Oleh
1. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan / sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya kelahiran (Nugroho,
2010). Menurut Manuaba (2012), Ketuban Pecah Dini (KDP) yaitu pecahnya
ketuban sebelum ada tanda-tanda inpartu, dan setelah ditunggu selama satu jam
belum juga mulai ada tanda tanda inpartu. Achmad (2012) menambahkan,
ketuban pecah dini (KDP) atau ketuban pecah premature (KPP) adalah keluarnya
cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses kelahiran, termasuk diantaranya
adalah PPROM.
Preterm Premature Rupture of the Membrane (PPROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya <
37 minggu (Achmad, 2012). PPROM adalah rusaknya/pecahnya kantung ketuban
(amnion sacs) sebelum awal persalinan, biasanya <37 minggu (The American
College of Obstetricians and Gynecologist/ACOG, 2018).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa PPROM merupakan
kondisi yang termasuk didalam jenis ketuban pecah dini. PPROM sendiri
diartikan sebagai pecahnya/rusaknya selaput atau kantung ketuban (amnion sacs)
pada pasien dengan umur kehamilan <37 minggu tanpa adanya tanda-tanda
melahirkan/inpartu dan setelah ditunggu selama satu jam belum juga mulai ada
tanda tanda inpartu
B. Klasifikasi
Ketuban pecah dini terbagi dalam beberapa jenis, antara lain:
1. Premature Rupture of the Membrane (PROM), yaitu pecahnya selaput
ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya ≥ 37
minggu, kurang lebih satu jam sebelum persalinan dimulai.
2. Preterm Premature Rupture of the Membrane (PPROM), yaitu pecahnya
selaput ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur
kehamilannya < 37 minggu.
3. Prolonged Premature Rupture of the Membrane, yaitu pecahnya selaput
ketuban ≥ 18 jam dan belum terjadi onset persalina atau setelahnya timbul
persalinan.
4. Midtrimester PPROM atau pre-viable PPROM adalah pecahnya selaput
ketuban pada usia kehamilan <24 mingu. Pada usia kehamilan ini janin tidak
dapat bertahan hidup di luar rahim ibu (Beckman, 2010; Cunningham, 2014).
F. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa PPROM,
antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, kosentrasi, bau dan
pH-nya. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,
urine atau secret vagina. Secret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes lakmus (tes Nitrazin) jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban
(alklis), pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan
tes positif yang palsu.
b. Fern test (Ujii Pakis): Kapas steril digunakan untuk mengumpulkan cairan
dari vagina dan ditempatkana pada slide mikroskop. Setelah pengeringan,
cairan ketuban akan membentuk pola kristalisasi yang disebut arborisasi yang
menyerupai daun tanaman pakis bila dilihat di bawah mikroskop.
c. Blood test, untuk mengetahui adanya infeksi
2. Pemeriksaan untrasonografi (USG), pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasusn KDP terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita olighidramnion.
3. Pooling test, yaitu dengan melihat ada tidaknya kumpulan cairan amniotik
(ketuban) pada bagian belakangg vagina (fornix vagina) (Manuaba, 2012;
DeCherney, 2013; dan Cunningham et al, 2014).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPROM antara lain:
1. Mudah terjadinya infeksi baik pada ibu maupun janin.
2. Partus prematur.
3. Gawat janin dan kematian perinatal.
4. Prolaps tali pusat akibat oligohidramnion parah.
5. Lepasnya plasenta.
6. Organ-organ bayi tidak terbentuk sempurna (Kayem & Maillard, 2010; dan
MayoClinic, 2018).
H. Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi:
a. Konservatif
1. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes
buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan
diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
3. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.