Anda di halaman 1dari 17

MOLA HIDATIDOSA

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Zata Yuda Amaniko

Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :

Dr. dr. Hj. Roza Sri Yanti, Sp.OG, Subsp. KFM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 1

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbedaan Mola Komplit dan Parsial..................................................... 2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema kariotip berbeda dari mola hidotidosa komplit dan parsial1 .... 4
Gambar 2. 2 Skema tatalaksana mola hidatidosa .................................................... 8

iii
DAFTAR ISTILAH

GTD Gestational trophoblastic disease


GTN Gestational trophoblastic neoplasma
WHO World health organization

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Mola hidatidosa atau yang biasa dikenal sebagai kehamilan anggur,


merupakan suatu kehamilan dimana janin tidak berkembang seperti pada
kehamilan normal, dan menjadi keadaan yang patologik atau tidak
ditemukannya janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Mola hidatidosa juga dianggap sebagai suatu kelainan
trofoblas dimana pada sel-sel trofoblas terjadi gangguan konsepsi plasenta yang
disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin. Penyakit trofoblas tersebut
mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan
berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi.1
Prevalensi mola hidatidosa didapatkan lebih tinggi di neagara-negara Asia,
Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-
negara Barat mola hidatidosa dilaporkan terjadi pada 1:2000 kehamilan. Frekuensi
mola umumnya pada wanita di Asia lebihtinggi yaitu sekitar 1: 120 kehamilan.1
Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan,
biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada
multipara. Peningkatan paritas meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami
mola. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan dan sekitar
10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah
keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma.2
Mola hidatidosa adalah tumor trofoblastik jinak dan menjadi bagian
mayoritas dari gestational trophoblastic disease (GTD). Sekitar 80% GTD adalah
mola hidatidosa. Mola hidatidosa dikaitkan dengan abnormalitas pada
gametogenesis dan fertilisasi. Insiden bervariasi di seluruh dunia dan lebih tinggi
di Asia (~ 1 dalam 500) dan Timur Tengah dan Afrika (~ 1 dalam 1000)
dibandingkan di Eropa dan Amerika Utara (~ 1 dalam 1500).3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mola hidatidosa diartikan sebagai suatu kehamilan yang berkembang
secara tidak wajar dimana terjadi abnormalitas dalam konsepsi plasenta yang
disertai dengan perkembangan sebagian atau tidak ditemukan adanya
pertumbuhan janin sama sekali, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus akan terus hidup dan tumbuh, gambaran yang
diberikan pada kehamilan mola ialah seperti segugus buah anggur.3
Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon
human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa.1

2.2 Epidemiologi
Variasi luas ditemukan dalam insiden GTD dengan frekuensi yang lebih
tinggi di daerah Asia, Timur Tengah, dan Afrika, yang kemungkinan dipengaruhi
oleh kesulitan dalam mendapatkan data yang akurat. Insiden mola hidatidosa
bervariasi antara 0,57 hingga 2 per 1000 kehamilan. Laporan terbaru dari
Republik Korea dan Jepang menunjukkan bahwa insiden mola hidatidosa telah
menurun menjadi serendah di Eropa atau Amerika Serikat.3
Faktor risiko yang ditetapkan untuk mola komplit adalah usia ibu saat
hamil dan kehamilan mola sebelumnya. Dibandingkan dengan risiko untuk
kelompok usia 21-35 tahun, risiko untuk komplit mola hampir dua kali lebih
tinggi untuk wanita yang lebih muda dari 21 tahun dan lebih tua dari 35 tahun,
dan 7,5 kali lebih tinggi untuk wanita di atas 40 tahun. Hal ini menunjukkan
peningkatan risiko gametogenesis abnormal dan pemupukan ovum yang
diproduksi pada usia reproduksi lanjut. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
meningkatkan risiko terjadinya mola komplit 10 kali lipat.3

1
Insidensi choriocarcinoma berkisar antara 1 dari 40.000 kehamilan di
Amerika Utara dan Eropa, hingga 9,2 dan 3,3 per 40.000 kehamilan di Asia
Tenggara dan Jepang.3

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50%
terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Faktor risiko termasuk usia tua saat hamil, etnis, dasar genetik, keguguran
spontan, dan restriksi nutrisi. Wanita dari usia 21 hingga 35 tahun memiliki risiko
lebih rendah mola komplit daripada wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan lebih
muda dari 21 tahun. Wanita dengan riwayat keguguran spontan sebelumnya
memiliki risiko dua hingga tiga kali lipat kehamilan mola dibandingkan dengan
populasi umum. Wanita dengan riwayat kehamilan mola memiliki risiko 10
hingga 20 kali lipat mengalami kehamilan mola berulang, dan sekitar 20% pasien
akan berkembang menjadi ganas setelah evakuasi mola hidatidosa.1,3

2.4 Klasifikasi
Mola hidatidosa dibedakan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin disebut mola
hidatidosa komplit (complete mole) dan bila disertai janin atau bagian dari janin
disebut mola parsial (partial mole).
Tabel 2. 1 Perbedaan Mola Komplit dan Parsial
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial
Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX atau
69,XXY (tripoid)

2
Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal


Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal, ringan
s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah merah Tidak ada Sering dijumpai
janin
Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion


Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

2.5 Patofisiologi
Mola hidatidosa merupakan plasenta imatur edematosa yang dipecah
menjadi mola komplit dan parsial. Mola komplit terjadi ketika ovum kosong
dibuahi oleh sperma, sekitar 90% dari mol hidatidosa komplit merupakan 46xx
yang berasal dari duplikasi kromosom sperma haploid dan 10% lainnya adalah
46xy (Gambar 2.1), dan kromosomnya diturunkan dari garis keturunan ayah.
Mola komplit menyebabkan gambaran "sekelompok anggur" yang mengalami
pembesaran vilum yang berbeda dengan perubahan hidropik. Trofoblas memiliki
berbagai tingkat atypia dan kapiler villous tidak ditemukan. Jaringan janin atau
embrio tidak ditemukan pada mola komplit.1
Pada mola hidatidosa komplit, uterus biasanya secara signifikan lebih
besar dari ukuran yang sesuai usia kehamilan normal, dan pasien selalu memiliki
peningkatan kadar gonadotropin korionik manusia (HCG) untuk usia gestasional.
Onset awal komplikasi medis dapat ditemukan secara dini seperti hipertensi yang
diinduksi kehamilan, hipertiroid, dan hiperemesis gravidarum. Gambaran yang
paling umum pada kehamilan mola adalah perdarahan pervaginam abnormal
selama trimester pertama dan diameter kista theca lutein ovarium lebih besar dari

3
6 cm. Sebuah mola parsial terjadi ketika ovum kosong dibuahi oleh dua sperma,
kariotipe normal menjadi 69xxx, 69xxy, atau 69xyy, meskipun kariotipe diploid
juga mungkin ada (Gambar 2.1)1

Gambar 2.1 Skema kariotip berbeda dari mola hidotidosa komplit dan parsial1

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari


penyakit trofoblas:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi

4
abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan
kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

2.6 Manifestasi Klinis


Pasien biasanya datang dengan perdarahan pervaginam pada trimester
kedua. Diagnosis sering dibuat pada trimester pertama dengan pemeriksaan
ultrasound sehingga komplikasi seperti hiperemesis gravidarum, pre-eklampsia,
dan hipertiroidisme menjadi kurang umum. Jika pengeluaran jaringan vagina dari
produk kehamilan, vesikel dapat dilihat.
Sejak munculnya ultrasonografi, diagnosis kehamilan mola komplittelah
meningkat pada tahap awal kehamilan, terutama selama trimester pertama. Gejala
yang paling umum (dalam satu penelitian setinggi 84% pasien) dari mola komplit
adalah perdarahan vagina pada trimester pertama, yang biasanya disebabkan oleh
jaringan mola yang terpisah dari decidua, yang mengakibatkan perdarahan.
Penampilan kata kunci khas perdarahan vagina digambarkan sebagai penampilan
"jus prune". Ini adalah sekunder dari akumulasi produk darah di rongga uterus dan
oksidasi yang dihasilkan dan pencairan darah itu. Gejala lain dari kehamilan mola
komplitadalah hiperemesis (mual parah dan muntah), yang disebabkan oleh
tingginya tingkat hormon HCG yang beredar dalam aliran darah. Beberapa pasien
juga mendukung perjalanan jaringan vagina yang digambarkan sebagai kelompok
atau vesikel seperti anggur. Temuan akhir penyakit (setelah trimester pertama
sekitar 14 hingga 16 minggu kehamilan) berupa tanda dan gejala hipertiroidisme,
termasuk takikardia dan tremor, yang disebabkan oleh kadar tinggi dari hCG yang
ada di sirkulasi.4
Sequele lambat dari kondisi mola hidatidosa ialah preeklampsia. Ketika
pasien dengan usia kehamilan <20 minggu datang dengan gejala preeklampsia,
mola komplit harus dicurigai segera. Pada kasus lanjut, pasien dapat datang
dengan distress resipiratori berat akibat emboli jaringan trofoblas yang masuk ke
paru.4
Gambaran mola hidataidosa parsial biasanya tidak sejelas mola komplit.
Pasien biasanya datang dengan gejala perdarahan pervaginam atau aborsi
spontan/imminens. Karena mola parsial masih memiliki jarirngan fetus, pada

5
pemeriksaan pasien dapat ditemukan tonus jantung fetus dari pemeriksaan
Doppler.4
Pada pemeriksaan fisik, dalam lebih dari 50% kasus, perbedaan ukuran
uterus dan perbedaan taksiran persalinan biasanya terjadi. Dalam kasus mola
komplit, uterus biasanya lebih besar dari usia kehamilan, sedangkan, pada moola
parsial, uterus bisa lebih kecil dari usia kehamilan.
Gambaran honeycomb yang khas pada mola hidotidosa komplit jarang
ditemukan, terutama di trimester awal. Biasanya ditemukan ketiadaan bagian
janin dan gambaran plasenta kistik. Kehamilan mola harus didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan histologi setelah pengeluaran janin dari aborsi spontan
ataupun dengan indikasi kecurigaan adanya kehamilan mola.3

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan ialah:4
- Konsepsi androgenetik/mosaik biparentak
- Morfologi vilus abnormal
- Abortus dengan hiperplasia trofoblastik
- Abortus hydropik
- Hiperemesis gravidarum
- Hipertensi
- Hipertiroid
- Displasia mesenkimal plasenta

2.8 Tatalaksana
Evakuasi dan kuretase suction idealnya dilakukan dengan panduan
ultrasound, merupakan metode evakuasi kehamilan mola yang lebih disukai
terlepas dari ukuran uterus jika masih ingin mempertahankan kesuburan.
Penggunaan kanula suction 12-14 mm direkomendasikan dan infus oksitosin
intravena dapat dimulai pada awal kuretase suction, dilanjutkan selama beberapa
jam pasca operasi untuk meningkatkan kontraktilitas uterus dan mengurangi
kehilangan darah. 3
Risiko pendarahan meningkat dengan ukuran uterus, darah untuk transfusi
harus tersedia ketika ukuran uterus lebih besar dari ukuran pada usia kehamilan 16
minggu. Globulin imun Rh harus diberikan kepada wanita Rh-negatif pada saat

6
evakuasi mola karena faktor RhD diekspresikan pada trofoblas. Penggunaan
peralatan dan teknik evakuasi yang tepat, akses ke produk darah, pemantauan
intraoperatif secara ketat, dan pengenalan awal komplikasi dan koreksi komplikasi
akan meningkatkan outcome. Bila tidka terdapat perdarahan yang menetap,
evakuasi kedua biasanya tidak dibutuhkan.3
Histerektomi merupakan alternatif dari kuretasi suction bila pengeluaran
janin sudah komplit. Histerektomi memberikan sterilisasi permanen dan
menurunkan kebutuhan kemoterapi dengan menghapuskan risiko invasi
miometrium lokal sebagai penyebab penyakit persisten. Induksi medis pada
persalinan dan histerektomi tidak direkomendasikan untuk evakuasi mola karena
metode ini dapat meningkatkan morbiditas maternal dan perkembangan GTN
postmolayang membutuhkan kemoterapi.3
Administrasi profilaksis dengan methotrexate atau aktinomsin D saat atau
segera setelah evakuasi dihubungkan dengan penurunan kejadian GTN
postmolasebesar 3-8%. Monitor hCG setiap 1-2 minggu dibutuhkan untuk
menunjuang diagnosis dan manajemen GTN postmolar. GTN postmolar jarang
terjadi setelah kembalinya kadar hCG ke normal secara spontan. Terminasi
kehamilan tidak diindikasikan bila terjadi kehamilan yang tidak direncanakan
pada saat hCG sudah kembali ke kadar normal.3

7
Gambar 2. 2 Skema tatalaksana mola hidatidosa

2.9 Komplikasi
- Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
- Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.
- Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post
evakuasi sampai hasilnya negatif.

8
- DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
- Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir
fatal.
- Kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat
menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran
yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau
lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein
multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri.
- GTN, setelah evakuasi uterus 15-20% pasien dengan CHM
mengembangkan neoplasia trofoblastik gestasional (GTN) yang
membutuhkan kemoterapi. GTN postmolar biasanya didiagnosis
denganpemeriksaan hCG tanpa gejala. Definisi GTN postmolaberdasarkan
FIGO Gynecology Oncology Committee meeting mendefinisikan GTN
postmolaberdasarkan perubahan kadar hCG, histologi dan pemeriksaan
spesifik. Kriteria diagnosis GTN postmolar berdsarkan FIGO:3
1. Ketika hCG plateau bertahan selama 4 kali pemeriksaan dalam waktu
3 minggu atau lebih (hari 1, 7, 14, 21)
2. Ketika terdapat peningkatan hCG untuk 3 pemeriksaan mingguan
berturut-turut selama >2 minggu (hari 1, 7, 14)
3. Adanya diagnosis histologi choriocarcinoma

2.10 Prognosis
Risiko rekurensi pada kehamilan selanjutnya cukup rendah (0,6%-2%)
setelah satu kehamilan mola, meskipun terdapat peningkatan yang lebih besar
setelah riwayat kehamilan mola berulang. Mutasi pada NLRP7 dan KHDC3L
telah dilaporkan pada wanita dengan kehamilan mola berulang. 3 Risiko
perkembangan GTN dan kebutuhan untuk kemoterapi lini kedua lebih tinggi pada
wanita Asia dan lebih rendah pada wanita Hispanik. Namun, komplikasi medis
seperti perdarahan vagina, anemia dan faktor klinis yang terkait dengan GTN

9
post-molalebih sering terjadi di kalangan remaja dari Amerika Selatan daripada
Amerika Utara.5
__________________________________________________________________
Prognosis baik Prognosis buruk
Kehamilan terakhir < 4 bulan > 4 bulan
B-hCG < 40.000 > 40.000
Kehamilan sebelumnya mola term
Terapi sebelumnya tidak ada gagal
Metastase tidak ada, kadang paru otak, hati

WHO SCORING SYSTEM


Faktor prognosis 0 1 2 4
1. Usia < 35 th >35 th
2. Kehamilan sebelumnya mola aborsi term
3. Interval <4bln 4-6 bln 7-12 bln >12
bln
4. B-hCG <1000 <10.000 <100.000
>100000
5. ABO maternal-paternal OxA,AxO B,AB
6. Ukiran tumor terbesar 3-5 >5
7. Angka metastase 1-4 4-8 >8
8. Kemoterapi terdahulu tunggal multiple

Total score : 0-4 resiko rendah


5-7 resiko sedang
> 8 resiko tinggi
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnosa dini
dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung
untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-
kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.

10
BAB III

KESIMPULAN

Mola hidatidosa diartikan sebagai suatu kehamilan yang berkembang


secara tidak wajar dimana terjadi abnormalitas dalam konsepsi plasenta yang
disertai dengan perkembangan sebagian atau tidak ditemukan adanya
pertumbuhan janin sama sekali, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropobik.
Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu mola komplit dan parsial.
Mola komplit biasanya memiliki ukuran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan, sedangkan, pada mola parsial, uterus bisa lebih kecil dari usia
kehamilan. Tatalaksana dapat dilakukan dengan kuret suction, histerektomi, terapi
profilaksis dengan sitostatika. Tindak lanjut (follow-up) dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya perubahan ke arah keganasan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Ning F, Hou H, Morse AN, Lash GE. Understanding and management of


gestational trophoblastic disease [version 1; peer review: 2 approved].
F1000Res. 2019;8:1–8.
2. Braga A, Mora P, Melo AC de, Nogueira-Rodrigues A, Amim-Junior J,
Rezende-Filho J, et al. Challenges in the diagnosis and treatment of
gestational trophoblastic neoplasia worldwide. World J Clin Oncol.
2019;10(2):28–37.
3. Ngan HYS, Seckl MJ, Berkowitz RS, Xiang Y, Golfier F, Sekharan PK, et
al. Diagnosis and management of gestational trophoblastic disease: 2021
update. International Journal of Gynecology and Obstetrics.
2021;155(S1):86–93.
4. HAYWARD GE. Hydatidiform mole. J Am Inst Homeopath.
2023;41(2):35.
5. Jauniaux E, Memtsa M, Johns J, Ross JA, Jurkovic D. New insights in the
pathophysiology of complete hydatidiform mole. Placenta [Internet].
2018;62:28–33. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.placenta.2017.12.008

12

Anda mungkin juga menyukai