Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

IBU HAMIL MOLA HIDATIDOSA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kehamilan ialah hasil dari konsepsi atau pembuahan setelah melakukan

senggama yang ditandai dengan perubahan fisiologis yang pada hakekatnya

terjadi pada seluruh sistem organ, masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai

lahirnya janin.Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu/9 bulan 7 hari)

dihitung dari HPHT (hari pertama haid terakhir). Kehamilan dibagi menjadi 3

trimester yaitu trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester

kedua dari bulan ke-4 sampai 6 bulan. Trimester ketiga dari bulan ke-7 sampai 9

bulan. Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta

perubahan sosial di dalam keluarga. Di dalam kehamilan juga banyak terjadi

proses patofisiologi yang terjadi, di dalam asuhan keperawatan ini akan dibahas

tentang perdarahan pada kehamilan muda.

Diantaranya adalah mola hidatidosa atau orang awam

menyebutnya dengan hamil anggur. Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang

berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi

kanalis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal sedemikian disebut mola

hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin

disebut mola parsialis atau partial mole.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas pada

“KeperawatanMaternitas”. Untuk memberikan alasan makna serta menghindari

meluasnya makna dalam asuhan keperawatan ini, masalahnya dibatasi pada :

“Asuhan Keperawatan pada ibu hamil mola hidatidosa”.

1.3 Tujuan

Tujuan dari asuhan keperawatan ini adalah sebagai gambaran tentang

keadaan klien yang mungkin bagi perawat untuk

merencanakan asuhan keperawatanpada ibu hamil mola hidatidosa.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 Definisi
 Suatu kehamilan patologik dimana korion mengalami beberapa hal sebagai
berikut :
1. Degenasi hidrofik dan kistik dan vili khorealis
2. Proliferasi trofoblas
3. Tidak ditemukan pembuluh darah janin
(Chrisdiono, 2004 : 90).
 Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili khoriolisnya
mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur.
(FK. UNPAD, 2005 : 28).
 Penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak
disertai janin dan seluruh villi khorialis mengalami perubahan hirofik.
(Manuaba, 1998 : 421)
 Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh villi khorialis mengalami hidrofik.
(Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 342)
 Jonjot-jonjot khorion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan karena itu disebut hamil anggur
atau mata ikan.
(Rustam Mochtar, 1993 : 23)
 Keadaan patologi dari khorion dengan sifat degenerasi kistik villi dan
perubahan hidrofik, tidak ada pembuluh darah janin, dan proliferasi
trofoblas.
(Balai penerbit FKUI, 2006 : 41)
 Kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-
villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
 Kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami
perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
 Kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi
tropoblast dan edema stroma villi.
(Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
 Pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, disertai proliferasi
hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus.
( Soekojo, Saleh, 1973 : 325)
 Perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola
tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah
besar human chorionic gonadotropin (hCG).
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)

2.1.2 Klasifikasi
Mola Hidatidosa Komplet
Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari
yang mudah terlihat sampai beberapa cm, tanda-tanda mola hidatidosa
komplet :
a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stoma villus.
b. Tidak adanya pembuluh darah dalam villi yang membengkak.
c. Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam.
d. Tidak ditemukannya janin dalam amnion.
Mola Hidatidosa Parsial
a. Digolongkan mola hidatidosa parsial bila perubahan hidatidosa
bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau
sedikitnya kantung amnion.
b. Sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berjalan lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler
dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak
mengalami perubahan.
c. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi lebih bersifat lokal daripada
general.
Karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial
Gambar Mola Parsial Mola Komplet
Jaringan embrio Ada Tidak ada
Pembengkakan Fokal Difus
Hidatidosa pada villi
Hyperplasia trofoblas Fokal Difus
Inklusi stroma Ada Tidak ada
Koriotipe Paternal dan maternal 69, XX Paternal 46, XX (86%) 46, XY
atau 69, XYY-5% (4%) 20%
Neoplasia trofoblastik Korio karsinoma jarang

2.1.3 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui, tetapi faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya antara lain:
 Faktor ovum yaitu ovum memang sudah patologi sehingga mati tapi
terlambat dikeluarkan.
 Imunoselektif dari trofoblast.
 Keadaan sosial ekonomi rendah.
 Paritas tinggi.
 Kekurangan protein.
 Infeksi virus dan faktor kromosom belum jelas.
 Pada wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomiferm (clomid).
 Wanita yang berada di kedua ujung masa reproduksi (awal batasan tahun atau
premenopause).
 Lebih banyak ditemukan pada etnik mongoloid daripada kaukaoid.
 Genetik wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih tinggi.

2.1.4 Patway

Ovum patologis, kurang protein, dan lain-lain

Fertilisasi

Tanpa deferensiasi
(kelainan sel trofoblast) HCG

Hyperplasia filly
(jonjot-jonjot korion tumbuh berganda/cairan karsinoma)

Berisi cairan dan membesar atau bergelembung-gelembung


Rahim membesar >> kehamilan preeklampsi

Mola
mengandung plasenta mual muntah

Perdarahan

Nyeri Intoleran Gangguan Gangguan Kecemasan


aktivitas pola tidur rasa nyaman
2.1.5 Manifestasi klinik
 Gambaran klinik :
o Perdarahan pervaginam disertai keluarnya gelembung-gelembung
seperti buah anggur (gelembung mola).
o Terjadi gejala toksemia pada trimester I-III.
o Terjadi hiperemis gravidarum.
o Dijumpai gejala-gejala tirotoksitosis atau hipertiroid.
o Kadang-kadang dijumpai emboli paru.
o Amenore.
o Preeklampsi.
o Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti.
 Pemeriksaan fisik :
o Uterus lebih besar dari umur kehamilan/lebih kecil/lebih besar,
TFU lebih tinggi dari usia kehamilan.
o Perdarahan sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan
pengeluaran gelembung mola. Biasanya terjadi antara bulan 1-7
dengan rata-rata 12-14 minggu.
o Dijumpai kista lutein yang biasanya lebih besar dari kista lutein
biasa.
o Tidak ada ballotement.
o Tidak dijumpai adanya DJJ (denyut jantung janin), walaupun
ukuran kehamilan besar.

2.1.6 Pemeriksaaan penunjang


 Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta
hCG darah atau urin.
 Uji sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kayum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde
diputar setelah ditarik sedikit. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola
(cara Acosta-Sison).
 Pemeriksaan foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
 Pemeriksaan ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow plake
pattern) dan tidak terlihat janin.
 Pemeriksaan foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
 Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda-tanda tirotoksitosis atau hipertiroid.

2.1.7 Penatalaksanaan
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
1. Segera lakukan evakuasi jaringan mola.
2. Sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam
500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tpm (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap
pengosongan uterus secara tepat).
3. Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set
agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri
selesai.
4. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik
sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.
5. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia
berat lakukan transfusi.
6. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat
trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan
pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
7. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal (apabila masih ingin mempunyai anak) atau tubektomy apabila
ingin menghentikan fertilisasi.

2.1.8 Komplikasi
 Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong berakibat
fatal.
 Perdarahan berulang-ulang mengakibatkan anemia.
 Infeksi sekunder.
 Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
 Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus akan menjadi
moladestrues atau koriokarsinoma.
 Hiperemesis gravidarum (2-10% pasien).
 Preeklampsi (12-20% pasien).

2.1.9 Diagnosis banding


 Abortus.
 Kehamilan biasa/normal.
 Kehamilan kembar/gemelli.
 Kehamilan dengan mioma uteri.

2.2 Asuhan Keperawatan pada ibu mola hidatidosa


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya, sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi
klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji :
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur,
alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinann dan alamat.
2. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang.
3. Riwayat kesehatan yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
4. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinaria, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
6. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
7. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
8. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
9. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
10. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang perlu diinspeksi, antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fisik, dan seterusnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal.
3. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bising usus/
peristaltik usus atau DJJ (denyut jantung janin).
Pemeriksaan laboaratorium :
1. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap
smear.
2. Keluarga berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB
Apakah klien setuju. Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan
menggunakan KB jenis apa
Data-data lain :
1. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di rumah sakit. Data psikososial.
2. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam
keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien, dan mekanisme koping
yang digunakan.
3. Status sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
4. Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan YME dan
kegiatan yang biasa dilakukan.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan
2.2.3 Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan
tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien,
memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
a. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
b. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
a. Menetapkan prioritas masalah
b. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
c. Menentukan rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA I
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat
Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah
satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidat dapat dipersepsikan

DIAGNOSA II
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhiü
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya
Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri
DIAGNOSA III
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional : Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur
Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur

DIAGNOSA IV
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola
demam dapat membantu diagnose
Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati
normal
Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
pada hypothalamus

DIAGNOSA V
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi
kecemasan
Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan
merasa diperhatikan
Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya
Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang

DIAGNOSA VI
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
Kaji status nutrisi klien
Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk
meminimalkan anoreksia
Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu
makan klien
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan
orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman
dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
Tidak tampak tanda-tandaü infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
Observasi vital sign
Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya
proses infeksi dalam tubuh
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah
yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotic
Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga
proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung
membunuh sel bakteri penyebab infeks.

DIAGNOSA VIII
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Hb dalam batasü normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik
Vital sign dalam batasü normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi
Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional : Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral
sebagai akibat tekanan darah arterial
Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi
perifer lemah
Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume
sirkulasi
Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah
/ mengurangi perarahan

2.2 4 EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan.
Evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi
hasil (sumatif).
Komponen evaluasi terdiri dari :
S : data subjektif
O : data obyektif
A : analisis
P : planning

Evaluasi Pada Klien Dengan Kelainan Kehamilan Mola Hidatidosa


Keluhan utama (menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang) : teratasi.
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
S : klien menyatakan “nyeri reda/terkontrol”
O : menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak
A : nyeri teratasi
P : RT dihentikan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


S : klien melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (aktifitas sehari-hari)
O : menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis TTV normal
A : peningkatan toleransi aktifitas
P : RT dihentikan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
S : melaporkan peningkatan rasa sehat dan dapat istirahat
O : tidur 6-8 jam setiap hari
A : kebutuhan tidur terpenuhi
P : RT dihentikan
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
S : klien merasa nyaman
O : TTV dalam kisaran normal, tidak ada tanda-tanda infeksi
A : tidak ada gangguan rasa nyaman
P : RT dihentikan
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
S : klien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat menerimanya
O : menunjukkan sikap rileks
A : ansietas teratasi
P : RT dihentikan
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
S : klien merasa lebih baik tanpa adanya anoreksia
O : menunjukkan peningkatan BB sesuai tujuan
A : nutrisi terpenuhi
P : RT dihentikan
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
S: -
O : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti adanya infeksi
A : tidak terjadi infeksi
P : RT dihentikan
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan
S: -
O : perfusi adekuat, nadi perifer kuat, TTV normal, pasien sadar
A : tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
P : RT dihentikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hamil anggur atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar. Di dalam rahim
tidak ditemukan janin, melainkan jaringan berbentuk gelembung-gelembung
seperti buah anggur yang berisi cairan.
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi kanalis mengalami
perubahan hidropik. Dalam hal sedemikian disebut mola hidatidosa atau complete
mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis
atau partial mole.

4.2 Saran
Peran perawat sebagai petugas medis. Sebaiknya mengetahui tentang
manifestasi klinis pada ibu hamil mola hidatidosa. Sehingga setiap penderita mola
hidatidosa mendapatkan penanganan dengan segera dan harus segera dirawat
untuk dipersiapkan evakuasi dan memperbaiki keadaaan umum bila diperlukan.
Untuk tindakan evakuasi mola hidatidosa harus dilakukan oleh seorang
spesialis obstetri dan ginekologi (berencana maupun darurat), demikian pula
dengan setiap tindakan laparotomi atau histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA

Balai penerbit FKUI. 2006. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi.
Jakarta : Gaya baru.
Datta, Misha dll. 2010. Rujukan cepat obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Achadiat, Chrisdiono M.. 2004. Presedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta :
EGC.
Sinclair, Constance. 2010. Buku saku kebidanan. Jakarta : EGC.
Fakultas Kedokteran UNPAD. 1998. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai