitupula ada
jaringan jaringan janin lain yang menbentuk baik molekul hCG maupun molekul
total hCG . Molekul Human chorionic gonadotropin memiliki 2 rantai asam
amino yakni rantai hCGterdiri atas 92 asam amino dan rantai hCGterdiri atas 145 asam
amino yang satu sama lain berikatan secara nonkovalen .
Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap hCG dengan pereaksi yang
menggunakan antibodi monoklonal terhadap hCG cukup dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan urine sebagai spesimen.Pemeriksaan hCG serum secara
kuantitatif pada kehamilan normal menunjukkan bahwa kadar hCG mencapai
puncaknya pada trimester pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70 kehamilan
sebesar 100.000 mIU/ml .
Pada mola hidatidosa dan pada tumor trofoblas`gestasional umumnya kadar hCG jauh
lebih tinggi dari pada`kadar puncak hCG pada kehamilan normal..
Pada penderita penyakit trofoblas gestasional pemeriksaan hCG serum
harus`dilakukan secara kuantiitatif baik dengan pemeriksaan secara Radio
immunoassay maupun Enzym immunoassaykarena hasil peme-riksaan ini tidak saja
mempunyai nilai diagnostik namun juga nilai prognostik .
Pemeriksaan hCG secara kuantitatif dipakai juga untuk memantau perjalanan penyakit
pada mola hida-tidosa pasca evakuasi jaringan molanya dan juga sangat bermanfaat
pada pemantauan hasil pengobatan dengan kemoterapi pada Tumor Trofoblas
Gestasional.
Pemilihan pereaksi untuk pemeriksaan hCG secara kuantitatif pada penyakit trofoblas
gestasional harus yang spesifik terhadap hCG. Pemantauan kadar hCG pada penderita
penyakit trofoblas gestasional dianjurkan dengan cara RIA/IRMA .
sehingga agar pengambilan kesimpulan tidak salah, EIA yang dipakai harus yang
dapat mendeteksi baik intact hCG maupun fragmen-fragmennya
Lebih jauh lagi pada penyakit trofoblas`gestasional ; hCG dalam serum ternyata
mudah pecah menjadi fraksi fraksinya yakni nicked hCG ; free hCG , core
dan free hCG sehingga bila pereaksi yang dipakai hanya dapat mendeteksi
rantai hCG saja maka kadar hCG yang terukur lebih rendah dari kadar total hCG
yang sebenarnya akibat adanya hook effect .
Dengan demikian untuk menghindarkan kesalahan pada pengukuran kadar hCG
dalam serum penderita penyakit trofoblas harus`dipakai pereaksi peraksi yang dapat
mengukur molekul molekul hCG baik pada molekul hCG yang utuh maupun pada
fraksi fraksi pecahannya.
2. Peranan pemeriksaan USG dan Color Dopler.
Pemeriksaan ultrasonografi – color Doppler saat ini merupakan pemeriksaan baku
untuk membantu menetukan diagnosis penyakit trofoblas gestasional.Gambaran
Neovaskularisasi menunjang diagnosis koriokarsinoma serta dapat untuk melihat
penetrasi pada miometrium atau organ sekitar uterus.
Pemeriksaan USG untuk menegakkan diagnosis penyakit trofoblas gestasional merupa-
kan salah satu pemeriksaan yang baku di RSHS ; Color Dopler juga dilakukan secara
baku untuk menunjang diagnosis kemungkinan koriokarsnoma.
Adanya gambaran neovaskularisasi menunjang diagnosis koriokarsinoma dan
koriokarsinoma klinis.
Tidak jarang pula dengan pemeriksaan USG dapat ketahui secara dini adanya tanda-
tanda penetrasi jaringan trofoblas ke dalam myometrium sehingga bila perlu
dapat segera dilakukan tindakan laparotomi sebelum terjadinya perdarahan akibat
perforasi uterus .
Kriteria Mola Hidatidosa Risiko Tinggi :
1. Ukuran uterus > 20 minggu
2. Umur penderita > 35 tahun
3. Hasil PA ( Kuretase ) menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan
4. HCG pra evakuasi > 100.000 mIU/ml ( RIA / IRMA ) .
Histerektomi :
Histerektomi sebagai cara evakuasi jaringan mola di RSHS dilakukan pada kasus mola
risiko tinggi
yang sudah mempunyai anak cukup ; tujuannyadisamping sebagai upaya untuk
mengurangi kemungkin-
an timbulnya keganasan sekaligus juga bila kemudian timbul koriokarsinoma maka
derajat skor pada
skor prognostik akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan
lebih sederhana dan
kurang toksis serta biayanya menjadi lebih ringan.
Sebaliknya bila kadar HCG mengikuti pola kurva regresi yang normal dan tidak
terdapat tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik , maka follow
up selanjutnya adalah :
1. MTX 20 mg/hari I.M dan Folic Acid 5 mg/ hari I.M yang diberikan 12 jam setelah
pemberian Methotrexate kedua-duanya diberikan 5 hari berturut-turut.
2. Actinomycin D 0,5 mg / hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut
G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG
darah atau urin.
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
3. Cek darah lengkap sering menunjukkan adanya anemia dan koagulopati.
4. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4
bulan
5. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak
terlihat janin
6. Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo
harus dilakukan karena paru – paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.
Pada foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
7. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan
fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau
46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor
pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan
pada plasenta yang normal.1
Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya
mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti
adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Jarang sekali
didapatkan adanya hiperemesis, kista lutein, dan hipertiroid. Pada pemeriksaan
histologis, pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.
H. FAKTOR RESIKO
Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja
awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35
tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7
kali dibanding wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.
Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosioekonomi
rendah dan paritas tinggi.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring. Kemoterapi adalah
modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka keberhasilan terapi pada PTG risiko
rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi . ngka keberhasilan
terapi pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 %
dengan angka kematian karena PTG berkisar 8-9%. Kemoterapi pada PTG risiko
rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi
tunggal lain yang dapat digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko
tinggi menggunakan kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO
(etoposide,methotrexate,actinomycin,cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi
primer atau menggunakan kombinasi ME ( Metothrexate, Etoposide ), EP ( Etoposide,
Cisplatinum) Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis
ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk menghindari
abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi hipertiroid atau
perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis histopatologi. Dengan
perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi,
kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus
molahidatidosa usia tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari
koriokarsinoma.Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus
perforasi,pada kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta
pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi
mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada
metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan
medis.
Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi
koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan
kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak
disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat
dilatasi infus oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk
mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau
hemabate juga dapat diberikan.
Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi karena
embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload.
Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan penderita
disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat
selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau
barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu
mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam
rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena
terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil
kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali
normal.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan secara
berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa
pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan
terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap
bulan sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut – turut. Waktu rata-rata
yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan
komplit maupun parsial adalah 9 – 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah
monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.
ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR TROFOBLAS GESTASIONAL
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
2. Keadaan Umum
3. Keluhan Utama
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Riwayat obstetri dan menstruasi.
6. Riwayat Penyakit Dulu:
8. Riwayat Penyakit Keluarga.
9. Keadaan Umum :
TD : N : RR ;T :
B1 ( Breathing )
Sesak
Batuk
Suara nafas
Suara nafas tambahan
Retraksi dada
Nyeri dada
Gallop
Mumur
Suara jantung
CRT : < 3 detik B3 ( Brain ) GCS : Eye : 4, Verbal : 5, Motorik : 6 Reflek Patologis :
tidak ada Mual : + Pupil : Isokor B4 ( Blader ) BAK, B5 ( Bowel ) Frekuensi Makan :
B6 ( Bone ) Tidak terdapat patah tulang ,Psikososial
3. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder
akibat penyakit
Tujuan : Klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik
Kriteria Hasil:
• Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya
• Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi:
1. Beri kenyamanan dan ketentraman hati.
2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan.
3. Bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi pemahaman, bantu klien
mengenali ansietas untuk mulai memahami atau memecahkan masalah.
4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas
5. Beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.
6. Pantau keadaan umum klien