Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

OLEH :
ATIK APRILIA
( 149012018332 )

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2019
1
LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun
di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan
enzim jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya
benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen
dan mati.

2. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
         Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
         Penyempitan aterorosklerotik
         Trombus
         Plak aterosklerotik
         Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
         Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
         Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
         Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
         Spasme otot segmental pada arteri kejang otot

3. Manifestasi klinik
a.   Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar,ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan
yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala

2
yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.
b.  Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c.   Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d.   Bisa atipik:
       Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
        Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

4. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga
hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20
menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan
bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi.

3
5. Pemerikasaan Penunjang
1.    EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II,
III, dan aVF.
2.    Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan
aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari
pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-
protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin,
carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac
troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.

6. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
         Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat
otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,

4
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan
vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
         Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10
hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan
rontgen dijumpai kongesti paru.
         Gagal jantung
         Syok kardiogenik
         Perluasan IM
         Emboli sitemik/pilmonal
         Perikardiatis
         Ruptur
         Ventrikrel
         Otot papilar
         Kelainan septal ventrikel
         Disfungsi katup
         Aneurisma ventrikel
         Sindroma infark pascamiokardias

7. Penatalaksanaan
a.    Syok kardiogenetik
Penatalaksana  syok kardiogenetik:
         Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
         Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.

5
        Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
        Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB
yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
      Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
        Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI  dengan
syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi
farmakologis, bila sarana tersedia.

b.    Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
         Pertahankan preload ventrikel kanan.
         Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
        Hindari penggunaan nitrat atau diuretik. 
       Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak repon dengan atropin.
        Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
         Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
         Pompa balon intra-aortik.
         Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
         Penghambat ACE
         Reporfusi
         Obat trombolitik
         Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
6
         Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).

c.    Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
         Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan  kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC
shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
         Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik,  menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
         Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu
regimen berikut:
1)    Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-
10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
2)   Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
3)   Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
4)    Kardioversi  elektrik  synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).

d.    Penatalaksana fibrilasi  Ventrikel


        Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC
shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus
diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
( klas I)
7
        Fibrilasi  ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan  shock unsynchoronized.

B. Konsep Proses Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
 Pengkajian Primer
 Airway
- Sumbatan atau penumpukan sekret
- Wheezing ata krekels
 Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR ≥ 24x/menit
- Irama irreguler dangkal
- Ronchi, krekels
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
 Circulation
- Nadi lemah tidak teratur
- Takikardia
- Td meningkat/menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
 Pengkajian sekunder
 Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,
jadwal olahraga tidak teratur
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas.
 Sirkulasi
Gejala : penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, DM

8
Tanda :
- TD dapat normal/naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri.
- Nadi : dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat, kwalitas
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur ( disritmia )
- Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitis atau
komplain ventrikel.
- Mur-mur, bila ada menunjukkan ada gagal katub atau disfungsi atau
jantung
- Friksi : dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur dan tidak teratur
- Edema
- Distensi vena jugularis
- Warna : pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukosa bibir
 Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi adanya takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga
 Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
 Makanan/cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan BB
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
 Hygiene
Tanda/gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan
 Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidue ataun saat bangun ( duduk atau
istirahat )

9
 Nyeri atau ketidak nyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbul mendadak ( dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral )
- Lokasi : tipikal pada dada anteriol, substernal, prekordial, dapat
menyebar ketangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas : “crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
- Intensitas : biasanya 10 ( pada skala 1-10 ), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, DM,
hipertensi, lansia.
 Pernafasan
Tanda :
- Peningkatan frekwensi pernafasan
- Nafas sesak/kuat
- Pucat, sianosis
- Bunyi nafas ( bersih, krekels, mengi ), sputum
Gejala :
- Dispnea tanpa atau dengan kerja
- Dispnea nocturnal
- Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- Riwayat merokok, riwayat penyakit pernafasan kronis.
 Interaksi sosial
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi, menarik
diri.
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.

10
2. Diagnosa Keperawayan Yang Muncul
a. Nyeri akut
b. Gangguan rasa nyaman.
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Intoleransi aktivitas
e. Insomnia

3. Rencana Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1 Diagnose : Nyeri akut Outcome : Tingkat  Pemberian analgetik.
  Batasan Karakteristik : nyeri  Tentukan lokasi,
Tujuan : Klien mampu karakteristik, kualitas dan
 Diaphoresis mengendali keparahan nyeri sebelum
 Mengekspresikan mengobati pasien.
kan rasa
perilaku ( gelisah)  Cek adanya riwayat alergi
nyeri.
 Perubahan selera  Tentukan pilahn obat
makan. analgetik (narkotik, non
Kriteria hasil : narkotik / NSAID)
  Data Subjektif berdasarkan tipe dan
 Nyeri yang dilaporkan keparahan nyeri.
 Klien mengeluh berada pada tingkat 4-3  Monitor TTV sebelum dan
nyeri/ tidak nyaman atau kurang dalam sesudah memberikan
yang sangat skala 0-10 dalam 24 analgetik narkotik pada
mengganggu di jam. pemberian dosis pertam
daerah dada.  Ekspresi nyeri wajah kali/jika ditemukan tanda-
 Klien mengataka tidak tampak meringis tanda tyang tidak biasanya.
keringat dingin,  Mengeluarkan keringat  Berikan kebutuhan
headache dan mual. yang berkurang / tidak kenyamanan dan aktivitas
 Klien juga mengeluarkan keringat. lain yang dapat membantu
mengatakan  Kehilangan nafsu relaksasi untuk memfasilitasi
anoreksia dan makan berkurang atau penurunan nyeriberi.kan
lethargi. bahkan teratasi dengan analgetik sesuai waktu
adanya peningkatan paruhnya, terutama npada
  Data Objektif nafsu makan. nyeri yang sangat berat.
 Mual tidak lagi terjadi /  Dokumentasikan respon
 Pasien tiba-tiba teratasi. terhadap analgetikdan adanya
dilarikan ke rumah efek samping.
sakit X karena  Kolaborasi dengan dokter
mengeluh nyeri. apakah obat, dosis, rute
 Terjadinya takikardi pemberian atau perubahan
dan disritmia. interval dibutuhklan.
 Adanya peningkatan
beberapa kadar Manajemen nyeri
enzim pada jantung  Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang
meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi,
kualitas,intensitas atau

11
beratnya nyeridan factor
pencetus.
 Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri.
 Gali bersama pasien factor-
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri.
 Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berpa lama
nyeri akan dirasakn, dan
antisipasi dari
ketidaknyaman akibat
prosedur.
 Ajrkan prinsip-prinsip
manajem,en nyeri.
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
menurunkan nyeri.
 Monitor TTV, Monitor
tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan.
 Monitor irama dan tekanan
jantung.
 Monitor nada jantung.
 Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan TTV

2 Gangguan rasa nyaman. Outcome : Status Manajemen lingkungan :


Batasan karakteristik : kenyamanan kenyamanan.
 Gangguan pola tidur. Tujuan : Klien mampu  Hindari gangguan yang
 Gelisah. memberika tidak perlu dan berikan
 Iritabilitas. n respon waktu untuk istirahat.
 Merasa tidak nyaman fisiologis  Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung.
yang baik.
Data Subjektif :  Sediakan lingkungan yang
Kriteria hasil :
aman dan bersih.
 Klien mengeluh rasa  Posisikan pasien untuk
 Kesejahteraan fisik.
nyeri. memfasilitasi kenyamanan
 Kontrol gejala (misalnya, gunakan prinsip-
 Klien mengatakan
tidak nyaman yang prinsip keselarasan tubuh,
sangat mengganggu di sokong dengan bantal,
daerah dada. sokong sendi selama
 Klien mengatakan pergerakan, belat sayatan,
insomnia dan imobilisasi bagian
tubuh yang nyeri).
 Pemberian obat.
 Monitor kemungkinan
alergi terhadap obat,
interaksi dan
kontraindikasi, termasuk
obat-obatan dari luar konter
dan obat-obat herbal.
 Catat alergi yang dialami
klien sebelum pemebrian
obat dan tahanan obat-
obatan jika diperlukan.

12
 Beritahukan kepada klien
jenis obat, alas an
pemebrian obat, hasil yang
diharapkan dan efek
lanjutanyang akan terjadi
sebelum pemberian obat.
 Monitor TTV dan nilai
laboratorium sebelum
pemberian obat-obatan
secara tepat.
 Dokumentasikan pemberian
obat dan respon klien
(misalnya , nama
generikobat, dosis, waktu,
cara, alsan pemberian obat
dan efek yang dicapai)
sesuai dengan protocol

Manajemen nyeri .
 Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang
meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi,
kualitas,intensitas atau
beratnya nyeridan factor
pencetus.
 Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri.
 Gali bersama pasien factor-
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri.
 Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berpa lama
nyeri akan dirasakn, dan
antisipasi dari
ketidaknyaman akibat
prosedur
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajem,en nyeri.
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
menurunkan nyeri.

Pengaturan posisi
 Berikan matras yang
lembut
 Dorong pasien utnuk
terlibat dalam perubahan
posisi
 Tinggikan kepala tempat
tidur.

13
Terapi relaksasi
 Gambarkan rasionalsasi
dan manfaat serta jenis
relakssi yang tersedia
( bernafas dengan ritme,
music, relaksasi rahang dan
relaksasi otot progresif
 Ciptakan lingkungan yang
tenang dan tanpa distraksi
dengan lampu yang redup
dan suhu lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan
 Tunjukkan dan praktekkan
teknik relaksasi pada klien.
 Dorong klien untuk
mengulang praktek teknik
relaksasi, jika
memungkinkan.berikan
waktu yang tidak terganggu
karena mungkin saja klien
tertidur
 Evaluasi dan
dokumentasikan respon
terhadap terapi relaksasi.

3 Ketidakefektifan pola Outcome : Status  Monitor pernafasan


nafas pernafasan  Monitor kecepataan irama,
Batasan Karakteristik Tujuan : klien mampu kedalaman dan kesulitan
 Pernafasan bibir bernafas normal bernafas
 Pola nafas abnormal Kriteria hasil :  Catat pergerakan dada,
(misalnya, irama, catat ketidaksimetrisan,
 Frekuensi pernafasan pengginaan otot-otot bantu,
frekuensi, kedalaman) dalam batas normal
 Takipnea dan retraksi pada otot
 Irama pernafasan dalam supraclafikulas dan
batas normal intercostal
  Data subjektif :
 Pernafasan bibir  Monitor pola nafasa
       Klien mengeluh dengan mulut ( misalnya, bradipnea,
takipnea mengerucut takipnea, hiperventilasi,
pernafasan khusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik,
respirasi biot, dan pola
ataxic)
 Monitor keluhan sesak
nafasa pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkasan atau
memperburuk sesak nafas
 Posisikan pasien miring
kesamping, sesuai dengan
indikasi utnuk mencegah
aspirasi, lakukan teknik log
roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
 Monitor TTV, Monitor
tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan

14
dengan tepat

 Monitor nada jantung


 Monitor irama dan laju
opernafasan (misalnya
kedalaman dan
kesemimetrisan)

Pengaturan posisi
 Tempatkan opasien diatas
mattras atau tempat tidur
terapeutik
 Berikan matras yang
lembut
 Dorong pasien untuk
terlibat dalam perubahan
posisi
 Posisikan pasien untuk
mengurangi dyspnea
(misalnya posisi semi
fowler.

4 Intoleransi aktivitas Outcome :  terapi aktivitas


Batasan karakteristik :  Toleransi terhadap  Pertimbangkan kemampuan
 Dispnea setelah aktivitas klien dalam berpartisipasi
beraktivitas Tujuan : Klien mampu melalui aktivitas spesifik
 Keletihan melakukan aktivitas  Bantu klien untuk memilih
seperti biasanya tanpa aktivitas dan pencapaian
adanya suatu gangguan tujuan melalui aktivitas
yang konsisten dengan
kemampuan fisik fisiologi
dan sosial
 Bantu klien dan keluarga
untuk mengindentifikasi
kelemahan dalam level
aktivitas tertentu
 Bantu klien dan keluarga
untuk beradaptasi dengan
lingkungan pada saat
mengakomodasi aktivitas
yang diinginkan
 Bantu klien untuk
meningkatrkan motivasi di
dan penguatan

5 Insomnia Outcome : Tidur Manajemen lingkungan


Batasan karakteristik : Tujuan : Klien mampu Kenyamanan
 Gangguan status mempertahankan  Hindari gangguan yang
kesehatan kubutuhan tidur. tidak perlu dan berikan
 Perubahan konsentrasi Kriteria hasil : waktu untuk istirahat
         Perubahan mood  Pola tidur yang  Ciptakan lingkungan yang
tercukupi tenang dan nyaman
Data Subjektif :  Nyeri tidak lagi  Sediakan lingkungan yang
dirasakan / berkurang aman dan bersih
 Klien mengeluh rasa  Posisikan pasien utnuk
nyeri memfasilitasi kenyamanan
 Klien mengatakan (sokong dengan bantal,
tidak nyaman yang imobilisasi bagian tubuh

15
sangat mengganggu di yang nyeri)
daerah sekitar dada

 Klien mengeluh  Berikan sumber-sumber


insomnia. edukasi yang relevan dan
berguna mengenai
Data objektif : - manjemen penyakit dan
cedera pasien keluarga
yang sesuai

Pengaturan posisi
 Berikan matras yang
lembut
 Dorong pasien untuk
terlibat dalam perubahan
posisi
 Monitor status oksigenasi
(pasien sebelum dan setelah
perubahan posisi)
 Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bias meningkatkan nyeri
 Tinggikan kepala tempat
tidur

Peningkatan tidur
 Tentukan pola
tidur/aktivitas pasien
 Jelaskan pentingnya tidur
yang cukup selama
penyakit
 Monitor pola tidur pasien
dan catat kondisi fisik
(misalnya
nyeri/ketidaknyamanan)
keadaan yang mengganggu
tidur
 Sesuaikan lingkungan
(misalnya cahaya,
kebisingan, kasur dan
tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
 Diskusikan dengan pasien
dan keluarga mengenai
teknik untuk meningkatkan
tidur
 aBerikan pamphlet dengan
informasi mengenai teknik
untuk meningkatkan tidur.

16

Anda mungkin juga menyukai