Oleh
SGD 3 :
1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, ergonomi
sangat perlu dipahami oleh perawat. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ergonomi secara
umum dan bagaimana menurut saudara pengertian ergonomi dalam keperawatan jiwa.
2. Dalam melakukan tugasnya sehari-hari sebagai seorang perawat, perawat sering dihadapkan
dengan keamanan, keselamatan dan kenyamanan kerja. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
hal tersebut? Berikan contohnya dalam keperawatan jiwa.
3. Dalam penerapan ergonomi dilingkungan kerja, terdapat delapan aspek ergonomi yang perlu
diperhatikan. Jelaskana delapan aspek tersebut dan berikan contoh implementasinya dalam
praktek keperawatan jiwa.
4. Ergonomi akan sangat berkaitan dengan keluhan/gangguan fisik dan psikologis yang
diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara tugas, lingkungan kerja dan kemampuan fisik dalam
melakukan perawatan pasien jiwa. Sebutkan dan jelaskan gangguan fisik dan psikologis yang
bisa dihadapi perawat serta factor resiko yanag mungkin menyebabkan hal tersebut.
5. Carilah minimal 3 gambar dan 1 video tentang cara kerja (posisi, sikap, waktu) perawat
dalam melaksanakan perawatan pasien jiwa, kemudian identifikasi faktor resiko yang
menyebabkan gangguan kenyaman, keamanan dan keselamatan perawat sehingga berpotensi
menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis perawat.
PROJECT LEARNING
Apa yang dimaksud dengan beban kerja dan bagaimana cara mengukur beban kerja
tersebut
Untuk mengevaluasi sikap kerja perawat, instrument yang dapat digunakan antara lain :
REBA (rapid entire body assessment), RULA (Rapid Uper Limb Assessment) dan OWAS
(Ovako Working analyze Sistem). Jelaskan tools tersebut dan bagaimana interpretasi
hasilnya
Project leraning ini dikerjakan di luar jam SGD dan bisa digunakan untuk membantu
menganasilis leaning tasks no 5.
Project learning ini disampaikan saat pleno
1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa,
ergonomi sangat perlu dipahami oleh perawat. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
ergonomi secara umum dan bagaimana menurut saudara pengertian ergonomi dalam
keperawatan jiwa.
Ergonomis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon artinya
kerja dan Nomos artinya hukum, jadi secara garis besar ergonomi adalah studi tentang
manusia untuk menciptakan sistem kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman. Secara
umum Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya
produktivitas yang setinggi-tingginya. Ergonomi juga dapat diartikan sebagai ilmu
tentang kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, serta kriteria lainnya yang berkaitan
dengan perancangan. Rancangan ergonomi adalah perancangan peralatan kerja,
perlengkapan, mesin-mesin, pekerjaaan, tugas, tempat kerja duduk, organisasi, dan
lingkungan berdasarkan informasi karakteristik tubuh manusia untuk produktivitas,
keselamatan, kenyamanan dan efektivitas fungsi tubuh manusia (Fanina, 2016).
Menurut kelompok kami, ergonomi dalam keperawatan jiwa merupakan salah
satu tindakan untuk menciptakan sistem kerja yang sehat. Dimana penyesuaian peralatan
dan tempat kerja dengan dimensi tubuh manusia, agar manusia yang sebagai pelaksana
tidak mengalami cepat lelah, dapat mengatur suhu ruangan kerja dan mengatur
pencahayaan sesuai kebutuhan kondisi dan kebutuhan manusia. Perawat dalam
melaksanakan tugasnya dapat bekerja dengan baik yaitu dengan cara mengurangi gerakan
yang tidak perlu seperti gerakan membungkuk, menjongkok terlalu lama, mengangkut
peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja. Apabila perawat tidak melaksanakan
tugasnya tidak dengan tindakan ergonomis, sewaktu-waktu pasti akan terjadi kecelakaan
kerja dan menyebabkan kerugian pada semua pihak.
3. Dalam penerapan ergonomi dilingkungan kerja, terdapat delapan aspek ergonomi yang
perlu diperhatikan. Jelaskana delapan aspek tersebut dan berikan contoh
implementasinya dalam praktek keperawatan jiwa.
Aspek Ergonomi dan Implementasi dalam keperawatan jiwa terdiri dari sebagai berikut :
a. Nutrisi dan kalori
Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan kepada masyarakat pekerja dengan
tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisiensi dan produktivitas kerja yang
setinggi-tingginya. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari pemenuhan gizi kerja
adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan tubuh serta
menyeimbangkan kebutuhan gizi dan kalori terhadap tuntutan tugas pekerja. Manusia
memerlukan zat gizi yang bersumber dari makanan. Bahan makanan yang diperlukan
tubuh mengandung unsur utama seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Fungsi dari zat-zat gizi tersebut adalah sebagai sumber tenaga atau kalori
(karbohidrat, lemak dan protein), membangun dan memelihara jaringan tubuh
(protein, air dan mineral) dan mengatur proses tubuh (vitamin dan mineral). Secara
khusus, gizi kerja adalah zat makanan yang bersumber dari bahan makanan yang
diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis
pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan yaitu nutrisi dan kalori perawat harus diperhatikan
terlebih pekerjaan perawat yang cukup berat terutama dalam menangangi pasien jiwa
yang mengamuk dan gelisah. Hal tersebut tentu akan menguran energi perawat itu
sendiri.
b. Postur kerja
Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alamai tubuh manusia akan berdampak
buruk bagi kesehatan setiap pekerja, karena akan menimbulkan kelelahan dan cidera
otot-otot. Dalam sikap yang tidak alamiah banyak terjadi gerakan otot-otot yang tidak
semestinya, hal tersebut yang mengakibatkan cidera pada otot (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan dengan menggunakan sikap kerja yang tepat ketika
perawat melakukan tindakan-tindakan yang cukup berisiko seperti mengangkat pasien,
memindahkan pasien serta tindakan restrain saat pasien amuk atau gaduh gelisah.
c. Penggunaan energi otot
Konstraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat
dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan
tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 - 20% dari kekuatan otot
maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran darah ke
otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan
timbulnya rasa nyeri otot (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan sama seperti dengan postur kerja, penggunaan
energi otot saat tindakan mengangkat atau memindahkan pasien serta saat restrain
pasien. Jika penggunaan energi otot berlebihan akan menyebabkan cidera otot.
Perawat harus mengetahui kemampuan ototnya serta menyelingi dengan istirahat.
d. Kondisi lingkungan
Lingkungan kerja yang tidak kondusif untuk bekerja mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan seseorang yang sedang di laksanakan. Aspek lingkungan kerja sangat
mempengaruhi prestasi pekerjaan para pekerja. Lingkungan kerja meliputi (Tawaka
et.all, 2009) :
· Kondisi kerja
· Waktu kerja
· Lingkungan sosial
Implementasi dalam keperawatan berupa membuat lingkungan kerja perawat nyaman
dan bersih akan mengurangi stress perawat sehingga kinerja perawat tetap baik.
e. Kondisi waktu
Lama jam kerja per hari atau per minggu penting untuk dikaji untuk mencegah
adanya kelelahan berlebihan. Kerja dikatakan efisien apabila waktu penyelesaian
berlangsung singkat. Untuk menghitung waktu (standar time) penyelesaian pekerjaan
maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik pengukuruan kerja. Pengukuran
kerja adalah suatu metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia
dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Waktu baku diperlukan terutama
untuk perencanaan kebutuhan tertentu tenaga kerja (man power planning), estimasi
biaya untuk upah karyawan, penjadwalan produksi dan penganggaran, perencanaan
sistem, pemberian bonus (insentif) bagi karyawan yang berprestasi, indikasi keluaran
yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan jiwa sama dengan keperawatan lainnya yakni
perawat bekerja dalam 3 shift dalam 1 shift bekerja selama 8 jam. Jika perawat
bekerja lebih lama, diharapkan ada pemberian bonus mengingat waktu kerja yang
lebih lama memerlukan tenaga yang lebih pula serta waktu istirahat perawat akan
berkurang.
f. Kondisi sosial
Termasuk di dalamnya bagaimana pekerja diorganisir dalam melaksanakan tugas-
tugasnya, interaksi sosial sesama pekerja, khususnya menghadapi teknologi baru. Di
samping itu pekerjaan yang dilaksanakan bila tidak sesuai dengan kemampuan dan
kapasitasnya akan menimbulkan stress psikologis dan problema kesehatan.
Karenanya kondisi sosial ini banyak seharusnya dimanfaatkan oleh pimpinan tempat
kerja untuk membina dan membangkitkan motivasi kerja, seperti sistem penghargaan
bagi yang berhasil dan hukuman bagi yang salah dan lalai bekerja (Tawaka et.all,
2009).
Implementasi dalam keperawatan berupa interaksi antara perawat dengan petugas
kesehatan lain yang berada di rumah sakit jiwa yang dapat menjadi rekan kerja yang
baik bukan menjadi beban psikologis ataupun penyebab stres. Diharapkan pemimpin
perawat dapat memotivasi perawat dalam pekerjaan serta pemberian penghargaan
kepada perawat.
g. Kondisi informasi
Human eror adalah dampak dari batas ketelitian yang tidak dapat diatasi oleh standar
kemampuan manusia, misalnya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh factor pekerja
(manusia) karna kesalahan atau kelalaian pekerja itu sendiri. Semua itu tidak bias
diatasi oleh standar kemampuan manusia (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan berupa informasi yang cukup bagi perawat agar
terhindar dari Human eror yang akan berdampak pada kinerja perawat. Meningkatkan
kemampuan pengetahuan perawat akan meningkatkan pula kinerja perawat. terlebih
perawat dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa yang berbeda dengan merawat
pasien biasa. Perawat dituntut memiliki pengetahuan lebih mengenai keperawatan
jiwa itu sendiri.
h. Interaksi manusia dengan mesin kerja
Interaksi manusia dengan mesin adalah keserasian manusia dengan mesin atau
peralatan kerja yang digunakan. Ketidak serasian antara pekerja dengan mesin atau
peralatan kerja yang digunakannya akan berdapak pada kesehatan tubuh sipekerja itu
sendiri (Tawaka et.all, 2009).
Implementasi dalam keperawatan berupa kondisi perawat yang menggunakan
komputer dalam melakukan beberapa kegiatan seperti menginput data pasien
diharapkan mengetahui aturan-aturan yang tepat dalam penggunaan alat tersebut yang
akan menimbulkan masalah kesehatan jika dilakukan dengan tidak benar. Serta dalam
keperawatan jiwa, penggunaan alat seperti ECT harus diperhatikan apakah dapat
menimbulkan bahaya bagi perawat serta pengetahuan perawat dituntut agar dapat
menggunakan alat dengan baik dan benar.
4. Ergonomi akan sangat berkaitan dengan keluhan/gangguan fisik dan psikologis yang
diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara tugas, lingkungan kerja dan kemampuan fisik
dalam melakukan perawatan pasien jiwa. Sebutkan dan jelaskan gangguan fisik dan
psikologis yang bisa dihadapi perawat serta factor resiko yanag mungkin menyebabkan
hal tersebut.
a. Gangguan fisik dan psikologis (Fanina, 2016) :
Cidera
Peregangan berlebih dapat disebabkan oleh mengangkat beban dengan cara yang
salah dan juga akibat bendorong maupun menarik pasien dengan posisi yang salah
sehingga dapat menimbukan cedera
Nyeri pinggang
Nyeri pinggang dapat disebabkan saat melakukan tindakan pada pasien perawat
melakukannya dengan posisi yang salah seperti membungkuk, mengangkat lengan
terlalu lama sehingga memungkinkan timbulnya nyeri pada otot maupun nyeri
tulang belakang.
Kesulitan bergerak
Akibat cedera ataupun masalah lain yang tidak diatasi dengan baik maka dapat
menimbulkan keluhan dan gejala yang berkepanjangan yang lama kelamaan
menyebabkan kesulitan bergerak.
Cemas dan Penurunan produktifitas
Akibat kondisi yang dialami akibat kesalahan dalam posisi kerja secara
berkepanjangan dapat membuat petugas kesehatan merasa cemas kondisinya
dapat menggagu dalam melakukan pekerjaan sehingga diperluka edukasi dalam
melakukan posisi yang benar saat bekerja.
b. Faktor risiko (Fanina, 2016) :
Sikap kerja membungkuk
Posisi yang salah ketika memindahkan pasien
Terpeluntir (miring kanan dan kiri)
Sikat statis yang terlalu lama
Gerakan menjangkau yang berlebihan sikap kerja dengan menggangkat lengan
yang sering
5. Carilah minimal 3 gambar dan 1 video tentang cara kerja (posisi, sikap, waktu) perawat
dalam melaksanakan perawatan pasien jiwa, kemudian identifikasi factor resiko yang
menyebabkan gangguan kenyaman, keamanan dan keselamatan perawat sehingga
berpotensi menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis perawat.
Judul Video :
“Strategi Pelaksanaan Keperawatan Jiwa Dengan Halusinasi Penglihatan Posisi”
a. Analisis Posisi, Sikap, dan Waktu
Analisis Posisi :
Menyesuaikan dengan pasien saat melakukan percakapan dan intervensi
Pada video perawat jongkok pada waktu melakukan intervensi
Analisis Sikap :
Perawat pertama kali bertemu pasien melakukan Bina Hubungan Saling
Percaya seperti memperkenalkan diri dan memberitahukan tujuan perawat
datang kepada pasein
Perawat mengidentifikasi masalah halusinasi apa yang dialami oleh pasien
Memberikan intervensi kepada pasein untuk menghilangkan halusinasi
Analisis Waktu :
Pada saat pasien dalam keadaan tenang
b. Analisis Faktor Resiko :
Perawat dalam melakukan intervnsi pada pasien membungkuk terlalu lama
yang dapat mengakibatkan kelelahan dan strain otot punggung yang seharusnya
perawat duduk sejajar dengan pasien
Pasien dengan halusinasi penglihatan bisa saja mengarahkan benda-benda yang
berbahaya kepada perawat untuk melindungi dirinya dari halusinasi apa yang
dilihat oleh pasien
Saat perawat mengangkat pasien bisa saja terjadi cidera jika perawat tidak
melakukan gerakan dengan tepat dan jika dilakukan dengan jumlah orang yang
kurang
Perawat juga bisa salah dalam memberikan obat pada pasien karena pasien
tidak meminum dan menyembunyikan obat yang diberikan
c. Posisi yang Seharusnya :
Perawat seharusnya melakukan intervensi menyesuaikan sesuai dengan kondisi saat
itu seperti duduk dengan kursi saat melakukan intervensi untuk mendukung posisi
ergonomis sehingga dapat menghidari cedera dan bisa melakukan komunikasi
terapeutik dalam waktu yang lama dengan melakukan intervensi dalam posisi duduk
dengan kursi dan juga keefektifan dalam melakukan intervensi yang meungkinkan
dalam prosedur panjang dan waktu yang tidak singkat.
Gambar 1 :
TABLE B
1. Posisi lengan atas perawat berada pada sudut 450 – 900 sehingga berada pada
skor 4 dan +1 karena lengan berada pada posisi abduksi sehingga total skor
menjadi 5
2. Posisi lengan bawah perawat sedikit tertetuk sehingga berada pada skor 1
3. Posisi pergelangan tangan perawat berada pada skor 2
4. Postur pada total tabel B berada pada skor 8
5. Tambahkan nilai coupling. Dalam kasus ini, perawat tidak berpegangan pada
apapun sehingga posisi perawat tidak aman berada pada skor 3
6. Jumlah total postur pada tabel B dan nilai coupling adalah 11
7. Jadi skor pada tabel C berada pada skor 9
NILAI AKTIVITAS
1. Untuk nilai aktivitas berdasarkan gambit tindakan menyebabkan adanya
perubahan rentang besar yang cepat pada postur tubuh perawat saat
melakukan restrain pada pasien dengan ganguan jiwa sehingga skor berada
pada nilai 2
Maka dapat disimpulkan nilai REBA posisi perawat berdasarkan gambar adalah
Total Skor Tabel C + Nilai Aktivitas = 9 + 2 = 11
Skor 11 menunjukkan risiko tinggi sehingga diberikan adanya perubahan metode
kerja lebih lanjut untuk mengurangi atau menghilangkan risiko.
b. Posisi yang Seharusnya
Berdasarkan gambar posisi dari perawat saat melakukan tindakan pada pasien
terlalu membungkuk sehingga sangat beresiko menyebabkan keluhan nyeri
punggung. Terapat beberapa posisi yang seharusnya dilakukan perawat sesuai
gambar adalah menurut Barbara (2013) terdapat 10 aturan dasar yang dapat
diterapkan dalam melakukan proses keperawatan sehingga membantu otot untuk
mengurangi keluhan muskuloskeletal yaitu :
1. Selama melakukan tindakan pada pasien pertahankan punggung tetap lurus.
2. Kaki direntangkan agar dapat menjadi landasan penunjang yang baik
terutama saat merestrain pasien dengan gangguan jiwa yang beresiko
melawan perawat.
3. Membungkuk dari pinggul dan lutut agar lebih dekat ke objek. Jangan
membungkuk dari pinggang. Perawat dapat menaikkan bed pasien agar
posisi kerja tegak dengan sumbu tubuh dan lebih dekat dengan objek.
4. Gunakan berat badan untuk membantu mendorong atau menarik objek.
5. Gunakan otot terkuat untuk melakukan pekerjaan.
6. Pegang dan tahan objek yang berat dekat dengan tubuh.
7. Dorong atau tariklah objek daripada mengangkatnya.
8. Selalu meminta bantuan bila pasien atau benda terlalu berat untuk
digerakkan sendiri. Perawat dapat meminta bantuan 5 – 6 perawat lain untuk
membantu dalam proses restrain.
9. Serempakkan gerakan. Siapkan pasien dan anggota staf yang lain dengan
memberitahukan bila sudah siap, atau dengan hitungan sampai tiga dan
semua bergerak serntak pada hitungan ketiga.
Gambar 2 :
NILAI AKTIVITAS
1. Pada saat melakukan aktivitas, posisi tubuh mengalami pengulangan
gerakan dalam waktu sigkat (diulang lebih dari 4 kali/menit). Berdasarkan
literatur, kegiatan tersebut memperoleh skor aktivitas 1. Skor REBA = Skor
C + skor aktivitas = 5 + 1 = 6
Gambar 3 :
Neck
a. Tabel A Identifikasi
1 2 3
Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 Faktor
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 Resiko
Trunk 2 2 3 4 5 3 4 5 6 1 2 3 berdasarkan
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7
Gambar
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9
Postur siku
Postur siku perawat berdasarkan gambar terlalu menekuk sehingga berada
pada posisi yang beresiko mengalami kram.
Postur punggung
Posisi perawat berdasarkan gambar terlalu membungkuk ke depan dimana
objek dalam hal ini pasien berada di bawah. Seharusnya perawat berada
pada posisi sejajar dengan pasien.
Berdasarkan gambar hasil analisis dengan menggunakan metode REBA adalah
sebagai berikut :
TABLE A
1. Posisi leher perawat menunjukkan sudut 20-300 berada pada skor 2
2. Posisi punggung perawat menunjukkan sudut 600 dan miring kearah kiri + 1
jumlahnya 4+1 =5
3. Lutut membentuk sudut >600 sehingga skor +2
4. Skor REBA untuk posisi kaki sesuai gambar adalah 7
Tabel REBA skor grup A :
TABLE B
1. Posisi lengan atas perawat berada pada sudut 450 – 900 sehingga berada pada
skor 2
2. Posisi lengan bawah perawat sedikit tertetuk sehingga berada pada skor +2
3. Posisi pergelangan tangan perawat berada pada skor 2
4. Postur pada total tabel B berada pada skor 6
Lower Arm
Tabel B
1 2
Wrist 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Upper Arm 3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
5. Skor B adalah 3, ditambahkan nilai coupling yang digunakan. Dalam kasus
ini, jenis coupling yang diguanakan adalah good karena kekuatan pegangan
baik sehingga skor coupling sebesar 0
6. Jumlah total postur pada tabel B dan nilai coupling adalah 3+0=3
TABLE C
1. Jadi nilai REBA grup C dari hasil penjulahan grup A dan grup B skor pada
tabel C berada pada skor 10
Skor B
Tabel C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 6 8 8 9 9 10 10 10 10
Skor A
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 12 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Skor 7 menunjukan medium risk dimana kegiatan dapat segera diinvestigasi pada
perawat untuk mengurangi kesalahan posisi dan dapat segera dilakukan perubahan
posisi kerah yang lebih baik
1. Apa yang dimaksud dengan beban kerja dan bagaimana cara mengukur beban kerja
tersebut ?
Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan (Manuaba,
2000) Berdasarkan sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang
harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang
menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban
kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat,
merawat, mendorong sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat
keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Tarwaka,
2009).
Sedangkan bebab kerja perawat adalah pengukuran dari aktivitas kerja perawat dan
ketergantungan klien terhadap asuhan keperawatan. Beban kerja pearawat di rumah sakit
terkait dengan dua fungsi variabel, yaitu jumlah harian klien dan waktu asuhan
keperawatan setiap klien perhari (Hubber, 2000; dalam Nurul, 2015)
Dalam perhitungan beban kerja Ilyas (2011) dalam Nurul, 2015 menyebutkan ada 3 cara
yang dapat digunakan, yaitu:
1. Work Sampling
Work sampling adalah pengukuran kegiatan kerja darikaryawan dengan cara
melakukan pengamatan, pencatatan dimana jumlah sampepengamatan kegiatan
dilakukan secara acak. Pada metode ini yang menjadi fokus pengamatan adalah apa
yang dilakukan responden pada waktu tertentu dan apa kegiatannya. (Barnes, 1980
dalam Nurul, 2015) menyebutkan tiga kegunaan utama dari work sampling, yaitu:
a. Activity an delay sampling
Mengukur proporsi kegiatan aktivitas dan tidak melakukan aktivitas seorang
pegawai
b. Performance sampling
Mengukur waktu yang digunakan untuk bekerja dan waktu yang tidak
digunakan untuk bekerja seorang poegawai berdasarkan uraian tugasnya dan
dapat sekaligus untuk mengukur produktivitasnya
c. Work measurement
Menetapkan standar waktu dari suatu kegiatan
2. Time and Motion Study
Pada time and motion study pengamat melakukan pengamatan dan mengikuti dengan
cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh pegawai yang sedang diamati. Pada
teknik ini yang dihasilkan tidak hanya berupa beban kerja tapi juga kualitas kerja
pegawai. Pada metode ini dilakukan pengamatan secara terus menerus sampai
pekerjaan selesai dan sampai selesainya jam kerja pada hari itu. Pengamatan
dilakukan terhadap setiapjenis tugas dilakukan dan lamanya waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikannya. Time and motion study sulit dilakukan, berat dan mahal
sehingga jarang dilakukan.
3. Daily Log
Daily Log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang yang
diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk penelitian
tersebut. Penggunaan teknik ini sangat bergantung terhadap kerja sama dan kejujuran
dari pegawai yang sedang diteliti. Pelaksanaan teknik ini menggunakan formulir isian
sederhanan mengenai kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan (Manuaba, 2002).
2. Untuk mengevaluasi sikap kerja perawat, instrument yang dapat digunakan antara lain :
REBA (rapid entire body assessment), RULA (Rapid Uper Limb Assessment) dan OWAS
(Ovako Working analyze Sistem). Jelaskan tools tersebut dan bagaimana interpretasi
hasilnya.
Analisis Postur Kerja : REBA
REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan salah satu metode yang bisa
digunakan dalam analisa postur kerja. REBA dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr.
Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham. REBA
adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi yang membagi bagian
tubuh menjadi 6 bagian yaitu:trunk (badan), neck (leher), legs (kaki), upper arms (lengan
atas), dan lower arms (lengan bawah). Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor
coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Salah satu hal
yang membedakan metode REBA dengan metode analisa lainnya adalah dalam metode
ini yang menjadi fokus analisis adalah seluruh bagian tubuh pekerja. Melalui fokus
terhadap keseluruhan postur tubuh ini, diharapkan bisa mengurangi potensi terjadinya
musculoskeletal disorders pada tubuh perkerja (Hignett & McAtamney, 2008).
Metode REBA mengaanalisis keseluruhan postur tubuh pekerja dikelompokkan menjadi
dua bagian. Bagian pertama atau Group A terdiri dari bagian neck, trunk, dan legs.
Sedangkan bagian kedua atau Group B terdiri dari upper arms, lower arms, dan wrist
perkerja (Hignett & McAtamney, 2008). Penilaian postur dan pergerakan kerja
menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut:
1. Mengambil foto dari postur yang akan dianalisis
2. Mengestimasi sudut dari enam bagian tubuh yang dianalisis
3. Mengubah informasi sudut menjadi klasifikasi postur menurut REBA
4. Menentukan beberapa adjustment seperti: apakah ada gaya yang dikeluarkan dari
tubuh dalam postur tersebut
Dikarenakan klasifikasi REBA sangat bergantung pada informasi sudut yang didapatkan,
penentuan sudut secara tepat sangatlah penting ketika menggunakan metode ini. Untuk
mendapatkan sudut yang tepat dari leher, badan, dan beberapa bagian tubuh lainnya, foto
dari postur yang dianalisis sebaiknya diambil dari sudut pengambilan gambar yang tepat.
Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap aksi yang akan memberikan
pannduan untuk resiko dari tiap level dan aksi yang dibutuhkan. Perhitungan analisis
postur ini dilakukan untuk kedua sisi tubuh, kiri dan kanan (Ergonomic Plus. 2013).
Tabel kategori:
Ergonomic Plus. (2013). A Step-by-Step Guide to the RULA Assessment Tool. Retrived from: http://ergo-
plus.com/rula-assessment-tool-guide/. Diakses pada 19 Oktober 2017
Ergonomics Plus. (2013). A Step-by-Step Guide to the REBA Assessment Tool. Retrived From: http://ergo-
plus.com/reba-assessment-tool-guide/. Diakses pada 19 Oktober 2017-10-19
Fanina. (2016). Makalah Ergonomi. Retrieved from:
https://id.scribd.com/document/333337328/Makalah-ergonomi. Diakses pada tanggal 19
Oktober 2017
Hignett, S., & McAtamney, L. (2008). Rapid entire body assessment (REBA). Applied
ergonomics, 31(2), 201-205.
Lee, T., & Han, C. (2013). Analysis of Working Postures at a Construction Site Using the OWAS
Method. International Journal of Occupational Safety and Ergonomics (JOSE). 19(2):
245–250.
Manuaba, A. (2000). Ergonomi Kesehatan Keselamatan Kerja. Dalam Wygnyosoebrotos &
Wiranto, S.E:Eds. Processing Seminar Nasional Ergonomi PT. Guna Widya Surabaya.
Nurul, Ismi. (2015). Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan Tenaga Perawat Pelaksana dengan
Metode Workload Indicator Staff Need (WISN) di Instalasi Rawat Inap Tulip RSUD Kota
Bekasi Tahun 2015. Retrieved from: repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../1/NURUL%20ISMI
%20RUBBIANA-FKIK.pdf
Tarwaka, et.all. (2009). ERGONOMI Untuk Keselamatan, Kesehatan kerja dan Produktivitas.
Surakarta: UNIBA PRESS
Tarwaka. (2009). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Manajemen dan Implementasi K3 di
Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.