MOLA HIDATIDOSA
Disusun Oleh:
Cindy Floretta Natanael – 1415028
Ikko Dwi Karisma – 1415040
Davin Widodo – 1415116
Rizka Cindy Sherlina Lesmana – 1415178
Pembimbing:
Dr. dr. Roni Rowawi, Sp.OG (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
SMF OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2019
MOLA HIDATIDOSA – KEHAMILAN MOLAR
Definisi
Penyakit trofoblast gestasional adalah istilah yang digunakan untuk mencakup
sekelompok tumor yang ditandai oleh proliferasi trofoblas yang abnormal. Mola hidatidosa
adalah suatu kehamilan yang tidak wajar dimana yang sebagian / seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur.
Etiologi
Etilogi dari mola hidatidosa belum diketahui namun terdapat beberapa faktor risiko
timbulnya mola hidatidosa.
Epidemiologi
Tersering pada populasi Asia, Hispanik, Amerika India. Insidensi mola hidatidosa di
Amerika Serikat juga Eropa terdapat 1-2/1000 kelahiran dan di Indonesia khususnya di Jawa
Barat terdapat 1: 28-105 persalinan.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan mola hidatidosa meliputi :
1. Usia, meningkat pada ibu hamil berusia < 20 tahun dan > 35 tahun.
2. Riwayat dahulu, terdapat risiko 1,5 % pada mola komplit dan 2,7% pada mola parsial.
3. Etnik, meningkat pada ras Mongoloid dari pada ras Kaukasus.
4. Genetik, meningkat pada perempuan yang mengalami translokasi seimbang.
5. Gizi, meningkat pada mereka yang kekurangan protein, asam folat dan histidin, beta
karoten.
Klasifikasi
Penyakit Trofoblast gestasional :
1. Mola hidatidosa: Benign parsial, benign komplit, malignan invasif.
2. Neoplasma trofoblastik non molar: koriokarsinoma, tumor trofoblastik plasenta,
tumor Epitheloid trofolastik.
Patogenesis
Banyak teori yang dilontarkan mengenai mola hidatidosa, antara lain :
• Teori Hertig menganggap mola hidatidosa disebabkan oleh insufisiensi
peredaran darah akibat kematian embrio pada minggu 3-5 (Missed abortion).
• Teori Park menganggap mola hidatidosa disebabkan oleh abnormalitas jaringan
trofoblast beserta fungsinya sehingga absorbsi cairan berlebih ke dalam vili.
• Teori Sitogenetika menganggap mola hidatidosa disebabkan oleh sebuah ovum
yg tdk berinti sehingga terbentuk hasil konsepsi dengan kromosom 23X lalu
melakukan endoduplikasi menjadi 46XX.
Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian
embrional dan unsur ayah yang akan membentuk bagian ekstraembrional. Oleh karena tidak
ada unsur ibu pada Mola Hidatidosa tidak ditemukan janin yang ada hanya bagian
ektraembrional patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti
anggur. Kekosongan ovum terjadi karena gangguan proses meiosis: diploid 46XX yang
seharusnya pecah menjadi 2 haploid 23X, pemecahannya malah berupa 0 dan 46XX.
Gangguan proses meiosis ini antara lain dapat terjadi pada kelainan struktur kromosom
berupa translokasi seimbang. Terkadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23X dan
23Y (dispermi) sehingga terjadi 46XX atau 46XY dalam keadaan ini mola hidatidosa bersifat
heterozogotik tetapi tetap androgenetik. Pada mola parsial karotipnya triploid 69XXX,
69XXY ini terjadi karena dispermi dengan 1 haploid maternal.
Gambar 20.2
Parsial Komplit Komplit
kariotipe 69,XXX / 69 XXY 46,XX
Diagnosis (Missed Abortion ) Gestasional Mola
Ukuran uterus Kecil Besar
Kista lutein Jarang 25-30 % kasus
HCG level pertama <100,000MIU/ML >100.000MIU/ML
Komplikasi Jarang Tidak ada biasanya
GTN kasus 1-5 % kasus 15-20 % kasus
Embrio Sering Tidak ada
Amnion , eritrosit fetus Sering Tidak ada
Vili edema Fokal Menyebar
Proliferasi trofoblastik Fokal , ringan –sedang Ringan hingga parah
Trofoblastik atipia Ringan Ada
p572 KIP2 imunohisto Positif negatif
Tabel 20.1
Temuan Klinis
Gejala klinis perempuan dengan kehamilan mola telah sangat berubah selama
beberapa dekade sebelumnya karena sekarang sudah ada perawatan prenatal lebih awal dan
karena sudah ada Sonografi. Sebagai hasilnya, kebanyakan kehamilan mola dapat terdeteksi
saat masih kecil dan sebelum terjadi komplikasi.
Biasanya terjadi amenorrhea 1 sampai 2 bulan sebelum ditemukan kehamilan mola.
Pada 41 wanita dengan mola komplit yang didiagnosis dengan rata-rata waktu 10 minggu,
dilaporkan bahwa 41% tidak bergejala dan 58% memiliki gejala perdarahan jalan lahir. Lebih
lagi hanya 2% memiliki anemia atau hiperemesis, dan tidak ada riwayat gelaja klinis yang
serupa pada wanita ini.
Semakin meningkatnya usia kehamilan, gejala klinis secara umum cenderung muncul
pada mola komplit daripada mola parsial. Kehamilan mola yang tidak diobati hampir selalu
menyebabkan perdarahan uterus yang bervariasi mulai dari bercak sampai perdarahan yang
banyak. Perdarahan mungkin merupakan pertanda aborsi mola secara spontan, tetapi lebih
seringnya, terjadi secara intermiten dalam beberapa minggu sampai bulan. Pada mola yang
lebih serius dengan perdarahan uterus yang tersembunyi, terjadi anemia defisiensi Fe yang
moderat. Banyak wanita mengalami pertumbuhan uterus yang lebih cepat dari yang
diperkirakan. Pembesaran uterus yang terjdai memiliki konsistensi kenyal, tetapi tidak ada
denyut jantung janin yang terdeteksi. Mual dan muntah dapat menjadi yang signifikan. Pada
25 sampai 60 persen wanita dengan mola komplit, pada ovariumnya terdapat kista theca
lutein multipel (Gambar 20-3). Hal ini kemungkinan hasil dari stimulasi berlebih elemen
lutein karena hCG dalam jumlah besar. Karena kista theca lutein akan regresi bersamaan
dengan berakhirnya masa kehamilan, manajemen kehamilan lebih disukai. Terkadang kista
yang lebih besar mungkin dapat terjadi torsio, infark, dan perdarahan. Namun oophorectomy
tidak dilakukan kecuali terdapat infark luas yang persisten setelah pelepasan torsio.
Gambar 20-3. Gambar sonografi dari sebuah ovarium dengan kista theca-lutein pada wanita yang memiliki
mola hidatidosa
Diagnosis
Sebagian besar wanita yang awalnya mengalami amenorrhea yang diikuti dengan
perdarahan yang irreguler yang hampir selalu melakukan tes kehamilan dan sonografi.
Beberapa wanita menunjukkan gejala keluarnya jaringan mola secara spontan.
Pengukuran β-hCG serum
Pada kehamilan mola komplit umumnya ada peningkatan serum β-hCG lebih tinggi
dari perkiraan usia kehamilan sebenarnya. Pada mola yang lebih berat, peningkatan sampai
angka jutaan bukan tidak biasa. Lebih pentingnya, angka yang tinggi ini dapat menyebabkan
hasil negatif palsu pada tes kehamilan karena terlalu jenuhnya hormon β-hCG pada uji tes.
Dalam kasus ini, penentuan serum β-hCG dengan atau tanpa pengenceran sampel akan
memperjelas teka-teki tersebut. Pada mola parsial, kadar β-hCG juga dapat meningkat secara
signifikan, tetapi konsentrasi umumnya mendekati perkiraan pada usia kehamilan
sebenarnya.
Sonografi
Meskipun pencitraan menggunakan sonografi merupakan andalan untuk diagnosis
penyakit trofoblastik, tidak semua kasus dikonfirmasi pada awalnya. Secara sonografis,
gambaran mola komplit mencakup massa uterus echogenik dengan banyak rongga kistik
anechoik tanpa janin atau kantung amnion. Penampilannya sering disebut “Snowstorm”
(Gambar 20-4). Mola parsial memiliki gambaran yang mencakup plasenta multikistik yang
menebal bersama adanya fetus atau setidaknya jaringan fetus. Namun, pada awal kehamilan,
gambaran karakteristik sonografi ini hanya terlihat pada kurang dari setengah kasus mola
hidatidosa. Sering terjadi kesalahan diagnosis dengan abortus inkomplit atau missed abortion.
Kadang kehamilan mola disangka sebagai kehamilan multifetal atau leiomyoma uterus
dengan degenerasi kistik.
Gambar 20-4. Sonografi dari mola hidatidosa. A. Penampang sagital dari uterus dengan mola hidatidosa
komplit. Gambaran “Snowstorm” yang khas disebabkan oleh massa uterus echogenik yang memiliki banyak
ruang kistik anechoic. Terutama tidak adanya janin dan kantong amnion. B. Gambar dari mola hidatidosa
parsial, janin tambak diatas dari plasenta multikistik (Gambar dikonstribusikan oleh DR. Elysia Moschos.)
Diagnosis Patologis
Pengawasan terhadap timbulnya neoplasia setelah terjadi kehamilan mola sangatlah
penting. Dengan demikian, mola harus dibedakan secara histologis dengan jenis kegagalan
kehamilan lain yang memiliki degenerasi plasenta hidropik yang dapat menyerupai
perubahan vili pada mola.
Pada kehamilan kurang dari 10 minggu, perubahan mola secara klasik tidak terlihat
karena mungkin tidak terjadi pelebaran vili dan mungkin belum terjadi stroma yang
edematosa dan avaskuler. Dalam kondisi seperti ini, butuh teknik lain untuk
membedakannya. Salah satu cara dengan analisis ploiditas untuk membedakan mola parsial
(triploid) dengan entitas diploid. Mola komplit dan kehamilan non-mola dengan degenerasi
plasenta hidropik, keduanya merupakan diploid. Teknik lain melibatkan pewarnaan secara
imunologi untuk mengidentifikasi protein inti p57KIP2. Penggunaan kombinasi analisis
ploiditas dan pewarnaan secara imunologi dapat digunakan untuk membedakan 1. Mola
komplit (diploid / p57KIP2 – negatif), 2. Mola parsial (troploid / p57KIP2 – positif), dan 3.
Abortus spontan dengan degenerasi plasenta hidropik (diploid / p57KIP2 – positif).
Penatalaksanaan
Preoperative
Laboratorium
Hemogram, serum β-hCG, kreatinin, SGOT, dan SGPT
TSH, free T4
Foto polos thoraks
Intraoperative
Large-bore intravenous catheter(s)
Anestesi umum
Oksitosin (Pitocin): 20 units dalam 1000 ml RL
Satu atau lebih agen uterotonika bisa ditambahkan:
Methylergonovine (Methergine): 0.2 mg = 1 ml = 1 ampul IM setiap 2 jam prn
Carboprost tromethamine (PGF2α) (Hemabate): 250 μg = 1 ml = 1 ampul IM setiap 15-90
menit prn
Misoprostol (PGE1) (Cytotec): Tablet 200 mg per rectal, 800-1000 mg sekali
Karman cannula – ukuran 10 atau 12
Mempertimbangkan mesin sonografi
Postevacuation
Anti-D immune globulin (Rhogam) jika Rh D-negative
Memulai kontrasepsi efektif
Menilai laporan patologi
Serum β-hCG: 48 jam setelah evakuasi dilakukan, setiap minggu sampai tidak terdeteksi, kemudian
setiap bulan hingga 6 bulan
Kematian ibu akibat mola hidatidosa sangat jarang karena penegakkan diagnosis yang
cepat, penatalaksanaan yang tepat, dan pengawasan yang ketat pada gestational trophoblastic
neoplasia. Evaluasi pre-operasi juga digunakan untuk mengetahui potensi komplikasi yang
dapat terjadi seperti pre-eklampsia, hipertiroid, anemia, ketidakseimbangan elektrolit akibat
muntah, penyakit metastasis.
Penemuan Klinis
Tumor plasenta ini ditandai secara klinis oleh invasi agresifnya ke dalam miometrium
dan kecenderungan untuk bermetastasis. Temuan paling umum dengan neoplasma
trofoblastik gestasional adalah perdarahan tidak teratur yang berhubungan dengan
subinvolusi uterus. Pendarahan mungkin terjadi terus menerus atau intermiten, dengan
perdarahan mendadak dan terkadang masif. Perforasi miometrium dari pertumbuhan trofoblas
dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada beberapa wanita, metastasis ke traktus
genitalia bawah (vagina atau vulva) jelas, sedangkan pada wanita lain hanya ada metastasis
jauh tanpa tanda adanya tumor uterus.
Tabel 20.4 Stadium Federasi Internasional dari Ginekologi dan Obstetri (FIGO) dan Sistem Penilaian
Diagnostik untuk Neoplasia Trofoblastik Gestasional
Stadium Anatomis
Stadium I Penyakit terbatas pada uterus
NTG meluas keluar uterus tetapi terbatas pada struktur-struktur
Stadium II
genital (adnexa, vagina, ligamentum latum)
NTG meluas ke paru-paru, dengan atau tanpa keterlibatan
Stadium III
traktus genital yang diketahui
Stadium IV Semua tempat metastasis lain
Sistem Penilaian Prognostik Modifikasi WHOa
Skorb 0 1 2 4
Umur <40 ≧40 - -
Kehamilan Sebelumnya Mola Abortus Cukup bulan -
Jarak setelah Indeks Kehamilan
<4 4-6 7-12 >12
(bulan)
β-hCG serum sebelum
<103 103 - 104 104 - 105 ≧105
Terapi(mIU/ml)
Ukuran tumor terbesar (termasuk
<3 cm 3-4 cm ≧5 cm -
uterus)
Traktus
Tempat metastasis - Lien, ginjal Hati, otak
gastrointestinal
Jumlah metastasis - 1-4 5-8 >8
Obat-obatan kemoterapi yang gagal
- - 1 ≧2
sebelumnya
a
Diadaptasi oleh FIGO
b
Risiko rendah - skor WHO 0 sampai 6; risiko tinggi - skor WHO >7
Diadaptasi dari Komite FIGO pada Ginekologik Onkologi, 2009
Klasifikasi Histologis
Sekali lagi, ditekankan bahwa diagnosis neoplasia trofoblastik biasanya dibuat dengan
kadar β-hCG serum yang terus meningkat tanpa konfirmasi dengan studi jaringan patologis.
Urutan klinis dilakukan tanpa memperhatikan temuan histologis, bahkan jika ada. Namun,
ada beberapa tipe histologis berbeda yang akan dijelaskan selanjutnya.
Mola Invasif
Ini adalah neoplasma trofoblastik paling umum yang diikuti oleh mola hidatidosa, dan
hampir semua mola invasif muncul dari mola parsial atau lengkap (Sebire, 2005).
Sebelumnya dikenal sebagai korioadenoma destruens, mola invasif ditandai dengan invasi
jaringan yang luas oleh trofoblas dan keseluruhan vili. Terdapat penetrasi yang jauh ke dalam
miometrium, kadang-kadang dengan keterlibatan peritoneum, parametrium yang berdekatan,
atau kubah vagina. Meskipun agresif secara lokal, mola invasif kurang mudah terhadap
metastasis seperti pada koriokarsinoma.
Koriokarsinoma Gestasional
Ini adalah jenis neoplasma trofoblastik yang paling umum setelah kehamilan cukup
bulan atau keguguran, dan hanya sepertiga kasus setelah kehamilan molar (Soper, 2006).
Koriokarsinoma tersusun atas sel-sel sisa dari sitotrofoblas dan syncytiotrofoblas awal,
namun tidak mengandung vili. Tumor yang tumbuh cepat ini menginvasi baik miometrium
dan pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan dan nekrosis. Tumor miometrium
dapat menyebar ke luar dan menjadi terlihat pada permukaan rahim sebagai nodul gelap dan
irreguler. Metastasis sering berkembang lebih awal dan umumnya disebarkan melalui darah
(Gbr. 20-5). Lokasi yang paling sering adalah paru-paru dan vagina, tetapi tumor mungkin
bermetastasis ke vulva, ginjal, hati, ovarium, otak, dan usus. Koriokarsinoma biasanya
disertai dengan kista theca-lutein ovarium.
Gambar 20-5. Koriokarsinoma metastase A. Radiografi dada menunjukkan lesi metastasis yang menyebar luas.
B. Spesimen otopsi dengan metastasis hepatik perdarahan multiple. (Gambar dikontribusikan oleh Dr. Michael
Conner.)
KEHAMILAN SELANJUTNYA
Wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional sebelumnya atau neoplasia yang
berhasil diobati sepenuhnya biasanya tidak memiliki gangguan kesuburan, dan hasil
kehamilan mereka biasanya normal (Tse, 2012). Perhatian utama pada wanita ini adalah
risiko 2 persen bagi mereka untuk mengembangkan penyakit trofoblastik pada kehamilan
berikutnya (Garrett, 2008). Evaluasi sonografi direkomendasikan pada awal kehamilan, dan
selanjutnya jika diindikasikan. Pada saat persalinan, plasenta atau produk konsepsi dikirim
untuk evaluasi patologis, dan kadar β-hCG serum diukur 6 minggu setelah melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary dkk. 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. United States : McGraw
Hill.