Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN PRINSIP ERGONOMI DI INTENSIF

CARE UNIT (ICU)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Kelompok
Mata Kuliah : K3RS
Dosen Pembimbing: Ns andy Aryoko, S.Kep , MARS

Disusun Oleh
Kelompok 2
NOVI AGUSTA
1001140031
QORI ANDRIANI
1001140037
RENO RISINDO
1001140041
SITI RAMADONA

1001140045

VIVIN ANGGREANI

1001140049

YONA ERIFKA SIHOMBING

1001140053

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS


PALEMBANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah_Nya serta memberikan perlindungan dan
kesehatan sehingga penyusun dapat menyusun makalah dengan judul
Penerapan Prinsip ergonomi di intensif care unit . Dimana makalah
ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas K3RS.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini
penyusun banyak menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan
keterbatasan penyusun sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang
dimiliki penyusun, maka penyusun berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia, penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik
dimasa yang akan datang.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya, Terima Kasih.

Palembang, Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................

ii

DAFTAR ISI............................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................

B. Ruang Lingkup Penulisan...........................................................

C. Tujuan Penulisan..........................................................................

D. Metode Penulisan.........................................................................

E. Sistematika Penulisan...................................................................

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medik


1. Pengertian..............................................................................
2. Etiologi..................................................................................
3. Anatomi Fisiologi..................................................................
4. Patofisiologi..........................................................................
5. Manifestasi Klinis.................................................................
6. Komplikasi............................................................................
7. Pemeriksaan Diagnostik........................................................
8. Penatalaksanaan....................................................................
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian.............................................................................
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................
3. Intervensi...............................................................................
4. Implementasi.........................................................................
5. Evaluasi.................................................................................
C. Patoflow Diagram Teori

4
4
4
10
11
12
12
13
14
15
16
19
19

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah merubah manusia
dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain
terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai
dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan
meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana
ini, menunjukkan bahwa manusia telah sejak awal kebudayaannya berusaha
memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini
terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat
sebesar

genggaman

sehingga

lebih

memudahkan

dan

menggerakan

pemakaiannya.
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka
membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni
peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life).
Tujuan Ergonomi
Secara umum penerapan ergonomi terdiri dari banyak tujuan. berikut ini
tujuan dalam penerapan ergonomi:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak


sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah
tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta
kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka. dkk, 2004).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon (kerja) dan nomos(aturan), secara
keseluruhan ergonomi berarti aturan yang berkaitan dengan kerja. Banyak definisi
tentang ergonomi yang dikeluarkan oleh para pakar dibidangnya antara lain
1. Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan
atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam
beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia
baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan
menjadi lebih baik (Tarwaka. dkk, 2004).
2. Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian pekerjaan
sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera
pada pekerja. (OSHA, 2000).
Dari berbagai pengertian di atas, dapat diintepretasikan bahwa pusat dari
ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan kesadaran,
keterbatasan kemampuan, dan kapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk
mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan
dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan manusia yang
terlibat dengan pekerjaan tersebut.
Definisi ergonomi juga dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya dalam
fokus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993) dimana
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

1. Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan
produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari
manusia

hidup dan bekerja. Ergonomi menfokuskan diri pada manusia

dan interaksinya dengan produk, peralatan,


lingkungan dimana sehari-hari manusia

fasilitas,

prosedur

dan

hidup dan bekerja.

2. Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi
kerja serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan
keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.
3. Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasanketerbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi
untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktivitas manusia tersebut
sehari-hari.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomi dapat
terangkumkan dalam definisi yang dikemukakan Chapanis (1985), yaitu ergonomi
adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai
perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya
untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk
meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan
manusia.

2.2 Aplikasi / penerapan Ergonomi


Terdapat beberapa aplikasi / penerapan dalam pelaksanaan ilmu ergonomi.
Aplikasi / penerapan tersebut antara lain:
1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan
berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses Kerja, Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan
posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus d
ibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja,Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan
aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban. Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban
yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu
berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang berlebiha

2.3 Metode Ergonomi


Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Metode-metode
tersebut antara lain:
1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi
tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomic checklist
dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai
dari yang sederhana sampai kompleks.

2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada


saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi mebel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan
demensi fisik pekerja.
3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya
dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan
siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan
parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.
2.4 Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau
pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah.
Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja,
menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi yaitu:
1. Bekerja dalam posisi atau postur normal;
2. Mengurangi beban berlebihan;
3. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan;
4. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh;
5. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan;
6. Minimalisasi gerakan statis;
7. Minimalisasikan titik beban;
8. Mencakup jarak ruang;
9. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman;
10. Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja;

11. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti;


12. Mengurangi stres.
2.5 Spesialisasi Bidang Ergonomi
Spesialisasi bidang ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif,
ergonomi sosial, ergonomi organisasi, ergonomi lingkungan dan faktor lain yang
sesuai. Evaluasi ergonomi merupakan studi tentang penerapan ergonomi dalam
suatu sistem kerja yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
penerapan ergonomi, sehingga didapatkan suatu rancangan keergonomikan yang
terbaik.
1. Ergonomi Fisik: berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri,
karakteristik fisiolgi dan biomekanika yang berhubungan dnegan aktifitas
fisik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara lain: postur kerja,
pemindahan material, gerakan berulan-ulang, MSD, tata letak tempat kerja,
keselamatan dan kesehatan.
2. Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di
dalamnya ; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia
terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomi kognitif antara lain ; beban kerja, pengambilan keputusan,
performance, human-computer interaction, keandalan manusia, dan stres
kerja.
3. Ergonomi Organisasi: berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik,
termasuk sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan
dalam ergonomi organisasi antara lain ; komunikasi, MSDM, perancangan
kerja, perancangan waktu kerja, timwork, perancangan partisipasi, komunitas
ergonomi, kulturorganisasi, organisasi virtual, dll.

4. Ergonomi Lingkungan: berkaitan dengan pencahayaan, temperatur,


kebisingan, dan getaran. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi
lingkungan antara lain ; perancangan ruang kerja, sistem akustik,dll.
2.6 Pengelompokkan Bidang Kajian Ergonomi
Pengelompokkan

bidang

kajian

ergonomi

yang

secara

lengkap

dikelompokkan oleh Dr. Ir. Iftikar Z. Sutalaksana (1979) sebagai berikut:


1. Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi manusia yang
dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan bidang kajian ini adalah untuk
perancangan sistem kerja yang dapat meminimasi konsumsi energi yang
dikeluarkan saat bekerja.
2. Antropometri, yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia untuk digunakan dalam perancangan
peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan pemakainya.
3. Biomekanika yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
mekanisme tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya keterlibatan
otot manusia dalam bekerja dan sebagainya.
4. Penginderaan, yaitu bidang kajian ergonomi yang erat kaitannya dengan
masalah penginderaan manusia, baik indera penglihatan, penciuman, perasa
dan sebagainya.
5. Psikologi kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek
psikologis dan suatu pekerjaan terhadap pekerjanya, misalnya terjadinya stres
dan lain sebagainya.
Pada prakteknya, dalam mengevaluasi suatu sistem kerja secara ergonomi,
kelima bidang kajian tersebut digunakan secara sinergis sehingga didapatkan
suatu solusi yang optimal, sehingga seluruh bidang kajian ergonomi adalah suatu

sistem terintegrasi yang semata-mata ditujukan untuk perbaikan kondisi manusia


pekerjanya.

2.7 PENGERTIAN RUANG ICU


Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu
untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi pasien
dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada pasien yang
memerlukan pbservasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak dapat diberikan
diruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial
atau adanya kerusakan organ umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang
dapat dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit kritis (Adam & Osbone, 1997).
Ruang icu adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam Rumah Sakit yang
memiliki staf khusus, peralatan khusus ditujukan untuk menanggulangi pasien gawat
karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain.
1. Staf Khusus
adalah dokter dan perawat yang terlatih, berpengalaman dalam Intensive Care
(Perawatan dan terapi Intensif) dan yang mampu memberikan pelayanan 24 jam.
2. Tujuan Pengelolaan di ICU
1.

Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat

2.

Mencegah terjadinya penyulit

3.

Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan ke
level yang lebih tinggi

3. Macam macam ICU


Menurut fungsi ICU dibagi menjadi beberapa unsur yaitu :
a. ICU Khusus
Dimana dirawat pasien payah dan akut dari satu jenis penyakit
Contoh :
- ICCU (Intensive Coronary Care Unit)

yaitu pasien dirawat dengan

gangguan pembuluh darah


- Respiratory Unit Pasien dirawat yang mengalami gangguan

pernafasan

- Renal Unit
b. ICU Umum
Dimana dirawat pasien yang sakit payah akut di semua bagian RS menurut
umur ICU anak & neonatus dipisahkan dengan ICU dewasa

4. Klasifikasi Pelayanan ICU


a. ICU Primer
a)

Mampu memberikan pengelolaan resusitasi segera,

tunjangan,kardio

respirasi jangka pendek


b) Memantau dan mencegah penyulit pasien dan bedah yang berisiko
c)

Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama

jam
d) Ruangan dekat dengan kamar bedah
e)

Kebijakan / criteria pasien masuk, keluar dan rujukan

f)

Kepala : dokter spesialis anestesi

g) Dokter jaga 24 jam, mampu RJP


h) Konsultan dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat

beberapa

i)

Jumlah perawat cukup dan sebagian besar terlatih

j)

Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit,GD, Trombosit

k) Kemudahan Rontgen dan Fisioterapi


b. ICU Sekunder
1.

Memberikan pelayanan ICU umum yang mampu mendukung kedokteran


umum, bedah, trauma, bedah syaraf, vaskuler dsb.

2.

Tunjangan ventilasi mekanik lebih lama.

3.

Ruangan khusus dekat kamar bedah

4.

Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan

5.

Kepala intensivis, bila tidak ada SpAn.

6.

Dokter jaga 24 jam mampu RJP ( A,B,C,D,E,F )

7.

Ratio pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator,RT dan 2 : 1


untuk pasien lainnya.

8.

50% perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di


ICU

9.

Mampu melakukan pemantauan invasife

10. Lab, Ro, fisioterapi selama 24 jam


c. ICU Tersier

a)

Memberikan pelayanan ICU tertinggi termasuk dukungan hidup multi sistem


( ventilasi mekanik , kardiovaskuler, renal ) dalam jangka waktu

b)

Ruangan khusus

c)

Kebijakan/ indikasi masuk, keluar dan rujukan

d)

Kepala : intensivis

tak terbatas

e)

Dokter jaga 24 jam, mampu RJP (A,B,C D,E,F )

f)

Ratio pasien : perawat = 1:1 untuk pasien dengan ventilator, RT dan 2 : 1

untuk

pasien lainnya.
g)

75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja di ICU 3

tahun

h)

Mampu melakukan pemantauan / terapi non invasive maupun invasive.

i)

Laborat, Ro, Fisioterapi selama 24 jam

j)

Mempunyai pendidikan medik dan perawat

k)

Memiliki prosedur pelaporan resmi dan pengkajian Memiliki staf administrasi,


rekam medik dan tenaga lain
11. 7. Syarat - syarat Ruang ICU

12. Letaknya di sentral RS dan dekat dengan kamar bedah serta kamar pulih
sadar ( Recovery Room)
13. Suhu ruangan diusahakan 22-25 C, nyaman , energi tidak banyak keluar.
14. Ruangan tertutup & tidak terkontaminasi dari luar
15. Merupakan ruangan aseptic & ruangan antiseptic dengan dibatasi kacakaca.
16. Kapasitas tempat tidur dilengkapi alat-alat khusus
17. Tempat tidur harus yang beroda dan dapat diubah dengan segala posisi.
18. Petugas maupun pengunjung memakai pakaian khusus bila memasuki ruangan
isolasi.
19. Tempat dokter & perawat harus sedemikian rupa sehingga mudah untuk
mengobservasi pasien

8. Ketenagaan
a. Tenaga medis
b. Tenaga perawat yang terlatih
c. Tenaga Laboratorium
d. Tenaga non perawat : pembantu perawat , cleaning servis
e. Teknisi
9. Sarana & Prasarana yang harus ada di ICU

Lokasi : satu komplek dengan kamar bedah & Recovery Room

RS dengan jumlah pasien lebih 100 orang sedangkan untuk R.ICU antara 1-2 %
dari jumlah pasien secara keseluruhan.
Bangunan : terisolasi dilengkapi dengan : pasienmonitor, alat komunikasi,
ventilator, AC, pipaair, exhousefan untuk mengeluarkan udara, lantai mudah
dibersihkan, keras dan rata, tempat cuci tangan yang dapat dibuka dengan siku &
tangan, v pengering setelah cuci tangan
R.Dokter & R. Perawat
R.Tempat buang kotoran
R. tempat penyimpanan barang & obat
R. tunggu keluarga pasien
R. pencucian alat Dapur
Pengering setelah cuci tangan R.Dokter & R. Perawat
R.Tempat buang kotoran
R. tempat penyimpanan barang & obat
Sumber air Sumber listrik cadangan/ generator, emergency lamp Sumber O2
sentral Suction sentral Almari alat tenun & obat, instrument dan alat kesehatanAlmari
pendingin (kulkas)Laborat kecil

Alat alat penunjang a.l.: Ventilator, Nabulaizer, Jacksion Reese, Monitor ECG,
tensimeter mobile, Resusitato, Defibrilator, Termometer electric dan manual,Infus
pump, Syring pump,O2 transport, CVP, Standart infuse, Trolly Emergency,Papan
resusitasi,Matras anti decubitus, ICU kid, Alat SPO2, Suction continous pump dll.
9. Indikasi Masuk ICU
a. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan
agresif.
Gangguan atau gagal nafas akut
Gangguan atau gagal sirkulasi
Gangguan atau gagal susunan syaraf
Gangguan atau gagal ginjal
b. Prioritas 2
Pementauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital
Misal :
Observasi intensif pasca bedah operasi : post

trepanasi, post open heart, post

laparatomy dengan komplikasi,dll.


Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil
Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.
c. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk
penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi intensif
untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife Intubasi atau
Resusitasi Kardio Pulmoner

NB : Px. prioritas 1 harus didahulukan dari pada prioritas 2 dan 3

10. Indikasi Keluar ICU


Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.
Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.Pasien mengalami mati
batang otak.
Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pl.paksa)
Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat
penuh.
Prioritas pasien keluar dari ICU
1

Prioritas I dipindah apabila pasien tidak membutuhkan perawatan intensif lagi,

terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit kemungkinan bila
perawatan intensif dilanjutkan misalnya : pasien yang mengalami tiga atau lebih
gagal sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
2

Prioritas II pasien dipindah apabila hasil pemantuan intensif menunjukkan bahwa

perawatanintensif tidak dibuthkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak


diperlukan lagi
3

Prioritas III tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensive jika diketahui

kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil dan keuntungan terapi hanya sedikit
manfaatnya misal : pasien dengan penyakit lanjut penyakit paru kronis, liver terminal,
metastase carsinoma
11. Tugas Perawat ICU
4

Identifikasi masalah

Observasi 24 jam

Kardio vaskuler : peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP


Respirasi : menghitung pernafasan , setting ventilator, menginterprestasikan hasil
BGA, keluhan dan pemeriksaan fisik dan foto thorax.
Ginjal : jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam
Pencernaan : pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah , diare
Tanda infeksi : peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi), pemeriksaan
kultuur, berapa lama antibiotic diberikan
Nutrisi klien : enteral, parenteral
Mencatat hasil lab yang abnormal.
Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu seluruh proses
perawatan
Menghitung intake / output (balance cairan)
- Selain hal itu peran perawat juga :
Caring Role
Therapeutic Role

- Dalam penanganan pasien gawat diperlukan 3kesiapan :


Siap Mental
Siap pengetahuan dan ketrampilan
Siap alat dan obat

- Urutan prioritas penanganan kegawatandidasarkan pada 6B yaitu :


B-1 Breath - Sistem pernafasan
B-2 Bleed - Sistem peredaran darah
B-3 Brain - Sistem syaraf pusat

B-4 Blader - Sistem urogenital


B-5 Bowel -Sistem pencernaan
B-6 Bone - Sistem tulang dan persendian
12. Pasien Kritis
Fisiologis tidak stabil dan memerlukan monitoring serta terapi intensif.
- Ruang Lingkup Keperawatan Intensive :
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit akut yang mengancam nyawa dan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekalipun melakukan
pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh :
Penyakit
Kondisi pasien yang memburuk karena pengobatan atau terapi
Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang tergantung pada fungsi alat /
mesin dan orang lain
13. Standar minimum pelayanan ICU :
a. Resusitasi jantung paru.
b. Pengelolaan jalan nafas
c. Terapi oksigen
d. Pemantauan EKG, pulse Oksimetri kontinyu
e. Pemberian nutrisi enteral dan parental
f. Pemeriksaan Laboratorium dengan cepat
g. Pelaksanaan terapi tertitrasi
h. Memberi tunjangan fungsi Vital selama transportasi
i. Melakukan fisioterapi.

Prinsip penerapan ergonomi di ruang ICU


Penerapan prinsip - prinsip ergonomi ditempat kerja masih kurang tersentuh
atau mendapat perhatian secara penuh terutama pada pekerjaan perawat di rumah
sakit. Postur kerja perawat selama memberikan pelayanan kepada pasien masih
dengan postur yang janggal, hal ini dapat mengakibatkan timbulnya keluhan pada
sisitem musculoskeletal. Penelitian terhadap kemungkinan timbulnya risiko
ergonomi di rumah sakit lebih difokuskan pada unit perawatan ICU dengan
melakukan pengamatan lapangan secara langsung dan melakukan pengukuran
risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs ) Musculoskeletal Disorders terjadi
karena proses penumpukan cidera atau kerusakan , kecil pada sistem
Musculoskeletal akibat trauma berulang sehingga membentuk kerusakan yang
menimbulkan rasa sakit, keluhan MSDs bersifat universal dan subyektif. Nilai
subyektifitas dapat ditingkatkan menjadi obyektifitas. Agar keluhan tersebut dapat
menjadi nilai obyektif maka perlu bukti pengukuran dengan menggunakan metode
OWAS. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pekerjaan perawat pada shift
pagi, sore dan malam mengandung risiko keluhan MSDs. Kegiatan atau pekerjaan
perawat yang mendominasi adanya postur janggal adalah kegiatan keperawatan
pada shift pagi. Dan untuk pekerjaan perawat yang mendominasi kategori 3 dan
kategori 4, yang dapat mengakibatkan kemungkinan timbulnya keluhan MSDs,
adalah kegiatan memandikan, mengangkat pasien, melakukan ganti balutan luka ,
merubah posisi pasien dan melakukan pengukuran urine. Hal yang mendasar,
bahwa perawat bekerja dengan postur yang janggal adalah kurangnya
pengetahuan dan ketrampilan tentang ergonomi dan tingginya beban kerja perawat
di unit ICU, sehingga rumah sakit perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja
perawat dengan memonitor sistem kerja dan beban kerja yang dapat
mengakibatkan keluhan MSDs serta membuat dan melaksanakan program
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ergonomi bagi
perawat.

Daftar pustaka

OAI identifier:oai:generic.eprints.org:10931/core451
Provided by:uiana

Anda mungkin juga menyukai