Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Mola Hidatidosa

Disusun Oleh :

dr. Meidya Mukarramah

Pendamping :
dr. Ade Fitra
dr. Putri Maulina

Pembimbing :
dr. Oke Vista, Sp.P

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan mola merupakan penyakit trofoblas gestasional yang paling


sering dijumpa, terutama pada awal dan akhir masa reproduksi. Kehamilan mola
bisa berupa mola komplit, bila terdiri hanya dari proliferasi jaringan trofoblas;
atau mola inkomplit (mola parsial), bila selain proliferasi trofoblas terdapat
elemen mudigah. Pada kembar dizigotik, mungkin terjadi kehamilan mola komplit
yang berkembang bersama dengan kehamilan normal. 1

Gambar USG kehamilan mola pada trimester I tidak spesifik dan


bervariasi. Mungkin terlihat menyerupai kehamilan nirmudigah dengan dinding
yang menebal, plasenta hidropik, missed abortion, abortus inkompletus, mioma
berdegenerasi kistik, hiperplasia endometrium, atau terlihat sebagai massa
ekogenik yang mengisi seluruh kavum uteri. Dalam hal ini pemeriksaan kadar β-
hCG serum akan sangat membantu penegakan diagnosis.1

Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG),


yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa
parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic
tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan
kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa
berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa
invasif sebagai borderline keganasan.2

Insidensi mola hidatidosa dilaporkan pada bagian barat Amerika Serikat,


terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa
ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi
mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang
melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di
negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih
tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas
pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih
lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Suatu kehamilan yang ditandai dengan adanya villi korialis yang tidak
normal secara histologis yang terdiri dari beberapa macam tingkatan
proliferasi trofoblastik dan edema pada stroma villus. Biasanya kehamilan
mola terjadi di dalam uterus, tetapi kadang-kadang terdapat juga di saluran
telur ataupun ovarium.1

1. Kehamilan yang berkembang tidak wajar

2. Tidak ditemukan janin

3. Hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik

4. Bila disertai janin atau bagian janin disebut Mola parsial

5. Pembuahan sel telur yang kehilangan intinya atau inti tidak aktif lagi

Mola hidatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan


dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai
fetus yang intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan
berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa
terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola
hidatidosa. Mola hidatidosa komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya
terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari
paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma
haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2
sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah
anggur,dan terdapat trofoblastik hiperplasia. Pada mola hidatidosa parsial
terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis
sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk
dengan stroma trofoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok. 1

Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma


villus korialis langka vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal,
akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh
terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan
trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang
keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotrophin
(hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. 2

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan


yang membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta
berfungsi memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa,
jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat
berfungsi secar normal. 2

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik


dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan
nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90
persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola
bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab. 3

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik


sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus
tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.
Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi
hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena
sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada.
Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di
dalam ovarium. 2

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor


penyebabnya yang kini telah diakui adalah : 3

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi


terlambat dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini. Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia
reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat
sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2
kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding
wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.
Usia diatas 40 tahun : memiliki peningkatan resiko 7x dibanding
perempuan yang lebih muda
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas

C. KLASIFIKASI

Pembagian mola berdasarkan dengan adanya janin atau tidak.

1. Mola hidatidosa komplit


Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari
sulit terlihat sehingga diameter beberapa sentimeter. Histologinya
memiliki karakteristik, yaitu : 2
a. Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi
b. Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak
c. Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
d. Tidak adanya janin atau amnion
2. Mola Hidatidosa parsial
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari
janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga
yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di
beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.2
Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblast yang
bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih mengandung
villus di samping trofoblast yang berproliferasi, dapat mengadakan invasi
yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan mola destruens (invasive
mole, penyakit trofoblast ganas jenis villosum). Selain itu terdapat pula
tumor trofoblast yang hanya terdiri dari atas sel-sel trofoblast tanpa
stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi
menyebar ke alat-alat lain (koriokarsinoma, penyakit trofoblast ganas non
villosum).4

Oleh IIUC (International Union against Cancer) diadakan klasifikasi


sederhana penyakit trofoblast, yang mempunyai keuntungan bahwa angka-
angka yang diperoleh dari berbagai negara di dunia dapat dibandingkan.
Klasifikasi itu ialah :

1. Ada hubungan dengan kehamilan


2. Tidak ada hubungan dengan kehamilan
Diagnosis klinik Diagnosis morfologik
1) Non-metastatik 1) Mola hidatidosa
2) Metastatik a) Non invasif
a) Lokal (pelvis) b) Invasif
b) Ektrapelvik 2) Khoriokarsinoma
3) Tidak bisa ditentukan
Golongan tidak bisa ditentukan terdiri atas penyakit trofoblast di mana
tidak terdapat bahan-bahan dari otopsi, atau operasi, atau kerokan untuk
membuat diagnosis morfologik, akan tetapi diagnosis dibuat dengan cara-cara
lain (hormonologik).4

Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal


Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion


Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar Hcg Tinggi Rendah – tinggi

D. PATOGENESIS
Sitogenetika : mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal
(genotipe 46 xx sering, 46 xy jarang, tapi 46 xx nya berasal dari reduplikasi
haploid sperma dan tanpa kromosom dari ovum). Mola parsial mempunyai 69
kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal
(triploid, 69 xxx atau 69 xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi
haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia). 4

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam. 4

1. Amenore dan Terdapat tanda-tanda kehamilan.


2. Perdarahan pervaginam. Biasanya spoting sampai perdarahan banyak.
Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Biasanya
mucul pada trimester pertama. Tiga perempat pasien mngalami keluhan
pada kehamilan bulan ketiga. Hanya sepertiga pasien yang mengalami
perdrahan banyak. Biasanya di serta dengan tanda anemia bila perdarahan
berlangsung lama atau terjadi perdarahan banyak.
3. Hiperemesis gravidarum. Pasien biasanya mengaku mual dan muntah
hebat. Hal ini akibat dari proliferasi tropobals yang berlebihan dan
akibatnya produksi B HCG terjadi terus enerus sehingga kadarnya menjadi
tinggi.
4. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan,
volume vesikuler villi yang besar, dan rasa tidak enak pada uterus akibat
regangan yang berlebihan pada myometrium.
5. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara
khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit
yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.

6. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
yang efektif.

7. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum


mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan
sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu. 4

8. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan


BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab. Kadar tiroksi pada pasien hamil dengan mola meningkat 10%
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Kadar BHCG mempengaruhi
reseptor thyrotropin, mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid
(T3/T4) meningkatkarena serum bebas tiroksin meningkat karena
tyrotropin – like effect Dari chorionic Gonadotropin Hormon. Manifestasi
tirotoksikosis hanya akan muncul apabila kada HCG >100.000 iu/L
9. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni) 4

F. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa. Adanya hyperemesis gravidarum,
dan tidak ditemukannya aktifitas janin. P[ada beberapa pasien ditemukan
tanda hipertiroidisme dan preeklamsia. 4

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Palpasi :
1) Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek. Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan
oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah
dalam uterus. 4
2) Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin. 4
c. Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
d. Pemeriksaan dalam :
1) Memastikan besarnya uterus
2) Uterus terasa lembek
3) Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml


Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang


menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
β pasca mola
b. Pemeriksaan kadar T3 /T4 .
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,
tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan
meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi
krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai
delirium-koma.
4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi
1) Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
2) Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar
untuk mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG
tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan
vili khorialis yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi
didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak kista
yang kecil-kecil. Gambar USG kehamilan mola pada trimester I
tidak spesifik dan bervariasi. Mungkin terlihat menyerupai
kehamilan nirmudigah dengan dinding yang menebal, plasenta
hidropik, missed abortion, abortus inkompletus, mioma
berdegenerasi kistik, hiperplasia endometrium, atau terlihat sebagai
massa ekogenik yang mengisi seluruh kavum uteri. Dalam hal ini
pemeriksaan kadar β-hCG serum akan sangat membantu
penegakan diagnosis. 4

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

c. Foto thorax: Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka


pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru
merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.2
G. DIAGNOSIS BANDING 4
1. Kehamilan dengan mioma
2. Abortus
3. Choriocarsinoma

H. Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
1) Pasien harus dalam keadaan stabil. 4
2) Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12
jam kemudian dilakukan kuret. Evakuasi uterus dilakukan dengan
dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin
dan prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan
perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat dilatasi, infus
oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi
untuk mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian
uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat diberikan.
Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal
ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang
menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera
ditangani dengan ventilator. 4
3) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap.
Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak, maka
setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola
dengan kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan
pemberian infus oksitosin intravena. Fungsi uterotonika untuk
memperbaiki kontraksi Sesudah itu dilakukan kerokan dengan
kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa trofoblast yang dapat
ditemukan 4
4) Transfusi darah jika anemia atau syok. Menghilangkan penyulit
seperti preeklampsia dan tirotoksikosa
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita. 4
c. Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6
minggu4
d. Bila diperlukan 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan
ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. 4
e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih4
2. Pengawasan Lanjutan
a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi
oral pil .Dianjurkan untuk tidak hamil 1 tahun, kondom atau pil KB.
Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama periode ini. Pasien
dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier
selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2
hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh
hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar hCG.
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan
sampai dengan kadar hCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko
perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil
kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah
kadar hCG kembali normal. Pemeriksaan β-hCG berkala dan radiologi.
4

b. Pemeriksaan hCG yang dilakukan secara berkala sampai didapatkan


kadar hCG normal selama 6 bulan. Kadar hCG diperiksa pasca 48 jam
evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan
terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan
monitoring tiap bulan sampai dengan tidak terdeteksi dalam 6 bulan
berturut – turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar
hCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun
parsial adalah 9 – 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9
bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa hCG
tanpa terikat oleh waktu. 4
c. Pemeriksaan foto rontgent untuk mngetahui apakah mola berlanjut
menjadi keganasan. 4
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari. Kasus mola dengan resiko tinggi akan
terjadinya keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan
mencurigakan tanda keganasan, Methotrexate atau actinomycin D dapat
menghindarkan keganasan dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma
di uterus sebanyak 3 kali. 4
I. KOMPLIKASI5

1. Perdarahan yang hebat sampai syok


2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan
5. Bisa disertai preeklampsia pada usia kehamilan yang lebih muda.
6. Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis
tiroid.
7. Emboli sel trofoblas ke paru.
8. Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista
menghilang jika mola sudah dievakuasi. Mola dengan kista lutein
mempunyai resiko 4x lebih besar berdegenerasi.

J. PROGNOSIS

Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplit


berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini
100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan
seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL),
eklampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-
faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit
dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-
faktor risiko ini. Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau
lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.6
BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Ny. R br Simanjuntak Nama Suami : Tn R


Umur : 29 tahun Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Wiraswasta
Paritas : G3P2A0 Agama : Kristen
Alamat : Batu Aji
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
No.RM : 404091

Tanggal masuk : 31-01-2018

Tanggal keluar :

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan setiap hari, sejak 3 mingg

SMRS

Keluhan Tambahan :

Nyeri perut, mual, muntah berisi makanan .


RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)

Pasien datang ke RSBP dengan rujukan dari dr. Nina, SpOG, telah diketahui
Hamil anak ke II sudah 3 bulan usia kehamilan nya, dengan keluhan keluar
darah dari vagina sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengaku darah yang keluar dari vagina berwarna hitam. Pasien mengaku
dalam sehari habis 2 pembalut sehari. Pasien mengaku terdapat nyeri perut
seperti rasa tidak nyaman. Pasien mengaku terdapat mual. Pasien mengaku
terdapat muntah . pasien mengaku muntah berisi makanan salam 1 hari >10x.
Pasien juga mengaku pusing dan lemas. Berdebar debar, pandangan kabur,
penurunan BB, gampang berkeringat, nyeri kepala disangkal. Selama hamil,
pasien tidak pernah merasakan gerak janin.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien
juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma disangkal.

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan.

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi

HPHT : ? - 11 - 2017

HPL : ? – 8 - 2018

Usia Kehamilan : 11 – 12 minggu

Riwayat Pernikahan : 1 kali menikah, pada usia 20 tahun

Riwayat Menarche : kira-kira umur 14 tahun

Riwayat Menstruasi: teratur setiap bulan, + 7 hari dengan dismenore,

Riwayat Obstetri : G3 P2 A0 H2

1.Partus Normal, Aterm tahun 2010

2.Partus Normal, Aterm tahun 2014


3.Hamil ini.

Riwayat ANC : teratur di bidan 2 kali, di klinik Sp. OG 1 kali

Riwayat KB :-

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

BB : 57 kg

TB : 158 cm

Vital Sign : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 87 x/menit

RR : 22 x/m Temp : 36,2 0C

Status Generalis :

- Kepala: Bentuk normochepal, simetris, deformitas (-) Ekspresi muka

tampak kesakitan. Rambut hitam ikal sebahu, tidak mudah rontok.

- Wajah: simetris, paresis (-), deformitas(-), pucat (-),chloasma

gravidarum (+)

- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera icteric(-), edema palpebra (-),

mata merah (-). Pupil isokor, Ø 3 mm, reflek cahaya positif

- Telinga : deformitas negative, otore negative, serumen minimal, ganguan

pendengaran negative, otalgia negatif.

- Hidung : nafas cuping hidung negative, deformitas/deviasi septum

negative, rhinore negative, edema chonca negative


- Mulut : bibir tidak sianosis ataupun kering, stomatitis negative, lidah

tidak kotor, karies dan plaque gigi positive, uvula dan tonsila tak

membesar atau hiperemis, faring tidak hiperemis.

- Leher : Tak ada deviasi trachea, pembesaran kelenjar thyroid dan

limponodi.

- Thorax

Inspeksi : Simetris, bentuk normal, sikatrik negative, benjolan negative,

mamae simetris tidak membesar. , irama frekuensi nafas normal. Ictus

cordis tak tampak

Palpasi : Fokal fremitus seimbang antara paru kanan dan kiri. Pembesaran

limfonodi axillaries negative. Nyeri tekan negative. Ictus cordis dan massa

pada thorax tak teraba

Perkusi : Seluruh lobus paru sonor, batas redup hepar antara SIC 5 dan 6

midclavicula. Batas redup jantung atas di SIC II parasternal kiri, batas

kanan di SIC IV parasternal kanan, batas kiri di SIC IV midclavicula kiri.

Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tak ada wheezing dan ronchi.

Bunyi jantung I dan II regular, tak ada bising jantung

- Ekstrimitas: akral hangat, Edema Ekstremitas -/-

Status Obstetri :

a. Inspeksi : abdomen terlihat membesar, terlihat striae gravidarum

b. Palpasi : TFU: 2 jari diatas pusat. Ballottement (-)

c. Auskultasi : DJJ: -
d. VT : tidak dilakukan

e. inspeksi genitalia : perdarahan tidak aktif, lendir darah pada vagina.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tgl 4 – 2 - 2015

Hematologi

HB : 9,6 g/dl

Leukosit : 6610 /ul

Hematokrit : 27.6%

Eritrosit : 3.97 juta/ul

Trombosit : 266 ribu/ul

Golongan darah : B/+

Imunoserologi

HBsAg : ( - ) negative

Anti HIV : non Reaktif

Foto thoraks

kesan: cord an pulmo dbn


E. RESUME

NY. R, 29TH . datang ke RSBP dengan rujukan dari dr. Nina, SpOG, telah

diketahui Hamil anak ke II sudah 3 bulan usia kehamilan nya, dengan HPHT

? - 11 - 2017 ( 11 – 12 minggu) dengan keluhan keluar darah dari vagina

sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku darah yang

keluar dari vagina berwarna hitam. Pasien mengaku dalam sehari habis 2

pembalut sehari. Pasien mengaku terdapat nyeri perut seperti rasa tidak

nyaman. Pasien mengaku terdapat mual. Pasien mengaku terdapat muntah .

pasien mengaku muntah berisi makanan dalam 1 hari > 10x Pasien juga

mengaku pusing dan lemas. Berdebar debar, pandangan kabur, penurunan BB,

gampang berkeringat, nyeri kepala disangkal. Selama hamil, pasien tidak

pernah merasakan gerak janin. Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat

keluhan yang serupa. Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi.pasien

ANC teratur di bidan 2 kali, di klinik Sp. OG 1 kali. Dari TTV dan

pemeriksaan fisik generalisata dalam batas normal. Dari pemriksaan TFU

didapat 2 jari diatas pusat (besar dari usia kehamilan). Dan dari hasil

laboratorium ditemukan Anemia. Dari hasil foto thoraks dalam Batas normal.

F. DIAGNOSA

Mola Hidatidosa

G. PENATALAKSANAAN

Konsul dr. Wahyudi, SpOG, Jam : 16;00 wib

Advice :
- IVFD RL 500cc/ 8jam

- Pasang Laminaria2 stiff , jam : 20: 00

- Puasakan Pasien Malam

- Rencana USG Kandungan

- Rencana tindakan Kuretase, jam : 08:00 wib

Di ruangan :

- Lapor, dr. Wahyudi, SpOG, Perihal hasil Lab DL,

Advice :

- Siapkan darah PRC 2 labu

H. FOLLOW UP

Tgl S O A P
Terapi
31/1/18 Mual (+) Keadaan Umum: Mola Lapor hasil Lab ke
Tampak Sakit sedang
18.00 Nyeri Hidatidos dr.Wahyudi SpOG:
Kesadaran : Compos
perut(+) Mentis pro dilatasi Advis:
TD : 100/700mmHg
Perdarahan dan Siapkan PRC 2
HR : 92 x/i
minimal (+) RR : 18 x/i curetase labu
T : 360C

Mata : konjungtiva
anemis (-/-) sclera
ikterik (-/-)

Thoraks :
Cor :BJI-II Reguler
Murmur (-) gallop (-)
Pulmo :Suara nafas
vesikuler (-/-),wheezing
(-/-)

Abdomen : soepel,
datar, NTE (-)
Ekstermitas : akral
hangat, edama (-)

Keadaan Umum:
01/02/18 Mual(+) Tampak Sakit sedang 08.00
Kesadaran : Compos Telah dilakukan
nyeri perut
Mentis tindakan kuretase
(+) TD : 100/700mmHg hisap dengan
HR : 92 x/i anestesi TIVA.
RR : 18 x/i
Kuretase mola ±
T : 360C
500cc. Perdarahan
Mata : konjungtiva Minimal
anemis (-/-) sclera
ikterik (-/-) Advice :
obs TTV, pantau
Thoraks : perdarahan, KU,
Cor :BJI-II Reguler
Murmur (-) gallop (-) -IVFD RL +
Pulmo :Suara nafas Oksitosin 20IU /
vesikuler (-/-),wheezing 12 jam
(-/-)

Abdomen : soepel, -Amoksilin 500mg


datar, NTE (-) tab 3x1
-Asam Mefenamat
Ekstermitas : akral 500mg tab 3x1
hangat, edama (-) -
Methylergometrine
tab, 2x1

11.00

Trasnfusi PRC kolf I


IVFD NaCL 12tpm
setalah habis lanjut
PRC kolf Ke II

Setelah transfusi
lanjut drip Oksitosin
20 iu/12 jam
22/09/17 Keluhan (-) Keadaan Umum: Pasien boleh
Tampak Sakit sedang
Perdarahan pulang
Kesadaran : Compos
pervaginam Mentis Obat pulang.
TD : 110/700mmHg
minimal (+) Amoxicilin
HR : 90 x/i
RR : 18 x/i 3x500mg Po
T : 360C
Asam Mefenamat
Mata : konjungtiva 3x500mg PO
anemis (-/-) sclera
Control ke poli
ikterik (-/-)
obgyn
Thoraks :
Cor :BJI-II Reguler
Murmur (-) gallop (-)
Pulmo :Suara nafas
vesikuler (-/-),wheezing
(-/-)

Abdomen : soepel,
datar, NTE (-)

Ekstermitas : akral
hangat, edama (-)
BAB V

PEMBAHASAN

Anamnesis

Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan
uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Pada pasien ini terjadi spotting selama
3 minggu. Hal ini disebakan kareana Jaringan mola terpisah dari desidua,
menyebabkan perdarahan. Biasanya
Ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan normal, dimana
dengan HPHT pada bulan 11 harusnya usia kehamilan sekitar 11-12 minggu,
dengan usi kemilan tersebut seharunya TFU hanya sekitar 2 jari diatas simpisis,
namun pada pasien ini ditemukan TFU 2 jari diatas pusat (setara dengan usia
kehamilan 22-24 minggu) . Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik
yang berlebihan, volume vesikuler villi yang besar.
Selain itu, gejala lain yang ditampakkan pasien yang dapat digali dari
anamnesis yaitu hiperemesis gravidarum, dimana ± 3 minggu sebelumnya
pasien mengeluhkan mual muntah >10x sehari, hal ini merupakan salah satu
manifestasi klinis yang ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG.
proliferasi tropobals yang berlebihan dan akibatnya produksi B HCG terjadi terus
enerus sehingga kadarnya menjadi tinggi.
Pasien juga mengeluh rasa nyeri atau tidak enak pada perut, hal ini
disebakan karena rasa tidak enak pada uterus akibat regangan yang berlebihan
pada myometrium. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan pasien selama
hamil.
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala hipertiroidisme, karena biasanya
pada penderita mola sering dijumpai gelaja hipertiroidisme. . Kadar BHCG
mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan aktifitas hormon-hormon
tiroid (T3/T4) meningkatkarena serum bebas tiroksin meningkat karena tyrotropin
– like effect Dari chorionic Gonadotropin Hormon. Manifestasi tirotoksikosis
hanya akan muncul apabila kada HCG >100.000 iu/L.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah dan nadi
dalam batas normal. Status lokalis, tidak didapatkan konjungtiva anemis, karena
perdarahan lama dan banyak memicu terjadinya anemia. Pada pasien ini
ditemukanan kadar Hb 9,6.maka diberikan transfuse PRC 2 kolf.
Pemeriksaan obstetri, TFU dua jari di atas umbilikus, sudah mengalami
penurunan karena ekspulsi spontan jaringan mola, djj tidak dinilai, balotement (-).
TFU tidak sesuai dengan usia kelahamilan mengarah ke mola hida tidosa . Dan
ballottement negative mengindikasikan ini termasuk mola hidatidosa yang
komplit. Karena apabila diagnosis miola ditegakan dan tidak ditemukan janin
maka termasuk mola hidatidosa kompliot, kalau pada mola hidatisosa parsial
ditemukan indikasi ada janin.
Pada pasien dari hasil USG dengan dr Nina SpOG terlihat gambaran
snowstorm. Jadi sudah dapat dipastikan bahwa pasien mengalami mola
hidatidosa. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk
mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai
salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khorialis yang hidropik. Dengan
resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak
kista yang kecil-kecil. Gambar USG kehamilan mola pada trimester I tidak
spesifik dan bervariasi. Mungkin terlihat menyerupai kehamilan nirmudigah
dengan dinding yang menebal, plasenta hidropik, missed abortion, abortus
inkompletus, mioma berdegenerasi kistik, hiperplasia endometrium, atau terlihat
sebagai massa ekogenik yang mengisi seluruh kavum uteri. Jika dalam hasil USG
tidak ditemukan gambaran spesifik mola hidatidosa, pemeriksaan kadar β-hCG
serum akan sangat membantu penegakan diagnosis.selain itu gambaran kadar
bHCG juga berguna untuk pentalaksaan lajutan pada pasien mola hidatidosa.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemriksaan kadar bHCG karna dari hasil
USG sudah jelas gambaran mola hidatidosa.
Pad pasien dengan mola hidatidosa juga diperlukan pemriksaan foto
thoraks dan pelvik. Hal ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding
lainnya. Pada foto thorax khususnya pada PTG pasti ada metastasis, maka akan
ditemukan gambaran nodular pada paru bukti adanya metastasis. Pada pasien
inil, dari hasil foto thoraks tidak ditemukan kelainan pada paru khususnya
gambaran nodul pada paru, jadi ini murni molahidatidosa bukan penyakit
Tropoblast ganas.
Untuk penatalaksanaan, dilakukan perbaikan KU dahulu, pada pasien ini
KU baik. Jadi diberi terapi IVFD Rl 500cc/8 jam untuk tambahan cairan. Dan
dipasangkan laminaria 2 stiff. Laminaria adalah divice untuk dilatasi serviks.
Dan diberikan drip Oksitosin pada saat dilakukan kuretase dan setelah
kuretase. dilakukan kuret. Juga diberikan antibiotik Amoksilin, analgetik
Asam mefenamat dan uterotonika matylergometrin. Evakuasi uterus
dilakukan dengan dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi dengan
oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan
perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat dilatasi, infus oksitosin harus segera
dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi kecenderungan
perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat
diberikan. Pada pasien ini penangan sudah tepat dimana penanganan awal adalah
perbaikan KU, kemudian dilakukan dilatasi dan kuretase (suction kuretase)
kemudian intra dan post kuretasi diberikan drip oksitosin untuk mengurangi
kecenderungan perdarahan. Kemudian diberi antibiotik untuk profilaksis infeksi,
dan uterotonika untuk mencegah terjadi perdarahan. suction curetase dilakukan
pada pasien ini dan didapatkan darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan
jaringan mola ± 500cc gram. Tindakan suction curetage pada pasien ini sudah
tepat dilakukan dan bias dilakukan tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya)
untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan
lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan
menggunakan kontrasepsi. Tindakan histerektomi total bukan merupakan pilihan
pada pasien ini dikarenakan pasien dalam kasus ini tidak tergolong beresiko
tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan
uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih. Pasien dianjurkan untuk
memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu monitoring.
Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan
menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan
kadar hCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan
sampai dengan kadar hCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim
jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi
sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal. Pemeriksaan β-hCG
berkala dan radiologi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham, F Gary. 2010. William’s Obstetric. 23th edition. USA: The


McGraw-Hill; Page: 257-261
2. Sarwono Prawirohardjo . 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Hal: 488-490
3. Sarwono Prawirohardjo . 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Hal: 262-264
4. Sarwono Prawirohardjo . 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Hal: 488-490
5. Lisa E Moore, MD, FACOG, 2010. Hydatidiform Mole. Available from :
http://emedicine.medscape.com. Accested April,15th, 2018.
6. Martaadisoebrata Djamhoer, 2012. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan
ginekologi. FK UNPAD. Hal 12-19

Anda mungkin juga menyukai