Anda di halaman 1dari 5

BAB II

DASAR TEORI MOLAHIDATIDOSA

A. Pengertian
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta
akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono
Prawirohardjo, 2003). Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal
dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak membengkak,
edomatous, dan vaksikuler (Benigna).Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal,
dengan cirri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan endematus ( Wahyu
Purwaningsih & Siti Fatmawati, 2010).
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi
trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya
menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba
falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat
menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya
menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet)

B. Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Komplet (klasik)
Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembunggelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat
sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang
tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang
besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai
penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi
kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya

berasal dari ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum
dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi
kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau
tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan
kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan
ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi
lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara
morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom.
2. Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet)
Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih
terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai
mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi
pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang
vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak
mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal
dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang biasa 69XXY
atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua
komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi
yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan.

Gambaran
Jaringan embrio atau janin
Pembengkakan hidatidosa pada vili

Mola parsial (inkomplet)


Ada
Fokal

Mola Komplet (klasik)


Tidak ada
Difus

Hyperplasia
Inklusi stroma
Lekukan vilosa

Fokal
Ada
Ada

Difus
Tidak ada
Tidak ada

C. Etiologi
Kekurangan vitamin A diduga kuat menjadi salah satu penyebab terjadinya mola
hidatidosa, pulihnya kadar vitamin A akan menyebabkan penderita hamil anggur

terhindar dari kanker dan memulihkan kesehatan, sehingga peluang untuk hamil lebih
besar meskipun penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada
stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi
hyperplasia.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh
terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin
pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan
berkembang menjadi mola hidatidosa.
5. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau
fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan
gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot
korion.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
D. Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi
blastometer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel.
Masing-masing sel membelah lagi dan menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya sehingga
membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri
kurang lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi
dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yangmerupakan dinding
sel telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat
disebelah dalam yang akan membentuk bayi).
Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi
dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan
hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang

berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi
semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan
mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang terjadi
perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan.
Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan
diagnose molahidatidosa.
E. Tanda dan Gelaja/ Manifestasi Klinis
1. Nyeri/ kram perut
2. Muka pucat/ kekuning-kuningan (mofa face)
3. Perdarahan tidak teratur
4. Keluar jaringan mola
5. Keluar secret pervaginam
6. Muntah-muntah
7. Pembesaran uterus dan uterus lembek
8. Balotemen tidak teraba
9. Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
10. Gerakan janin tidak terasa
11. Terdengar bunyi dan bising yang khas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi
2. HCG : Meningkat dari biasa
3. USG : Tidak ada gambaran janin dan denyut jantung lain
4. Uji sonde : Tidak ada tahanan
G. Komplikasi
1. Syok hipovolemia
2. Anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi
5. Moladesruen/ karoikarsinoma
H. Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena
perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan
tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah
jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan
mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan
mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa
bulan.

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi.
Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat terjadi,
tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa dapat
mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik
berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor
(PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang
terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko
terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu,
kadar hCG preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.
I. Penatalaksanaan
1. Test oksitoksin dosis tinggi (Synrocinon sampai 50 unit per 500 ml larutan)
2. Histrektomi
3. Kuretase
4. Tranfuse darah
5. Antibiotik
6. Pengobatan lanjut:
Pada kasus yang tidak menjadi ganas, kadar HCG menjadi turun dan menjadi
negative. Pada awal pasca mola dapat dlakukan test hamil, akan tetapi setelah test
hamil

biasa

menjadi

negative,

hingga

perlu

dilakukan

pemeriksaan

radioimmunoassay HCG dalam serum. Pemeriksaan ini dapat membantu


menemukan hormone dalam kualitas rendah. Selain kadar HCG kluen dapat
dianjurkan untuk tidak hamil dan bias menggunakan kondom, diafragma pil
kontrasepsi dan dapat dilakukan kemoterapi. Tujuan dari terapi lanjut ini adalah
menghindari timbulnya tumor ganas, menghindari metastase dari trofoblast,
pemeriksaan hormone HCG kembali.

Anda mungkin juga menyukai