Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu defek lahir pada bayi

yang paling umum terjadi, karena adanya gangguan pada proses perkembangan

normal struktur embrional janin. Penyakit jantung bawaan adalah suatu

abnormalitas struktur dan fungsi sirkulasi jantung yang muncul pada saat lahir,

walaupun penyakit ini sering baru ditemukan dikemudian hari.

Penyakit jantung bawaan (PJB) masih cukup banyak ditemukan di

negara berkembang seperti Indonesia. Dari kedua kelompok besar PJB yaitu PJB

non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni 75 % dari semua PJB.

Sisanya 25 % merupakan kelompok PJB sianotik.

Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan jenis PJB yang paling sering

ditemukan, sekitar 20-30% dari seluruh PJB. Persisten Duktus Arteriosus (PDA)

merupakan PJB non-sianotik yang cukup sering ditemukan, kira-kira 5-10% dari

seluruh PJB. Pada bayi berat lahir rendah (<2000 gram) ditemukan pada 36 % kasus

dan berat lahir > 2000 gram sebanyak 12 %.28 Pulmonal stenosis merupakan 10 %

dari seluruh PJB. Tetralogi fallot (TF) merupakan PJB sianotik yang paling sering

ditemukan, terjadi 10% kasus PJB.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi Jantung

Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel
kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan ruang yang
terbesar. Katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga
darah hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu : Katup
tricuspid, katup pulmonal, katup mitral dan katup aorta.

Gambar 1 .Struktur Jantung

Aliran darah dalam jantung dimana darah dari tubuh masuk keatrium kanan.
Darah dalam tubuh mengandung kadar Oksigen rendah dan harus menambah
oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh. Darah dari atrium kanan masuk ke
ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Darah kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri
pulmonal ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Darah yang sudah bersih yang
kaya oksigen mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dari atrium kiri

2
darah mengalir ke ventrikel kiri melewati katup mitral. Ventrikel kiri kemudian
memompa darah keseluruh tubuh melalui katup aorta dan diteruskan oleh pembuluh
aorta keseluruh tubuh. Dari tubuh kemudian darah yang dari tubuh dengan kadar
oksigen yang rendah karena telah diambil oleh sel-sel tubuh kembali ke atrium
kanan dan begitu seterusnya.

Gambar. 2. Aliran Darah dalam Jantung

B. Definisi Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital pada struktur


jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang sudah didapatkan dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan ini paling sering di temukan
pada anak.

3
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir
kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan
pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak
bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab.
Faktor-faktor ini adalah: infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman
atau rubella), obat-obatan atau jamu-jamuan, alkohol. Faktor keturunan atau
kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab meskipun jarang, dan belum banyak
diketahui. Merokok juga berbahaya bagi kehamilan, karena berpengaruh terhadap
pertumbuhan bayi dalam kandungan sehingga berakibat bayi lahir prematur atau
meninggal dalam kandungan.

C. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan


1. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya
lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu
katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar
tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu
(1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran
pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD), atrial septal
defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan
lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di
jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary
stenosis (PS).
a. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan
Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau
dari kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran

4
darah ke paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang
asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas,
sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.

1) Ventricular Septal Defect


Ventricular septal defect (VSD) Adalah suatu kelainanan dimana terdapat
adanya lubang atau “defect” pada dinding pemisah antara ventrikel kiri dan
kanan. Darah kaya oksigen bercampur dengan darah miskin oksigen. Sehingga
jantung memompa sebagian darah miskin oksigen ke tubuh dan juga darah
kaya oksigen dipompa jantung ke paru. Ini berarti kerja jantung tidak efisien.

Gambar 3. Ventricular septal defect (VSD)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada
besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru.
Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke
kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan
vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke
kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3
bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan
tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan
bertambah. Ini menimbulkan beban volum langsung pada ventrikel kiri yang
selanjutnya dapat terjadi gagal jantung.

5
Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan riwayat
pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising
pansistolik di parasternal sela iga 3 – 4 kiri. Bila lubangnya sedang maka
keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler paru menurun, yaitu sekitar usia 2–
3 bulan. Gejalanya antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada
bayi akan terlihat sebagai tidak mampu mengisap susu dengan kuat dan
banyak, pertambahan berat badan yang lambat, cenderung terserang infeksi
paru berulang dan mungkin timbul gagal jantung yang biasanya masih dapat
diatasi secara medikamentosa. Dengan bertambahnya usia dan berat badan,
maka lubang menjadi relatif kecil sehingga keluhan akan berkurang dan
kondisi secara umum membaik walaupun pertumbuhan masih lebih lambat
dibandingkan dengan anak yang normal. VSD tipe perimembranus dan
muskuler akan mengecil dan bahkan menutup spontan pada usia dibawah 8–
10 tahun.
Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat.
Kesulitan mengisap susu, sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat
pada minggu ke 2–3 kehidupan yang akan bertambah berat secara progresif
bila tidak cepat diatasi. Gagal jantung timbul pada usia sekitar 8–12 minggu
dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan
sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi
bertambah berat dapat timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan
pernafasan mekanik. Pada beberapa keadaan kadang terlihat kondisinya
membaik setelah usia 6 bulan, mungkin karena pirau dari kiri ke kanan
berkurang akibat lubang mengecil spontan, timbul hipertrofi infundibuler
ventrikel kanan atau sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar
dengan pirau dari kiri ke kanan yang besar ini akan timbul hipertensi paru
yang kemudian diikuti dengan peningkatan tahanan vaskuler paru dan
penyakit obstruktif vaskuler paru. Selanjutnya penderita mungkin menjadi
sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi jantung dua
komponen pulmonal keras dan bising jantung melemah atau menghilang

6
karena aliran pirau yang berkurang. Kondisi ini disebut sindroma
Eisenmengerisasi.
Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan sekali selama
setahun mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah akibat resistensi paru
yang menurun. Bila terjadi gagal jantung kongestif harus diberikan obat-obat
anti gagal jantung yaitu digitalis, diuretika dan vasodilator. Bila
medikamentosa gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh kembang atau gagal
jantung maka sebaiknya dilakukan tindakan operasi penutupan VSD
secepatnya sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi
penutupan VSD adalah bila rasio aliran darah yang ke paru dan sistemik
lebih dari 1,5. Operasi paliatif Pulmonary Artery Banding (PAB) dengan
tujuan mengurangi aliran ke paru hanya dilakukan pada bayi dengan VSD
multipel atau dengan berat badan yang belum mengijinkan untuk tindakan
operasi jantung terbuka.

2) Patent Ductus Arteriosus


Ductus arteriosus adalah suatu keadaan dimana terdapat saluran (ductus)
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonalis, saluran (ductus) ini
biasanya menutup beberapa jam setelah bayi lahir.Jika ductus ini tidak
menutup maka disebut sebagai “patent ductus arteriosus”. Banyak bayi lahir
premature mempunyai kelainan PDA.

Gambar 4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

7
Penampilan klinis PDA sama dengan VSD yaitu tergantung pada besarnya
lubang dan tahanan vaskuler paru. Pada PDA kecil umumnya anak
asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara
kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas
seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal
sela iga 2–3 kiri dan dibawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke
paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan
dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Gagal jantung kongestif
akan timbul disertai infeksi paru. Nadi akan teraba jelas dan keras karena
tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari
aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul
hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan
bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi
karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat
fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi
pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna
sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar
prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler
paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan
vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal
jantung timbul lebih awal saat usia neonatus. Upaya untuk menutup
PDA dapat dilakukan dengan pemberian Indometasin bila tidak ada
kontra indikasi. Bila tidak berhasil dan gagal jantung juga tidak teratasi
maka harus dilakukan operasi ligasi (pengikatan) PDA.
Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang,
tindakan penutupan PDA secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada usia
diatas 3–4 bulan. Pengobatan anti gagal jantung dengan digitalis, diuretika dan
vasodilator harus diberikan pada bayi dengan PDA yang besar disertai tanda-
tanda gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka
operasi ligasi dapat ditunda sampai usia 12–16 minggu karena adanya

8
kemungkinan PDA menutup secara spontan. Tindakan penutupan PDA tidak
dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit
obstruktif vaskuler paru. Dalam dekade terakhir ini penutupan PDA dapat
dilakukan juga secara non bedah dengan memasang coil atau alat seperti
payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

3) Atrial Septal Defect


Atrial septal defect (ASD) adalah suatu keadaan dimana terdapat adanya
lubang atau “defect” pada dinding pemisah antara atrium kiri dan kanan. Darah
kaya oksigen bercampur dengan darah miskin oksigen. Sehingga jantung
memompa sebagian darah miskin oksigen ke tubuh dan juga darah kaya
oksigen dipompa jantung ke paru. Ini berarti kerja jantung tidak efisien.

Gambar 5. Atrial Septal Defect (ASD)

Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di


septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain
menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban
volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan
pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia
dewasa..
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik
dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang
berlebihan yang telah diuraikan diatas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu

9
bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi
pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran
piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela
iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi
paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan
ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.
Seperti pada VSD indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran
darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada
usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul
gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi secara medikamentosa.
Seperti pada PDA dalam dekade terakhir ini penutupan ASD juga dapat
dilakukan tanpa bedah yaitu dengan memasang alat berbentuk seperti
clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Tindakan
penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal
dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.

b. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau
Obstruksi di alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar,
valvar ataupun supravalvar sampai ke arkus aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri
harus memompa lebih kuat untuk melawan obstruksi sehingga terjadi beban
tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot miokardium. Selama belum terjadi
kegagalan miokardium, biasanya curah jantung masih dapat dipertahankan, pasien
asimptomatik dan ukuran jantung masih normal. Tergantung beratnya obstruksi
presentasi klinis penderita kelompok ini dapat asimptomatik atau simptomatik.
Yang simptomatik umumnya adalah gagal jantung yang gejalanya sangat bervariasi
tergantung dari beratnya lesi dan kemampuan miokard ventrikel. Gejala yang
ditemukan antara lain sesak nafas, sakit dada, pingsan atau pusing saat melakukan
aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak. Pada keadaan yang berat
dengan aliran darah sistemik yang tidak adekuat, sebelum terjadi perburukan
akan ditandai dahulu sesaat dengan kemampuan mengisap susu yang cepat
menurun dan bayi terlihat pucat, takipnoe, takikardia dan berkeringat banyak.

10
Adanya penurunan perfusi perifer ditandai dengan nadi yang melemah, pengisian
kapiler yang lambat dan akral yang dingin.
Obstruksi pada alur keluar ventrikel kanan juga dapat berada di tingkat
subvalvar atau infundibular, valvar dan supravalvar sampai ke percabangan arteri
pulmonalis. Obstruksi ini akan menyebabkan terjadinya beban tekanan dan
hipertrofi ventrikel kanan. Penderita kelompok PJB ini umumnya juga
asimptomatik kecuali bila obstruksinya berat dan kemampuan miokard ventrikel
kanan menurun. Presentasi klinisnya dapat berupa gagal jantung kanan seperti
edema perifer, hepatomegali dan asites, atau sindroma curah jantung rendah
seperti sulit bernafas, lemah, sakit dada, sinkop dan mungkin kematian mendadak
akibat aritmia. Bila bayi dan anak dengan Patent Foramen Ovale (PFO) maka
mungkin akan terlihat sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri melalui celah ini.

1) Stenosis Aorta
Stenosi Aorta adalah suatu keadaan dimana adanya konstriksi atau
penyempitan katup aorta. Sehingga beban ventrikel kiri meningkat saat
memompa darah keluar dari ventrikel melewati katup aorta yang menyempit.

Gambar 6. Stenosis Aorta

Stenosis aorta derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik


sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin

11
terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta;
parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS
derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-
minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya.
Pada stenosis aorta yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang
dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi
atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada
neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS
valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg.

2) Coarctatio Aorta
Coartasio Aorta adalah suatu keadaan dimana terdapat konstriksi atau
penyempitan dari aorta. Darah tidak sacara bebas mengalir keseluruh tubuh,
sehingga terjadi penigkatan tekanan darah sebelum penyempitan.

Gambar 7. Coartatio Aorta

12
CoA pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun
derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh
sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan
aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah
atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri
brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri
pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih
tinggi dari pada tungkai.
Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung
pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada
kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada
pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan
terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer. Pemberian
Prostaglandin E1 (PGE1) dengan tujuan mempertahankan PDA agar tetap
terbuka akan sangat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu
persiapan untuk operasi koreksi.

3) Pulmonal Stenosis
Stenosi Pulmonal yaitu suatu keadaan dimana terdpat konstriksi atau
penyempitan dari katup pulmonal. Peyempitan katup pulmonal ini mengakibatkan
beban ventrikel kanan menigkat Saat memompa darah ke paru.

Gambar 8. Stenosis Pulmonal

13
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat
badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya
asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau
kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung
dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar
bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal
yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat
obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis
sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area
pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus
akan ditemukan pada stenosis yang berat.
Intervensi non bedah Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV) dilakukan
pada bayi dan anak dengan PS valvular yang berat dan bila tekanan sistolik
ventrikel kanan supra sistemik atau lebih dari 80 mmHg. Sedangkan
intervensi bedah koreksi dilakukan bila tindakan BPV gagal atau disertai
dengan PS infundibular (subvalvar).

2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian
rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau
dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena
pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki
dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce
haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.
Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan
PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang,
misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2)
yang dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition
of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.

14
a. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang
berkurang
Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian atau
seluruh aliran darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya
obstruksi sehingga mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik
melalui lubang sekat yang ada. Obstruksi dapat terjadi di katup trikuspid,
infundibulum ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkan defek dapat
di septum atrium (ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara kedua arteri utama
(PDA).
Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila menangis atau
melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang makin berkurang. Pada
keadaan yang berat sering terjadi serangan spel hipoksia, yang ditandai khas dengan
hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak
sadar dan kadang-kadang disertai kejang. Pada kondisi ini bila tidak diatasi dengan
cepat dan benar akan berakibat kematian. Serangan ini umumnya terjadi pada usia
3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagi atau siang hari
ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara spontan
dalam waktu kurang dari 15–30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang
sehingga menyebabkan komplikasi yang serious pada sistim susunan saraf pusat
atau bahkan menyebabkan kematian. Karena itu diperlukan pengenalan dan
penanganannya dengan segera secara tepat dan baik. Pada anak yang lebih
besar sering juga memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok untuk
beristirahat sebentar setelah berjalan beberapa saat dengan tujuan meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat.
1) Tetralogi Of Fallot
TOF adalah golongan PJB sianotik yang terbanyak ditemukan yang
terdiri dari 4 kelainan, yaitu Ventricular septal defect (VSD), Stenosis
Pulmonal, Overriding aorta, dan Hipertrofi ventrikel kanan.

15
Gambar 9. Tetralogy Of Fallot

Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala
utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup
berat dan squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan
terdengar tunggal pada PS yang berat atau dengan komponen pulmonal yang
lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS akan terdengar jelas di sela
iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri.
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan
Propranolol peroral sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan
spasme otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu
keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi
atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel
hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya
memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig
Shunt (BTS), yaitu memasang saluran pirau antara arteri sistemik (arteri
subklavia atau arteri inominata) dengan arteri pulmonalis kiri atau kanan.
Tujuannya untuk menambah aliran darah ke paru sehingga saturasi oksigen
perifer meningkat, sementara menunggu bayi lebih besar atau keadaan
umumnya lebih baik untuk operasi definitif (koreksi total).

16
Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat
tergantung pada PDA, sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat
pada usia minggu pertama kehidupan saat PDA mulai menutup. Saat ini
diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan pemberian PGE1 dapat
membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk
operasi.
Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia atau
bila ada spel tetapi berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup
baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total dapat dilakukan pada usia
sekitar 1 tahun. Koreksi total yang dilakukan adalah menutup lubang VSD,
membebaskan alur keluar ventrikel kanan (PS) dan rekonstruksi arteri
pulmonalis bila diperlukan.

b. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang


bertambah
Pada PJB sianotik golongan ini tidak terdapat hambatan pada aliran darah ke
paru bahkan berlebihan sehingga timbul gejala-gejala antara lain tidak mampu
mengisap susu dengan kuat dan banyak, takipnoe, sering terserang infeksi paru,
gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
1) Transposition of the Great Arteries
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar
letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari
ventrikel kiri.

Gambar 10. Transposition of The Great Aorta

17
Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru
terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan
kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik
vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di
tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau
tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah
sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada
terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada
minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat
dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda
dan gejala akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung
kongestif pada usia 2–3 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada
TGA posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi
akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising
jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau
obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus
PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran
yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata
tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya dilakukan Balloon
Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan
kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium.
Biasanya dengan kedua tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan
membaik dan operasi koreksi dapat dilakukan secara elektif. Operasi koreksi
yang dilakukan adalah arterial switch, yaitu menukar ke dua arteri utama
ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan pada usia 2–4 minggu

18
sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan
tekanan rendah.
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak
perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita
dapat ditunda sampai usia 3–6 bulan dimana berat badan penderita lebih baik
dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal
yang ada.

D. Epidemiologi

Sampai 20 tahun terakhir ini, penyakit jantung reumatik merupakan angka yang
menempati terbanyak pada kelainan jantung pada anak. Ternyata penyakit jantung
bawaan yang menempati angka tertinggi saat ini di negara maju. Frekwansi PJB
bervariasi tergantung usia, terbanyak Angka kejadian PJB terjadi sekitar 8 dari
1000 kelahiran hidup. Angka kematian PJB, 50% terjadi dalam 6 bulan pertama
kehidupan, 80% pada usia 1 tahun kehidupan. Umumnya, neonatus dengan
penyakit jantung bawaan yang kompleks pada beberapa jam atau hari setelah lahir
sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas. Tapi ada pula pada sebagian neonatus
dengan kelainan serupa sudah memberikan gejala-gejala kritis. Kondisi tersebut
disebabkan karena perubahan sirkulasi fetal ke neonatal berlangsung dalam satu
bulan pertama kehidupan, sehingga selama proses tersebut perlu dilakukan evaluasi
yang cermat.

E. Etiologi

Pada sebagian orang, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui.


Namun, ada beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kesempatan untuk
mendapatkan penyakit jantung bawaan. Penyebab-penyebab termasuk faktor
lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi), penyakit-
penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan
(genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui (Idiopathic).

19
Faktor-faktor lingkungan dan konsumsi atau penggunaan obat-obatan yang
menjadi penyebab dari PJB. Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan,
maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan
PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan
untuk jerawat (acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama
hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate.

Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko


mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus,
terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama
kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit
keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada special dietnya selama
kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB.

Risiko memiliki anak dengan penyakit jantung bawaan adalah lebih tinggi
jika orang tua atau saudara memiliki cacat jantung bawaan – meningkatkan risiko
dari 8-16 dalam 1.000 populasi. Kelainan chromosome dapat menyebabkan
penyakit jantung congenital (chromosome mengandung materi genetic, DNA).
Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan
chromosome.

F. Patofisiologi

Perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi saat tangisan pertama.
Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru.
Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi
disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini
mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi
oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru
secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri
sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan

20
foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan
serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan
perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan
kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang
mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus
aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama
kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72
jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis
setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis.
Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih
lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.

Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler


sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava
inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga
menurun sampai di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan
foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke
arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena
menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.
Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan
untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka
normal.

Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali


penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel
dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect
terhadap total anomalous pulmonary venous connection di bawah diafragma. Tetap
terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap
kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu
lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent
sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.

21
G. Gejala Klinis

Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan


keparahan dari kerusakan jantung. Beberapa anak tidak mempunyai gejala atau
tanda-tanda, dimana yang lainnya mengembangkan sesak napas, cyanosis (warna
kulit yang biru disebabkan berkurangnya oksigen didalam darah), nyeri dada,
syncope, kurang gizi atau kurang pertumbuhannya. Kerusakan atrial septal (sebuah
lubang didinding antara atria kanan dan kiri), misalnya, dapat menyebabkan sedikit
atau sama sekali tidak ada gejala. Kerusakan dapat berlangung tanpa terdeteksi
untuk puluhan tahun.

Aortic Stenosis (halangan aliran darah pada klep aortic karena cusps dari
klep yang abnormal) juga umumnya tidak menyebabkan gejala-gejala terutama
ketika stenosis (penyempitan) ringan. Pada kasus berat aortic stenosis yang jarang,
gejala-gejala dapat timbul selama masa bayi dan anak. Gejala-gejala dapat termasuk
pingsan, pusing, nyeri dada, sesak napas dan letih luar biasa.

Ventricular septal defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala


berhubungan dengan kerusakan yang berat. VSD adalah suatu lubang didinding
antara kedua ventricles. Ketika kerusakannya kecil, anak-anak tidak menderita
gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD adalah suara desiran jantung yang keras.
Jika lubangnya besar, bayi dapat mengembangkan gagal jantung, kurang gizi dan
pertumbuhan yang lambat. Pada kasusu-kasus yang lebih maju dengan
pengembangan pulmonary hypertension yang permanen (kenaikan tekanan darah
yang parah pada arteri-arteri dari paru-paru), cyanosis dapat berkembang.

Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang merupakan


kombinasi dari VSD dan halangan aliran darah keluar dari ventricle kanan.
Cyanosis adalah umum pada bayi dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis dapat
timbul segera setelah kelahiran dengan episode mendadak dari cyanosis parah
dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin menjadi pingsan. Selama latihan,
anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa mendapat sesak napas atau pingsan.

22
Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri besar ini.
Umumnya tidak ada gejala waktu kelahiran, namun mereka dapat berkembang
sedini seperti minggu pertama sesudah kelahiran. Seorang bayi dapat
mengembangkan gagal jantung congestive atau hipertensi. Beberapa orang dengan
coarctation bisa tidak pernah mendapat persoalan-persoalan signifikan.

H. Diagnosis

Diagnosis sementara dapat ditegakkan dengan penilaian klinis yang baik;


terutama anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan antara lain EKG, foto Rontgen toraks dan yang
terpenting ekokardiografi. Gejala-gejala dan tanda-tanda yang menyokong adanya
PJB pada bayi baru lahir antara lain sianosis, sesak nafas, kesulitan mengisap susu,
terdengarnya bisik jantung pada auskultasi, hepatomegali dan melemah atau
hilangnya pulsasi nadi femoralis.

1. Sianosis
Pada PJB sianotik terdapat kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian
rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi istemik. Terdeteksinya sianosis
sangat tergantung pada tingginya kadar hemoglobin darah. Sianosis baru terlihat
bila kadar reduced haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 g%. Banyak
anak Indonesia dengan PJB sianotik yang malnutrisi dan anemia defisiensi tidak
terlihat sianosis.

Pada bayi baru lahir dengan sianosis, penting ditentukan apakah sianosis
perifer atau sianosis sentral. Sianosis perifer hanya terlihat didaerah dengan
perfusi jaringan yang buruk dan tidak ditemukan pada daerah dengan perfusi
jaringan yang baik. Sedangkan sianosis sentral akan tetap terlihat
walaupun perfusi jaringan pada daerah tersebut baik. Daerah yang paling baik
untuk mendeteksi sianosis sentral adalah daerah yang perfusinya hampir selalu
baik, misalnya membran mukosa mulut dan lidah.

23
Perlu diingat bahwa penyebab sianosis sentral pada bayi baru lahir tidak selalu
akibat kelainan jantung, dapat juga terjadi jika ada kelainan paru. Kadang sianosis
juga terlihat pada bayi baru lahir dengan jantung normal tetapi tahanan vaskuler
paru masih tinggi sehingga terjadi pirau dari kanan ke kiri melalui PFO dan atau
PDA. Kadar Hb yang tinggi disertai dengan hiperviskositas juga dapat
menyebabkan terjadinya sianosis pada bayi baru lahir yang normal.

Uji hiperoksia dapat dilakukan untuk membedakan sianosis sentral akibat


faktor paru atau faktor jantung. Untuk ini diperlukan pengukuran pO2. Bila pO2
rendah harus diberikan oksigen 100% selama 10-20 menit, pada sianosis akibat
faktor paru nilai pO2 arteri akan meningkat sampai lebih dari 100 mmHg sedangkan
pada sianosis akibat PJB nilai pO2 tidak berubah dan tetap dibawah 100 mmHg
atau meningkatnya tidak lebih dari 10-30 mmHg.

2. Gagal Jantung
Penampilan klinis gagal jantung pada bayi berbeda dengan dewasa umumnya adalah
takipnu, kesulitan mengisap susu dan gagal tumbuh kembang. Gejala klinisnya dapat
digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu: (1) gejala perubahan pada jantung dan kerja
jantung ; seperti takikardia, kardiomegali, keringat banyak, pulsasi arteri perifer
yang melemah dan gagal tumbuh kembang; (2) gejala bendungan pada paru-paru;
seperti takipnu, tidak mampu mengisap susu karena cepat lelah dan sesak nafas,
ronkhi dan wheezing pada paru; (3) gejala bendungan pada vena sistemik; seperti
hepatomegali dan edema perifer.

Pengenalan gagal jantung pada bayi kadang sulit karena tertutup oleh kelainan
lain, misalnya infeksi saluran nafas. Beberapa penyakit lain ada yang memberikan
gambaran menyerupai gagal jantung, antara lain bronkheolitis akut berat, hernia
diafragmatika, fistula trakeo-esofagus dan lain-lain. Pada bayi dengan gagal jantung
berat dan curah jantung rendah akan terlihat takipnu, takikardia, berkeringat banyak
dan tidak mampu mengisap susu. Terjadi penurunan perfusi perifer yang ditandai
dengan nadi melemah dan pengisian kapiler yang lambat.

24
3. Bising jantung ( murmur)

Salah satu indikator utama adanya PJB adalah murmur. Tetapi tidak
terdengarnya murmur pada bayi baru lahir tidak berarti tidak ada PJB yang serius
dan berat yang memerlukan tindakan segera, misalnya TGA atau PA dengan PDA
yang mulai menutup. Interpretasi murmur pada bayi baru lahir kadang sulit karena
banyak faktor. Perubahan tekanan dan tahanan arteri pulmonalis yang cepat pada
usia beberapa jam setelah lahir pada bayi normal atau pada usia yang lebih lanjut
pada bayi dengan masalah kardio-respirasi akan menyebabkan perubahan
penemuan auskultasi jantung dalam waktu singkat. Turbulensi darah yang melalui
PDA saat tekanan arteri pulmonalis turun akan menimbulkan murmur untuk waktu
yang tidak lama pada bayi usia beberapa hari. Sedangkan murmur dari VSD
mungkin tidak terdengar saat tekanan dan tahanan arteri pulmonalis masih tinggi
sampai bayi berusia beberapa hari atau minggu. Murmur akibat lesi stenotik seperti
AS atau PS akan terdengar segera setelah lahir dan menetap karena murmur ini
tidak terpengaruh oleh tahanan vaskuler paru. Pada gagal jantung berat dengan
perburukan hemodinamik dan sirkulasi umumnya murmur akan melemah atau tidak
terdengar sama sekali sampai kondisi miokardnya membaik setelah pemberian obat
anti gagal jantung.

4. Melemah atau menghilangnya pulsasi nadi femoralis


Tanda lain seperti melemah atau menghilangnya pulsasi nadi femoralis juga
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Adanya tekanan darah sistolik yang relatif
rendah dan tekanan nadi yang kecil terutama di kaki bayi baru lahir menyebabkan
pulsasi nadi femoralis sulit diraba. Tetapi dengan latihan dan kesabaran semua
pulsasi nadi perifer, terutama brakhialis dan femoralis dapat diraba pada hampir
semua bayi baru lahir yang normal. Akan lebih mudah teraba saat bayi hangat,
relaks atau tertidur.

Pada bayi dengan CoA biasanya pulsasi nadi brakhialis akan besar karena
hipertensi sedangkan pulsasi nadi femoralis akan lemah atau tidak teraba karena
aliran yang sedikit. Tetapi ini hanya ditemukan bila PDA sudah mulai mengecil

25
dimana aliran dari arteri pulmonalis ke aorta desendens melaui PDA sudah
berkurang.

5. Ekokardiografi 2- dimensi dan Doppler berwarna


Dengan perkembangan yang pesat dalam bidang pemeriksaan non-invasif
ekokardiografi yang tidak berbahaya dan relatif murah, diagnosis PJB dapat
ditegakkan secara akurat hampir pada semua kasus. Dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui secara pasti diagnosis PJB dari yang sederhana sampai dengan yang
kompleks serta dapat ditentukan apakah termasuk golongan duct dependent atau
tidak.

6. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit pada penyakit jantung bawaan

Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan sianotik, tardapat pirau vena
menuju arteri disertai aliran kembali darah vena yang miskin oksigen menuju
sirkulasi sitemik. Kondisi ini menyebabkan hipoksia pada sirkulasi sistemik dan
jaringan tubuh. Selain itu, prevalensi anemia didapati tinggi pada pasien penyakit
jantung bawaan sianotik.
Anemia pada penyakit jantung bawaan asianotik didefinisikan dengan Hb<12
g/dL, sedangkan pada penyakit jantung bawaan sianotik anemia didefinisikan
Hb<15 g/dL. Pada studi Amoozgar pada tahun 2008 sampai 2009 yang dilakukan
pada 60 pasien PJB asianotik didapatkan 50,7% memiliki Hb<12 g/dL, sedangkan
pada 40 pasien PJB sianotik sekitar 75,9% memiliki Hb<15 g/dL.
Anemia yang menyertai PJB sering dikarenakan defisiensi vitamin dan
mineral, hemolisis atau penyebab lain yang tidak diketahui. Pada pasien PJB
sianotik didapatkan pada lebih dari sepertiga kasus mengalami anemia defisiensi
besi, yang diperkirakan oleh karena agregasi yang dicetuskan penyakit lain atau
kombinasi beberapa factor.
Pada penelitian lain didapatkan hasil yang berbeda, dimana nilai Hb yang
dievaluasi pada 26 orang pasien ToF secara signifikan lebih tinggi dibanding
kelompok kontrol (p<0,0012).

26
Keadaan hipoksia pada PJB dapat mencetuskan polisitemia. Hal ini terjadi
sebagai mekanisme kompensasi dengan meningkatkan aktivitas eritropoeitik.
Ogunkunle pada tahun 2012 telah meneliti kadar hematokrit pasien PJB sianotik
dan didapatkan terjadi peningkatan kadar hematokrit pada 80% kasus.

7. Pulse Oximetry
Sensitivitas dan spesifisitas pulse oximetry dalam mendeteksi PJB kritis
berturut-turut berkisar antara 62-78% dan 99%. American Heart Association
(AHA) dan The American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan
pemeriksaan pulse oximetry secara rutin pada semua bayi baru lahir setelah usia 24
jam atau sebelum pasien dipulangkan untuk mendeteksi adanya PJB kritis secara
cepat dan akurat. Skrining di anjurkan dilakukan pada tangan dan salah satu kaki.
Kelompok kerja dari Swedia dan Inggris merekomendasikan skrining PJB
kritis dengan pemeriksaan pulse oximetry pada bayi baru lahir. Hasil skrining
disebut positif bila: (1) saturasi oksigen <90%, (2) saturasi oksigen kedua
ekstremitas <95% pada 3 kali pemeriksaan dalam jarak 1 jam, atau (3) adanya
perbedaan saturasi oksigen absolut >3% antara tangan kanan dan kaki pada 3 kali
pemeriksaan dalam jarak 1 jam. Bila hasil pemeriksaan pada salah satu ekstremitas
≥95% dan perdedaan saturasi oksigen absolut ekstremitas atas dan bawah ≤3%, hal
tersebut dianggap normal.

8. Pemeriksaan USG
USG transvaginal mampu menvisualisasikan jantung janin pada usia
kehamilan muda. Keempat bilik jantung akan tampak dan dapat dinilai dan
diperiksa. Arteri besar akan tampak hampir 100% pada minggu 13-14 kehamilan.
Kurang dari 5% dari pasien akan memerlukan pemeriksaan ulang karena gambaran
yang didapatkan kurang jelas.
Kombinasi dari pemeriksaan transvaginal dan transabdominal beserta
pemeriksaan menggunakan colour dopler akan memperhalus dan memperjelas
gambaran yang akan didapatkan.

27
9. Pemeriksaan EKG

Berikut beberapa gambaran kelainan yang dapat di deteksi dengan EKG


a. Ventrikel Septal Defect.
Pada bayi EKG sering tidak menunjukkan kelainan dan pada anak
dengan defek septum ventrikel yang kecil hasil EKG biasanya normal.
Namun pada defek yang sedang dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri
akibat pirau kiri ke kanan yang akan menyebabkan beban tekanan pada
ventrikel kiri. Sering tidak didapatkan hipertrofi ventrikel kanan.
b. Paten Duktus Arteriosus.
Pada tahap awal gambaran EKG pada penderita PDA tidak
menunjukkan kelainan, tetapi jika defek PDA cukup besar, pada beberapa
minggu kemudian tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi
ventrikel kiri.
c. Atrial Septal Defect.
Pada defek septum atrium EKG menunjukkan pola RBBB pada 95%
yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Deviasi
sumbu QRS ke kanan pada DSA sekundum membedakannya dari defek
primum yang memperlihatkan deviasi sumbu ke kiri.
d. Pulmonary Stenosis.
Pada stenosis katup pulmonal derajat hipertrofi ventrikel merupakan
petunjuk yang paling baik terhadap beratnya stenosis. Stenosis yang sedang
sampai berat terdapat tanda-tanda hipertrofi atau dilatasi atrium kanan. Pada
stenosis pulmonal ringan gambaran EKG ringan.
e. Aorta Stenosis.
Pada stenosis katup aorta ringan EKG tampak normal. Pada kasus
berat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dengan strain. Pada koartasio aorta
gambaran EKG biasanya menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan yang
jelas.

28
f. Tetralogy of Fallot.
Gambaran EKG pada neonates dengan TOF tidak berbeda dengan
anak normal. Pada anak mungkin gelombang T positif di VI dengan deviasi
sumbu ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang P di lead II
tinggi/ P pulmonal. Kadang-kadang terdapat gelombang Q di V1.
g. Transposision Great Artery.
Pada Transposisi arteri besar umumnya normal pada neonates.
Hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan makin jelas setelah
penderita berumur 2 minggu.

10. Pemeriksaan Rontgen

Pada pemeriksaan radiologi dapat dilihat:


a. Gambaran bayang jantung (Cardiac Silhoutte):
Penilaian bentuk keseluruhan jantung dapat memberi penunjuk kepada
tipe kelainan jantung, terutama pada tipe sianotik pada bayi dan anak- anak,
seperti:
1) Jantung berbentuk sepatu (boot-shaped) dengan berkurangnya aliran darah
pulmonal sering ditemukan pada anak yang menderita Tetralogi Falot
(TOF). Terlihat pada bayi yang menderita atresia tricuspid. EKG dapat
membedakan kedua kondisi ini dimana pada TOF, terdapatnya deviasi pada
axis kanan (RAD), hipertrofi ventrikel kanan (RVH) dan kadang hipertrofi
atrium kanan (RAH). Pada atresia tricuspid, terdapatnya ‘superior’ axis
QRS (hemiblok anterior kiri), RAH dan hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
2) Bentuk jantung seperti telur dan berpinggang sempit (narrow-waisted and
egg shaped) dengan peningkatan aliran darah pulmonal ditemukan pada
transposisi arteri besar (TGA). Pinggang sempit diakibatkan dari tidak
adanya timus besar dan kelainan pada arteri besar.
3) Manusia salju (snowman sign) dengan peningkatan aliran darah pulmonal
ditemukan pada bayi dengan tipe supracardiac dengan anomali total
drainase vena pulmonalis (TAPVR).

29
b. Peningkatan Aliran Darah Pulmonal
Vaskularitas peningkatan pulmonal terlihat ketika arteri pulmonari
kiri dan kanan tampak membesar dan meluas sepertiga lateral lapangan
paru, di mana biasanya tidak ada; Adanya peningkatan vaskularitas pada
apex paru di mana pembuluh biasanya kolaps. External diameter arteri
pulmonal kanan yang tampak pada hilus kanan lebih luas berbanding
diameter internal trakea.
Peningkatan aliran darah pulmonal yang ditemukan pada bawaan
asianotik menunjukkan adanya ASD, VSD, PDA, defek bantal endokardial,
partial anomaly pulmonary venous return (PAPVR), atau mana- mana
kombinasi dari yang dinyatakan. Pada bawaan sianotik, peningkatan aliran
darah pulmonal mengindikasikan TGA, TAPVR, sindrom hipoplastik
jantung kiri, trunkus arteriousus persisten atau pada ventrikel tunggal.

c. Penurunan Aliran Darah Pulmonal


Penurunan aliran darah pulmonal disuspek apabila hilum kelihatan lebih
kecil, lapang, paru kehitaman, dan pembuluh kelihatan kecil dan tipis.
Lapangan paru iskemik tampak pada jantung bawaan sianosis dengan
penurunan aliran darah pulmonal misalnya stenosis atau atresia pada katup
pulmonalis dan tricuspid termasuk TOF.

d. Kongesti vena pulmonal


Karakteristik dengan adanya margin kabur dan tidak jelas pada pembuluh
pulmonal akibat dari hipertensi vena pulmonal sekunder dari obstruksi pada
drainase pulmonalis misalnya stenosis mitral, TAPVR, cortriatriatum.

Berikut kelainan jantung bawaan dan hasil gambaran rontgen yang dapat
ditemukan:
 Patent Ductus Arteriosus.
Gambaran foto torak pada penderita duktus arteriosuus presisten
yang cukup besar akan menunjukkan pembesaran atrium kiri dan vetrikel

30
kiri. Tampak peningkatan corakan vaskuler paru. Dilatasi aorta asending
biasanya tampak pada bayi prematur dengan PDA. Pada PDA yang besar
akan tampak segmen pulmonal yang menonjol. Bila telah terdapat penyakit
vaskuler paru akan tampak pembesaran ventrikel kanan dan corakan
vaskuler paru menjadi menurun.

Gambar 11. Paten duktus arteriosus disebabkan oleh hipertensi pulmonal.


Hipertensi pulmonal adalah pembesaran arteri pulmunal. Kumparan metalik diletakkan
untuk menutup duktus arteriosus persisten.

 Atrial Septal Defect


Foto torak standar dapat sangat membantu diagnosis ASD. Pada
penderita ASD dengan pirau bermakna, foto torak AP menunjukkan atrium
kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Pada
foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan
vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.

Gambar 12. Atrial Septal Defect (ASD)

31
 Pulmonary Stenosis
Pada stenosis katup pulmonal ukuran jantung masih normal dengan
pelebaran arteri post stenotik, namun vaskularisasi paru tidak meningkat.
Tidak ada hubungan langsung antara ukuran arteri pulmonalis dengan
derajat stenosis.

Gambar 13. Foto torak PA mendemonstrasikan ukuran normal jantung. Arteri pulmonal
tampak abnormal convex dengan cabang arteri pulmonalis. Pembuluh darah aorta terlihat
di sisi kiri.

 Aorta Stenosis
Pada stenosis katup aorta kongenital, foto torak biasanya normal,
tapi dapat ditemukan dilatasi aorta asenden atau aortic knobs yang menonjol
disebabkan oleh post stenotik dilatasi. Biasanya tidak ada kardiomegali
kecuali jika disertai gagal jantung.

Gambar 14. Tanda kardiomegali dengan disposisi apex ventrikel kiri ke dinding dada kiri.
Atrium kiri mendisposisi esofagus ke kanan. Tanda vaskularitas pulmonal normal.

32
 Tetralogy of Fallot
Gambaran jantung pada radiologi tetralogy of fallot tidak terdapat
pembesaran. Apeks jantung kecil dan terangkat dan konus pulmonalis
cekung, vaskularisasi paru menurun. Gambaran ini disebut mirip dengan
sepatu.

Gambar 15. Foto rontgen thoraks posis PA, memperlihatkan ukuran jantung normal
dengan bentuk sepatu boot (boot shape).

 Transpotion Great Artery


Pada transposisi arteri besar, gambaran radiologi yang khas adalah
egg shaped dengan mediastinum yang sempit. Corakan vaskuler paru mula-
mula tampak normal, namun kemudian menjadi meningkat. Bila transposisi
disertai DSV dan stenosis pulmonal, maka vaskularisaasi paru menurun
ukuran jantung normal.

Gambar 16. Jantung membesar dengan penyempitan pedikel memberi tampakan yang
disebut “telur atas tali”. Mediastinum superior tampak sempit diakibatkan oleh hubungan
anteroposterior transposisi arteri besar dan ketiadaan timus pada radiologis.

33
11. CT Scan

CT scan memerankan peran penting dalam mengevaluasi pasien dengan


penyakit jantung bawaan. CT scan dapat digunakan untuk menilai aorta, arteri
pulmonal, vena pulmonal, ruang-ruang jantung dan hubungan arteriventrikular,
hubungan antara bronkus lobus atas dan arteri pulmonal, arteri coroner, katup, vena
sistemik (vena cava superior, vena cava inferior, vena hepatik) secara sistematis.

12. Pemeriksaan MRI

MRI dapat digunakan untuk pemeriksaan kelainan jantung kongenital dan


evaluasi dari bentuk dan fungsi jantung, baik berupa stenosis dan regurgitasi
maupun fungsi bilik jantung. Dengan menggunakan pemeriksaan MRI akan
didapatkan data berupa ukuran dari bilik jantung, fungsi dan massa ventrikel
jantung secara kuantitatif dan karakteristik aliran abnormal dari jantung secara
terperinci. Misalnya pada kelainan ventrikel septal defek. Dengan menggunakan
MRI dapat di identifikasi kelainan anatomi berupa ukuran shunt, bukti adanya
kelainan jantung dan efeknya terhadap organ sekitar. Pemeriksaan MRI telah
menjadi sumber penting yang memberikan informasi terkait perubahan
patofisiologi individual pada penyakit jantung bawaan baik untuk gambaran
morfologi dan aspek fungsional jantung.

I. Penatalaksanaan

Sebagian besar cacat jantung bawaan akan memerlukan pembedahan atau


prosedur intervensi untuk memperbaiki masalah. Seringkali anak-anak dengan
penyakit jantung bawaan juga akan memerlukan perawatan dengan obat-obatan
untuk memperbaiki fungsi jantung juga. Anak-anak dan orang dewasa dengan
penyakit jantung bawaan harus ditangani oleh seorang ahli jantung yang
mengkhususkan diri dalam penyakit jantung bawaan. Beberapa jenis penyakit
mungkin memerlukan pendekatan tim sebagai anak tumbuh menjadi dewasa.

34
Penatalaksanaan PJB yang dilakukaan dengan penanganan medis non bedah
maupun pembedahan, perlu dilakukan pembagian penatalaksanaan. Berdasarkan
penampilan fisik, PJB secara garis besar dibagi atas 2 kelompok, yakni PJB tidak
biru (asianosis) dan PJB biru (sianosis). Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara
garis besar dibagi atas 3 kelompok, yakni:

a. Adanya penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian tertentu


jantung, yakni: katup atau salah satu bagian pembuluh darah diluar jantung.
Penyempitan ini menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot
jantung. Pada kasus-kasus dengan penyempitan yang berat, aliran darah ke
bagian tubuh setelah area penyempitan akan sangat menurun, bahkan terhenti
sama sekali pada pembuntuan total.

1) STENOSIS (PENYEMPITAN) KATUP PULMONAL


Terjadi pembebanan pada jantung kanan, yang pada akhirnya berakibat
kegagalan jantung kanan. Makna istilah ini bukanlah jantung gagal berdenyut,
melainkan jantung tak mampu memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh dan
sesuai jumlah darah yang kembali ke jantung. Tanda gagal jantung kanan
adalah: pembengkakan kelopak mata, tungkai, hati dan penimbunan cairan di
rongga perut. Penanganan medis yang dapat dilakukan: pelebaran katup
dengan balon (Balloon Pulmonal Valvotomy = BPV).

2) STENOSIS (PENYEMPITAN) KATUP AORTA


Terjadi pembebanan pada jantung kiri, yang pada akhirnya berakibat
kegagalan jantung kiri, yang ditandai oleh: sesak, batuk kadang-kadang dahak
berdarah (akibat pecahnya pembuluh darah halus yang bertekanan tinggi di
paru). Penanganan yang dapat dilakukan: pelebaran katup dengan balon
(Balloon Aortic Valvotomy = BAV).

3) ATRESIA (PEMBUNTUAN) KATUP PULMONAL


Pada kasus ini katup pulmonal sama sekali buntu, sehingga tak ada aliran
darah dari jantung ke paru. Pasien hanya dapat bertahan hidup bila pembuluh

35
darah duktus arteriosus tetap terbuka (yang mengalirkan darah dari pembuluh
aorta ke pembuluh darah paru). Biasanya pembuluh ini akan menutup pada
minggu pertama kehidupan bayi, dan bila itu terjadi akan berakibat fatal. Untuk
mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka, diperlukan obat:
Prostaglandin E-1. Namun obat ini sifatnya hanya sementara, dan harus segera
diikuti dengan tindakan bedah.

4) COARCTATIO AORTA
Pada kasus ini area lengkungan pembuluh darah aorta mengalami
penyempitan. Bila penyempitannya parah, maka sirkulasi darah ke organ tubuh
di rongga perut (ginjal, usus dll), serta tungkai bawah sangat berkurang, dan
kondisi pasien memburuk. Seperti halnya pada atresia katup pulmonal, pada
Coarctatio Aorta yang berat Prostaglandin E-1 perlu diberikan untuk
mempertahankan pembukaan duktus arteriosus. Untuk selanjutnya, tindakan
pelebaran dengan balon atau pembedahan perlu dilakukan.

b. Adanya lubang pada sekat pembatas antar ruang jantung (septum), sehingga
terjadi aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung keruang sisi lainnya.
Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding sisi
kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya,
aliran darah paru berlebihan/banjir (contoh: ASD = Atrial Septal Defect/
lubang di sekat serambi , VSD = Ventricular Septal Defect/ lubang di sekat
bilik). Aliran pirau ini Juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka (PDA = Patent
Ductus Arteriosus).
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi darah
kotor, maka penampilan pasien tidak biru (asianosis). Namun, beban yang
berlebihan pada jantung akibat aliran pirau yang besar dapat menimbulkan
gagal jantung kiri maupun kanan. Tanda-tanda aliran darah paru yang berlebih
adalah: debaran jantung kencang, cepat lelah, sesak nafas, pada bayi sulit
menyusu, pertumbuhan terganggu, sering batuk panas (infeksi saluran nafas

36
bagian bawah). Dalam kondisi seperti tersebut diatas, perlu diberikan obat-
obatan yang bermanfaat untuk mengurangi beban jantung, yakni obat diuretik
(memperlancar kencing) dan obat vasodilator (pelebar pembuluh darah).

1) ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)


Lubang ASD kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah : Amplatzer
Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang
dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Namun sebagian
kasus tak dapat ditangani dengan metode ini, dan memerlukan
pembedahan.

2) VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)


Pada VSD tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan
penyumbat Amplatzer, namun sebagian besar kasus memerlukan
pembedahan.

3) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)


PDA merupakan pembuluh penghubung aorta dan pembuluh darah paru
terbuka. Maka juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah
menggunakan penyumbat Amplatzer, namun bila PDA sangat besar
tindakan bedah masih merupakan pilihan utama. PDA pada bayi baru lahir
yang premature dapat dirangsang penutupannya dengan menggunakan
obat Indomethacine.

c. Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi tertukar
(pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan pembuluh darah
pulmonal/paru keluar dari bilik kiri). Kelainan ini disebut transposisi arteri
besar (TGA = Transposition of the Great Arteries). Akibatnya darah kotor yang
kembali ke jantung dialirkan lagi ke seluruh tubuh, sehingga terjadi
sianosis/biru di bibir, mukosa mulut dan kuku. Bayi dapat bertahan hidup bila

37
darah kotor yang mengalir ke seluruh tubuh mendapat pencampuran darah
bersih melalui PDA atau lubang di salah satu sekat jantung (ASD/VSD).
Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru (darah
yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah kotor). Dalam
keadaan demikian, dapat dibuat lubang di sekat serambi melalui metode non
bedah yang disebut Balloon Atrial Septostomy (BAS). Sementara menunggu
persiapan untuk melakukan prosedur ini, PDA yang bermanfaat untuk
menjamin pencampuran darah bersih perlu dipertahankan, yakni dengan
memberikan Prostaglandin E-1. Namun semua ini hanya bersifat sementara,
bila kondisi pasien membaik, operasi untuk menukar posisi pembuluh darah
yang terbalik ini perlu dilakukan.
Disamping kelainan pada anatomi jantung, PJB juga dapat menyangkut
kelainan pada pusat listrik jantung beserta sistim hantarannya. Pusat jantung
yang lemah atau adanya blok pada sistim hantaran listrik jantung, berakibat
denyut jantung/nadi yang pelan, sehingga tak mencukupi kebutuhan sirkulasi
tubuh. Untuk itu perlu pemasangan alat pacu jantung (pacemaker). Pada anak
yang sudah cukup besar pemasangan pacu jantung dapat dilakukan tanpa
bedah, namun pada bayi masih diperlukan pembedahan.

Intervensi awal untuk mengatasi spells pada bayi yaitu dengan posisi knee-
chest yang dapat dilakukan dengan berbaring atau bayi diletakkan pada bahu ibu.
Keadaan ini diharapkan dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik yang
berakibat berkurangnya pirau dari kanan ke kiri sehingga terjadi peningkatan
sirkulasi pulmonal. Bayi akan lebih tenang dan darah balik vena iskemik akan
berkurang. Pada anak besar dengan squatting (berjongkok) yang juga merupakan
upaya untuk meningkatkan resistensi vaskuler sistemik sehingga berkurangnya
pirau dari kanan ke kiri di tingkat ventrikel. Pemberian oksigen pada keadaan ini
tidak banyak manfaatnya karena masalah utama bukan kekurangan oksigen namun
yang terjadi adalah berkurangnya aliran darah ke paru.

38
Apabila intervensi di atas tidak berhasil, maka harus diberikan terapi sebagai
berikut :
1. Propanolol 0.1mg/kgBB intravena diberikan pelan-pelan dan dapat diulang
setelah 15 menit. Dengan berkurang nya kontraktilitas miokard diharapkan
spasme infundibulum berkurang dan sirkulasi pulmonal akan meningkat.
Untuk pencegahan spells dapat diberikan propanolol oran dengan dosis 2-
4mg/kgBB/hari. Obat pilihan lain adalah esmolol 0.5mg/kgBB diberikan
intravena dalam 1 menit, kemudian 50 mikrogram/kgBB selama 4 menit.
Dapat pula diberikan metoprolol 0.1mg/kgBB diberikan intravena selama 5
menit, dapat diulang tiap 5 menit, maksimal 3 kali.
Vasokonstriktor phenylephrine drip dapat diberikan 0.1-
0.5mikrogram/kgBB/menit untuk meningkatkan resistensi vaskular
sistemik sehingga terjadi penurunan pirau dari kanan ke kiri.
2. Koreksi asisdosis metabolik dengan pemberian bikarbonat natricus 1-
2,Eq/kgBB i.v. dengan koreksi asidosis metabolik akan terjadi penurunan
rangsangan pusat pernafasan dan mengurangi peningkatan resistensi
vaskular paru yang disebabkan hipoksia dan asidosis.
3. Bila belum ada perbaikan dapat diberikan morfin 0.1-0.2/kgBB i.m. dengan
efek yang diharapkan dapat menekan pusat pernafasan dan sedasi yang pada
akhirnya mengurangi hyperpnea.
4. Pemberian cairan inisial dengan bolus 10-20cc/kgBB akan meningkatkan
aliran darah paru. Dapat diberikan cairan koloid atau kristaloid yang dapat
menigkatkan preload dan diberikan lebih dul sebelum obat-obatan.
Akhir-akhir ini dilaporkan keberhasilan pengobatan “cyanotic spells” pada
anak dengan tetralogi fallot menggunakan single dose fentanyl intranasal, terjadi
peningkatan saturasi oksigen menjadi 78% dalam waktu 10 menit. Frekuensi
terjadinya serangan sianotik yang sering atau tidak pada bayi atau anak dengan PJB
sianotik menentukan apakah penderita perlu tindakan operasi paliatif segera atau
dapat langsung dilakukan operasi defenitif atau total koreksi.

39
J. Prognosis

Tanpa oprasi umur rata-rata penderita defek fosa ovalis dan vonosus adalah 40
tahun. ASD sangat membahayakan, karena dalam 10 tahun tidak menunjukan
gejala dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu singkat akan muncul dengan gejala
klinis yang berat. Pada VSD walaupun diberi pengobatan yang intensif tetap akan
meninggal juga. Sebahagian lambat akan menjadi sindroma Eisenmenger yang
pada umur muda juga akan meninggal juga. Bila tindakan bedah yang dilakukan
dalam waktu yang tepat dapat mengecap kehidupan yang normal. PDA tanpa oprasi
rata-rata mencapai umur 40 tahun. Cepat atau lambat akan menimbulkan obstruksi
pembuluh darah paru yang akan menentukan masa panjangnya kehidupan.Oprasi
yang dilakukan akan memperbaiki kualitas hidup. Pulmonal Stenosis akan
mencapai umur 30 tahun, 90% penderita tanpa oprasi akan meninggal. Stenosis
Aorta sedang dan berat umur penderita akan pendek, sangat tidak mungkin
melakukan tindakan berat danjangka umurnya tidak mencapai optimal. Koarktasio
tanpa komplikasi tidak memberikan kesulitan pada masa bayi yang masih menyusu.
Komplikasi muncul pada umur 20-30 tahun, tindakan bedah dapat dilakukan pada
usia remaja.Tetralogi of fallot prognosis sangat tidak baik, rata-rata mencapai usia
15 tahun. TGA tanpa tindakan oprasi, sirkulasi paru yang bertambah dan tekanan
ventrikel kiri rendah. Dan prognosisnya sangat buruk.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of


Congenital Heart Diseases. Thailand : Cardiac Center, Faculty og Medicine,
Naresuan University. Di unduh dari : www.intechopen.compada 22 Oktober
2019.
2. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. 5th edition. Mosby
Elsevier : Philadelphia. 2016.
3. Nazme NI, Hussain M, Hoque MD.M, Dey AC, Das AHC. Study of
Cardiovascular Malformation in Congenital Rubella Syndrome in Two Tertiary
Level Hospital of Bangladesh. Bangladesh J Child Health 2017;Vol 38(3):141.
4. Wren C. Prematurity, Low Birth Weight, Adn Cardiovascular Malformation.
United Kingdom : Departement of Pediatric Cardiology, Freeman Hospital;
2016 [Di unduh pada 22 Oktober 2019]. Tersedia di : www.pediatric.org.
5. Knowles RL, Day T, Wade A, Bull C, Wren C, Dezateux C. Patient-reported
Quality of Life Outcomes for Children with Serious Congenital Heart Defect.
Arc Dis child 2017;0:1-7.
6. Cervi E, Giardini MD.A. Exercise Tolerence in Children with a Left to Right.
Journal of Cardiology and Therapy Vol 2. No 1 (2016).
7. Sulaiman MS, Reybrouck T. Maximal Oxygen Uptake and ventilatory
Anaerobic treshold with Pediatrics aged Group in Non-operated Ventricular
Septal Defect and surgically RepairedTetralogy of Fallot. JAMR Vol.1 No.1,
May 2015.
8. Differential Diagnosis of Pediatric,Surajgupte. Manugupta : New Delhi India.
2015.
9. Madiyono B, Endah S, Rubiana. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan
Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2018
10. Cardiovaskular Magnetic Resonance made Easy oleh anitha varghese, Dudley
J Pennell. Elsevier : New York. 2017
11. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. Sixth edition.
Philadelphia: Elsevier Saundres. 2015.

41
12. Saadah, Zumrotus dkk.2016. Perbandingan Pertumbuhan Anak Penderita
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Asianotik. Undergraduate thesis,
Faculty of Medicine Diponegoro University. Diunggah dari
http://eprints.undip.ac.id/44211.
13. Schwartz, Robert A; Richards, Gregory M.; Goyal, Supriya .2016. Clubbing of
the Nails, WebMD updated 22 Oktober 2019. diunggah dari
http://emedicine.medscape.com/article/1105946-overview#a6.
14. Roebiono P S. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI. Pusan Jantung Nasional Harapan
Kita: Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai