Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah tidak ditemukan pertumbuhan janin dimana


hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidrofik
sehingga terlihat seperti sekumpulan buah anggur. Keadaan ini tetap
menghasilkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah
yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Penyakit trofoblas mempunyai
potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai
bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi.1,2,3
Insiden mola hidatidosa per 1.000 kehamilan terjadi di Asia di mana 5
negara yang menduduki peringkat atas yaitu Indonesia dengan 13 kasus,
Taiwan 8,0 kasus, Filipina dan China 5,0 kasus, serta Jepang 3.8 kasus. 4,5
Walaupun mola hidatidosa merupakan kasus yang jarang, namun jika
tidak dideteksi dan ditangani segera maka akan berkembang menjadi
keganasan sel trofoblas yaitu pada 15 - 20 % wanita dengan mola hidatidosa
komplet dan 2-3 % pada mola parsial. Mola hidatidosa dinyatakan ganas jika
terjadi metastasis dan invasi merusak miometrium, misalnya pada mola
invasif.6 Jika hal tersebut dilanjutkan kemungkinan akan menjadi salah satu
penyebab angka kematian ibu di Indonesia akan semakin meningkat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mola Hidatinosa


Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin
dan hampir seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Secara makrosko
pik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, te
mbus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milim
eter sampai 1 atau 2 cm.7 Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh
kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat
bervariasi dan edema stroma vilus. MH biasanya terletak di rongga uterus, namun
kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium.2 Gambaran histop
atologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada pembul
uh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.7

2.2 Epidemiologi
Insiden mola hidatidosa per 1.000 kehamilan terjadi di Asia di mana 5 negara
yang menduduki peringkat atas yaitu Indonesia dengan 13 kasus, Taiwan 8,0
kasus, Filipina dan China 5,0 kasus, serta Jepang 3.8 kasus. Sedangkan insidensi
terendah terdapat di Amerika Utara, Eropa, dan Oceania dengan rata-rata 0.5-1.84
kasus per 1.000 kehamilan. Data yang diperoleh dari Amerika Selatan terdapat
0.23-0.9 kasus per 1.000 kehamilan, sedangkan di benua Afrika hanya Uganda
dan Nigeria yang mempunyai dokumentasi kasus yaitu terdapat rata-rata 5.0 kasus
per 1.000 kehamilan. 4,5,8
Dari sini kita bisa melihat bahwa prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di
negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya
pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat
dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000- 1200 kehamilan. Di Indonesia
sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih
sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan
meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Sekitar 10%
dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan,

2
yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma. 2, 3

2.3 Etiologi
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena itu,
pengetahuan pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat
menghindari terjadinya MH, seperti faktor ovum, usia ibu yang terlalu muda atau
tua (36-40 tahun), imunoselektif dari sel trofoblast,paritas tinggi, dan genetik.
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan mola hidatidosa ini
menjadi hal yang penting untuk diketahui. Terutama oleh kalangan wanita dengan
usia predileksi (15-45 tahun) dan multipara.9

2.4 Anatomi dan Fisiologi Plasenta

Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut bla
stokista (blastocyst), suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan diba
gian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi
janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Trofoblas ini sangat kritis
untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nisasi (implantasi), pro
duksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah m
aternal ke dalam plasneta, dan kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk, produksi
hormon human chorionic gonadotrophin (hCG) dimulai, suatu hormoon yang me
mastikan bahwa endometrium akank menerima (reseptif) dalam proses implantasi
embrio.7 Plasenta normal memiliki trofoblas yang diklasifikasikan berdasarkan

3
lokasi dan bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilus trofoblas adalah trofoblas
yang tumbuh bersama vili korionik, sedangkan ekstravilus trofoblas adalah
trofoblas yang menginfiltrasi ke dalam desidua, miometrium dan pembuluh darah
plasenta. Trofoblas dibagi menjadi tiga tipe : sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
trofoblas intermediet. Sitotrofoblas bertanggung jawab untuk proliferasi,
sinsitiotrofoblas bertanggung jawab memproduksi sebagian besar hormon, dan
bentukan diantara keduanya adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab
atas invasi endometrium dan implantasi.13
Sinsitiotrofoblas memproduksi hCG pada hari ke-12 kehamilan. Sekresi
meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya pada minggu ke-8 sampai ke-
10 kehamilan. Pada hari ke-12 kehamilan human Placental Lactogen (hPL) juga
terdapat di sinsitiotrofoblas. Produksi terus meningkat selama kehamilan.
Sitotrofoblas merupakan sel trofoblas primitif, tidak memproduksi hCG dan hPL.
Trofoblas intermediet tumbuh ke dalam desidua dan miometrium, dan mpembuluh
darah berada di antara sel-sel normal. Pada awal hari ke-12 setelah konsepsi,
trofoblas intermediet memproduksi hPL. Puncak sekresi pada minggu ke-11
sampai minggu ke-15 kehamilan.14

2.5 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas. Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi
insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed
abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhim vili dan
terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai pada akhirnya
terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat
dari tekanan vili yang edema tadi.9
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan
trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi maupun neoplasi.
Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi
absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah,
yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.9
Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13

4
dan 21, mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami
gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA.
Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan
angiogenesis, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan hidrofik.9
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Seperti diketahui,
kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk
bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk
bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban dan lain- lain), secara seimbang.9
Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan MH.
Pencetakan (imprinting) merupakan proses di mana gen spesifik mengalami
metilasi sehingga mereka tidak lagi dapat ditranskripsi. Perkembangan embrio
normal membutuhkan satu set gen yang dicetak secara maternal dan gen lain
dicetak secara paternal. Pada MH, dua set gen yang dicetak secara paternal. Pada
keadaan ini trofoblas displasia, namun janin tidak terbentuk.15
Identifikasi kromosom paternal mempunyai peranan penting dalam diagnosis
MH, maka banyak dikembangkan teknik pemeriksaan yang berasal dari paternal
kromosom. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah : Polymerase Chain Reaction
(PCR). DNA fingerprinting, restriction fragmen lenght polymorphism (RFLP)
assesment, short tandem repeat – derived DNA polymorphism, flowcytometri dan
analisis DNA dengan menggunakan images analysis.16

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of Gynecology
and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan parsial (PTG
benigna).3
1. Mola Hidatidosa Komplit:
Merupakan hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio-janin,
dengan pembengkakan hidrofik vili plasenta dan seringkali disertai
hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan. Pembengkakan vili menyebabkan
pembentukan sisterna sentral disertai penekanan jaringan penghubung matur
yang mengalami kerusakan pembuluh darah. Mola hidatidosa komplit hanya
mengandung DNA paternal sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya

5
jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom
23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen
maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XY dan
46XX heterozigot. Secara makroskopik pada kehamilan trimester dua
berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan
secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh
darah.10,11
a. Gambaran Makroskopik
Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter. Massa tersebut dapat tumbuh
besar sehingga memenuhi uterus.17

Gambar Makroskopis MHK17

b. Gambaran Mikroskopik
Gambaran mikroskopis dari MHK adalah edema pada vili dengan
pembentukan sisterna. Sisterna adalah rongga aseluler yang terletak pada
bagian tengah vilous yang berisi cairan edema. Tetapi tidak semua vili
terdapat sisterna. Pada vili dapat dijumpai nekrosis dan kalsifikasi parsial.
Pembuluh darah pada vili biasanya tidak terlihat, oleh karena perkembangan

6
fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan plasenta. Sel-sel trofoblas
hiperplasia dan proliferasi abnormal yang terdapat disekeliling vili korion.16

c. Hasil Pemeriksaan USG


Pada ultrasonografi ditemukan pola vesicular. MHK yang didiagnosis
dalam trimester pertama menunjukkan kavitas yang kurang dan vili yang
lebih kecil. Namun demikian, ultrasonografi masih bisa digunakan untuk
mendeteksi sebagian besar kasus. Sebagai contoh, dalam satu laporan dari 24
kasus MHK pada trimester pertama (usia kehamilan, 8,7 minggu), 17 kasus
(71%) yang didiagnosis dengan benar pada pemeriksaan ultrasonografi awal. 1
9

Temuan ultrasonografi yang tidak termasuk ciri MH biasanya dianggap


menunjukkan missed abortion. Peningkatan hCG yang tinggi pada saat
pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu membedakan MHK dari missed
abortion. Namun, diagnosis pasti membutuhkan konfirmasi oleh patolog.
Pemeriksaan ultrasonografi seperti pada gambar dari pasien dengan MHK
pada trimester pertama. Menunjukkan perubahan vesikular menyebar di
dalam plasenta; kantung gestasional tidak ada.19

Gambaran USG19
Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus yang terisi oleh
kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan bentuknya
(snow-storm appearance) tanpa adanya embrio dan fetus. Dengan
menggunakan pemeriksaan ini, 79% MHK dapat dideteksi.20

2. Mola Hidatidosa Parsial:

7
Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal serta belum
begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion.
Umumnya janin mati pada bulan pertama.18
a. Gambaran Makroskopis
Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin atau
bagian dari janin.18 Mola parsial tampak gambaran vili yang normal dan
udem. Pada mola parsial sering dijumpai komponen janin. Penderita sering
dijumpai pada usia kehamilan lebih tua, yaitu 18-20 minggu. Pada
pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar serum β hCG tidak terlalu
tinggi.17

b. Gambaran Mikroskopis
Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili immatur yang
relatif normal dan sebagian lagi vili yang membesar dengan degenerasi
hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas
yang tersusun ireguler berbentuk scalloping. Sisterna jarang dijumpai. Dapat
terlihat pseudoinklusi trofoblas yang disebabkan oleh pemotongan tangensial
vili pada tepi vili yang irregular. Pada vili dapat terjadi fibrosis yang fokal.
Derajat atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila dibandingkan
dengan MHK. Pembuluh darah pada vili sering dijumpai.17

c. Hasil Pemeriksaan USG


Mola parsial pada pemeriksaan ultrasonografi berkarakteristik seperti
pada gambar dibawah ini. Seperti itu temuan yang telah ditampilkan secara
signifikan terkait dengan kehadiran mola parsial termasuk perubahan kistik

8
plasenta secara fokal dan rasio transversal terhadap dimensi anteroposterior
kantung kehamilan yang lebih dari 1,5. Temuan terakhir mungkin terkait
dengan triploid. Di sebuah penelitian, ketika kedua temuan telah dicatat, nilai
prediktif positif untuk mola parsial 87%, meskipun temuan ini belum
divalidasi. Periksaan ultrasonografi seperti pada gambar dibawah ini dari
pasien dengan mola parsial trimester pertama. Menunjukkan perubahan
vesikular fokal di dalam plasenta dan janin dengan kantung gestasional
(bawah).19

Gambar USG19
Pada pemeriksaan ultrasonografi, MHP dicirikan dengan pembesaran
plasenta, lebih tebal 4 cm dari insersi corda pada trimester kedua dan terdiri
dari banyak area kista. Diagnosis MHP lebih sulit daripada MHK, dengan
pemeriksaan ini hanya 29% yang dapat dideteksi dalam penelitian skala besar
20

Tabel 1 Perbedaan Mola Hidatidosa Parsial dan Mola Hiadatidosa Komplit

Gambaran Mola Hidatidosa Parsial Mola Hidatidosa Komplit


Karyotipe Umumnya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY
69,XXY
Janin Sering dijumpai Tidak ada
Amnion, sel darah Biasanya ada Tidak ada
merah janin
Edema vilus Bervariasi fokal Merata
Proliferasi trofoblas Bervariasi, fokal, ringan Berat
hingga sedang

9
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% lebih besar dari usia
kehamilan
Kista teka-lutein Jarang >25% tergantung modalitas
diagnosis
Penyulit medis Jarang Menjadi berkurang dengan
diagnosis dini
Penyakit pascamolar < 5% 15%- 20%

(The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG),


2004).

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala dan Tanda yang dapat ditemukan pada Mola Hidatidosa adalah:
a. Perdarahan
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan in
ilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Perdarahan uterus
hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai perdarah
an berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau, yang
lebih sering, terjadi secara intermitten selama beberapa minggu sampai
bahkan bulan. Efek delusi akibat hipervolumia yang cukup berat
dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar.
Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.
Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat
eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena
mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang
cepat berproliferasi.2
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan
yang tersering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus
jelas melebihi yang diharapkan berdasarkan usia gestasi. Uterus mungkin
sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nullipara, karena konsistensinya yang lunak di bawah dinding abdomen
yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista

10
teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.2
c. Aktivitas Janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis,
bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin
terdapat plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada salah
satunya, sementara plasenta lain dan janinya tampak normal. Demikian
juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami perubahan
mola yang luas tetapi disertai janin hidup.2
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah yang
berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan
kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada MH
dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan MH,
jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi dan
menyebabkan hiperemesis gravidarum.20
e. Tanda Toksemia/Pre eklamsi pada Kehamilan Trimester I
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan pre
eklamsi, hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsi pada mola terjadinya
lebih muda daripada kehamilan biasa.7 Hal yang paling penting adalah
keterkaitan MH dengan preeklamsi yang menetap hingga ke trimester
kedua. Memang, karena preeklamsi jarang dijumpai sebelum 24 minggu,
preeklamsi yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH.21
f. Kista lutein unilateral/bilateral
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan
tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu
follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,
2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasu
s mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mend
apat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kis
ta.7
g. Embolisasi

11
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-par
u tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang
jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan e
mboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.7

2.8 Diagnosis7
1. Anamnesis
a. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia kehamil
an 6-16 minggu
b. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan biasa
(hiperemesis gravidarum)
c. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada) yang merupakan diagnosa pasti. Namun, bila kita menunggu sampai
gelombang mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gel
embung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum
pasien menurun. Terbaik ialah mendiagnosis mola sebelum keluar.
d. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak teratur, berwarna merah
kecoklatan.
e. Kadang kala timbul gejala preeklamsi.
2. Pemeriksaan Fisik
Inpeksi:
Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning- kuningan, yang
disebut muka mola (mola face). Selain itu, kalau gelembung mola keluar,
dapat terlihat jelas
Palpasi:
Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilannya, teraba lembek.
Tidak teraba bagian janin dan ballotement, juga gerakan janin. Adanya
fenomena harmonika, darah dan gelembung mola keluar, fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
Auskultasi:
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin, terdengar bising dan bunyi
khas.

12
3. Pemeriksaan Dalam
Untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan atau jaringan pada kanalis
servikalis dan vagina.
4. Pemeriksaan Penunjang
Uji biologik dan uji imunologik (Galli Mainini dan Planotest) akan positif
setelah pengenceran (titrasi).
Keterangan:
- Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa
- Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
kehamilan kembar
5. Uji Sonde
Sonde dimasukkan ke dalam kanalis servikalis secara pelan dan hati-hati,
kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
6. Foto Rontgen Abdomen
Tidak terlihat adanya tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).
7. Ultrasonografi
Pada mola akan terlihat gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (sno
w flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb) dan tidak
terlihat janin.

2.9 Tatalaksana
Terapi Mola Hidatidosa terdiri dari:
1. Perbaiki Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk me
mperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit
seperti preeklamsi atau tirotoksikosis.
Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid,
ß-bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi)
penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. 9 Tujuan
terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus- menerus dan
menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon
tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen- agen antitiroid

13
dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium
ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang
merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah
hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi
konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak
tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU
berbeda dengan metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
dan karenanya lebih disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600
mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui
NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau
iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau
natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan
level T3 dan T4 yang cepat.9
ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang
diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5
menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol
oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam.9
2. Pengeluaran Jaringan Mola
Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk
memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi
dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan
dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret
hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum
uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses
evakuasi dengan kuret hisap atau kuret tajam. Untuk menghentikan
perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan
medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena
meningkatkan emboli trofoblas.9

Teknik evakuasi MH ada 2 cara yaitu:


a. Vakum Kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pemb
iusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uteretonika. Vakum

14
kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret
biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersi
h. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kure
t sebaiknya disediakan darah sebanyak 500 cc untuk menjaga bila terjadi
perdarahan yang banyak.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cuk
up mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena
umur tua dan paritas tinggi merupakan salah satu faktor predisposisi untu
k terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun deng
an anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila di
lakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda ke
ganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma.
3. Follow up
Tujuan follow up ada dua :
a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus,
turunnya kadar Β-hCG dan kembalinya fungsi haid
b. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada
tingkat yang sangat dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung
selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam tiga bulan
pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua
minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya
dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.
Selama follow up, hal-hal yang perlu dicatat adalah:
- Keluhan, terutama perdarahan, batuk atau sesak nafas
- Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda sub-involusi
- Kadar Β-hCG , terutama bila ditemukan ada tanda-tanda distorsi dari kurva
regresi yang normal
Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salah satu
dari tanda-tanda di atas, penderita harus dirawat kembali, untuk pemeriksaan

15
yang lebih intensif, seperti USG, foto toraks dan lain-lain
Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal
lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar Β-hCG
dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali. Selama follow
up, kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil dahulu, karena dapat
menimbulkan salah interpretasi. Salah satu ciri adanya keganasan adalah
meningginya kembali kadar Β-hCG , sedangkan pada kehamilan, Β-hCG
yang tadinya normal, akan meninggi lagi. Dalam keadaan seperti ini, kadang-
kadang kita ragu apakah kenaikan kadar Β- hCG ini disebabkan oleh
kehamilan baru atau oleh proses keganasan.9

Penatalaksanaan Lanjutan Mola Hidatidosa


Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar Β-hCG akan menurun secara
perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu rata- rata
yang diperlukan untuk mencapai kadar normal (<5 mIU/ml) adalah 12
minggu. Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa:

Bila terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal, berarti terjadi
keganasan. Karena itu, diagnosis dini TTG ditegakkan dengan
memperhatikan kurva regresi ini, dengan syarat penderita harus patuh
melakukan follow up.
Mungkin harus dipikirkan cara yang lebih sederhana yang dapat dilakukan

16
di daerah, misalnya sebagai berikut. Seperti diketahui , menurut
Mochizuki, β-hCG akan menjadi normal (<5mIU/ml) pada minggu ke-12.
Sampai minggu ke-12, sebaiknya follow up dilakukan secara klinis saja.
Kalau sampai minggu ke-12 tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan,
baru diperiksa β-hCG secara semi kuantitatif, misalnya dengan Test Pack
(Abbot). Test Pack mempunyai sensitivitas 25 mIU/ml di urine, berarti 50
mIU/ml di darah. Jadi, bila pada minggu ke-12 Test Pack positif, berarti
sudah ada distorsi dari kurva regresi dan diagnosis TTG dini sudah dapat
ditegakkan. Selanjutnya baru diperiksa β-hCG secara kuantitatif untuk
kepentingan prognosis dan terapi. Secara teoritis pola pikir ini dapat
dibenarkan. Untuk membuktikan kebenarannya perlu dilakukan penelitian.
Bila terbukti benar, akan sangat memudahkan follow up, yang pada
gilirannya akan memperbaiki prognosis.9

Kemoterapi Pasca MH
Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca MH adalah sebagai
berikut:
a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000
IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam).
b. Kadar hCG yang meningkat progresif pasca evakuasi
c. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca
evakuasi
d. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak,
renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru.
Pemberian Sitostatika:
- Methotrexate (MTX) 20 mg/hari i.m, asam folat 10 mg 3dd1 dan Cursil
35 mg 2dd1, selama 5 hari berturut-turut
Profilaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bermanfaat. Asam folat
adalah antidote dari MTX, Cursil berfungsi sebagai hepatoprotektor
- Actinomycin D 1 flakon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak
perlu antidote maupun hepatoprotektor.
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa sitostatika itu sering
memberikan efek samping yang membahayakan. Dengan follow up yang

17
baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan secara dini sehingga
kemoterapi yang diberikan secara kuratif, akan dapat mengobatinya secara
efektif.9

2.10 Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah ja
ntung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada
lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara
2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jarin
gannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita
degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan yang dilapo
rkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi
keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi Ginekologi.7

BAB III
SIMPULAN

1. Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

18
dengan tidak ditemukannya janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami degenerasi hidropik.
2. Mola Hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi komplit dan parsial.
3. Diagnosis dari mola hidatidosa dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang.
4. Terapi mola hidatidosa terdiri dari perbaiki keadaan umum, pengeluaran
jaringan mola dan follow up.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulrasool, G., & Nandini, A. 2018. Case report: Molecular confirmation


of dispermy in a complete hydatiform mole. Pathology, 50, S99 https://doi.
org/10.1016/j.panthol.2017.12.277.

19
2. Cunningham, F. G., & Williams, J. W. (Eds.). 2014. Williams obstetrics
24rd ed. New York: McGraw-Hill Medical.
3. Deep, J., Sedhai, L., Napit, J., & Pariyar, J. 2013. Gestational
Trophoblastic Disease. Journal of Chitwan Medical College, 3(2). https://d
oi.org/10.3126/jcmc.v3i2.8434.
4. Pally JE. Referat Diagnosis Klinis Mola Hidatidosa.Semarang (Indonesia):
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012
5. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: Epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and
management of hydatidiform mole. American Journal Obstetri Gynecoly
[Internet]. Elsevier Inc.; 2010;203(6):531–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ajog.2010.06.073
6. Moore LE. Hydatidiform mole [Internet]. American College of
Obstetricians and Gynecologists, American Medical Association, Society
for Maternal-Fetal Medicine. 2015 [cited 2015 Jan 1]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/254657- overview#a2
7. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwo
no Prawirohardjo. 2018.
8. Hui P. Buza N. Complete and parsiale hydatidiform mole. In: Gestational
Trophoblastic Disease: Diagnostic and Molecular Genetic Pathology. New
York: Humana Press; 2012. p. 57–77.
9. Martaadisoebrata D. Mola hidatidosa. In: Buku Pedoman Pengelolaan
Penyakit Trofoblas Gestasional. Jakarta: EGC, 2005; p. 7-41.
10. Rauf S, Riu DS, Sunarno I. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. In:
Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, suntingan. Ilmu Kandungan (3rd ed).
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011; p. 208-13.
11. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KG,
Cunningham FG. Gestational Trophoblastic Disease. In: Loeb M, Davis K,
editors. William Gynecology. New York: McGraw- Hill, 2008; p. 755-69.
12. Vassilakos P. Pathology of Molar Pregnancy. 2015 July
11 [cited 2015 ep 25]. Available from:

20
http://www.gfmer.ch/Books/Reprodu ctive_health/Mole.html
13. Kruger TF, Botha MH. Clinical Gynaecology, 3 rd ed, Juta&Co. Ltd, Cape t
own, South Africa, 2007; pp. 535-536
14. Hoskins WJ. Principles and Practice of Gynecologic Oncology. 4 th ed, US
A: Lippincott Williams&Wilkins, 2005; pp. 21-23.
15. Heffner LJ, Schust DJ. At a Glance Sistem Reproduksi, ed 2. Jakarta: Erla
ngga. 2005.
16. Lumongga F. Images Analysis Densitas DNA pada Mola Hydatiform. Me
dan: Departemen Patologi Anatomi USU. 2009.
17. Sudiono J. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC. 2009. pp.
9-10
18. Berkowits RS, Goldstein DP. Molar Pregnancy. The New England Journal
of Medicine, 2009; 360;16, pp. 1639-1642
19. Wladimiroff W. Ultrasound in Obstetrics and Gynaecology. Elsevier Healt
h Sciences, USA. 2009, pp. 71-72
20. Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC,
2008; pp. 86-87
21. Leveno KJ. Obstetri William: Panduan Ringkas, 21th ed, Jakarta: EGC, 20
09; pp. 524-529.

21

Anda mungkin juga menyukai