Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONARY SYNDROME

A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al).

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang


menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard
akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction =
NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP).
(Jantunghipertensi.com)

Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak


digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari
beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca
infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut
(SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak
di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

2. Etiologi
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan pembuluh
darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4 hal yaitu :

1. Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat


konsumsi kolesterol yang tinggi.

2. Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)

3. Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.

4. Infeksi pada pembuluh darah

.
3. Faktor predisposisi
Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :

1. Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)

2. Stress atau emosi dan terkejut.

3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan


peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat

4. Patofisiologi

Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada Sindrom


Koroner akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga
volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang
diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic
Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic
Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel.
Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka
peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ),
sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan
hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli,
terjadilah edema paru-paru.

Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri
paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal
akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi
pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti
sistemik dan edema.

Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom


koroner akut :

a. Mekanisme neurohormonal

Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi


sistem saraf simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-
angiotensin, stres oksidatif (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen
species), arginin vasopressin (meningkat), natriuretic peptides, endothelin,
neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin, adrenomedullin
(meningkat), dan apelin (menurun).
b. Remodeling ventrikel kiri

Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan


memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.

c. Perubahan biologis pada miosit jantung

Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi,


perubahan miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.

d. Perubahan struktur ventrikel kiri

Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung


menjadi lebih sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih
banyak, sehingga terjadi peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan
cardiac output, dan peningkatan hemodynamic overloading.

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari SKA antara lain adalah

1. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa ‘penuh’
yang sangat terasa dan menetap di bagian tengah dada dan berlangsung selama
beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit).

2. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau nyeri di
punggung diantara tulang belikat.

3. Pusing

4. Berkeringat

5. Sesak napas

6. Kecemasan

Diagnosis dari Sindroma Koroner Akut seyogyanya ditegakkan secara cepat dan tepat.
Ada 3 kriteria dasar diagnosis daripada SKA, yaitu :

1. Gejala klinis berupa nyeri dada spesific chest pain / cardiac chest pain

Adanya keluhan nyeri dada akut perlu ditelusuri secara cepat dan tepat apakah terkait
dengan SKA atau tidak. Nyeri dada spesifik (angina) merupakan gejala kardinal
penderita SKA dan tentunya harus dapat dibedakan dengan nyeri dada yang lainnya /
non specific chest pain / non cardiac chest pain.Ciri dari nyeri dada angina / specific
chest pain / cardiac chest pain adalah :

a. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

b. Sifat nyeri : seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih, ditusuk, diperas

c. Penjalaran : rasa nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,


punggung interskapula, dan terkadang ke lengan kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau dengan obat nitrat

e. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosional, udara dingin dan sesudah
makan

f. Lamanya lebih dari 20 menit.

g. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan
lemas.

2. Gambaran elektrokadiogram / EKG

Perekaman EKG 12 sadapan pada penderita SKA dapat menggambarkan


kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi dan monitoring.
Gambaran EKG pada SKA :

a. APTS : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang


kadang elevasi segmen ST saat ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

b. NSTEMI : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

c. STEMI : elevasi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang Q.

3. Evaluasi petanda biokimia / ensim jantung / cardiac markers

a. Cardiac Troponin

b. Creatine Kinase

c. LDH

(Anderson et al.,2007
6. Pemeriksaan penunjang

1. EKG : menunjukkan peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan


atau datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang
Q.

2. Enzim jantung dan iso enzim : CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung ) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam
24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat
amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.

3. Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat


mempengaruhi kontraktilitas.

4. Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua
setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.

5. GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru


akut atau kronis.

6. Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis


sebagai penyebab IM.

7. Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.

8. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,


gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub.

9. Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner


dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).

10. Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.


7. Pathway
8. Pengkajian

1. Aktifitas

Gejala :

- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.

- Pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur

Tanda : Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.

Tanda :

a. TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri

b. Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.

c. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal


jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

d. Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar

e. Friksi ; dicurigai Perikarditis

f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

g. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

h. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

3. Integritas ego

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga.

Tanda : menolak , menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4. Neurosensori

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat

Tanda : perubahan mental, kelemahan

5. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :

a. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral

b. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke


tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.

c. Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.

d. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling


buruk yang pernah dialami.

Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia

6. Pernafasan:

Gejala :

a. Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat

b. Dispnea nokturnal

c. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

d. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

9. Pemeriksaan Fisik :

1. Tampilam umum (inspeksi) :

a. Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.

b. Pasien tampak sesak

c. Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
d. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.

2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):

a. Sinus takikardi (100-120 x/menit

b. Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark

3. Pemeriksaan jantung (auskultasi):

a. Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama
Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.

b. Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat sementara

10. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan


ventilasi

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan transport oksigen


melalui membrane alveolar dan membrane kapiler

4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen penyebab biologis

5. Intoleran Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen

6. Cemas berhubungan dengan stress


11. Rencana asuhan keperawatan

No. Diagnosis Tujuan dan


Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil

1 Ketidakefektifan Setelah diberikan1. Pantau adanya


1. Mengetahui adanya
pola nafas tindakan pucat dan sianosis sianosis pada px
berhubungan dengan keperawatan
2. Mengetahuikecepatan,
hiperventilasi selama …x…
irama, kedalaman dan
jam 2. Pantau
upaya pernafasan
diharapkan pola kecepatan, irama,
nafas pasien kedalaman dan
efektifdengan upaya pernafasan
3. Retraksi dada
kriteria hasil :
mengindikasikan
1. TTV dalam kelainan pada paru-paru
3. Perhatikan
rentang lobus tertentu
pergerakan dada,
normal,tidak ada
amati
retraksi dada,
kesimetrisan,
tidak ada
penggunaan otot-
penggunaan otot
otot bantu 4. Mengetahui hambatan
bantu nafas
jalan napas.
2. Pasien tidak
mengeluh susah4. Pantau
bernafas. pernafasan yang
berbunyi seperti
5. Mengetahui pola
mendengkur
nafas px
5. Pantau pola
pernafasan
6. Mengetahui suara
nafas px
6. Auskultasi suara
nafas
2 Gangguan Setelah diberikan
1. Kaji frekuensi,
1. Manifestasi distress
pertukaran gas tindakan kedalaman, dan pernapasan tergantung
berhubungan dengan keperawatan kemudahan pada derajat
ketidakseimbangan selama …x… bernapas keterlibatan paru dan
perfusi dan ventilasi jam diharapkan status kesehatan umum
px tidak
mengalami 2. Mengetahui saturasi
gangguan O2 px
pertukaran gas
dengan kriteria
hasil:
1. TTV dalam2. Pantau saturasi3. Mengetahui hasil gas
rentang normal O2dengan darah px
oksimetri nadi
2. Hasil AGD 4. Mengetahui kadar
dalam rentang elelktrolit px
normal
3. Pantau hasil gas
5. Mengetahui status
darah mental px

4. Pantau kadar
6. Mengetahui adannya
elektrolit sianosis pada px

5. Pantau status
mental px

6. Observasi
terhadap sianosis,
terutama membran
mukosa mulut

3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan


1. Pantau nyeri
1. Mengetahui adanya
perfusi tindakan dada nyeri dada pada px
jaringanberhubungan keperawatan
2. Mengetahui kondisi
dengan kerusakan selama …x24
umum px.
transport oksigen jam 2.
diharapkan Pantau TTV
melalui membrane perfusi jaringan
alveolar dan pasien
membrane kapiler efektif dengan
kriteria hasil : 3. Mengetahui adanya
3. Lakukan
tanda-tanda penurunan
1. TTV DBN pengkajian
perfusi jaringan
komprehensif
- TD (120-140/80-
terhadap sirkulasi
90 mm/Hg)
perifer (misalnya
nadi, edema,
- RR (16-24xC) warna kulit, dan
suhu)
- N (60-100x/mnt)

- S (36.5-37.5ºC) 4. Menurunkan beban


4. Tingkatkan kerja organ dalam tubuh
2. Membran mukosa
istirahat
merah muda 5. Memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh

6. Meningkatkan
keefektifan perfusi
5. Memberikan
jaringan px
terapi oksigen

6. Kolaborasi
pemberian obat
berdasarkan
program
(misalnya,
analgesik,
antikoagulan,
vasodilator)

4 Nyeri Akut Setelah diberikan


1. Lakukan 1. Mengetahuilokasi,
berhubungan dengan asuhan pengkajian nyeri karakteristik, durasi,
agen penyebab keperawatan secara frekuensi, kualitas,
biologis selama…x24 komprehensif intensitas dan faktor
jam, diharapkan meliputi lokasi, presipitasi nyeri px
px mampu karakteristik,
mengatasi nyeri durasi, frekuensi,
dengan kriteria kualitas, intensitas
hasil : dan faktor
presipitasi.
1. Nyeri px
hilang/ berkurang
2. Mengetahui perasan
2. Px mampu
2. Observasi
px terhadap nyeri
mengendalikan isyarat non verbal
nyeri ketidaknyamanan
3. Px merasa
nyaman
3. Berikan
informasi tentang
3. Membantu px
nyeri, seperti
mengndalikan nyeri
penyebab nyeri,
berapa lama akan
berlangsung dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur

4. Kendalikan
4. Memberikan
faktor lingkungan
kenyamanan kepada px
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)

5. Ajarkan
teknik
5. Mengendalikan nyeri
non farmakologis
px
( misalnya
relaksasi,
distraksi, kompres
hangat)

6. Kolaborasi
pemberian 6. Menurunkan nyeri px

analgetik
5 Intoleran Aktifitas Setelah diberikan
1. Monitor 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan asuhan frekuensi nadi dan kemajuan atau
ketidakseimbangan keperawatan nafas sebelum dan penyimpangan dari
antara suplai dan selama…x24 sesudah sasaran yang
kebutuhan oksigen jam, diharapkan melakukan diharapkan
px mampu aktifitas
beraktifitas secara
normal dengan
kriteria hasil : 2. Tunda aktifitas
2. Gejala-gejala tersebut
jika freuensi nadi
1. Klien merupakan tanda
dan nafas
mendemonstrasik intoleransi aktifitas.
meningkat secara
an peningkatan konsumsi oksigen
cepat dan klien
toleransi terhadap meningkat jika aktifitas
mengeluh sesal
aktifitas meningkat dan daya
nafas dan
tahan tubuh klien dapat
2. Klien dapat kelelahan,
bertahan lebih lama jika
melakukan tingkatkan
ada waktu istirahat di
aktifitas, dapat aktifitas secara
antara kktifitas
berjalan lebih bertahap
jauh tanpa
mengalami nafas
tersengal-sengal
sesak nafas dan
kelelahan

3. Bantu klien
melaksanakan 3. Membantu
aktifitas sesuai menurunkan kebutuhan
dnegan oksigen yang
kebutuhannya. meningkat akibat
Beri klien waktu peningkatan aktifitas
tanpa diganggu
berbagai aktifitas
4. Aktifitas fisik
meningkatkan
4. Pertahankan
kebutuhan oksigen dan
terapi oksigen
sistem tubuh akan
selama aktifitas
berusaha
dan lakukan
menyesuaikannya.
tindakan
pencegahan
terhadap
komplikasi akibat
omobilisasi jika
klien dianjurkan
tirah baring

5. Hal tersebut dapat


5. Konsultasikan
merupakan tanda awal
dengan dokter jika
dari komplikai
sesak nafas tetap
khusunya gagal nafas
atau bertambah
berat saat istirahat

6 Cemas berhubungan Setelah diberikan


1. Kaji tingkat
1. Mengetahi tingkat
dengan stress asuhan kecemasan px kecemasan px
keperawatan
2. Membantu px
selama…x24
mengungkapkan
jam, 2.
diharapkan Beri dorongan
tentang perasaan
px mampu kepada pasien
cemasnya
mengatasi cemas mengungkapkan
denagn kriteria secara verbal
hasil : pikiran dan
perasaan untuk
1. Pasien mampu
mengeksternalisas
mengendalikan
ikan cemas
cemas

2 Pasien tidak
gelisah 3. Bantu pasien
3. Mengurangi cemas px
untuk memfokusk
an pada situsi saat
ini, sebagai cara
untuk
mengidentifikasi
mekanisme
koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi
cemas.

4. Intruksikan
pasien tentang
4. Membantu px
pengguanaan
mengendalikan cemas
teknik relaksasi

5. Memnimalkan faktor
5. Kurangi
pencetus cemas
rangsangan yang
berlebihan dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang, kontak
denga orang lain
jika dibutuhkan,
serta pembatasan
pengguanaan
kafein dan
stimulasi lain

6. Kolaborasi 6. Menurunkan cemas

pemberian obat px
untuk menurunkan
ansietas, jika perlu
B. DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal
Bedah Bruner and Suddarth. Jakarta : EGC.

Departemen kesehatan direktorat bidang alat kesehatan. Jakarta.

http://binfar.depkes.go.id.Sindrom Koroner Akut. Diambil tanggal 11 Januari


2013 jam 22.30 WIB.

Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:


EGC.

Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hediyani, Novie. 2012. Penyakit Jantung Koroner. www.dokterku-online.


Jakarta. Diambil pada tanggal 19 Januari 2013 jam 11.00 WIB.

Kalim, Harmani. 2009. Sirkulasi Koroner. Id.shvoong.com. Diambil pada


tanggal 19 Januari 2013 jam 11.00 WIB.

Long, Barbara C. 1999. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

O’Cornnor, Robert E; Brady, William; et al. 2011. Acute Coronary


Syndromes American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. http://circ.ahajournals.org.htm. diambil tanggal 11
Januari 2013 jam 22.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai