Skenario 3
Skenario 3:
Seorang perempuan berusia 36 tahun diantar suaminya ke unit gawat darurat RS dengan keluhan
keluar darah banyak dari jalan lahir yang dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Menurut pasien, dia
sudah telat haid 3 bulan namun saat memeriksa sendiri di rumah dengan tes kehamilan hasilnya
negatif.
Definisi
Mola hidatidosa (Mola Hidatidiformis) adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengelami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm.1,2
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. 1,2
Anamnesis3
1. Identitas
2. Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
3. Tentang haid, kapan mendapat haid terakhir (HT). bila hari pertama haid terakhir
diketahui maka dapat dijabarkan taksiran tanggal persalinan menunggunakan rumus
Naegele: hari +7 bulan -3, tahun+1
4. Gejala tanda-tanda kehamilan : tanyakan payudara tegang-terasa sakit, Perut bertambah
besar. Tandanya diikuti oleh hipopigmentasi pada linea alba-linea nigra, hiperpigmentasi
areola mamae, chloasma gravidarum, kontraksi yang tanpa nyeri.
urin: darah lengkap, golongan darah, pemeriksaan lain. Pemeriksaan tes kehamilan
Dari skenario, didaparkan hasil abnormal: Hb 10 gr/dl, Ht 29%, serum -hCG 165.000 mU/mL,
USG pada uterus terdapat massa dengan area cystic, tampak gambaran honeycomb/snowstorm.
Terdapat techa lutein cyst pada ovarium kanan dan kiri.
Epidemiologi
Dalam sebuah studi populasi di Korea, menggunakan terminology dan klasifikasi terkini dan
melaporkan insiden mola hidantidosa adalah 2 per 1000 perlahiran. 1
Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45 tahun), dan pada multipara. Jadi
dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. 4
Faktor Risiko
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti akan tetapi faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya antara lain:
1. Usia
Usia ibu di kedua ujung spectrum reproduksi adalah faktor risiko untuk kehamilan mola.
Secara spesifik, remaja dan wanita berusia 36 hingga 40 tahun memiliki risiko dua kali
lipat dan mereka yang berusia lebih dari 40 tahun hampir 10 kali lipat. 1
2. Riwayat kehamilan mola
terdapat peningkatan risiko substansial untuk penyakit trofoblastik rekuren. Dalam suatu
ulasan terhadap 12 penilitian yang mencakup total 5000 kehamilan mola, frekuensi mola
rekuren adalah 1,3%. Risikonya adalah 1,5% untuk mola komplet dan 2,7% untuk mola
3
parsial. Berkowitz dkk. Melaporkan bahwa 23 persen wanita yang pernah mengalami 2
kali kehamilan mola memiliki mola ketiga! Mola hidatidiformis berulang pada wanita
dengan pasangan yang berbeda menandakan bahwa pembentukan mola disebabkan oleh
defek oosit. 1
3. Faktor risiko lain
Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat keguguran meningkatkan
kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat. Studi-studi lain mengemukakan
adanya peran merokok, peningkatan usia ayah, asupan vitamin A dan lemak hewani yang
rendah, defisiensi protein, sosioekonomi rendah, paritas tinggi, imuno selektif trofoblas.
1,4
Patogenesis
Adanya sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hidatiformis yang bersifat fokal
dan kurang lanjut. Terjadi pembengkakkan progresif lambat di dalam stroma vilus korion
yang biasanya avascular, sementara vilus vascular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta
yang berfungsi tidak terkena. Kariotipe biasanya triploid-69XXX, 69XXY, atau lebih
jarang lagi 69XYY. Kariotipe ini masing-masing tersusun oleh satu set kromosom
haploid ibu dan dua set kromosom haploid ayah. Janin nonviable pada mola parsial
triploid biasanya mengalami malformasi multiple, 82% mengalami hambatan
pertumbuhan simetris. 1
Risiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih rendah daripada
setelah kehamilan mola komplet. Selain itu, penyakit persisten jarang merupakan
koriokarsinoma. Growdon dkk. Menemukan bahwa kadar -hCG pascaevakuasi yang
lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan risiko penyakit yang persisten. Secara
spesifik, kadar 200 mIU/mL, pada minggu ketiga sampai kedelapan pascaevakuasi
dilaporkan berkaitan dengan risiko penyakit persisten setidaknya 35%.1
Kista Teka-Lutein
Pada 25 sampai 60 persen wanita dengan mola komplet, ovarium mengandung banyak
kista teka-lutein. Kista-kista ini memiliki ukuran bervariasi. Permukaan kista licin, sering
kekuningan, dan dilapisi oleh sel-sel lutein. Kista ini diperkirakan berasal dari stimulasi
berlebihan elemen lutein oleh hCG dalam jumlah besar yang dikeluarkan oleh sel-sel
trofoblas proliferative. 1
Gambaran Klinis
Pada permulannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasanya,
yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan. Pendarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah
yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banya sehinggak menyebabkan syok atau kematian. Karena
pendarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia. 2
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Umumnya
kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus di mana kista
lutein baru di temukan pada waktu follow-up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko
4 kali lebih besar unutk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus tanpa
kista. 2
Working Diagnosis
G3P2A0 hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa + anemia
Differential diagnosis
Kehamilan Ektopik
6
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah di buahi tidak
menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Pada umumnya penderita menunjukkan
gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang
tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun
mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu
menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterine atau kehamilan ektopik.
Penatalaksanaan
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas tahap-tahap berikut ini:
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua
dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasa. Tidak
jarang
bahwa
pada
sediaan
histerektomi
bila
dilakukan
pemeriksaan
Kemoterapi profilaksis
Prognosis jangka panjang bagi wanita dengan mola hidatidosa, tidak membaik dengan
kemoterapi profilaksus. Karena toksisitas termasuk kematian mungkin signifikan,
kemoterapi tidak dianjurkan secara rutin. 2
Komplikasi4
Komplikasi dari mola hidantidosa antara lain adalah pendarahan yang hebat sampai syok, kalau
tidak segera ditolong dapat berakibat fatal, perdarahan berulang yang dapat menyebabkan
anemia, infeksi sekunder, perforasi karena keganasan dan karena tindakan, dan kemungkinan
menjadi ganas pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.
Prognosis
Dubia ad malam.
Kesimpulan
Mola hidatidosa merupakan suatu kelainan dalam kehamilan yang angka insidennya meninggi di
negara berkembang. Etiologinya belum diketahui, namun ada faktor risikonya. Mola komplet
lebih ganas dibanding mola inkomplet dan insiden untuk menjadi neoplasia trofoblastik
diseasenya lebih tinggi. Terapinya bisa dilakukan vakum kuretase dan histerektomi. Bila masi
ingin punya anak jangan dilakukan histerektomi. Follow up setelah terapi penting untuk
memastikan apakah terjadi keganasan atau tidak.
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
Williams. Edisi ke-23. Vol ke-1. Jakarta: EGC; 2012.h. 271-78
2. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008.h. 460-90
3. Safitri A, editor. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-8. Jakarta:
Erlangga; 2006.h.32-3
4. Sofian A. Sinopsis obstetric. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2012.h. 38-45, 67-70
5. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah
10