Anda di halaman 1dari 18

UPAYA MEMPERTAHANKAN ERGONOMIK PADA POSISI

BERBARING, DUDUK, BERDIRI DAN BERJALAN


SERTA
UPAYA MENCEGAH HAZARD PSIKOSOSIAL

Wahyuni Apriani Sianturi


wahyuniapriani@gmail.com

ABSTRAK
Ergonomik yaitu ilmu ayang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Ergonomik berasal dari kata Yunani ergon yang artinya kerja
dan nomos yang berarti aturan, secara keseluruhan ergonomik berarti aturan yang
berkaitan dengan kerja, sasaran penelitian ergonomik adalah manusia pada saat bekerja
dalam lingkungannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomik ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia dengan tujuan untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi, yaitu dengan cara menyesuaikan ukuran tempat
kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban betujuan agar sesuai dengankebutuhan tubuh manusia. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulakan bahwa pusat dari ergonomik adalah manusia.
Konsep ergonomik adalah berdasarkan kesadaran, keterbatasan kemampuan
dannkapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan
produktivitas, efisiensi dan kenyamanan dibutuhkan penyesuaian antara lingkungan kerja,
pekerjaan  dan manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut. Bahaya/hazard
psikososial dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek pada desain pekerjaan dan organisasi
pekerjaan, serta konteks sosial dan lingkungan yang memiliki potensi untuk
menyebabkan gangguan fisik maupun psikologi
Kata Kunci : Ergonomik dan Bahaya/hazard Psikososial

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, sehingga peralatan sudah menjadi
kebutuhan pokok pada lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan
salah satu penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk
berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu, akan terjadi dampak negatifnya bila kita kurang
waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin akan timbul. Hal ini tentunya dapat
di cegah dengan adanya antisipasi berbagai resiko. Antara lain kemungkinan terjadinya
penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan
akibat kerja yang dapat menyebkan kecacataan dan kematian. Antisipasi ini harus
dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan
lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.
Dalam dunia kerja terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan
yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja
merupakan subyek dan obyek pembangunan. Ergonomik yang bersasaran akhir efisiensi
dan keserasian kerja memiliki arti penting bagi tenaga kerja, baik sebagai subyek maupun
obyek.  Akan tetapi sering kali suatu tempat kerja mengesampingkan aspek ergonomik
bagi para pekerjanya, hal ini tentunya sangat merugikan para pekerja itu sendiri.
Pada umumnya ergonomik belum diterapkan secara merata pada sektor kegiatan
ekonomi. Gagasannya telah lama disebarluaskan sebagai unsur hygiene perusahaan dan
kesehatan kerja (hiperkes), tetapi sampai saat ini kegiatan-kegiatan baru sampai pada
taraf pengenalan oleh khususnya pada pihak yang bersangkutan, sedangkan penerapannya
baru pada tingkat perintisan. Fungsi pembinaan ergonomik secara teknis merupakan tugas
pemerintah. Pusat Bina Hiperkes dan Keselamatan Kerja memiliki fungsi pembinaan ini
melalui pembinaan keahlian dan pengembangan penerapannya. Namun begitu, sampai
saat ini pengembangan kegiatan-kegiatannya baru diselenggarakan dan masih menunggu
kesiapan masyarakat untuk menerima ergonomik dan penerapannya.
Keselamatan pasien adalah bebas dari cideran fisik dan psikologis yang menjamin
keselamatan pasien, melalui penetapan system operasional, meminilisasi terjadinya
kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam sistem perawatan kesehatan dan
meningkatkan pelayanan yang optimal (canadian nursing association, 2004)
International  council nurse (2002) mengatakan bahwa keselamtan pasien merupakan
hal mendasar dalam mutu pelayanan keperawatan. Peningkatan keselamatan pasien
meliputi tindakan nyata dalam rekrukmen, pelatihan dan retensi tenaga profesional,
pengembangan kinerja, menejemen resiko dan lingkungan yang aman,  pengendalian
infeksi , penggunaan obat-obatan yang aman, peralatan dan lingkungan perawatan yang
aman serta akumulasi pengetahuan ilmiah yang terintegrasi serta berfokus pada
kesekamatan pasien yang di sertai dengan dukungan infrastruktur terhadap
pengembangan yang ada.
Menurut international of medicine keselamatan pasien yang di definisikan sebagai
freedom from accidential injury di sebabkan karena erorr yang meliputi kegagalan suatu
perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Penulis
berpendapat keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang aman yang di lakukan oleh
setiap tenaga kesehatan yang di mulai dari asessment, identifikasi sampai dengan analisis
kejadian yang bertujuan untuk menngkatkan mutu pelayanan kesehatan. Tujuan
keselamatan pasien di rumah sakit menurut meliputi terciptanya budaya keselamatan
pasien di rumah sakit,meningkatnya akuntalitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat,menurunnya kejadian tidak di harapkan (KTD) di rumah sakit,dan
terlaksananya program-program pencengahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapakan.
Menurut institusi of medicine (IOM) (2008) tujuan keselamatan pasien ini
diantaranya pasien aman (terhindardari cedera),pelanayanan menjadi lebih efektif dengan
adanya bukti yang kuat terhadap terapi yang perlu atau tidak perlu diberikan ke
pasien,berfokus pada nilai dan kebutuhan pasien,pengurangan waktu tunggu pasien dalam
menerima pelayanan dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber yang ada. Penulis
berpendapat tujuan keselamatan pasien antara lain terciptanya budaya keselamatan
pasien,menurunnya kejadian yang tidak aman bagi pasien (menurunnya
KTD,KNC,kejadian sentinel).memberikan kepuasan bagi pasien maupun pihak internal
rumah sakit sendiri,dan mutu pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.tujuan keselamatan
pasien sebagai arah dalam mencapai visi kedepan yaitu terciptanya penerapan
keselamatan pasien.

B. METODE
Dalam karya ilmiah ini penulis menggunakan metode kepustakaan dengan cara
membaca berbagai sumber seperti buku, ebook, jurnal, karya ilmiah dan sumber lainnya
yang dapat dipercaya dikarenakan agar tetap pembaca tidak dipusingkan dengan artikel-
artikel yang kurang efektif dan belum dianalisis kebenarannya. Sumber-sumber yang
dibaca dan dicari oleh penulis berkaitan dengan materi permasalahan yang akan dibahas
oleh penulis sehingga sistematis yang dibahas selalu berhubungan dan dapat
mempermudah pemahaman pembaca.

C. HASIL
Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam
keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk
teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun
lintas sektor terkait dalam pembinaannya
Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performansi kerja
manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy, keselamatan kerja disamping
untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan
yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ergonomi diharapkan mampu memperbaiki
pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang
disebabkan kesalahan manusia (human errors). Manusia adalah manusia, bukannya
mesin. Mesin tidak seharusnya mengatur manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator/
pekerja) dengan tugas-tugas yang manusiawi.
Keselamatan pasien adalah bebas dari cideran fisik dan psikologis yang menjamin
keselamatan pasien, melalui penetapan system operasional, meminilisasi terjadinya
kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam sistem perawatan kesehatan dan
meningkatkan pelayanan yang optimal. Hazards adalah sesuatu yang berpotensi menjadi
penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja, dan atau aspek lainnya
dari lingkungan kerja. Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek
dari desain kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang
berhubungan dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat menyebabkan
gangguan pada psikologi dan fisik-fisiologi pekerja Bahaya  psikososial ini secara
langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap konflik fisik dan karyawan sehari-hari,
jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik maka
karyawan tersebut  akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami
gangguan serta keluhan penyakit serta menurunkan  produktivitas kerja keryawan.
Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-
upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi.
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti:
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi,
temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak
harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

D. PEMBAHASAN
Definisi Ergonomi
Ergonomik yaitu ilmu yang penerapanya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan
lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan
efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan factor manusia seoptimal-
optimalnya. Ergonomik adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang
antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik
untuk efisiensi dan kenyamanan kerja. Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah
cara kerja duduk di lantai dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi
lebih baik, mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan,
mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan lain-lain.
Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan produksi tidak pernah
terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan begitu, produksi dapat
mengimbangi perluasan dari pemasaran.
Ergonomik mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
manusia. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomik ialah penyesuaian tugas pekerjaan
dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress atau tekanan yang akan
dihadapi. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain menyesuaikan ukuran tempat kerja
dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembapan.
Hal ini bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada salah satu definisi
yang menyebutkan bahwa ergonomi bertujuan untuk “fitting the job to the worker”.
Ergonomik juga bertujuan  sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya
dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan
kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya.

Tujuan Ergonomi
Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang sederhana
dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi akan dapat
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan
system serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan sehat.
Adapun tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja
tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan
kepuasan kerja
2. Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak
sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan system
kebersamaan dalam tempat kerja.
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Ruang Lingkup Ergonomi
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:
1. Tehnik
2. Fisik
3. Pengalaman psikis
4. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian
5.  Sosiologi
6. Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot
7. Desain, dll

Manfaat Ergonomi
1. Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
2. Menurunnya kecelakaan kerja.
3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
4. Stress akibat kerja berkurang.
5. Produktivitas membaik.
6. Alur kerja bertambah baik.
7. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.
8. Kepuasan kerja meningkat

Sikap Berbaring
Posisi klien penting telentang (dorsal RACKBIKE — tergeletak di belakang), rawan
(berbaring pada perut), Sims' (semi-rawan-berbaring di samping [biasanya kiri] —
dengan atas lutut tertekuk), Fowler di (tergeletak di belakang, dengan kepala tinggi),
lutut-dada atau genupectoral (berbaring di lutut, dengan dada beristirahat di tempat tidur),
dorsal lithotomy (tergeletak di belakang, dengan kaki di sanggurdi), dan lateral (berbaring
di samping). Posisi telentang dapat dimodifikasi dengan menekuk lutut dan menempatkan
kaki datar di tempat tidur. Trendelenburg's (posisi kepala-down — berbaring dengan
kepala lebih rendah dari kaki)-digunakan untuk mengobati sengatan, dengan
mempromosikan aliran darah ke otak. Posisi ini juga digunakan untuk beberapa bagian
dari postural drainase, untuk membantu mengeringkan sekresi dari segmen paru-paru.
Posisi terbalik Trendelenburg dapat digunakan untuk meningkatkan tabung pakan dan
sebagai prosedur darurat untuk membantu menghentikan pendarahan di cedera kepala.
Dua lainnya, kurang posisi umum digunakan adalah posisi berdiri diubah (berdiri
sementara membungkuk ke depan), dan posisi yang digunakan untuk pungsi lumbal.

Sikap Duduk
Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat besar
dalam menjaga kestabilan tubuh. sebagian besar aktivitas sehari-hari dapat dilakukan
dalam posisi duduk, sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh saat duduk yang
benar untuk menjaga kesehatan tulang punggung 
Posisi Duduk Yang Benar :
1. Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu ke belakang. Paha menempel di
dudukan  
kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang kursi. Tulang punggung
memiliki bentuk yang sedikit melengkung ke depan pada bagian punggung,
sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga kelengkungan tulang
punggung tersebut.
2. Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang. Usahakan jangan sampai
membungkuk. Jika diperlukan, kursi dapat ditarik mendekati meja agar posisi
duduk tidak membungkuk.
3. Posisi lutut mempunyai peranan penting juga. Untuk itu tekuklah lutut hingga
sejajar dengan pinggul. Usahakan untuk tidak menyilangkan kaki.
4. Jika dudukan kursinya terlalu tinggi, penggunaan pengganjal kaki juga membantu
menyalurkan beban dari tungkai.
5. Jika ingin menulis tanpa meja, gunakanlah pijakan di bawah kaki namun posisi
kaki tetap sejajar dengan lantai. Akan tetapi hal ini sebaiknya tidak dilakukan
terlalu lama karena akan membuat tulang ekor menahan sebagian beban yang
berasal dari paha.
6. Usahakanlah istirahat setiap 2 jam sekali dengan cara berdiri, peregangan sesaat,
atau berjalan-jalan di sekitar ruangan untuk mengembalikan kesegaran tubuh agar
dapat tetap berkonsentrasi dalam belajar 
7. Tangan dibuat senyaman mungkin di atas meja, namun jangan lupa untuk
mengistirahatkan lengan dan siku. Jika diperlukan, dapat menggunakan sandaran
tangan untuk membantu mengurangi beban pada bahu dan leher anda agar tidak
mudah lelah.
8. Jika ingin mengambil sesuatu yang berada disamping atau di belakang, jangan
memuntir punggung. Putarlah keseluruhan tubuh sebagai satu kesatuan.  
Sikap Berdiri
Ketika mengangkat, berjalan, atau melakukan kegiatan tubuh, keselarasan tubuh yang
tepat penting untuk menjaga keseimbangan. Ketika tubuh seseorang di alignment yang
benar, Semua otot bekerja sama untuk gerakan paling aman dan paling efisien, tanpa
ketegangan otot. Peregangan tubuh setinggi mungkin menghasilkan keselarasan. Ini dapat
dicapai melalui tepat postur. Ketika berdiri, berat badan sedikit ke depan dan didukung di
bagian luar kaki. Sekali lagi, kepala tegak, punggung lurus, dan perut terselip in. (ingat
bahwa klien tempat tidur harus di sekitar posisi yang sama sebagai jika dia berdiri.

Sikap Berjalan
Berjalan kaki adalah salah satu latihan fisik benturan ringan yang bermanfaat bagi
kesehatan. Selain bisa memperbaiki suasana hati, berjalan kaki juga membantu mengatasi
depresi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat obesitas di negara-negara yang
penduduknya biasa berjalan kaki lebih rendah daripada negara-negara yang penduduknya
mengandalkan mobil sebagai sarana transportasi.
Cara berjalan yang baik adalah:
1. Biasakan berjalan dengan tubuh yang tegak. Walaupun setiap orang memiliki cara
berjalan yang unik, ada sikap tertentu yang banyak orang lakukan saat berjalan,
terutama dalam hal postur tubuh. Biasakan berjalan dengan punggung tegak dan
mengangkat dagu agar sejajar dengan lantai. Dengan menjaga postur ini selama
berjalan, Anda bisa bernapas lebih leluasa sebab tulang punggung Anda tetap
lurus sehingga tidak menekan diafragma. Jangan berjalan sambil menunduk atau
membungkuk sebab postur tubuh yang buruk lambat laun membuat punggung
terasa nyeri, leher kaku, dan bahkan muncul keluhan lain yang lebih serius
2. Gunakan otot betis, paha belakang, dan kuadrisep agar Anda bisa berjalan dengan
baik. Gerakan berjalan yang efektif melibatkan hampir semua otot tungkai, bukan
hanya satu. Visualisasikan bahwa saat ini Anda sedang berjalan. Langkahkan kaki
kanan ke depan dengan meletakkan tumit di lantai lalu gunakan otot paha
belakang dan kuadrisep kaki kiri untuk menggerakkan tubuh ke depan sampai
Anda bisa memindahkan tumit kiri ke depan. Biasakan melangkah dengan
gerakan menggulung telapak kaki, yaitu mengangkat telapak kaki dimulai dari
tumit sampai ke jari-jari kaki dengan arah lurus ke depan. Cara ini akan
mengaktifkan otot betis sehingga telapak kaki membentuk sudut yang tepat saat
terangkat dari lantai setiap kali Anda melangkah.
3. Tariklah kedua bahu sedikit ke belakang, tetapi biarkan tetap rileks. Saat berjalan,
Anda akan lebih banyak mengandalkan otot kaki dan otot perut. Walau demikian,
Anda harus tetap memperhatikan postur tubuh atas. Menarik bahu sedikit ke
belakang dalam kondisi rileks akan banyak manfaatnya. Postur ini menjaga tubuh
Anda agar tetap kuat dan stabil saat Anda meluruskan punggung dari leher sampai
pinggul. Melakukan postur ini sambil menegakkan punggung dan mengangkat
dagu akan mencegah ketegangan di punggung dan menghindari terjadinya cedera.
Selain itu, cara ini membantu Anda membentuk kebiasaan berjalan yang baik
sehingga tubuh Anda tidak bungkuk yang cenderung menimbulkan nyeri dan
ketegangan bahu. Terakhir, dengan menarik bahu sedikit ke belakang, penampilan
Anda akan lebih baik karena postur ini menunjukkan kepercayaan diri dan
kekuatan. Walaupun terkesan sepele, hal ini sangatlah penting
4. Ayunkan lengan selama Anda berjalan. Mengayunkan lengan adalah hal biasa
bagi banyak orang. Biarkan kedua lengan tergantung ke bawah secara alami. Saat
mulai berjalan, lengan Anda akan berayun sedikit. Semakin cepat Anda berjalan,
semakin lebar ayunannya. Mengayunkan lengan adalah sesuatu yang alami ketika
Anda berjalan. Penelitian membuktikan bahwa cara ini bisa meningkatkan
efisiensi dari setiap langkah Anda. Berjalan sambil mengayunkan lengan
membantu Anda melangkah lebih lebar dengan energi metabolik yang sama
besarnya seperti jika Anda tidak mengayunkan lengan.[3] Jadi, jangan takut
mengayunkan lengan saat berjalan. Jangan khawatir, Anda tidak akan terlihat
seperti pendekar. Jika cuaca tidak terlalu dingin, jangan masukkan tangan ke
dalam saku agar Anda bisa mengayunkan lengan. Dengan demikian, Anda akan
memperoleh manfaatnya, yaitu berjalan lebih cepat dan lebih jauh.

Cara Mengangkat beban


1. Pemanasan : Sama halnya seperti olahraga yang mengharuskan pelakunya untuk
pemanasan supaya terhindar dari cedera. Kemudian, jaga bagian kaki dalam posisi
lebar atau terbuka. Tujuannya agar dapat menopang tubuh Anda saat mulai
mengangkat barang. Posisi kaki harus kuat, sama halnya seperti posisi kuda-kuda
dalam olahraga karate.
2. Jongkokan badan ke bawah, pastikan Anda membengkokan bagian pinggul dan
lutut. Lipat satu kaki di depan dan lipat satu kaki lainnya di lantai, posisi
ini biasa disebut half kneeling. Kondisikan posisi badan Anda agar selalu tegak
karena dapat meluruskan tulang belakang. Angkat barang secara perlahan sambil
meluruskan lutut dan pinggul Anda. Ketika mengangkat barang hindari gerakan
memutar.
3. Angkat barang agar tetap dekat dengan bagian perut. Ketika mengganti arah, putar
bagian pinggul terlebih dahulu kemudian bahu. Saat menurunkan badan
jongkokan badan secara perlahan diikuti dengan bengkokan lutut dan pinggul.
4. Jangan gunakan pinggang Anda untuk mengangkat dan menurunkan barang.
Sebagian besar cedera dikarenakan melakukan posisi membungkuk ketika
mengambil barang. Posisi membungkuk dapat memberikan tekanan pada
pinggang bagian bawah.
Definisi Hazard
Suardi R. (2005) menyatakan bahwa hazards adalah sesuatu yang berpotensi
menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja, dan atau
aspek lainnya dari
lingkungan kerja. Menurut A.M. Sugeng Budiono, dalam artikelnya “hazards” yang
sering disebut potensi bahaya merupakan sumber resiko yang potensial
mengakibatkan kerugian baik material, lingkungan maupun manusia.Safety Engineer
Career Engineer Career Workshop (2003) mendefinisikan Hazard sebagai kondisi
fisik yang berpotensi menyebabkan kerugian/kecelakaan bagi manusia atau
lingkungan. Ketika hazard timbul, maka peluang terjadinya efek-efek yang buruk
tersebut akan muncul.

Bahaya Psikososial
Banyak peneliti yang mengobservasi bahwa kondisi kerja tidak hanya
menimbulkan penyakit akibat kerja tetapi juga memegang peranan penting dalam hal
kesehatan pekerja. Aspek psikologi dari pekerjaan telah menjadi subjek penelitian
sejak 1950 (Jonhson, 1996; sauter at al., 1998). Awalnya psikologi hanya ditujukan
pada hambatan pekerja untuk beradaptasi terhadap aturan kerja daripada terhadap
potensi bahaya dari karakteristik lingkungan kerja yang mungkin dirasakan pekerja
(Gardell, 1982). Tetapi dengan penelitian tentang  lingkungan kerja psikososial dan
psikologi kerja pada tahun 1960 ( Johnson & Hall, 1996 ) fokus pembahasan telah
beralih dari perspektif individu ke arah pengaruh dari aspek lingkungan kerja
terhadap kesehatan.
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari desain
kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang berhubungan
dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan pada
psikologi dan fisik-fisiologi pekerja ( Cox & Griffiths, 2002 ) dalam Research on
Work-Related Stress 2002. Bahaya psikososial dapat disimpulkan menjadi beberapa
aspek berdasarkan kategori karakteristik kerja, organisasi dan lingkungan kerja
dimana dapat menyebabkan bahaya ( hazardous ). Hal ini menunjukkan bahwa
karakteristik kerja dapat digunakan untuk menggambarkan bahaya kaitannya dengan
hubungan kerja ( context to work ) atau isi dari pekerjaan ( content of work ). Kondisi
yang tak pasti dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress dan berbahaya bagi
kesehatan. Banyak dari berbagai kejadian penyakit berhubungan dengan psikologi
kesehatan dan berisiko terkena penyakit jantung.
Bila seseorang sedang mempunyai masalah dalam keluarganya, kemudian ketika
dia sedang bekerja, dia selalu memikirkan masalah tersebut dan tidak fokus, sehingga
ada kemungkinan dia akan mendapatkan kecelakaan atau kejadian yang tidak
diinginkan.
Bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya  yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi  aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan  yang kurang baik atau kurang
mendapatkan  perhatian  seperti :
1. Penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai  dengan bakat, minat, kepribadian,
motivasi, temperamen atau pendidikannya. Sistem seleksi dan klasifikasi tenaga
kerja yang tidak sesuai.
2. Kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh.
3. Hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi
kerja.
4. Pentingnya mempelajari Bahaya Psychosocial dan Stress Kerja adalah agar
produktivitas kerja dapat tetap terjaga

Kategori Hazard Psikososial


Kategori kondisi yang menggambarkan bahaya Context to work fungsi dan budaya
organisasi komunikasi yang buruk, rendahnya dukungan untuk pemecahan masalah dan
pengembangan pribadi, kurangnya pemahaman terhadap tujuan organisasi peran dalam
organisasi ambiguitas dan konflik peran, tanggung jawab terhadap orang lain
pengembangan karir ketidakpastian dan stagnasi karir, underpromotion atau
overpromotion, insentif yang buruk, rendahnya nilai sosial terhadap pekerjaan latitude
keputusan/pengendalian partisipasi yang rendah pada pembuatan keputusan, kurangnya
pengendalian terhadap pekerjaan (pengendalian, khususnya pada bentuk partisipasi,
termasuk juga konteks dan wider organizational issue) hubungan interpersonal pada
pekerjaan isolasi sosial atau fisik, buruknya hubungan dengan atasan, konflik
interpersonal, kurangnya dukungan sosial home-work interfaceKonflik demand of work
and home, dukungan rendah dari rumah, masalah dualisme karir lingkungan kerja dan
perlengkapan kerja masalah yang berkaitan dengan reliabilitas, ketersediaan, kesesuaian,
serta pemeliharaan atau perbaikan terhadap peralatan dan fasilitas desain tugas
kurangnya keragaman dari siklus singkat kerja, fragmented atau meaningless work,
underuse of skills, tingginya ketidakpastian beban kerja/workpace beban kerja lebih atau
kurang, kurangnya pengendalian terhadap over pacing, tingginya tingkat tekanan waktu
jadwal kerja waktu gilir kerja, jadwal pekerjaan yang tidak fleksibel, waktu kerja yang
tidak dapat diprediksi, waktu yang panjang atau unsocial
Bahaya  psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap konflik
fisik dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban
bahaya ini dengan baik maka karyawan tersebut  akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh,
stress dan akan mengalami gangguan serta keluhan penyakit serta menurunkan
produktivitas kerja keryawan.
Gejala Stress :
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancer
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
8. Pengelolaan stress dapat dilakukan melalui
9. Pendekatan individu dan organisasi.
Gangguan emosional yang timbul :
1. Cemas
2. Gelisah
3. Gangguan kepribadian
4. Penyimpangan seksual
5. Ketagihan alkohol dan psikotropika, Faktor risiko psikologis dalam kecelakaan
adalah potensi pikiran, perasaan, dan perilaku yang mungkin terjadi sebagai
akibat dari peristiwa stress

Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja


Merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat
dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan
penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja
dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
1. faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja
yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri
2. faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir
3. faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.

Potensi bahaya Psiko-sosial


Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti:
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi,
temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak
harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan
menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Faktor psikososial utama yang berperan adalah stress, dimana stressor kerja dapat
berupa hubungan antar pekerja maupun beban kerja (secara kuantitatif atau kualitatif).
Hasil studi di Jepang menunjukkan bahwa: Kelelahan fisik akibat kerja sebesar 70 – 74%
Kelelahan mental akibat kerja sebesar 73 – 75% (lebih tinggi)
Penderita jantung koroner memiliki waktu kerja lebih dari 60 jam per minggu (tinggi)
Di Indonesia, stress akibat kerja juga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan,
seperti jantung koroner, gangguan mental emosional, gangguan haid, gangguan tidur,
abortus, dsb.
    Seorang manusia pada hakikatnya akan selalu menerima rangsangan (baik fisik, kimia,
biologis, maupun psikis) dan menimbulkan reaksi atas hal tersebut. Pengalaman ini akan
direkam dalam memori, kemudian nantinya akan menentukan reaksi seseorang dalam
menghadapi masalah serupa atau lainnya. Tentunya, pengalaman yang berbeda akan
membuat orang bereaksi secara berbeda pula. Bentuk reaksi ini dapat timbul dalam 2
pilihan: distress atau stress.
     Stress merupakan suatu sindrom berupa respon non-spesifik dari organisme terhadap
rangsangan dari luar dirinya. Sementara itu, stress kerja merupakan reaksi terhadap suatu
stressor (pemicu/sumber stress) yang ada di tempat kerja, umumnya merupakan hasil
akumulasi.
Yang dapat menjadi sumber stress di pekerjaan antara lain:
1. Lama waktu bekerja (sekian tahun), posisi (jabatan), tugas, kewajiban, tanggung
jawab sebagai pengawas, dsb.
2. Faktor intrinsik dalam pekerjaan: kesesuaian lingkungan/orang dan kepuasan
kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, kerja overload atau underload, bahaya fisik,
harga diri terkait pekerjaan.
3. Peranan dalam organisasi: ambiguitas peran, konflik peran, tanggung jawab
orang-orang, batas-batas organisasionalPerkembangan karir: dipromosikan/tidak,
kurangnya keamanan kerja, ambiguitas pekerjaan di masa yang akan datang,
status congruency, kepuasan terhadap bayaran Hubungan / dukungan sosial:
dengan kolega, supervisor, bawahan
Struktur dan iklim organisasional: politik, konsultasi/komunikasi, partisipasi
dalam membuat keputusan, dsd.

E. PENUTUP
Kesimpulan
Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu
dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk
teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun
lintas sektor terkait dalam pembinaannya.
Keselamatan pasien adalah bebas dari cideran fisik dan psikologis yang menjamin
keselamatan pasien, melalui penetapan system operasional, meminilisasi terjadinya
kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam sistem perawatan kesehatan dan
meningkatkan pelayanan yang optimal (canadian nursing association, 2004). Suardi R.
(2005) menyatakan bahwa hazards adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab
kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja, dan atau aspek lainnya dari
lingkungan kerja.
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari desain
kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang berhubungan
dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan pada
psikologi dan fisik-fisiologi pekerja ( Cox & Griffiths, 2002 ) dalam Research on Work-
Related Stress 2002. Bahaya  psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh
terhadap konflik fisik dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak dapat
mengatasi beban bahaya ini dengan baik maka karyawan tersebut  akan jatuh dalam
kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami gangguan serta keluhan penyakit serta
menurunkan  produktivitas kerja keryawan.
Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-
upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi.
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti:
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi,
temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak
harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, dkk. (2013). Usulan Perbaikan Sistem Kerja dengan Pendekatan 10
Physical Ergonomics Principles di Bengkel Sepatu Cibaduyut. Jurnal
Online Institute Teknologi Nasional. Vol.1,No.2.
As’ad, dkk. (2016). Perbaikan Sistem Kerja Pada Industri Rumah Tangga Sepatu
Di Cibaduyut Bandung Untuk Meminimasi Beban Kerja Mental.
Bandung : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Vol. 4,
No.2:311-317.
Cornell (2016). Workplace Ergonomics Risk Assesment (WERA). Diakses pada
16 Februari 2017 dari http://ergo.human.cornell.edu/ahWERA.html.
Data Antropometri. Diakses pada tanggal 12 April 2017 dari
antropometriindonesia.org/index.php/detail/artikel/4/10/data_antropometri.
Fathi, A., & Simamora, R. H. (2019, March). Investigating nurses’ coping
strategies in their workplace as an indicator of quality of nurses’ life in Indonesia: a
preliminary study. In IOP conference series: Earth and Environmental
science (Vol. 248, No. 1, p. 012031). IOP Publishing.
Harahap, A.R. (2015). Usulan Perbaikan Sistem Kerja Menggunakan Pendekatan
10 Physical Ergonomics Principles Pada Industri Pembuatan Saka Tebu
Di Nagari Bukit Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Padang :
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas.
Hasibuan, M. dkk. (2014). Analisis keluhan rasa sakit pekerja dengan
menggunakan metode reba di stasiun penjemuran. Jurnal Teknik Industri
FT USU. Vol.5, No.1 ; 26-30

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2016). Industri Mebel Diyakini


Tumbuh 10% Tahun Ini. Diakses pada 26 Januari 2017 dari http://
agro.kemenperin.go.id.
Mahardika, T. dan Pujotomo, D. (2014). Perancangan Fasitilas Kerja Untuk
Mengurangi Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Dengan Metode
Rappid Entire Body Assesment Pada Pekerja Pembuatan Paving Dan
Batako Pada Ukm Usaha Baru. Semarang: Program Studi Teknik Industri
Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal TI Undip. Vol.9, No 2 ; 109-
116.
Menperin (2017). Perkembangan Industri Furniture di Indonesia Terus
Meningkat. Diakses pada 26 Januari 2017 dari http://
thepresidentpostindonesia.com.
Nofirza dan Syahputra, D.(2012). Perancangan Alat Pemotong Nenas Yang
Ergonomis Untuk Meningkatkan Produktivitas. Pekanbaru : Jurnal Ilmiah
Teknik Industri. Vol. 11, No.1 : 41-50.
Nurhasanah, E dan Mauluddin,Y. (2016). Perancangan Fasilitas Kerja Yang
Ergonomis Dengan Pendekatan Rapid Entire Body Assessment Pada
Pekerja Home Industry Pembuatan Tempe. Jurnal Kalibrasi Sekolah
Tinggi Teknologi Garut. Vol.14, No.1 ; 94-100
Santoso, G. (2013). Ergonomi Terapan. Jakarta : Prestasi Pustakakarya
Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety
Programs Through Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-
556.
Susanti, dkk. (2015). Pengantar Ergonomi Industri. Padang : Andalas University
Tarwaka (2015). Ergonomi Industri. Surakarta : Harapan Press

Tumanggor, M.M. dkk (2013). Perancangan Fasilitas Kerja Dengan


Menggunakan Qfd (Quality Function Deployment) Dengan
Memperhatikan Prinsip Ergonomi Di Pt.Xyz. Medan: Jurnal Teknik
Industri FT USU. Vol 8, No. 1 ; 38-43.
Wignjoesoebroto, S. (2000). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis
Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Bandung : ITB
Yanata, A. (2016). Perbaikan Sistem Kerja Pada Stasiun Pengerokan Rotan
Manau. Padang : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Andalas.

Anda mungkin juga menyukai