Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mola hidatidosa (juga dikenal sebagai kehamilan mola) adalah sub kategori
penyakit di bawah penyakit trofoblas gestasional (GTD), yang berasal dari
plasenta dan dapat bermetastasis. Bentuk lain dari penyakit trofoblas gestasional
termasuk koriokarsinoma gestasional (yang bisa sangat ganas dan invasif) dan
tumor trofoblas lokasi plasenta. Mol hidatiform (HM) dikategorikan sebagai mola
komplit dan parsial dan biasanya dianggap sebagai bentuk penyakit trofoblas
gestasional noninvasif. Meskipun molar hidatiform biasanya dianggap jinak,
molar tersebut bersifat premaligna dan berpotensi menjadi ganas dan invasif.1
Mola hidatidosa disebabkan oleh perkembangbiakan trofoblas vili yang
disertai pembengkakan vili korionik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
perbedaan utama antara hidatidiformis lengkap dan parsial secara histologis
adalah kurangnya jaringan embrio / janin pada tahi lalat lengkap, dan adanya
jaringan embrio pada tahi lalat parsial. Selain itu, dalam mol lengkap, vili
korionik bersifat hidropik difus dan biasanya dikelilingi oleh trofoblas
hiperplastik. Pada tahi lalat parsial terdapat vili korionik normal dan jaringan
embrio / janin bercampur dengan vili hidropik.2
Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah,
keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia
yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah
pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi
adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusia
diantara 20-40 tahun.3
Di Eropa dan Amerika Utara, insidensi mola hidatidosa bervariasi antara 0,6-
1,1 per 1000 kehamilan, sementara di Jepang insidensnya mencapai 2 per 1000
kehamilan. Insidensi mola hidatidosa di India dan Timur Tengah mencapai 1 di
antara 160 kehamilan.4

1
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan referat ini untuk mengetahui tentang
apa itu penyakit Mola Hidatidosa khususnya:
1. Untuk mengetahui defenisi Mola Hidatidosa
2. Untuk mengetahui epidemiologi kasus Mola Hidatidosa
3. Untuk mengetahui etiologi Mola Hidatidosa
4. Untuk mengetahui faktor resiko Mola hidatidosa
5. Untuk mengetahui klasifikasi Mola Hidatidosa
6. Untuk mengetahui Patofisiologi Mola Hidatidosa
7. Untuk mengetahui Gejala Klinik Mola Hidatidosa
8. Untuk mengetahui Diagnosis Mola Hidatidosa
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Mola Hidatidosa
10. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Mola Hidatidosa

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi & Histologi


Mola pertama kali dijelaskan oleh Hippocrates (470–410 SM) yang
menjelaskan pembentukannya melalui konsumsi air kotor oleh ibu hamil, yang
airnya berasal dari rawa-rawa. Namun, istilah mola dan hidatidosa kemudian
digunakan oleh William Smelie (1752). Penulis ini mendeskripsikan patologi ini
sebagai sekumpulan buah anggur yang terdiri dari berbagai ukuran. Mola
menunjukkan hiperplasia trofoblas difus dimana struktur villosities sangat
menyimpang dan hidropik (Gbr. 1).1
Disorganisasi trofoblas seperti itu, mengakibatkan pengenalan yang
terbatas terhadap keberadaan struktur vaskular. Masalah pematangan vaskular
pada mola dapat disebabkan oleh peningkatan tingkat apoptosis pada komponen
prekursor pembuluh darah atau kerusakan pembuluh darah, perekrutan pericytes
di sekitar pembuluh vili stroma. Meskipun terdapat pembuluh-pembuluh ini,
belum diketahui pasti bahwa mereka mengandung berbagai komponen
hematopoietik. Immaturitas vaskular yang persisten dari stroma vili dapat
menyebabkan vili hidropik terutama di CHM.1
Dalam kasus PHM, anomali trofoblas ini lebih sedikit dan biasanya
mengandung jaringan embrio atau janin yang dapat diidentifikasi, yang sangat
jarang terjadi pada kasus CHM. Anehnya, hiperplasia trofoblas ini dapat terus
terbentuk sedemikian rupa sehingga menyerang dan melebihi rongga rahim (Gbr.
1). Pengamatan ini menunjukkan bahwa mola ini tidak ditolak oleh rahim.1
Beberapa penulis dapat menganggapnya sebagai aborsi yang salah. Di
Abad Pertengahan, seseorang membayangkan bahwa setiap pembengkakan fokal
berhubungan dengan telur. Hertig dan rekan-rekannya pada tahun 1956
mengusulkan perkembangan logis antara berbagai jenis Mola, dari PHM ke CHM
lalu ke Mola aninvasif, diikuti oleh tumor yang sangat agresif, koriokarsinoma.
Saat ini, diketahui bahwa hal itu tidak masuk akal, terutama karena seorang
wanita dapat mengembangkan koriokarsinoma setelah HM tetapi juga setelah

3
kehamilan normal. Lebih relevan untuk berbicara tentang preneoplasia
(premalignant) untuk HM dan neoplasia trofoblas gestasional ( penyakit ganas)
untuk Mola invasif dan koriokarsinoma.1

Gambar 1. Aspek makroskopis dan histologis Mola Hidatidosa.

2. Mola Hidatidosa
A. Definisi
Hydatidiform Mole/Mola hidatidosa (HM) merupakan penyakit trofoblas
gestational yang ditandai dengan abnormalitas vili korialis yang mengalami
degenerasi hidropik sehingga terlihat seperti buah anggur yang bergerombol. Pada
mola hidatidosa terdapat proliferasi sel trofoblas yang berlebihan dan adanya
edema stroma vilus. Secara makroskopis mola hidatidosa terlihat seperti
gelembung-gelembung, transparan, dan berisi cairan jernih yang ukurannya
bervariasi.1

4
Gambar 2. Gelembung Mola Hidatidosa

Gambar 3. Mola Hidatidosa setelah histerektomi


B. Epidemiologi
Di negara maju, kejadian Complete Hydatidiform Mole (CHM) adalah
sekitar 1-3 per 1000 kehamilan dan Partial Hydatidiform Mole (PHM) sekitar 3
per 1000 kehamilan. Mola ini sporadis dan tidak berulang kecuali untuk kasus
yang jarang diketahui kasus assingleton (bila anggota keluarga tunggal memiliki
Hydatidiform Mole (HM) berulang) dan HM berulang keluarga (bila setidaknya 2
wanita memiliki satu atau beberapa HM); di mana asal genetik telah ditunjukkan
dan sesuai dengan penyakit resesif autosom dengan mutasi pada 2 gen, NLRP7
dan lebih jarang lagi, KHDC3L.1
Frekuensi mola umum sangat bervariasi di negara berkembang, di mana
kasus 10 kali lebih mungkin di beberapa Asia atau negara-negara Afrika.35,36
Situasi ini cenderung menurun seiring waktu karena kemajuan dalam pemantauan
medis dan sumber makanan yang lebih baik. Setelah satu kehamilan mola,
kemungkinan mola lengkap atau parsial kedua adalah 1–2%. Kehamilan mola

5
ketiga meningkat secara substansial menjadi 15-20% dan tidak menurun dengan
berganti pasangan dan mungkin terkait dengan penyakit molar familial atau
sporadic biparental. 1
Lebih umum, dianggap bahwa risiko mola tambahan di kehamilan
berikutnya kira-kira 5-10 kali lipat lebih tinggi daripada risiko dasar untuk
populasi "normal ". Namun, penolakan spontan pembentukan mola juga telah
diamati. Sebaliknya, tidak mungkin untuk mengetahui apakah lebih sering dengan
PHM. Kesulitannya, bahkan saat ini, adalah untuk mendapatkan diagnosis yang
benar antara mola parsial dan lengkap ketika entitas patologis ini tidak
berkembang dengan baik selama trimester pertama kehamilan. Istilah, mola
parsial diterima pada tahun 1977 dan bertepatan dengan peningkatan teknologi
ultrasound. Selama trimester pertama, vili belum secara substansial bersifat
hidropik dan masih berupa pembuluh.1
Klasifikasi tumor ini selama periode perkembangan ini menghadirkan
banyak ketidakpastian. Frekuensi kehamilan mola yang lebih tinggi terlihat pada
usia ekstrem atas dan bawah; lebih muda dari 13-18 tahun atau lebih tua dari 45-
50 tahun. Rasio mola lengkap dan parsial berubah secara signifikan dengan usia.
Angka ini lebih tinggi pada kelompok usia ibu paling ekstrem, 63% untuk mereka
yang berusia 13-18 tahun dan 55% hingga 93% untuk mereka yang masing-
masing berusia 41-50 tahun. Namun, studi oleh Savage dan Williams 43
memberikan data rinci mengenai risiko kehamilan mola parsial dan lengkap
dengan bertambahnya usia ibu dan menegaskan bahwa risiko kehamilan mola
parsial relatif sedikit berbeda dengan usia, sementara kehamilan mola lengkap
berkontribusi terhadap komponen utama dari keseluruhan meningkat seiring
bertambahnya usia. 1
Pekerjaan ini menunjukkan bahwa PHM kemungkinan sesuai dengan
anomali pembuahan yang diamati pada populasi umum tidak seperti CHM (PHM
biparental tetapi 2 spermatozoa sedang membuahi) .CHM lebih sering invasif
daripada PHM. Perubahan ganas pada kehamilan mola ini tampaknya terkait
dengan asal DNA laki-laki. Kemungkinan bahwa mola heterozigot (lihat di atas)
yang timbul dari 2 sperma yang membuahi "sel telur kosong" mungkin lebih

6
tinggi risiko perubahan keganasan adalah pengamatan lain. Sekitar 80% dari HM
adalah self limiting yaitu, mencegah dirinya dari menjadi invasif. Proporsi HM
yang berubah menjadi mola invasif berkisar antara 7-17% atau pada kasus yang
jarang terjadi 2-5% menjadi koriokarsinoma; kanker ganas, berkembang pesat dan
metastatik.4,4660% dari semua koriokarsinoma tidak didahului oleh HM yang
diakui secara klinis. CHM membawa sekitar 15% risiko perubahan maligna,
sedangkan PHM memiliki risiko perubahan ganas yang jauh lebih rendah ; kira-
kira 0,5–1% .Fakta bahwa HM ini dapat berulang dengan pasangan pria yang
berbeda yang memungkinkan menunjukkan masalah oosit yang mendasari.2

C. Etiologi
Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai
sekarang masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena itu
pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindarkan
terjadinya mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia yang ekstrim dan
memperbaiki gizi.3

D. Faktor Resiko
Sejumlah faktor risiko kehamilan mola telah disebutkan, termasuk usia
ayah, kelainan genetik ibu, golongan darah, kontrasepsi oral, usia ibu dan faktor
lingkungan; khususnya vitamin A dan folat. Namun, satu-satunya data yang jelas
terkait dengan usia ibu dan kejadian sebelumnya dari kehamilan mola
sebelumnya. Risiko berlebih agak terkait dengan CHM dan lebih sedikit dengan
PHM. Meskipun demikian, temuan dari berbagai penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa pola makan dapat mempengaruhi genetik, yang penting
untuk perkembangan normal embrio manusia. Selain itu, defisit vitamin A atau /
dan folat selama periode 18 sampai 21 hari kehamilan dikaitkan dengan tidak
adanya vaskularisasi vilositas plasenta, yang diamati pada CHM. Juga dicatat
bahwa pengurangan vitamin A dalam makanan pasien pada saat mereka hamil
dapat menjelaskan distribusi geografis dari mola ini.3

7
Studi terbaru kami yang dilakukan di Maroko dan Senegal, di mana
siklus tahunan musim ditentukan dalam satu periode diet berat (produk segar
terbatas), menunjukkan korelasi yang kuat antara defisit nutrisi ibu pada saat
pembuahan. Perkembangan CHM selama kehamilan merupakan defisit vitamin A
dan / atau B9 (folat) selama minggu-minggu pertama perkembangan janin
perempuan yang dapat menurunkan kecepatan diferensiasi normal oosit mereka.
Vitamin A memainkan peran penting dalam perkembangan miosis; ketidak
cukupannya bertanggung jawab atas perkembangan oosit yang belum matang dan
mencegah miosis II dilakukan dengan benar.3
Folat diperlukan untuk sintesis protein dan DNA. Efeknya diamati di satu
sisi, dalam diferensiasi oosit dan zigot, khususnya untuk integritas dan
pengelompokkan zona kortikal dan sebaliknya atas ketidakstabilan kromosom asal
ibu. Pada saat pembuahan, pronukleus laki-laki melanjutkan pembelahan
mitosisnya; kromosom pronukleus wanita akan dihancurkan atau ditolak dengan
cepat. Selain itu, vitamin A dan folat ikut campur dalam mekanisme metilasi
(proses penambahan gugus metil pada DNA) selama pemrograman ulang
pencetakan induk. 2
Berlawanan dengan gen manusia lainnya, gen ini (kira-kira 1% dari
genom) hanya diekspresikan secara monoalel menurut kromosom zigot dari pihak
ayah atau ibu. Keberadaan gen-gen yang tercetak dalam spesies manusia inilah
yang mencegah partenogenesis dan memungkinkan keberhasilan perkembangan
embrio manusia. Defisit yang terjadi selama oogenesis bertanggung jawab atas
anomali kualitatif dan fungsional oosit. Cacat metilasi tersebut memengaruhi gen
yang dicetak dalam oosit. Metilasi ibu menghilang dan diganti dengan metilasi
ayah. 2,3
Tidak diragukan lagi ini adalah salah satu alasan mengapa wanita yang
terkena dampak mungkin memiliki HM dengan berbagai pasangan seksual.
Penelitian lain yang dilakukan di Hawaii dimana risiko CHM lemah,
menunjukkan bahwa wanita yang bermigrasi ke Hawaii baru-baru ini;
menunjukkan tingkat CHM yang tinggi. Faktanya, para wanita ini lahir di Filipina
dengan angka CHM yang tinggi. Wanita Jepang yang menetap di Hawaii, tetapi

8
yang migrasi jauh lebih tua, tidak menimbulkan risiko tambahan (Jepang pada
saat itu adalah negara berisiko tinggi) .2,3

E. Klasifikasi
Mola hidatidosa terbagi menjadi dua jenis sebagai berikut :4
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel–vesikel jernih Ukuran
vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa
sentimeter dan sering berkelompok–kelompok menggantung pada tangkai
kecil. Secara makroskopis, MHK mempunyai gambaran yang khas yaiu
berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara
beberapa mm sampai 2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih
jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya
kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak
seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK
disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai tersebut umunya
menempel di seluruh endometrium dan jika terputus akan terjadi
perdarahan. Temuan histologi ditandai oleh :4
- Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vilus
- Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
- Proliferasi sel epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
- Tidak adanya janin dan amnion
2. Mola hidatidosa parsial (MHP)
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa
yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskular,
sementara vili–vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta
yang masih berfungsi tidak terkena. Perkembangan janin akan tergantung
kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya
tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam

9
kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang janinnya
hidup sampai aterm.4

F. Patofisiologi
Seperti dijelaskan sebelumnya, mola hidatiform muncul dari jaringan
gestasi. Pada mola hidatidosa komplit, tidak ada jaringan janin, sedangkan pada
mola hidatiform parsial, terlihat beberapa jaringan janin non viable. Keduanya
disebabkan oleh proliferasi vili korionik yang berlebihan dan mengakibatkan
pembengkakan. Mereka menghasilkan tingkat hCG yang tinggi untuk diproduksi.
Untuk meninjau, pada mola lengkap, telur yang dinukleasi dibuahi oleh dua
sperma atau sperma haploid yang kemudian menggandakan, menghasilkan hanya
DNA ayah yang diekspresikan. Sebaliknya, pada mola hidatiform parsial, sel telur
haploid menggandakan dan dibuahi oleh sperma normal atau sel telur haploid
dibuahi oleh dua sperma, menghasilkan ekspresi DNA ibu dan ayah. 4

G. Gejala Klinik
Gejala yang timbul pada kehamilan mola adalah sebagai berikut:4,5
1. Pertumbuhan uterus abnormal, dimana ukuran uterus dapat lebih besar
ataupun lebih kecil daripada usia kehamilannya.
2. Mual dan muntah yang cukup berat sehingga memerlukan perawatan
di Rumah Sakit.
3. Perdarahan pervaginam pada 3 bulan pertama kehamilan.
4. Gejalan hipertiroidisme seperti intoleransi panas, BAB cair, takikardia,
gugup berlebihan, kulit yang hangat dan lembab, tremor pada tangan,
ataupun penurunan berat badan yang sulit dijelaskan.
5. Gejala yang mirip dengan preeklampsia yang terjadi pada trimester
pertama atau permulaan trimester kedua seperti terkanan darah tinggi,
pembengkakan

10
H. Diagnosa dan stadium
Anmnesis. Pasien dengan mola hidatidosa biasanya mengalami keluhan
sebagai berikut:5
1. Perdarahan pervaginam
2. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan namun tidak
selalu
3. Hipertiroidisme
4. Hiperemesis gravidarum
5. Preeklampsia
6. Perdarahan baik sedikit maupun banyak yang berwarana merah
kecoklatan
7. Amenorea dengan durasi berbeda-beda diikuti perdarahan ireguler

Pemeriksaan fisik
i. Inspeksi : muka dan terkadang badan terlihat kekuningan yang disebut
muka mola (mola face)
ii. Palpasi : uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan, uterus teraba
lembek, tidak teraba bagian janin serta balotement
iii. Aukultasi : tidak terdengar denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,
terdapat perdarahan pada kanalis servikalis
Diagnosis kehamilan mola dapat dicurigai berdasarkan sejumlah gambaran
klinis: perdarahan vagina abnormal pada awal kehamilan adalah gejala tersering;
uterus besar untuk kurma (25%); nyeri akibat kista teka-lutein jinak yang besar
(20%); bagian vagina dari vescicles seperti anggur (10%); gejala kehamilan yang
berlebihan termasuk hiperemesis (10%), hipertiroidisme (5%), preeklamsia dini
(5%). Saat ini pemindaian ultrasonografi sering kali memungkinkan untuk
mendiagnosis kehamilan mola sebelum 12 minggu, menunjukkan tampilan
pembuluh darah halus atau sarang lebah. Kemudian mola lengkap secara khas
digambarkan sebagai munculnya badai salju dari ekogenisitas campuran, yang
mewakili vili hidropik dan perdarahan intrauterin. Ovarium sering mengandung

11
beberapa kista teka-lutein besar sebagai akibat dari peningkatan rangsangan
ovarium oleh beta-hCG yang berlebihan.6
Diagnosis mola parsial melalui ultrasonografi lebih sulit: janin mungkin
masih hidup, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda triploidi yang konsisten,
seperti hambatan pertumbuhan dini yang tidak biasa atau kelainan perkembangan.
Mungkin hanya ada ruang kistik yang tersebar di dalam plasenta, dan perubahan
kistik ovarium biasanya jauh lebih tidak terlihat. Jika ragu, pemindaian harus
diulang dalam 1 hingga 2 minggu.6
Pada wanita dengan mola lengkap, kadar beta-hCG serum kuantitatif
lebih tinggi dari yang diharapkan, seringkali melebihi 100.000 IU / L. Dalam
kasus mola parsial, tingkat beta-hCG sering kali dalam kisaran luas yang terkait
dengan kehamilan normal dan gejalanya biasanya kurang terasa. Untuk alasan ini
diagnosis mola parsial sering terlewatkan secara klinis dan dibuat dari penilaian
histologis selanjutnya dari bahan yang gagal. Molahidatidosa (komplit dan
parsial) paling sering datang dengan keluhan perdarahan pervaginam pada
trimester awal kehamilan. Sering terdiagnosis pada pemeriksaan ultrasonografi
trimester pertama kehamilan dengan gambaran berupa massa heterogen
menyerupai badai salju (snowstorm) tanpa adanya gambaran janin pada mola
komplit, dijumpai juga kista ovarium teka lutein. Pada akhirnya harus dibuktikan
dengan pemeriksaan histopatologi.6

Histopatologi
Mola hidatiform disebabkan oleh perkembangbiakan trofoblas vili yang
disertai pembengkakan vili korionik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
perbedaan utama antara hidatidiformis lengkap dan parsial secara histologis
adalah kurangnya jaringan embrio / janin pada mola lengkap, dan adanya jaringan
embrio pada mola parsial. Selain itu, dalam mol lengkap, vili korionik bersifat
hidropik difus dan biasanya dikelilingi oleh trofoblas hiperplastik. Pada mola
parsial terdapat vili korionik normal dan jaringan embrio / janin bercampur
dengan vili hidropik.6

12
Pemeriksaan histopatologi pada mola hidatidosa merupakan pemeriksaan
baku emas untuk menegakan diagnosis pasti. Bahan yang dipakai adalah jaringan
mola hidatidosa yang berhasil dievakuasi melalui tindakan kuretase atau operasi.
Pada pemeriksaan histopatologi mola hidatidosa dilihat beberapa aspek yaitu
hiperplasia sel trofoblas, kontur dan lekukan vili, ada tidaknya sisterna, inklusi sel
trofoblas, serta ada tidaknya nucleated red blood cell dalam pembuluh darah
fetal.6
Pada mola hidatidosa komplet vili korialis berukuran besar, mengalami
degenerasi hidropik dan pembuluh darah villi tidak terlihat (avaskuler), serta pada
sebagian besar penderita terdapat vili yang dikelilingi proliferasi berlebihan
(hiperplasia) sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Gambaran ini menunjukan sel
bersifat atipik atau masih aktif. Sel trofoblas tersebut juga seringkali dapat masuk
ke dalam ruang pembuluh darah antar vili. Sedangkan pada mola hidatidosa
parsial ukuran beberapavili korialiasnyanormal, selain itu juga terdapat vili yang
mengalami edema dan terlihat berlekuk-lekuk, proliferasi sel trofoblas lebih
sedikit serta tidak bersifat atipik.6

Gambar 4. Gambaran histopatolgi mola hidatidosa komplet

Gambar 5. Gambaran histopatolgi mola hidatidosa parsial

13
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang cepat, mudah,
tepat, dan akurat untuk mendiagnosis mola hidatidosa. Pemeriksaan ultrasonografi
dinilai lebih lengkap dan dapat mengkonfirmasi mola hidatidosa dibandingkan tes
lain seperti tes kadar β-hCG yang merupakan tes tambahan saja. Peran
pemeriksaan ultrasonografi untuk mola hidatidosa adalah sebagai diagnosis awal,
evaluasi respon terapi, membedakan invasi keganasan pada penyakit trofoblastik
gestasional, dan membedakan kasus kambuh pada keganasan penyakit
gestasional.5
Mola hidatidosa dapat optimal didiagnosis pada usia kehamilan 8 minggu
dengan endovaginal sonography dan pada usia kehamilan 9 minggu dengan
abdominal sonography. Walaupun demikian, pemeriksaan ultrasonografi harus
disertai dengan pemeriksaan histopatologi yang bahannya diambil dari hasil
kuretase atau operasi mola hidatidosa untuk menegakan diagnosis pasti. Hal ini
dikarenakan gambaran mola hidatidosa di setiap usia kehamilan berbeda- beda
dan seringkali tidak terlihat pada trimester pertama.5
Pada umumnya mola hidatidosa terlihat sebagai masa jaringan lunak
besar dan mengisi kavum uteri dengan amplitudo ekho rendah hingga sedang serta
dengan ruang ruang yang berisi kista-kista kecil dengan cairan yang tersebar. Pada
usia kehamilan 8-12 minggu gambaran terlihat khas sebagai jaringan ekhogenik di
dalam lumen yang homogeny dengan kata lain terlihat seperti ruang-ruang kistik.
Pada mola hidatidosa komplet tampak gambaran vili dengan degenerasi hidropik
sehingga menunjukan gambaran snowstorm appearance. Sedangkan pada mola
hidatidosa parsial terlihat adanya mola dengan janin atau plasenta dengan janin
(bagian janin) yang mengalami degenerasi hidropik.6
Pada trimester pertama mola memiliki gambaran seperti blighted ovum
atau bisa terlihat sebagai masa ekhogenik yang avaskuler. Pada trimester kedua
mola terlihat sebagai jaringan lunak kurang ekhogenik yang dikelilingi masa yang
lebih ekhogenik. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang
tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).6

14
USG : gambaran snowstorm atau granular

Gambar 6. foto USG pada Mola hidatidosa komplit

Gambar 7. foto USG pada Mola Hidatidosa Parsial


I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu: 7
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan
srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit
seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol
penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu:

15
- Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus maka kanalis
servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis
belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator
(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati
dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua
dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak
diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret
pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar
kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar besar (ukuran uterus
>12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan
terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.7
- Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan

16
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal
tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang
dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang
bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada
beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan
melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah
ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel
tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan
penyakit ini.7
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas
tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan
hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate
atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan
alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan
sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa
pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan
metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus
sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai
resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk
memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis
tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen
kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen
kemoterapi.7
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut.
- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,
mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama,

17
tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan
berikutnya, tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3
bulan.
- Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.
- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan
atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.
- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama
1 tahun
- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun
kemudian.8

J. Komplikasi
- Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
- Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.
- Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi
sampai hasilnya negatif.
- DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
- Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir
fatal.
- kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat
menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran

18
yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih.
Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada
15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau kedua
ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi
mudah terjadi. Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan
elemen lutein yang berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam
jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan
pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan
USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein
mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi
keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari
kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya seiring dengan
penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur
dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi.
umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
- Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.8

K. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotaksikosis. Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara
lengkap, sebagian besar penderita mola hidatidosa komplit akan sehat kembali,
kecuali 15 – 20% yang mungkin akan mengalami keganasan. Umumnya yang
menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :7,8
1. Umur diatas 35 tahun
2. Besar uterus di atas 20 minggu
3. Kadar beta-hCG diatas 105 mIU/ml
4. Gambaran PA yang mencurigakan

19
Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).
Walupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP
yang disertai metastase ke tempat lain. Penderita pasca-MHP harus difollow up
sama ketatnya seperti MHK.7,8,9

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Perdarahan yang terjadi selama
kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan
umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola
hidatidosa.
Prevalensi kejadian mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin. Etiologi mola hidatidosa masih belum diketahui tetapi beberapa faktor
resiko yang menyebabkan terjadinya mola adalah ovum patologik, imunoselektif
dari trofoblas, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan
protein, infeksi virus, dan faktor kromosom yang belum jelas.
Mola hidatidosa dibagi menjadi dua yaitu mola hidatidosa komplet dan mola
hidatidosa parsial
Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung- gelembung mola
atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan
diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan
memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial
digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah
evakuasi jaringan mola.
Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase hisap ataupun
histerektomi. Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan
selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.

B. Saran
Dalam penulisan referat ini saya menyadari bahwa masih terdapat banyak
sekali kekurangan, oleh karena diharapkan pembuat referat selanjutnya Selalu

21
memperbaharui ilmu karena ilmu dapat berubah dari waktu ke waktu karena
peningkatan pemahaman atau bahkan pembaharuan yang lebih tepat.
Selama belajar, sangat wajar apabila terdapat kesalahan. Akan tetapi
sebaiknya tidak mengulangi kesalahan yang sama dan mengambil pelajaran dari
kesalahan sebelumnya agar dapat diperbaiki ke depannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghassemzadeh S, Kang M et al. Hydatidiform Mole. 2019. [cited 2021


January]. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov

2. Jean-Jacques Candeliera et al.2018. The Hydatidiform Mole. [cited 2021


January]. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov

3. Alessandro Cavaliere et al. Management of molar pregnancy.2020.


Department of Gynecology and Obstetrics, University of Rome; [cited
2021 January]. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov

4. Prawirohardjo Sarwono; 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. PT. Bina


pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

5. Mittal S, Menon S. Interstitial pregnancy mimicking an invasive


hydatidiform mole. Am J Obstet Gynecol. 2019 (5):501. [PubMed]

6. Sarmadi S, Izadi-Mood N, Sanii S, Motevalli D. Inter observer variability


in the histologic criteria of diagnosis of hydatidiform moles. Malays J
Pathol. 2019 [PubMed]

7. Ning F, Hou H, Morse AN, Lash GE. Understanding and management of


gestational trophoblastic disease. F1000Res. 2019;[PMC free article]
[PubMed]
8. Lurain, JR. Gestational Trophoblastic Disesase I: Epidemiology,
Pathology, Clinical Presentation, and Diagnosis of Gestational
Trophoblastic Disease, and Management of Hydatidiform Mole. American
Journal of Obstetric & Gynecology. 2010. Hal. 531-539
9. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa
Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesia Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory. 2006. 13(1) : 1-3

23

Anda mungkin juga menyukai