Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Mola Hidatidosa

Disusun oleh :
Tiara Meutia Putri

Pembimbing :
dr. Ronny, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 APRIL 2021 – 05 JUNI 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Mola Hidatidosa” sebagai
salah satu tugas Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
Kabupaten Bekasi. Tidak lupa shalawat dan salam saya sampaikan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya sebagai penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah laporan kasus, terima kasih kepada dr. Ronny,
Sp.OG sebagai pembimbing dan klinisi kepaniteraan Ilmu Obstetri dan
Ginekologi yang telah meluangkan waktu dalam membimbing kepada
penulis dan juga kepada seluruh dokter, staf bagian kebidanan dan
kandungan, serta orang tua saya yang telah mendukung dan teman-teman
sejawat lainnya yang turut membantu penulis selama kepaniteraan di
bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, diharapkan adanya saran serta
kritik yang dapat membangun dalam laporan presentasi kasus ini untuk
perbaikan di kemudian hari. Semoga presentasi kasus ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bekasi, Mei 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar


dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2
cm.5
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika dan
Amerika latin dari pada di negara-negara barat. Di Indonesia MH insidensnya
tinggi, faktor risikonya banyak dan penyebaranya hampir merata. MH merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Penderita, mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan
berikutnya. Insiden molahidatidosa ulangan dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari
seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita
dengan MH ulangan beresiko meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya. 12
Insiden MH di negara barat secara umum lebih rendah daripada dinegara
asia. Di indonesia sendiri MH dianggap penting karena insidensnya tinggi, faktor
risikonya banyak dan penyebaranya hampir merata. Walaupun MH sudah lama
dikenal namun penyebabnya sampai sekarang masih belum diketahui.
Namun ada beberapa faktor resiko yang dapat dipahami dari penyakit ini
seperti; usia, etnik,genetik dan faktor gizi.1 Gejala dan tanda MH berupa amenorea,
mual dan muntah yang parah , perdarahan pervaginam, pembesaran uterus melebihi
usia kehamilan, peningkatan kadar β-HCG jauh melebihi kehamilan biasa. Mola
juga dapat meninbulkan penyulit yang membahayakan seperti preeklampsia,
tirotoksikosis, dan emboli paru. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang USG abdomen dengan menghasilkan gambaran yang khas
seperti sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Faktor risiko yang

3
dapat meningkatkan MH antara lain usia ibu hamil terlalu muda/terlalu tua,
kekurangan protein, asam folat , histidin, dan genetik.1
Untuk memperkuat diagnosis kita dapat melakukan pemeriksaan USG dan
melihat peningkatan kadar Hcg. Pada trimester pertama gambaran MH tidak
spesifik, sehingga sering kali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplit atau mioma uteri. Pengelolaan mola biasanya terdiri
atas 4 tahap seperti; perbaikan keadaan umum pasien, pengeluaran jaringan mola,
vakum kuretase dan histerektomi. Untuk prognosisnya sendiri kematian pada MH
biasanya disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis.5

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal
yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.13 Jaringan
trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.3 Pengertian lain dari Mola
hidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang tidak sempurna
dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga
menunjukan berbagai ukuran trofoblas proliferatif tidak normal.5
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau
mata ikan. Ukuran gelembung- gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter
sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2)
Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh
darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang
dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak
dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-
60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah
mola hidatidosa sembuh.3,5,9

2.2 Epidemiologi
Mola Hidatidosa baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di
Indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar

5
antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1:297
sampai 1: 1035 dari kehamilan.12 Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita
dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar. Selain
itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah serta usia
kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun.12

Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya


kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden mola hidatidosa ulangan
tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang terjadi
setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan mola
hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit
trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.12

Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa


bervariasi dari 0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi
berasal dari Asia Tenggara dan Jepang. Sedangkan insidensi rendah berasal dari
Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan Eropa.1

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang


membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi
memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan
berkembang menjadi suatu massa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi
secara normal.3
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana
sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
sperma memasuki ovum tersebut pada waktu bersamaan. Pada lebih dari 90 persen
mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat
heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang
memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.5 Pembuluh darah primitif di

6
dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas
menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron.
Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari
janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan
kista teka-lutein di dalam ovarium.4
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit
ini.

3. Imunoselektif dari sel trofoblast

4. Keadaan sosioekonomi yang rendah

5. Paritas tinggi

6. Defisiensi vitamin A

7. Kekurangan protein

8. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.6,7

2.4 PATOGENESIS
Banyak teori yang menjelaskan tentang kejadian MH komplit, antara lain
teori Hertig, teori Park dan teori sitogenetika. Hertig et al menganggap bahwa MH
disebabkan oleh insufisiensi peredaran darah akibat kematian embrio pada minggu
ke-3 hingga minggu ke-5 (missed abortion), sehingga cairan tertimbun di dalam
jaringan vili dan membentuk kista-kista kecil yang kian membesar, hingga akhirnya
terbentuk gelembung mola. Proliferasi trofoblas terjadi akibat tekanan vili yang
membengkak.

7
Di lain pihak, Park mengatakan bahwa penyebab primer MH adalah
abnormalitas jaringan trofoblas beserta fungsinya, sehingga terjadi absorpsi cairan
berlebih ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah dan akhirnya
mematikan embrio.5

Teori sitogenetika menerangkan bahwa kehamilan MH terjadi karena


sebuah ovum tidak berinti (kosong), atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh
sebuah sperma haploid 23 X, sehingga terbentuk hasil konsepsi dengan kromosom
23 X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri (enoreduplikasi)
menjadi 46 XX. Jadi, kromosom MH ini menyerupai kromosom seorang
perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan
tidak ada faktor ibu. Dengan demikian teori ini disebut sebagai teori Diploid
Androgenetik. Kehamilan sempurna harus terdiri dari unsur ibu, yang akan
membentuk bagian embrional (anak), dan unsur ayah yang akan membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll.) secara seimbang. Oleh karena tidak ada
unsur ibu, MHK tidak ditemukan janin; yang ada hanya bagian ekstraembrional
patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.1

Seperti dijelaskan sebelumnya, mola hidatiform muncul dari jaringan


gestasi. Pada mola hidatidosa komplit, tidak ada jaringan janin, sedangkan pada
mola hidatiform parsial, terlihat beberapa jaringan janin yang tidak dapat hidup.
Keduanya disebabkan oleh proliferasi vili korionik yang berlebihan dan
mengakibatkan pembengkakan. Hal ini menyebabkan diproduksinya kadar hCG
yang tinggi. Untuk meninjau, pada mola komplit, sel telur yang dienukleasi dibuahi
oleh dua sperma atau sperma haploid yang kemudian berduplikasi, menghasilkan
hanya DNA ayah yang diekspresikan. Sebaliknya, pada mola hidatiform parsial, sel
telur haploid berduplikasi dan dibuahi oleh sperma normal atau sel telur haploid
dibuahi oleh dua sperma pada saat yang bersamaan, menghasilkan ekspresi DNA
ibu dan ayah.6,7

8
2.5 HISTOPATOLOGI
Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada mola hidatodosa, yang secara
mikroskopik memperlihatkan : Stroma vili korialis yang membengkak, ketiadaan
vaskularisasi, dan hiperplasia sel sito- dan sinsitiotrofoblas.1

Perbedaan utama antara MH komplit dan parsial secara histologis adalah


kurangnya jaringan embrio / janin pada MH komplit, dan adanya jaringan embrio
pada MH parsial. Selain itu, pada MH komplit, vili korionik bersifat hidropik difus
dan biasanya dikelilingi oleh trofoblas hiperplastik. Pada MH parsial terdapat vili
korionik normal dan jaringan embrio / janin bercampur dengan vili hidropik.6

2.6 KLASIFIKASI

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai


janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai
janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole.2,3,9
Mola hidatidosa atau Complete Mole merupakan kehamilan abnormal tanpa
embrio; seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik, yang secara
makroskopis menyerupai buah anggur. MHK sering disebut sebagai kehamilan
anggur. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran
vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter
dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Pada mola
hidatidosa komplit tidak ditemukan gambaran janin. Degenerasi hidropik atau
degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak digolongkan
sebagai penyakit trofoblastik.1
Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa komplit adalah
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi sel-sel
trofoblas. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah sedikit, bercabang dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.
Pada trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili
korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh. 8

9
Gambar 1. Mola Hidatidosa Komplit

Mola parsialis atau Parsials Mole merupakan suatu kehamilan mola


inkomplet atau parsial mencakup adanya sejumlah elemen jaringan janin dan
perubahan hidatidiformis yang bersifat lokal dan kurang lanjut. Terjadi
pembengkakan progresif lambat di dalam stroma villus korion yang biasanya
avaskular, sementara villus vaskular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang
berfungsi tidak terkena.4 Mola hidatidosa parsial hanya sebagian vili korialis
mengalami degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan
janin akan bergantung kepada luas plasenta yang akan mengalami degenerasi, tetapi
janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim. Gambaran
klinisnya tidak sejelas MHK. Umumnya dianggap sebagai missed abortion, dan
diagnosisnya ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi yang
memperlihatkan degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia
sinsitiotrofoblas. Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping vili dan
inklusi trofoblas di stroma (stromal trophoblastic inclusion), serta terdapat jaringan
embrionik atau janin. 1,2,6
Apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang dan
mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,
keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi
pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang
biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin-

10
plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat
fokal daripada generalisata.6

Gambar 2. Mola Hidatidosa Parsial

2.7 GEJALA KLINIS


Tanda dan gejala klinis MH dapat dibagi kedalam tiga bagian:

a. Keluhan utama - Terdapat tanda-tanda kehamilan. Amenorea, mual dan


muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien datang ke rumah sakit
dan perdarahan pervaginam

b. Perubahan yang menyertai - Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan


usia kehamilan (lebih besar)

c. Kadar B-Hcg – jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa
kadar B-hCG darah paling tinggi 100.00mIU/ml, sedangkan pada MH dapat
mencapai 5000.000 mIU/ml.1

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini
terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, trimester
pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:2

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat
sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama
berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala

11
anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang
sering dijumpai.

2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar maupun lebih kecil dari usia kehamilan yang sebenarnya
dan teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian
janin.

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak
akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive
sekalipun. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang
luas pada plasenta dengan disertai janin yang hidup.

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas
dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru
terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun
lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas
saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola
hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan
sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi
atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya
mengalami proliferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan yang efektif.

12
5. Ekspulsi Spontan

Terkadang gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar


spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan
paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih
dari 28 minggu.4

2.8 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


1. Anamnesis1

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak.

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,


tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang
terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema.

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut muka mola (mola face).

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

Palpasi :

• Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba lembek

• Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.


13
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Pemeriksaan dalam :

• Memastikan besarnya uterus

• Uterus terasa lembek

• Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar β -Hcg : β -hCG urin > 100.000 mlU/ml β - hCG serum
> 40.000 IU/ml


Pemeriksaan kadar T3 /T4

β - hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan


aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi
labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai
delirium-koma.3
4. Pemeriksaan Imaging

Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon (Honey comb appearance) tanpa disertai adanya
janin dan dapat pula ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju.5

14
Gambar 3. USG mola Hidatidosa

DIAGNOSIS BANDING

● Androgenetic/biparental mosaic conceptions

● Morfologi Vili Abnormal

● Abortus dini dengan hiperplasia trofoblas

● Hyperemesis gravidarum

● Hipertensi

● Hyperthyroidism

● Hipertensi malignant

● Displasia mesenkim plasenta3

2.9 PENATALAKSANAAN

1. Evakuasi

a) Perbaiki keadaan umum.

● Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau vakum kuret

● Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12


jam kemudian dilakukan kuret.

b) Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki

15
keadaan umum penderita.
c) 7- 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
d) Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih. Akan tetapi pada wanita yang masih
menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola dipastikan,
dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan (suction
curettage) disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena.
Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa konseptus
e) Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal
ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang
menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera
ditangani dengan ventilator. Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan
uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan penderita disarankan untuk tidak
hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama
periode ini2,3,5,8

2. Pengawasan Lanjutan

 Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai


kontrasepsi oral pil, sistemik atau barier selama waktu
monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal
yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH
oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar
HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR)
tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi
karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat
mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan
terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali
normal.2,4,5,8

16
 Mematuhi jadwal periksa ulang selama setahun :

a) Tiga bulan pertama : tiap dua minggu

b) Tiga bulan kedua : tiap satu bulan

c) Tiga bulan terakhir : tiap dua bulan

 Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a) Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks dan lihat apakah


uterus bertambah kecil atau tidak

3. Sitostatika Profilaksis

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi


keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Kemoterapi dapat dilakukan
dengan pemberian Methotrexate (MTX) 20 mg/hari secara IM selama
5 hari berturut-turut atau actinomycin D 1 flakon/hari selama 5 hari
berturut-turut, dan pemberian asam folat sebagai antidotum.
Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar hCG menjadi
negatif selama 6 bulan.5

2.10 PROGNOSIS

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,


mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah

17
jantung dan tirotoksikosis.4,9 Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut
menjadi keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap
dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola
hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional.4,9 Pada 10-15%
kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan masuk kedalam
dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang
lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus
mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang
cepat menyebar dan membesar.4

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. I
Umur : 27 tahun
Tanggal lahir : 09 Oktober 1993
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Alamat : Tambun
Suku : Betawi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk rumah sakit : 3 Mei 2021 pukul 10:00 WIB
Nama suami : Tn. D
Usia : 30 tahun
Pendidikan terakhir : SMK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan Swasta
3.2 ANAMNESIS
Anamnesis secara auto-anamnesis kepada pasien pada tanggal 3 Mei 2021
1. Keluhan Utama
Nyeri pinggang sejak 4 hari yang lalu
2. Keluhan Tambahan
Mual muntah, nyeri perut bawah, keluar flek dan keputihan sejak awal hamil
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. I datang ke poli kebidanan RSUD Kabuaten Bekasi pada 3 Mei
2021 dengan keluhan nyeri pinggang sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan
pinggang sakit jika pasien berjalan. Pasien juga mengeluhkan adanya mual muntah
19
dan keputihan sejak awal kehamilan tidak bau dan kadang gatal. Pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian bawah dan sering keluar flek pada berwarna coklat dan
tidak berbau.
Sejak 3 bulan smrs pasien merasakan gejala hamil muda seperti sakit kepala
dan mual muntah karena hal itu pasien memeriksakan kondisinya ke Klinik Mutiara
setelah dilakukan pemeriksaan USG pasien dikatakan hamil dengan usia kandungan
6 minggu. Sebelum memastikan kehamilan ke klinik sebelumnya pasien telah
melakukan pemeriksaan dengan test pack dan hasilnya positif.
Pasien tidak merasakan perut bertambah besar, pasien hanya merasakan
pusing, mual muntah dan nyeri pinggang serta nyeri di daerah perut bagian bawah
disertai keluar flek berwarna coklat dan tidak berbau.
Pasien memutuskan untuk memeriksakan kondisinya kembali ke RSUD
Kabupaten Bekasi karena pasien curiga dengan kondisi janin nya yang dirasakan
tidak biasa, pasien dilakukan pemeriksaan usg oleh dokter dan mendapat diagnosis
mola hidatidosa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat perdarahan antepartum dan kehamilan ektopik pada kehamilan
sebelumnya disangkal. Riwayat infeksi tuba dan infeksi menular seksual disangkal.
Riwayat kuretase dan keguguran disangkal. Hipertensi, Diabetes, jantung, paru,
asma, alergi disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat abortus dan kehamilan ektopik terganggu pada keluarga disangkal.
Hipertensi, diabetes melitus disangkal.

6. Riwayat Pengobatan dan Masuk Rumah Sakit


Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan rutin.
7. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki riwayat merokok dan konsumsi alkohol serta
penyalahgunaan zat-zat terlarang.

20
8. Riwayat Menstruasi
Menarche usia : 12 tahun
Siklus haid : teratur, setiap 28 hari sekali
Lama haid : 7 hari
Jumlah : 2-3 pembalut/hari (50 cc/24 jam)
Keluhan : tidak terdapat keluhan saat menstruasi
9. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali umur 20 tahun, menikah hanya 1 kali dan sudah 7
tahun.
10. Riwayat KB
Jenis KB :-
Lama pemakaian :-
Keluhan :-
11. Riwayat Obstetri
G3P2A0
Anak hidup (AH) :2
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 4 Februari 2021
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 11 Desember 2021
Usia kehamilan berdasar HPHT : 12-13 Minggu
Tabel 1. Riwayat Persalinan Pasien

Tahun Usia Jenis Anak Anak


No Penolong Penyulit
partus kehamilan persalinan JK BB sekarang

1 2014 39 Minggu Normal Bidan - LK 3300 -

2 2015 34 Minggu Normal Bidan - LK 2400 -

3 Hamil ini

21
12. Antenatal Care
Pasien tidak melakukan antenatal care

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 Mei 2021
a. Pemeriksaan Umum
1. Kesan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Antropometri :
Berat Badan (BB) : 44 kg
Tinggi Badan : 146 cm
4. Tanda Vital :
TD : 131/65 mmHg
HR : 107x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,4 0C
SpO2 : 99%
b. Status Generalis
1. Mata: edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Wajah: Pucat(-), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)
3. Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea di tengah.
4. Thorax:
Paru: gerakan dada kanan dan kiri simetris, vesicular breathing sound (VBS)
simetris (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
5. Abdomen: status obstetrikus
6. Genitalia: status obstetrikus
7. Ekstremitas: edema tungkai (-/-), CRT<2 detik.

22
c. Status Obstetri
A. Pemeriksaan Luar
i. Inspeksi:
Wajah : chloasma gravidarum (-), edema (-)
Abdomen : Tampak cembung, tegang, linea nigra (-), striae gravidarum (-).
ii. Palpasi
TFU : 10 cm
Leopold I : Tidak dilakukan
Leopold II : Tidak dilakukan
Leopold III : Tidak dilakukan
Leopold IV : Tidak dilakukan

iii. Auskultasi
DJJ : Tidak terdengar denyut jantung janin
B. Pemeriksaan Dalam
Vulva dan vagina : Tidak dilakukan
Porsio : Tidak dilakukan
Cavum Douglasi : Tidak dilakukan
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah
Pada tanggal 05 Mei 2021 jam 11:12 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 11.5 (L) 12 – 16 g/dL
Hematokrit 32 (L) 38 – 47 %
Eritrosit 3,96 (L) 4.2 – 5.4 juta/µL
MCV 82 80 – 96 Fl
MCH 29 28 – 33 pg/Ml
23
MCHC 36 33 – 36 g/dL
Leukosit 7600 5000 – 10000/µL
Trombosit 295000 150000 – 450000/µL
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 1 1.0 – 6.0 %
Neutrofil 74 (H) 50 – 70 %
Limfosit 18 (L) 20 – 40 %
NLR 4.11 <= 5.80
Monosit 7 2–9%
Laju Endap Darah (LED) 40 (H) <15 mm/jam
Hemostasis
Waktu Perdarahan 2.00 1 – 3 menit
Waktu Pembekuan 3.30 1 – 6 menit
Golongan Darah + Rhesus
Golongan Darah B
Rhesus (+) Positif
Serologi
HIV reagen 1 Non Non reaktif
reaktif
Petanda Hepatitis
HBsAg Non Non reaktif
reaktif
Endokrin
T3 4,92 (H) 0,92-2,33 nmol/L
T4 194 (H) 60-120 nmol/L
Ureum Kreatinin
Ureum 22 15-40 mg/dL
Kreatinin 0.7 0.51-0.95 mg/dL
24
eGFR 119.1 >60 mL/Min/1.73m^2
Kimia Klinik
SGOT (AST) 28 <32 U/L
SGPT (ALT) 34(H) <31 U/L
glukosa sewaktu 111 80-170 mg/dL

B. USG

Tampak : Terdapat gambaran snow stroms pada rongga uterus


Kesan : Mola Hidatidosa

3.5 RESUME
Pasien Ny. I datang ke poli kebidanan RSUD Kabuaten Bekasi pada 3 Mei
2021 dengan keluhan nyeri pinggang sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan
pinggang sakit jika pasien berjalan. Pasien juga mengeluhkan adanya mual muntah
dan keputihan sejak awal kehamilan tidak bau dan kadang gatal. Pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian bawah dan sering keluar flek pada berwarna coklat dan
tidak berbau.
Sejak 3 bulan smrs pasien merasakan gejala hamil muda seperti sakit kepala
dan mual muntah karena hal itu pasien memeriksakan kondisinya ke Klinik Mutiara
25
setelah dilakukan pemeriksaan USG pasien dikatakan hamil dengan usia kandungan
6 minggu. Sebelum memastikan kehamilan ke klinik sebelumnya pasien telah
melakukan pemeriksaan dengan test pack dan hasilnya positif.
Pasien memeriksakan kondisinya kembali ke RSUD Kabupaten Bekasi dan
dilakukan pemeriksaan usg oleh dokter dan mendapat diagnosis mola hidatidosa.
Pada pemeriksaan fisik general dalam batas normal. status obstetri wajah
chloasma gravidarum (-). Abdomen : Tidak Tampak cembung dan tegang. Palpasi
nyeri tekan(-), TFU pasien 10 cm pada usia kehamilan 12 - 13 minggu, DJJ tidak
terdengar. Pemeriksaan penunjang hemoglobin 11.5 d/dL, Hematokrit 32%,
Eritrosit 3.96 juta/µL, LED 40 mm/jam, T3 4.92nmol/L, T4 194 nmol/L. Pada
pemeriksaan USG kesan mola hidatidosa.

3.6 DIAGNOSIS KERJA


Mola Hidatidosa

3.7 PENATALAKSANAAN
● Rencana Tindakan Kuretase
● KIE : Edukasi pasien dan suami dalam diagnosis serta tentang rencana tindakan
yang akan dilakukan

3.8 PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanactionam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam

26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
Anamnesis :
1. 1. Amenore 1. Amenore sudah ± 3 bulan, tes
2. 2. Perdarahan pervaginam kehamilan pasien positif
3. 3. Hiperemesis 2. Perdarahan pervaginam pasien
mengeluhkan sering keluar flek
Faktor risiko: kecoklatan dari vagina
1. 1. Faktor ovum 3. Hiperemesis yang bertambah parah
2. 2. Usia ibu yang teralu muda atau sejak awal kehamilan
tua 4.
3. 3. Imuoselektif dari sel trofoblas Faktor Risiko:
4. 4. Keadaan sosioekonomi yang Pasien memiliki faktor resiko
rendah defisiensi vitamin A dan kekurangan
5. 5. Paritas tinggi protein
6. 6. Defisiensi vitmin A
7. 7. Kekurangan protein
8. 8. Infeksi virus dan faktor
kromosom

27
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
Palpasi :
tinggi fundus uteri adalah 10 cm yaitu
• Uterus membesar tidak
lebih kecil dari usia kehamilan. Dan
sesuai dengan usia kehamilan,
pada ballotement tidak teraba adanya
teraba lembek
janin. Saat dilakukan auskultasi tidak
• Tidak teraba bagian-bagian terdengar adanya DJJ.
janin dan ballotement dan gerakan
janin.

Auskultasi : tidak terdengar denyut


jantung janin

Anamnesis pada kasus diatas sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu pasien
mengeluhkan adanya amenorea, keluar flek kecoklatan dan rasa mual muntah. Mual
muntah yang dirasakan pasien merupakan kondisi yang terjadi akibat peningkatan
kadar B-hcg. Terdapat faktor resiko yang mendukung terjadinya mola pada pasien
yaitu pola hidup pasien yang jarang mengkonsumsi sayuran dan jarang makan
daging untuk itu pasien memenuhi kriteria kurangnya asupan protein dan defisiensi
vitamin A. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri pasien adalah 10
cm yang mana ukuran nya lebih kecil dari usia kehamilan pasien. Didapatkan pula
hasil negatif pada pemeriksaan ballotement dan pada pemeriksaan auskultasi tidak
terdengar denyut jantung janin.

4.2 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan penunjang :
1. 1. Peningkatan kadar B-hcg 1. Pada USG didapatkan gambaran snow
2. 2. USG strom

28
Didapatkan gambaran honeycomb app
2. Pada hasil lab kadar T3/T4 pasien
atau snow strom meningkat
3. 3. Peningkatan kadar T3/T4

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis mola hidatidosa adalah


pemeriksaan kadar T3/T4 pasien meningkat melebihi kadar seharusnya dan juga
berdasarkan pemeriksaan usg didapatkan gambaran snow strom pada usg abdomen
pasien.

4.3 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
- Rencana Tindakan Kuretase
Evakuasi
- KIE : Edukasi pasien dan suami dalam
a. Perbaiki keadaan umum.
diagnosis serta tentang rencana tindakan
● Pemberian cairan yang akan dilakukan

● Transfusi darah jika diperlukan

b. Evakuasi

● Bila mola sudah keluar spontan


dilakukan kuret atau vakum kuret

● Bila Kanalis servikalis belum


terbuka dipasang laminaria dan
12 jam kemudian dilakukan
kuret.

c. memberikan obat-obatan
Antibiotik, uterotonika untuk
memperbaiki kontraksi uterus.

29
4.4 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

Prognosis quo ad vitam, sanationam dan functionam pasien baik. Karena Lebih dari
80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut
yang ketat untuk mecegah mola berkembang kearah keganasan.

30
BAB V

KESIMPULAN

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar


dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat
dipahami dari penyakit ini seperti; usia, etnik,genetik dan faktor gizi. Gejala MH
pada awalnya tidak jauh berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu mual muntah,
pusing dan lain-lainnya, hanya saja derajat keluhanya sering timbul lebih hebat.
Adanya MH harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea, perdarahan
pervaginam, uterus yang lebih besar daru usia kehamilan dan tidak ditemukan tanda
kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung janin. Dilakukan juga
pemeriksaan penunjang seperti kadar B-hcg dan USG untuk menentukan diagnosa
pasti MH. Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kondisi umum
pasien dan melakukan tindakan kuretase dengan baik agar MH tidak berkembang
menjadi keganasan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas


Padjajaran Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: EGC; 2020. Hal 14-16

2. Berek & Jonathan S. 2007. “Hydatidiform Mole” Gestational


Throphoblastic Disease. Berek & Novak’s Gynecology 14th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins

3. Braga A, Mora P, de Melo AC, Nogueira-Rodrigues A, Amim-Junior J,


Rezende-Filho J, Seckl MJ. Challenges in the diagnosis and treatment of
gestational trophoblastic neoplasia worldwide. World J Clin Oncol. 2019
Feb 24;10(2):28-37. [PMC free article] [PubMed]

4. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.

5. Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2016. Penyakit Serta Kelainan Plasenta


dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

6. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College


of Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins.
Diaksesdarihttp://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.
PDF , pada 26 november 2020

7. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu


Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohadjo: Jakarta
8. Ross JA, Unipan A, Clarke J, Magee C, Johns J. Ultrasound diagnosis of
molar pregnancy. Ultrasound. 2018 Aug;26(3):153-159. [PubMed].
Diakses tanggal 26 november 2020
32
9. Sarmadi S, Izadi-Mood N, Sanii S, Motevalli D. Inter-observer variability
in the histologic criteria of diagnosis of hydatidiform moles. Malays J
Pathol. 2019 Apr;41(1):15-24. [PubMed]. Diakses tanggal 26 november
2020

10. Sebire & Seckl., Clinical Review : Gestational Trophoblastic Disease ;


Current Management of Hydatiform Mole. Departement of Medical
Oncology : London. 2008.

11. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Pernyakit Serta Kelainan


Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.

12. Igwegbe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management


Outcomes in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci
Res. 2013; 3(2): 210-4.
13. Prawirohardjo, Sarwono., 2020. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal : 677-682.

33

Anda mungkin juga menyukai