Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari
kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia
gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi
(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor
tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya
3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan.
Perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan meliputi abortus, mola
hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi
Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan diatas ternyata
didapatkan besar kasus paling tinggi adalah perdarahan pada awal kehamilan
yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan tersebut terdapat kehamilan
molahidatidosa. Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan
merupakan kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari Mola Hidatidosa ?
2. Bagaimana epidemiologi dari Mola Hidatidosa ?
3. Bagaimana etiologi dari Mola Hidatidosa ?
4. Bagaimana klasifiksai dari Mola Hidatidosa ?
5. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari Mola Hidatidosa ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Mola Hidatidosa ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Mola Hidatidosa ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Mola Hidatidosa ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Mola Hidatidosa ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Mola Hidatidosa
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Mola Hidatidosa
3. Untuk mengetahui etiologi dari Mola Hidatidosa
4. Untuk mengetahui klasifiksai dari Mola Hidatidosa
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC dari Mola Hidatidosa
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Mola Hidatidosa
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Mola Hidatidosa
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Mola Hidatidosa
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Mola Hidatidosa

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi dari Mola Hidatidosa


Mola Hidatidosa adalah pertumbuhan proliferasi trofoblas plasenta
jinak di mana villi korionik berkembang menjadi edematous, kistik, vesikel
transparan avascular yang menggantung secara berkelompok seperti anggur.
Mola hidatidosa adalah penyakit trofoblastik gestasional.Penyakit trofoblas
gestasional adalah pektrum kehamilan yang berhubungan dengan gangguan
proliferative trofoblastik tanpa janin yang hidup. Selain mola hidatidosa, GTD
termasuk gestational trophoblastic neoplasia (GTN).GTN mengacu pada
jaringan trofoblas persisten yang diduga menjadi ganas (gilbert, 2007).
Meskipun hampir selalu fatal, kini GTN adalah ginekologi kanker yang
paling berhasil diobati karena diagnosis dan pengobatan dini (cohn,
ramaswamy, & blum 2009).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang
tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma
villus korialis langka vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999).
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh
vili korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)

3
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma
villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal
akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh
terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik
menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan.
Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan
menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan mola
hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan
hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau
partial mole.

2.2 Epidemiologi dari Mola Hidatidosa


Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam
pembangunan bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu
indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu hal
ini merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat
yang utama di Negara kita. Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin.
Angka kematian ibu dengan kehamilan di Indonesia termasuk tinggi di Asia.
Pada setiap 2 jam terdapat satu ibu yang meninggal karena melahirkan.
Propinsi penyumbang kasus kematian ibu dengan kehamilan terbesar ialah
Papua 730 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370 per 100.000
kelahiran, Maluku 340 per 100.000. (Warta Demografi, tahun 30, no.4, 2000).
Dari data diatas meskipun ada kecenderungan menurun, tapi angka kematian

4
ibu (AKI) penduduk Indonesia masih relatif tinggi yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2003.
Angka di Indonesia umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu
RSCM, untuk Mola Hidatidosa berkisar 1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka
ini jauh lebih tinggi disbanding Negara-negara barat dimana insidennya
berkisar 1:1000 sampai 1:2500 kehamilan untuk kejadian Molahidatidosa.
Sedangkan frekuensi kejadian Molahidatidosa di RSU dr. Slamet Garut tahun
2009 sebanyak 37 kasus dari jumlah kehamilan sebanyak 1730 dan ditemukan
angka untuk Mola hidatidosa 1:47 kehamilan pada tahun 2009.
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan
1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600
kehamilan.

2.3 Etiologi dari Mola Hidatidosa


Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Faktor ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan. Spermatosa memasuki ovum yang teah kehilangan
nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan
kelainan atau gangguan dalam pembuahan
2. Imunoselektif dari tropoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stoma villi menjadi
jarang dan stroma villi menajdi sembab dan akhirnya terjadi
hiperplasiasel-sel trofoblast
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi

5
kebutuhan gizi diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya
4. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung berisiko terjadi kehailan mola idatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasi dan penggunaan stimulant drulasi seperti klomifen atau
menotropiris
5. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jarinagn bagian tubuh sehubungan
denagn pertumbuhan janin, rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat
protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein
dalam makanan mengakibatkan akan lahir lebih kecl dari normal
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam ubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba
yang masuk virulesinnya serta daya than tubuh. (Mochtar, Rustam, 1998 :
238)
Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi
rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional
sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia
yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45
tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi
yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40 tahun.
(Reeder, 2011)
Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola yaitu
berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi. Berikut faktor resiko untuk
kehamilan mola hidatidosa menurut Fauziyah, 2012 :

6
1. Etnis Asia
Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola
hidatidosa di kawasan Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua kali
lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis Asia
2. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki
resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami
kehamilan mola hidatidosa
3. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa
memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19
4. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan
peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga
kekurangan vitamin A

2.4 Klasifikasi dari Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :
1. Mola hidatidosa komplet
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi
plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang
menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi tampilan
seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat
sampai yang berdiameter beberapa sentimeter. Hiperplasia menyerang
lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. Massa mengisi rongga uterus
dan dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan. Pada kehamilan
normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk menambatkan hasil konsepsi.
Hal ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat berpenetrasi ke
tempat implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena

7
walaupun jarang terjadi. Ruptur uterus dengan perdarahan massif
merupakan salah satu akibat yang dapat terjadi. Mola komplet biasanya
memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak ayah (paternal).
Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak mengandung
kromosom maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri.
Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis ini.
2. Mola hidatidosa partial
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong
amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau
ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas
tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplet.
Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69
kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal dan dua paternal.
Secara histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten
merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi klinis
karena walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola
parsial hanya sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal
yang sangat penting.

2.5 Patofisiologi dan WOC dari Mola Hidatidosa


Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi
embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah:
satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung
mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari
1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung
mola. Secara mikroskopik terlihat trias:
a. Proliferasi dari trofoblas
b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

8
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan
adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein
akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Mochtar, 2005). Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010
patofisiologi mola hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses
segmentasi sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel
telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi
menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang
disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari dan
didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis
yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel
telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat
disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya
mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau
pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya
pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang
berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus
menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG
yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa tidak
jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi
trofoblas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung
vilus yang dapat memastikan diagnose mola hidatidosa.

9
WOC

Faktor Etiologi :
Faktor ovum
Imunoselektif dari Mengalami keterlambatan Kematian ovum di dalam
trofoblast dalam pengeluaran tubuh
Keadaan sosial ekonomi
yang rendah
Paritas tinggi Jangot-jangot korion yang
Kekurangan protein tumbuh berganda dan Mengalami degenerasi
Akibat infeksi mengandung cairan

Tanda Gejala :
Anemia
Faktor Predisposisi : Kista-kista kecil seperti Mual muntah berlebihan
Riwayat penyakit mola anggur Nyeri/kram perut
sebelumnya Uterus semakin membesar
Riwayat genetik Tidak terdengar bunyi
Etnis Asia Pemeriksaan penunjang : denyut jantung janin
Usia ibu hamil Pemeriksaan kadar beta Perdarahan tidak teratur
hCG
USG
MOLA HIDATIDOSA Uji Sonde
Foto rontgen abdomen
Ultrasonografi
Tindakan Invasif Foto thoraks
Kekurangan volume
cairan

Curatage Tindakan pembedahan Pendarahan


Histeroktomi

Pengaruh anastesi Penurunan Adanya luka


Badrest total, malas
TD anemis operasi, kurang
bergerak
pengetahuan
Motalitas usus perawatan luka
Takut dengan lukanya
Kurangnya Invasi
Distensi abdomen suplai darah mikroorganisme
ke otak dan
Defisit perawatan diri
suplai nutrisi
Mual dan muntah ke jaringan Resiko infeksi
Terputusnya jaringan saraf
Nafsu makan menurun Pusing dan
(Anoreksia) kelemahan
Nyeri luka operasi fisik

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nyeri Intoleransi
kebutuhan tubuh aktifitas 10
2.6 Manifestasi Klinis dari Mola Hidatidosa
Pada tahap awal manifestasi klinis mola hidatidosa lengkap tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal. Kemudian, perdarahan vagina terjadi
dihampir 95% kasus. Cairan yang keluar dari vagina mungkin menjadi coklat
gelap (menyerupai jus prune) atau merah terang, baik sedikit atau banyak. Ini
dapat berlangsung hanya beberapa hari atau sebentar-sebentar selama
berminggu-minggu. Pada awal kehamilan, besarnya uterus pada kehamilan
mola hidatidosa adalah salah satu setengah lebih besar dari yang seharusnya.
Presentase meningkat terjadi pada ibu dengan kehamilan mola hidatidosa
yang mengalami pembesaran uterus berlebih dari yang seharusnya. Sementara
itu, presentase ibu dengan kehamilan mola hidatidosa yang memiliki uterus
lebih kecil dari yang seharusnya hanya 25%.
Anemia karena kehilangan darah, mual dan muntah yang berlebihan
(hyperemesis gavidarum), serta kram perut yang disebabkan oleh distensi
uterus adalah temuan yang relative sering. Ibu juga bisa mengeluarkan
vesikula dari Rahim, yang sering adalah vili edematous avascular.Pre-
eklampsia terjadi pada sekitar 70% ibu dengan mola hidatidosa yang besar
dan tumbuh cepat serta terjadi lebih awal dari biasanya dalam kehamilan.Jika
pre-eklampsia didiagnosis sebelum 24 minggu kehamilan, mola hidatidosa
harus dicurigai dan diawasi.Hipertiroidisme merupakan komplikasi serius dari
mola hidatidosa.Biasanya pengobatan mola hidatidosa adalah dengan
mengembalikan fungsi tiroid normal. Mola sebagian menyebabkan beberapa
gejala ini dan mungkin salah untuk keguguran tidak lengkap atau tidak jelas
(cohn dkk, 2009; nader 2009; Roberts&funai,2009).
Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah
terjadi kehamilan. Untuk beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati
dalam uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal penyakit,
manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi yang terjadi pada

11
kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi pada saat pembuahan
tampak menjadi penyebab penyakit tersebut.
Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya,
walaupun pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami
mola komplit, uterus akan membesar lebih dari massa gestasi yang
diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat
bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai perdarahan
hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan dan parah akan muncul
pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak terdengar walaupun terdapat
tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat terjadi sebelum gestasi
minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami mola hidatidosa sebagian
biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel
akan terlihat pada rabas vagina saat terjadinya abortus.
Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat
saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada
kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi dalam seratus hari
setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya seharusnya telah mengalami
penurunan. Walaupun demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat,
karena kadar yang sangat tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel
dengan lebih dari satu plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien
yang mengalami mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola
komplit. (Reeder, 2011)
Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola
dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan
pada penderita:
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
2. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum
3. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak

12
4. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya
5. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada), yang merupakan diagnosa pasti
6. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face)
7. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
8. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
9. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
10. Terdengar bising dan bunyi khas
11. Perdarahan tidak teratur
12. Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwaningsih, 2010)

2.7 Penatalaksanaan Medis dari Mola Hidatidosa


1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan
selama 12 jam
2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin
(pitosin atau sintosinon), cabut laminaria, kemudian setelah itu
lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah
cunam ovum yang agak besar atau kuret besar: ambillah dulu
bagian tengah baru bagian-bagian lainnya pada kavum uteri. Pada

13
kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak
usah terlalu bersih
3) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan
tampon utero - vaginal selama 24 jam
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum
2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase
d. Berikan obat-obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan
umum penderita.
e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim (mola)
g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi (high risk mola):
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang (follow-up)
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil.
Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan
observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama
2-3 tahun:
a. Setiap minggu pada triwulan pertama
b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap periksa ulang penting diperhatikan:
1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

14
2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang
keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein
bertambah kecil atau tidak dll
3) Reaksi biologis atau imonologis air seni :
a. Satu kali seminggu sampai hasil negative
b. Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
c. Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
d. Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya
keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca
terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul
34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam
24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar.
3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate (MTX) pada
penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.
Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu
mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek
samping.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :
a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan
b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap
positif
c. Pada high risk mola.
Meskipun sebagian besar mola hilang secara spontan, kuret isap
merupakan metode yang aman, cepat, dan efektif untuk mengevakuasi mola
hidatidosa jika diperlukan (Cunningham dkk, 2005;gilbert 2007). Induksi
persalinan dengan agen oksitosik atau prostaglandin tidak dianjurkan karena
peningkatan risiko embolisasi dari jaringan trofoblastik (gilbert). Pemberian

15
immunoglobulin Rh (D) untuk ibu dengan Rh negatif diperlukan untuk
mencegah isoimunisasi.
Perawat memberikan ibu dan keluarganya informasi tentang proses
penyakit, kebutuhan tindak lanjut jangka panjang, dan konsekuensi yang
mungkin penyakit. Perawat membantu ibu dan keluarganya mengatasi
keguguran serta mengakui bahwa kehamilan itu tidak normal. Selain itu, ibu
dan keluarganya didorong untuk mengekspresikan perasaan mereka, serta
disediakan informasi mengenai kelompok pendukung atau sumber daya
konseling yang diperlukan. Penjelasan tentang pentingnya menunda
kehamilan berikutnya dan konseling kontrasepsi disediakan untuk
meyakinkan tentang konsistensi dan keandalan metode yang dipilih.

2.8 Pemeriksaan Penunjang dari Mola Hidatidosa


Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar beta
hCG darah atau urin
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati
ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde
diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan
mola (cara Acosta Sison)
3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan
3-4 bulan)
4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern)
dan tidak terlihat janin
5. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara
6. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.
(Sujiyatini, 2009)
7. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi
perlepasan/ pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)

16
8. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung molanya.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah
terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan
yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. (Prawirohardjo, 2007)

2.9 Asuhan Keperawatan dari Mola Hidatidosa


A. Pengkajian
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi:
nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
2) Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.
3) Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien
pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti
perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran
uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah
dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan
di mana tindakan tersebut berlangsung
4) Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang
pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit
lainnya
5) Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram
dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit
turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga

17
6) Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta
keluahan yang menyertainya
7) Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan
anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana
keadaan kesehatan anaknya
8) Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis
kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
9) Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan
kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya
10) Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan
elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene,
ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit
B. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas
a. Kelemahan
b. Kesulitan ambulasi
2. Sirkulasi
a. Takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Edema jaringan
3. Eliminasi
a. Ketidakmampuan defekasi dan flatus
b. Diare (kadang-kadang)
c. Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam
d. Penurunan haluan urine, warna gelap
e. Penurunan atau tidak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang
timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri
tekan. Hipersonan atau timpani (ileus), hilang suara pekak diatas
hati (udara bebas dalam abdomen)

18
4. Cairan
a. Anoreksia, mual atau muntah dan haus
b. Muntah proyektil
c. Membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk
5. Kenyamanan/nyeri
a. Nyeri abdomen, distensi, kaku, nyeri tekan
6. Pernapasan
a. Pernapasan dangkal, takipnea
7. Keamanan
a. Riwayat inflamasi organ pelvic 9salpingitis0, infeksi pasca
melahirkan, abses retroperitoneal

a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran
dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya
b) Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari.
1. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus
2. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor

19
3. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal
c) Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung
pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
1. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi
2. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi
yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti
untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk
bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

C. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan
integritas kulit
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan integritas kulit
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual dan muntah
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan

20
D. Rencana keperawatan
Diagnose
NOC (tujuan) NIC (rencana keperawatan)
keperawatan
Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau warna, jumlah dan
cairan keperawatan frekuensi kehilangan
Definisi : selama….x24jam cairan
Penurunan cairan menunjukkan deficit volume 2. Tentukan jumlah cairan
intravaskuler, intertisal cairan meningkat yang masuk dalam 24
atau intrasel Kriteria hasil : jam, hitung asupan yang
1. Kekurangan volume diinginkan sepanjang sift
cairan akan teratasi siang, sore dan malam
2. Memiliki keseimbangan 3. Pantau pendarahan
asupan dan haluaran yang (misalnya, periksa semua
seimbang dalam 24 jam sekret dari adanya darah
3. Menampilkan hidrasi nyata atau darah samar)
yang baik (membrane 4. Pastikan bahwa pasien
mukosa lembab, mampu terhidrasi dengan baik
berkeringat) sebelum pembedahan
5. Ubah posisi pasien
trendelenburg atau
tinggikan tungkai pasien
bila hipotensi, kecuali
dikontraindikasikan
Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala
infeksi keperawatan infeksi (misalnya, suhu
Definisi : selama….x24jam tubuh, denyut jantung,
Berisiko terhadap menunjukkan faktor infeksi drainase, penampilan
invasi organisme akan hilang luka, sekresi, penampilan
patogen Kriteria hasil : urine, suhu kulit, lesi
1. Faktor risiko infeksi akan kulit, keletihan dan

21
hilang malaise)
2. Terbebas dari tanda dan 2. Amati penampilan praktik
gejala infeksi hygiene personal untuk
perlindungan terhadap
infeksi
3. Instruksikan untuk
menjaga hygiene personal
untuk melindungi tubuh
terhdap infeksi (misalnya,
mencuci tangan)
4. Ajarkan pasien teknik
mencuci tangan yang
benar
5. Berikan terapi antibiotic,
bila diperlukan
6. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenali tanda
dan gejala infeksi serta
kapan harus
melaporkannya ke
penyediaan layanan
kesehatan
Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Minta pasien untuk
(nyeri) keperawatan menilai nyeri atau
Definisi : selama….x24jam ketidaknyamanan pada
Pengalaman sensori menunjukkan tindakan skala 0-10 (0=tidak nyeri
dan emosi yang tidak individu untuk atau ketidaknyamanan,
menyenangkan akibat mengendalikan nyeri 10=nyeri hebat)
adanya jaringan yang Kriteria hasil : 2. Ajarkan penggunaan
aktual atau potensial 1. Memperlihatkan teknik nonfarmakologi

22
pengendalian nyeri (misalnya umpan
2. Menunjukkan tingkat balikbiologis, TENS,
nyeri dengan skala nyeri hypnosis, relaksasi,
(1-10) imajinasi terbimbing,
terapi music, distraksi,
terapi bermain, terapi
aktivitas, akupresur,
kompres hangat atau
dingin, dan masase)
sebelum, setelah, dan, jika
memungkinkan, selama
aktivitas yang
menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan bersama
penggunaan tindakan
tindakan peredaan nyeri
yang lain
3. Anjurkan relaksasi atau
distraksi untuk
menurunkan nyeri
4. Hadir didekat pasien
untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman
dan aktivitas lain untuk
membantu relaksasi
meliputi tindakan libatkan
pasien dalam
pengambilan keputusan
yang menyangkut

23
aktivitas perawatan
5. Kolaborasi dengan dokter
dalam terapi analgetik
untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri

Deficit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Tawarkan pengobatan


Definisi : keperawatan nyeri sebelum mandi
Hambatan kemampuan selama….x24jam 2. Dukung kemandirian
untuk melakukan atau menunjukkan pasien dapat dalam melakukan mandi
memenuhi aktivitas melakukan deficit perawatan dan hygiene oral, bantu
mandi/hygiene diri pasien jika diperlukan
Kriteria hasil : 3. Berikan bantuan pasien
1. Menunjukkan perawatan sampai benar-benar
diri : aktivitas kehidupan mampu melakukan
sehari-hari (AKS) perawatan diri
meliputi mandi, hygiene, 4. Libatkan keluarga dalam
hygiene oral pemberian asuhan
2. Mengungkapkan secara 5. Jangan memaksa klien
verbal kepuasan tentang sakit terminal yang tidak
kebersihan tubuh dan mau mandi untuk mandi
hygiene oral
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji respons emosi,
Definisi : keperawatan sosial, spiritual terhadap
Ketidakcukupan selama….x24jam aktivitas
energy fisiologis atau menunjukkan aktivitas 2. Pantau respon
psikologis untuk pasien dapat dialkukan kardiorespiration terhadap
melanjutkan atau secara optimal aktivitas (misalnya,
menyelesaikan Kriteria hasil : takikardi, disritma lain,
aktivitas sehari-hari 1. Menoleransi aktivitas dispnea, pucat, tekanan

24
yang ingin atau harus yang bisa dilakukan hemodinamik dan
dilakukan yang dibuktikkan oleh frekuensi pernapasan)
perawatan diri : aktivitas 3. Pantau respons oksigen
kehidupan sehari-hari pasien (misalnya, denyut
(AKSI) nadi, irama jantung dan
frekuensi pernapasan)
terhadap aktivitas
perawatan diri atau
aktivitas keperawatan
4. Pantau asupan nutrisi
untuk memasukkan
sumber-sumber energy
yang adekuat
5. Instruksikana kepada
pasien untuk
pengguanaan teknik
relaksasi (misalnya,
distraksi, visualisasi)
selama aktivitas
6. Instruksikan kepada
pasien pengguanaan
teknik napas terkontrol
selama aktivitas, jika
perlu
7. Instruksikkan kepada
pasien dan keluarga
tindakan untuk
mengehmat energy,
sebagai contoh :
menyimpan alat atau

25
benda yang sering
digunakan pasien
diletakkan di tempat yang
mudah dijangkau oleh
pasien
8. Anjurkan periode untuk
istirahat dan aktivitas
secara bergantian
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan motivasi pasien
nutrisi kurang dari keperawatan untuk mengubah
kebutuhan selama….x24jam kebiasaan makan
Definisi : menunjukkan kebutuhan 2. Buat perencanaan makan
Asupan nutrisi tidak nutrisi sesuai kebutuhan dengan pasien yang
mencukupi untuk tubuh masuk dalam jadwal
memenuhi kebutuhan Kriteria hasil : makan, lingkungan
metabolik 1. Memperlihatkan status makan, kesukaan atau
gizi: asupan makanan dan ketidaksukaan pasien,
cairan yang adekuat serta suhu makanan
3. Dukung anggota keluarga
untuk membawa makanan
kesukaan pasien dari
rumah
4. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan untuk
makan (misalnya:
pindahkan barang-barang
dan cairan yang tidak
sedap dipandang)
5. Suapi pasien, jika perlu

26
6. Diskusikan dengan ahli
gizi daam menentukkan
kebutuhan protein pasien
yang mengalami
ketidakadekuatan asupan
protein atau kehilangan
protein
Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan
Definisi : keperawatan pasien, termasuk reaksi
Perasaan tidak nyaman selama….x24jam fisik, setiap 2 jam sekali
atau kekhawatiran menunjukkan ansietas akan 2. Beri dukungan kepada
yang samar disertai berkurang pasien untuk
respons autonom, 1. Ansietas berkurang, mengungkapkan secara
perasaan takut yang dibuktikkan oleh bukti verbal pikiran dan
disebabkan oleh Tingkat Ansietas hanya perasaan untuk
antisipasi terhadap ringan sampai sedang mengeksternalisasikan
bahaya ansietas
3. Bantu pasien untuk
memfokuskan pada
situasi saat ini, sebagai
cara untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
4. Yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan
sikap empatik secara
verbal dan nonverbal

27
secara bergantian
5. Bantu pasien untuk
mengekspresikan
kemarahan dan iritasi,
serta izinkan pasien untuk
menagis
6. Kurangi rangsangan yang
berlebihan dengan
menyediakan lingkungan
yang tenag, kontak yang
terbatas dengan orang lain
jika dibutuhkan
7. Gunakan pendekatan
tenang dan meyakinkan
8. Damping pasien
(misalnya selama
prosedur) untuk
meningkatkan keamanan
dan mengurangi rasa takut

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

28
1. Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh
bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena
itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
2. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat
dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang
1:100 atau 600 kehamilan.
3. Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah : faktor ovum, imunoselektif dari trofoblast, keadaan
sosial ekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein, akibat infeksi
4. Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu : Mola
hidatidosa komplet dan Mola hidatidosa partial
5. Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan
kista-kista seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio.
Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola
adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai
berdiameter lebih dari 1 cm.
6. Pada tahap awal manifestasi klinis mola hidatidosa lengkap tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal. Kemudian, perdarahan vagina terjadi
dihampir 95% kasus. Cairan yang keluar dari vagina mungkin menjadi
coklat gelap (menyerupai jus prune) atau merah terang, baik sedikit atau
banyak. Ini dapat berlangsung hanya beberapa hari atau sebentar-sebentar
selama berminggu-minggu.
7. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital

29
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase
8. Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Pemeriksaan kadar beta hCG: pada
mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin, Uji Sonde :
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola
(cara Acosta Sison), Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang
janin (pada kehamilan 3-4 bulan)

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat
memahami bagaimana kehamilan mola hidatidosa pada ibu hamil dan untuk
para perawat diharapkan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan ibu
hamil pada kehamilan mola hidatidosa dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Perry Cashion Lowdermilk. 2013. Keperawatan Maternitas. Jakarta :


Salemba Medika

30
Judith, Wilson. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Nurarif, HardhiKusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction Jogja

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : FKUI

31

Anda mungkin juga menyukai