Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URIN EC. CA. PROSTAT +


HIDRONEFROSIS D/S
DI RUANG DIPONEGORO KAMAR 3.1 RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

INDRIANA KUMALANINGTYAS
202010461011037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN IRRITANT CONTACT DERMATITIS


DI RUANG KLINIK KULIT & KELAMIN RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
KELOMPOK 10

NAMA : INDRIANA KUMALANINGTYAS


NIM : 202010461011037
TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 29 JANUARI 2021 / MINGGU 6

Malang, 29 Januari 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

Indriana Kumalaningtyas, S. Kep. Faqih Ruhyanudin, M.Kep., Sp.Kep.MB

Page | i
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
BPH merupakan masalah kesehatan umum pada laki-lakiyang mengalami
penuaan, yang terjadi sekitar 50-80% dari laki-lakiberusia 50-80 tahun. Sebagian besar
laki-laki dengan BPH mengalami keluhan saluran kencing bagian bawah dengn derajat
keparahan sedang sampai berat,yang meliputi pancaran kencingyang lemah,keraguan
saat buang air kecil, berusaha untuk memulai buang air kecil, meningkat frekuensibuang
air kecil, nokturia, dan gangguan sensasi pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap setelah buang air kecil, sehingga akhirnya dapat mengganggukualitas
hidupmereka. Keluhan-keluhan yang berkaitan dengan LUTS / BPH tersebut merupakan
keluhanutama laki-laki datang mencari pengobatan ke layanan kesehatan [CITATION
Isn18 \l 1033 ]

B. ETIOLOGI
Penyebab dari BPH sendiri tidak begitu diketahui; akan tetapi, ini terjadi
terutama pada pria yang berumur lebih tua. BPH tidak berkembang pada laki-laki yang
testikelnya diangkat sebelum pubertas. Karena alasan ini, beberapa peneliti percaya pada
faktor yang berhubungan dengan penuaan dan testikel yang mungkin menyebabkan
BPH. Selama hidupnya, laki-laki memproduksi testosterone, hormone laki-laki, dan
estrogen dalam jumlah sedikit, hormone perempuan. Saat laki-laki semakin tua, jumlah
aktif testosteron dalam darahnya berkurang, dimana hal itu meninggalkan estrogen dalam
proporsi yang lebih besar. Sebuah studi ilmiah menyatakan bahwa BPH mungkin terjadi
karena tingginya proporsi estrogen pada prostat meningkatkan aktivitas substansi yang
meningkatkan pertumbuhan sell prostat.
Tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga menjadi penyebab BPH adalah
1. Teori dihidosteron,
2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron,
3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat,

Page | 2
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis),
5. Teori stem sel.-Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestoteron DHT adalah metabolit androgen sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh
enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terentuk
berkatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel
dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factoryang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat (basuki). Berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal , hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan prostat normal.
- Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Perbandingan estrogen dan testosterone yang relative meningkat pada usia
lanjut, dimana estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen,
dan mengurangi kemarian sel-sel prostat (apoptosis). Sehingga sel-sel prostat yang telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang, sehingga masa prostat menjadi besar

- Interaksi stroma epitel.


Pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel
stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu, Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

- Berkurangnya kematian sel prostat


Pada Jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan masa prostat

Page | 3
- Teori sel stem
Di Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatannya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi sel
stroma dan sel epitel berlebih [ CITATION Wil16 \l 1033 ].
C. TANDA DAN GEJALA
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran
kemih bagian bawah,gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran
kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), Hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaaningin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saatmiksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagianatas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak padapasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan
retensi kronis dan volume residual yang besar [ CITATION Wil16 \l 1033 ].

Page | 4
D. KLASIFIKASI
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score (PSS). Derajat
ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor 20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012).
Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit
BPH. Derajat berat BPH dibedakan menjadi 4 stadium :
1. Stadium I Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis.
2. Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan
urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).
E. PATOFISIOLOGI
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori DHT (dihidrotestosteron)
Testosteron dengan bantuan enzim 5- α reduktase dikonversi menjadi DHT yang
merangsang pertumbuhan kelenjar prostat (Mansjoer, 2009).
2. Teori kebangkitan kembali (Reawakening)
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.
Menurut Mc Neal, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian
bercabang (Mansjoer, 2009).
3. Teori hormon
Estrogen berperan pada insiasi dan maintenance pada prostat manusia (Mansjoer,
2009).
4. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor. Basic Fibroblast Growth Factor (b-
FGF) dapat menstimulasi sel stoma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih
besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. b-FGF dapat dicetuskan oleh
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi (Mansjoer, 2009).
5. Faktor penuaan

Page | 5
kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosterone
menjadi estrogen pada jaringan peripheral (Amalia, 2007).
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni:
hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran
kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Adapun patofisiologi
dari masing-masing gejala menuut Citra (2009) yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada
prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi
resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis
miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia (miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek. Frekuensi
terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
5. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi)
jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi
kontraksi involunter,
6. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
spingter.
7. Hematuri disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang
membesar.
8.  Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.

Page | 6
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
9. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat
pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

Gambar I. Pathways BPH

Page | 7
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
1) Urinalisis / Sedimen Urin Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya
proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan dan dapat
mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. Untuk itu pada kecurigaan adanya
infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat
kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine.
Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter,
pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria
maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter (Purnomo, 2014).
2) Pemeriksaan fungsi ginjal Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan
pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat
BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan
resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan
tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Oleh
karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya
melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas (Purnomo,2014).
3) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan
bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat.
b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek.
c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal
berdasarkan usia adalah
a) 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
b) 50-59 tahun: 0-3,5 ng/ml
c) 60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml
d) 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml

Page | 8
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA
bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam
mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA
menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian
besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan PSA
sebagai salah satu pemeriksaan BPH (Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), 2015).
b. Pencitraan
1) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin.

2) Pemeriksaan PIV (Pielografi Intravena) dapat menerangkan kemungkinan adanya:


kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal, dan
penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai PIV atau
USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih
bagian atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja
(10%)yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu
pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan
pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal ditemukan adanya
a) Hematuria
b) infeksi saluran kemih.
c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG).
d) Riwayat urolitiasis.
e) Riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.
3) Pemeriksaan Ultrasonografi Transrektal (TRUS) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guideline (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat,
menetukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di
dalam buli-buli. Disamping itu ultrasonografi transrectal mampu untuk mendeteksi

Page | 9
adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
c. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan Derajat Obstruksi
1) Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi yang dapat dihitung dengan
kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata
0,53 mL. 78% pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua
pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12mL.
2) Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin yang
meliputi lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran, dan volume urin yang
dikemihkan. Pemeriksaan yang lebih teliti lagi yaitu urodinamik.

G. PENATALAKSANAAN
1. Observasi Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien
dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat
dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan
kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi
kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur
residual urin dan pancaran urina:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksiatau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.

Page | 10
2. Terapi medikamentosa tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH
adalah:
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormonetestosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
3. Terapi bedah Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang,
hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan
fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada
beratnya gejala dan komplikasi.) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang
biasa digunakan adalah
 Prostatektomi suprapubik
Salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi
dibuat di kedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas.
Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan
komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang
cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat
terjadia dalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur
bedah abdomen mayor.
 Prostatektomi perineal
Suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin
terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
 Prostatektomi retropubik
Tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisia bdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkuspubis dan kandung

Page | 11
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk
kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah
yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah
dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik
4. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan
dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
a. Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar
prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar
daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan ini dilaksanakan
apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobusmedial yang langsung mengelilingi
uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih
secara terusmenerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat
pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu
operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat. Komplikasi TURP adalah
rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus
menerus,adanya perdarahan, infeksi, fertilitas.
b. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume
prostat tidak terlalu besar atau prostatfibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah
keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram
ataukurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument
kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIPadalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%)
c. Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien
dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy(TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation(TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra
(TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
 Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini
hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan
Page | 12
cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra parsprostatika,
yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai antara
lain prostat.
 Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi
(pelebaran) saluran kemih yang berada diprostat dengan menggunakan
balon yang dimasukkan melaluikateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara
ini sekarang jarang digunakan.
 Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy
dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani
TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi
retensi urine.
 Pemasangan stent uretra atau prostat catth yang dipasang pada uretra
prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu
supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati
lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
2. Eliminasi :
a. Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
b. Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
c. Nokturia, disuria, hematuria.
d. Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
e. Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
f. Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
g. Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan
tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)

Page | 13
3. Makanan / cairan:
a. Anoreksia, nausea, vomiting.
b. Kehilangan BB mendadak.
4. Nyeri :
Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada
prostatitis akut).
5. Rasa nyaman :  demam
6. Seksualitas :
a. Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
b. Takut beser kencing selama kegiatan intim.
c. Penurunan kontraksi ejakulasi.
d. Pembesaran prostat.
7. Pengetahuan / pendidikan :
a. Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
b. Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika/ antibakterial untuk
saluran kencing, obat alergi.
8. Pemeriksaan fisik : colok dubur

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang akan muncul yaitu:

No. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan eliminasi urin b.d iritasi kandung kemih
2. Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
4. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

J.

Page | 14
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. E., Treat, J. R., Brod, B. A., & Yu, J. De. (2019). “Slime” contact dermatitis:
Case report and review of relevant allergens. Pediatric Dermatology.
https://doi.org/10.1111/pde.13792
Bingham, L. J., Tam, M. M., Palmer, A. M., Cahill, J. L., & Nixon, R. L. (2019). Contact allergy
and allergic contact dermatitis caused by lavender: A retrospective study from an
Australian clinic. Contact Dermatitis. https://doi.org/10.1111/cod.13247
Fonacier, L. S., Aquino, M. R., & Mucci, T. (2012). Current strategies in treating severe
contact dermatitis in pediatric patients. Current Allergy and Asthma Reports.
https://doi.org/10.1007/s11882-012-0305-0
M., K., S., S., J., G., M., W., U., B., J., D., … W., P. (2019). Contact dermatitis and sensitization
in professional musicians. Contact Dermatitis.
Soltanipoor, M., Rustemeyer, T., Sluiter, J. K., Hines, J., Frison, F., & Kezic, S. (2019).
Evaluating the effect of electronic monitoring and feedback on hand cream use in
healthcare workers: Healthy Hands Project. Contact Dermatitis.
https://doi.org/10.1111/cod.13148PPNI. (2018). Definisi dan Indikator Diagnosis
Keperawatan. In Standar Luar
Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. In Standar Luar Keperawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Definisi dan Tindakan Keperawatan. In Standar Luar Keperawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai