Anda di halaman 1dari 30

1

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.

Konsep Dasar Medis


1.

Pengertian
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan
dalam rongga pleural; antara lapisan viseral dan parietal. (Susan Martin
Tucher, 1998).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak di antara permukaan viseral dan parietal merupakan proses
penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
Efusi pleura adalah keadaan di mana terjadi akumulasi cairan yang
abnormal dalam rongga pleura. (Lawrence M. Tierney, 2002). Efusi pleura
adalah terkumpulnya cairan di rongga pleura. (R. Samsuhidajat, 2005).
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan
pleura viseralis. (Arif Mutaqin, 2008).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan
pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura. (htt://orist.com/medical/efusi-pleural.httml, akses 11 juni
2009)
Dari pengertian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa efusi pleura
adalah adanya cairan di rongga pleura yang dapat bersifat eksudat atau
transudat, yang dapat disebabkan oleh beberapa macam penyakit.

2.

Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernapasan.

Gambar 2.2 : Saluran pernapasan


(http//orist.com/medical/akses 11 Juli 2009)

Gambar 1. Anatomi Paru.


(Price, Sylvia. Anderson. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis II.

Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru


(http://Yenibeth.Files.Wordpress.com.11 juli 2009)

1) Saluran Pernapasan Atas


a) Rongga Hidung
Rongga hidung terdiri dari dua nostril yang merupakan
pintu masuk menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua
kanal yang sempit yang satu sama lainnya dipisahkan oleh
septum. Dinding rongga hidung di lapisi oleh mukosa respirasi
serta sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu. Mokosa

tersebut menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara


yang masuk melalui hidung.
b) Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam memproduksi mukus,
membantu mengaliri air mata. Sinus paranasal juga termasuk
dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung.
Wilayah pembau tersebut terdiri atas permukaan inferior dalam
palatum kribroform, bagian superior septum nasal, dan bagian
superior konka hidung. Reseptor di dalam pembau ini akan
merasakan sensasi bau.
c) Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari
dasar tengkorak dan berakhir sampai persambungannya dengan
esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga
bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring
(di belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan
laringofaring (di belakang laring)
2) Saluran Pernapasan Bawah
a) Laring
Laring (tenggorok) terletak di antara faring dan trakea.
Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ke-6.

laring

disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot


rangka pada tulang hioid di bagian atas dan trkhea di
bawahnya. Kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid, dan
di depannya benjolan subkutaneus,yang di kenal sebagai jakun
yang terlihat nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh
dua lempeng besar yang bersatu di bagian anterior.

b) Trakhea

Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm


dengan panjang 11 cm. Trakea terletak setelah laring dan
memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5.
c) Bronkus
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea.
Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan
trakhea. Sebaliknya, bronkus kiri kiri lebih panjang, lebih
sempit, dan sudutnya pun lebih runcing. Bronkus mempunyai
cabang bronkhiolus terminalis dan bronkhiolus respiratorius.
d) Paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga
dada dan dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian
dasar setiap paru terletak di atas diafragma : bagian apeks paru
(ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada permukaan
tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus,
tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena
pulmonari ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri
atas percabangan saluran yang membentuk pohon bronkhial,

jutaan alveoli dan jaring-jaring kapilernya dan jaringan ikat.


Sebagai organ, fungsi paru-paru adalah tempat terjadinya
pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran
darah.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih
kecil. Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas
tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua
lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura.
Setiap lobus dipasok oleh cabang utama percabangan bronkhial
dan diselaputi oleh jaringan ikat. Lobus kemudian membagi
lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal
sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus,
yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arteriole, venula,
dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan
disebut sebagai pleura. Lapisan terluar disebut pleura parietal
yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan
dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru dan
dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleura
ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa di
dalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua
membran pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru
mengembang dan berkontraksi selama bernapas. Jika cairan
yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak,
akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuris dan terasa
sangat nyeri karena membran pleural saling bergesekan satu
sama lain ketika bernafas.

b. Fisiologi Pleura
1) Pleura visceralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 mm), di antara celah-celah
sel ini terdapat beberapa sel limphosit. Di bawah sel mesotelial ini
terdapat jaringan kolagen dan serta-serat elastik yang dinamakan
lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan interstitial sub pleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler (arteri
pulmonlais dan arteri brakhialis) dan kelenjar getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura visceralis ini menempel dengan kuat
pada jaringan parenkim paru-paru.

2) Pleura parietalis
Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel
mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat
elastik) namun lebih dari pleura visceralis. Dalam jaringan ikat
tersebut terdapat pembuluh kapiler (arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna), kelenjar getah bening, dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan
temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus interkostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel tetapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh pleura viceralis. Cairan terbentuk dari filtrasi
plasma melalui endotel kapiler, kemudian direabsorpsi oleh
pembuluh limfe dan venula pleura. Telah diketahui cairan masuk

ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar


lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis
via sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura
parietal ke pleura visceral dapat terjadi karena adanya perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma. Cairan
terbanyak direabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian
kecil yang direabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong antara pleura tersebut karena biasanya hanya terdapat
sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan
selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan
pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser
satu sama lain. Dalam keadaan patologis, rongga antara pleura ini
dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
(Arif Mutaqin, 2008).
3.

Etiologi
a. Peradangan
1) Pleuritis karena bakteri piogenik
2) Pleuritis karena tuberkulosis
b. Gangguan sirkulasi
1) Gagal jantung (Decompensatio cordis)
2) Emboli pulmonal
3) Hipoalbuminemia (Nefrotik Sindrom, malabsorbsi atau keadaan
dengan asites serta edema anasarka
c. Neoplasma
1) Mesotelioma

2) Karsinoma bronkus
3) Neoplasma metastatik (karsinoma payudara, ovarium, lambung,
ginjal, pankreas.
4) Idiopatik
4.

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbanga
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma
dan jaringan intertisial submesotelial. Kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik yakni yang
terbagi menjadi dua Aerob dan Anaerob, yang termasuk dalam Aerob
adalah streptokokus pneumonia, streptokokus mileri, stapilokokus SPP,
dan eschericia coli. Sedangkan Anaerob adalah bakteroides spp,
peptostreptokokus. Bakteri ini akan menempel pada permukan pleura dari
jaringan parenkim paru, dan menjalar secara hematogen dan jarang yang
melalui penetrasi diafragma, dinding dada dan esofagus.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, hipoalbuminemia,
sindrom nefrotik, keganasan, emboli paru. Efusi pleura yang diakibatkan
gagal jantung ( decompensatio cordis ) adalah sebab terbanyak timbulnya
efusi pleura. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan
vena sistemik dan tekanan pulmonal akan menurunkan tekanan kapasitas
reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening akan

10

menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura akan


meningkat.
Efusi dapat terjadi pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan
pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi
bilateral. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan retriksi
pemberian garam. Pengobatan yang terbaik adalh dengan memberikan
infuse albumin.
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.
Emboli menyebabkan menurunya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga
terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Pada bagian paru
yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis, keadaan ini
kadang-kadang disertai rasa sakit pleuritik yang berarti pleura parietalis
juga ikut terkena. Disamping itu permeabilitas antara satu ataupun kedua
paru akan meningkat, sehingga cairan akan mudah terbentuk. Cairan efusi
biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak dan biasanya sembuh
secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmunal lainnya. Pengobatan
ditujukan

terhadap

embolinya

yakni

dengan

memberikan

obat

antikoagulan dan mengontrol keadaan trombositnya.


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi. Jenis-kenis neoplasmanya
adalah mesotelioma, karsinoma bronkus, neoplasma metastatik, dan
limfoma maligna. Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari
pleura. Tumor ini jarang ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi
biasanya tidak menimbulkan efusi pleura, sehingga dapat digolongkan

11

tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar digolongkan sebagai tumor ganas


karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna. Jenis-jenis
neoplasma yang mermetastasis ke pleura dan menimbulkan efusi adalah
karsinoma payudara (terbanyak), ovarium, lambung, ginjal. Kasus-kasus
limfoma

maligna

(Non-Hodgkin

dan

Hodgkin),

ternyata

30%

bermetastasis ke pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Didalam caira


efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganasseperti pada neoplasma lainnya.
Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah
dan getah bening melintasi rongga pleura. Diantar sel-sel bermigrasi inilah
kadang-kadang ditemukan sel-sel ganas limfoma maligna.
Efusi

eksudat

terjadi

bila

ada

proses

peradangan

yang

menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat,


sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena micobakterium tubekulosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa, serta kuman piogenik. Bila
proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga
terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar

pleura

dapat

menyebabkan

hemotorak.

proses

terjadinya

pneumototoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga


udara akan masuk kedalam rongga pleura. Efusi akibat peradangan juga
dapat akan mengalami organisasi, dan terjadi perlengketan fibrosa antara
pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan fibrotoraks.
Jika meluas dapat mengakibatkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya. Pembedahan pengupasan
yang dikenal sebagai dekortikasi.
(Aru W. Sudoyo, 2006)

12

5.

Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari efusi pleura adalah :
a. Nyeri dada pleuritik
b. Dispnea dan batuk
c. Suara perkusi redup hingga pekak.
d. Penurunan bunyi nafas pada sisi yang terkena
e. Kelemahan, penurunan toleransi terhadap aktivitas
f. Kehilangan nafsu makan / anoreksia.
g. Dinding dada lebih cembung, rasa berat pada dada.
h. Batuk berdarah pada karsinoma bronkus dan metastasis.

6.

Komplikasi
Komplikasi dari efusi pelura adalah :
a. Pneumothoraks
b. Fibrotoraks
c. Hemotoraks
d. Empiema

7.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada efusi pelura adalah :
a.Foto Toraks (x- Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaan horizontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut
yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadangkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam

13

pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan


foto dada dengan posisi gravitasi.
Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura
adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlainan dengan
cairan. Tapi bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan
dengan

cairan,

mediastinum

akan

tetap

pada

tempatnya.

Pelaksaannya sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi


duduk.
b.

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana
untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksaannya sebaiknya
dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dilakukan berulang-ulang dari pada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi).

c.Biopsi pleura
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura.
d.

Biokomia
Secara biokimia efusi pleura tebagi atas transudat dan eksudat

Tabel 2.1 Perbedaan Biokimia Efusi Pleura (Aru w sudoyo, 2006)


Transudat

Eksudat

14

Kadar Protein dalam efusi (g/dl)

<3

Kadar protein dalam efusi

< 0,5
>3

Kadar protein dalam serum


Kadar LDH dalam efusi (LU)

< 200

Kadar LDH dalam efusi (LU)

< 0,6

> 0,5
> 200

Kadar LDh dalam serum


Berat jenis cairan dalam efusi

< 1,016

Rivalta

Negatif

> 0,6
>1,016
Positif

e.Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen,
9menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung
kuman-kuman yang aerob dan anaerob. Pleuritis tuberkulosa, biakan
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20%-30%.
f. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura, amat penting
untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
1) Sel neutropil menunjukkan adanya infeksi tertentu
2) Sel limposit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma maligna.
3) Sel mesotel bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya
infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
4) Sel-sel besar dengan banyak inti pada artritis reumatoid.
5) Sel maligna pada paru/metastase.

15

8.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispnea.
a. Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
spesimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispnea.
b. Pada empiema dilakukan WSD
c. Pipa intubasi melalui sela iga, dilakukan bila cairan pusnya kental
d. Bila cairan yang terjadi tidak banyak, maka cukup diberikan
kemoterapi untuk mengontrol jumlah cairan pada efusi pleura.
e. Oksigen : bila terjadi dispnea.

B.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.

Pengkajian
a.

Anamnesis
Identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama dan kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan, pekerjaan pasien, dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien
mencari pertolongan utama berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
klien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokalisasi, terutama saat batuk dan bernapas serta batuk
nonproduktif.
1)

Riwayat penyakit saat ini


Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa
berat pada dada, dan berat badan menurun. Apa tindakan yang

16

telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhan tersebut.


2)

Riwayat penyakit dahulu


Perlu ditanyakan pula, apakah klien pernah menderita
penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma,
asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada
tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.

3)

Riwayat penyakit keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan
efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain
sebagainya.

b.

Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien
terhadap

penyakitnya,

bagaimana

cara

mengatasinya,

serata

bagaimana prilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada


dirinya.
c.

Pemeriksaan Fisik
1)

B1 (Breathing)
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan ekspansi
dada yang simetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang
sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif.
b) Palpasi

17

Pendorongan

mediastinum

kearah

hemithoraks

kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan ictus


cordis. Taktil fermitus menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya >300 cc. Di samping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
c) Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung jumlah
cairannya.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi
yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin atas semakin
tipis
2)

B2 (Blood)
Pada saat dilakukannya inspeksi perlu diperhatikan letak
ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada line medio
clavikularis kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung
(heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan
untuk menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan

18

gejala payah jantung, serta adakah murmur yang menunjukkan


adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3)

B3 (Brain)
Pada saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu
dikaji, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk
menentukan apakah klien berada dalam keadaan composmentis,
somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,
dan pengecapan.

4)

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal
syok.

5)

B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah abdomen membuncit atau ndatar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-bebjolan atau massa. Pada klien
biasanya didapatkan idikasi mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.

6)

B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema
peritibial pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer, serta dengan capillary refil time. Selanjutnya

19

dilakukan

pemeriksaan

kekuatan

otot

untuk

kemudian

dibandingkan antara kiri dan kanan.


2.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan
efusi pleura adalah sebagai berikut :
a.

Ketidakefektifan

pola pernapasan yang

berhubungan dengan

penurunan ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan


dalam rongga pleura.
b.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan


sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan
edema trakheal/faringeal.

c.

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penerunan


kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.

d.

Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang ndari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan
nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen.

e.

Gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berhubungan dengan


kelemahan fisikumum dan keletihan sekunder akibat adanyan sesak
napas.

f.

Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).

g.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang


tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

20

3.

Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan

pola

pernafasan

yang

berhubungan

dengan

penurunan ekspansi paru.


Tujuan : Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dispnea.
Rencana keperawatan
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat
menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, serat
melaporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :

Dengan

mengkaji

kualitas,

frekuensi,

dan

kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui


sejauh mana perubahan kondisi klien.
3) Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90% atau miringkan
ke arah sisi yang sakit.
Rasional :

Penurunan diafragma dapat memperluas daerah


dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. Miring
kearah sisi yang sakit dapat menghindari efek
penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat
maksimal.

4) Observasi tanda-tanda vital.


Rasional : Peningkatan frekuensi dapas dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
5) Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.

21

Rasional :

Auskultasi dapat menentukan kelainan suara napas


pada bagian paru.

6) Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang
efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obatobatan serta foto thoraks.
Rasional : Pemberian O2 dapat menurunkan beban pernapasan
dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoaks, dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru.
8) Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis.
Rasional : Tindakan

thorakosintesis

atau

pungsi

pleura

bertujuan untuk menghilangkan sesak napas yang


disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
pleura.
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema
trakeal/faringeal.
Tujuan : Menunjukkan pasien dapat batuk efektif, pernapasan normal
Rencana keperawatan :
1)

Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan,


irama, kedalaman, dan penggunaan otot).

22

Rasional : Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis,


ronkhi menunjukkan akumulasi secret dan ketidakl
efektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas
dan peningkatan kerja pernapasan.
2)

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter dan


volume sputum.
Rasional : Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek
infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)

3)

Berikan posisi semifowler / fowler tinggi dan bantu klient


latihan napas dalam dan batuk efektif.
Rasional : Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya bernapas. Pentilasi maksimal
membuka

area

atelektasis

dan

meningkatkan

gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk


dikeluarkan.
4)

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak


di indikasikan.
Rasional : Hidrasi yang `adekuat membantu mengencerkan
sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

5)

Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, bila perlu lakukan


penghisapan (suction).
Rasional : Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penhisapan
diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan
sekret. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10
menit, dengan pengawasan efek samping suction.

6)

Kolaborasi Pemberian obat sesuai indikasi : Obat anti biodtik

23

Rasional : Pengobatan antibiotik yang ideal adalah dengan


adanya dasar dari tes uji resistensi kuman terhadap
jenis antibiotik sehingga lebih mudah mengobati
pneumonia.
7)

Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik


Rasional : Agen

mukolitik

perlengketan

menurunkan

kekentalan

dan

sekret paru untuk memudahkan

pembersihan.
8)

Kolaborasi pemberian obat Bronkodilator : jenis aminofilin via


intravena
Rasional : Bronkodilator

meningkatkan

percabangan

diameter

trakheobronkhial

lumen
sehingga

menurunkan tekanan terhadap aliran udara.


9)

Kolaborasi pemberian obat kortikosteroid.


Rasional : Kortikosteroid berguna pada hipoksemia dengan
keterlibatan

luas

dan

bila

reaksi

implamasi

mengancam kehidupan.
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membaran alveolar kapilar
Tujuan : Menunjukkan ventilasi adekuat / oksigenasi dengan GDA
dalam rentang normal
Rencana keperawatan :
1) Catat frekwensi dan kedalam pernapsan, penggunaan otot bantu,
napas bibir.
Rasional : Takipnea dan dispnea menyertai obstrusi paru.
Kegagalan

pernapasan

lebih

berat

menyertai

24

kehilangan paru unit fungsional dari sedang sampai


berat
2) Auskultasi paru untuk penurunan / tak adanya bunyi napas dan
adanya bunyi tambahan misalnya ronchi.
Rasional : Area yang tak terventilasi dapat diidentifikasi
dengan tak adanya bunyi napas
3) Observasi keabu-abuan menyeluruh dan sianosis pada jaringan
hangat seperti daun telinga, bibir, lidah, dan membaran lidah.
Rasional : Menunjukkan hipoksemia sistemik
4) Lakuakn tindakan untuk memperbaiki atau mempertahankan
jalan napas misalnya batuk, penghisapan.
Rasional : Jalan napas lengket atau kolaps menurunkan jumlah
alveoli yang berfunsi secara negatif mempengaruhi
pertukaran gas
5) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai kebutuhan atau toleransi
pasien.
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat
mudah bernapas, yang meningkatkan kenyamanan
fisiologi/psikologi.
6) Awasi tanda vital.
Rasional : Takikardia, takipnea, dan perubahan pada tekanan
darah terjadi dengan beratnya hipoksemia dan
asidosis
7) Kaji tingkat kesadaran atau perubahan mental.
Rasional : Hipoksemia sistemik dapat ditumjukkkan pertama
kali oleh gelisah dan peka rangsang, kemudian oleh
penurunan mental progresif.

25

8) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluahan kelemahan atau


kelelahan selama berbagai kerja atau tanda vital berubah.
Dorong periode istirahat dan batasi aktivitas sesuai toleransi
pasien
Rasional : Hipoksemia

menurunkan

kemampuan

untuk

berparsipasi dalam aktivitas.

9) Kolaborasi dan awasi pemeriksaan GDA / nadi oksimetri


Rasional : Hipoksemia ada pada berbagai derajat, tergantung
pada jumlah opstruksi jalan napas
10) Kolaborasi dalam pemberian oksigen dengan metode yang tepat
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran
gas.
d. Gangguan

pemenuhan

nutrisi:

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan


nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen.
Tujuan : Mempertahankan / meningkatkan berat badan
Rencana keperawatan :
1) Kaji kebiasan diet, berat badan dan derajat kekurangan berat
badan
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat atau luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Berguna umtuk menentukan kebutuhan kalori
3) Auskultasi bunyi usus

26

Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses


infeksi berat / memanjang
4) Berikan porsi kecil tapi sering
Rasional : Menurunkan

kelemahan

saat

memberikan

kesempatan

untuk

makan

dan

meningkatkan

masukan kalori total.


5) Hindari makanan yang terlalu panas dan dingin
Rasional :

suhu ekstrem dapat meningkatkan/mencetuskan


spasme batuk.

6) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat


Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen
7) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan
untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikas
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama
makan

dan

membantu

memenuhi

kebutuhan

personal
e. Gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berhubungan dengan
kelemahan fisik mumumdan keletihan sekunder akibat adanya sesak
napas.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea.
Rencana keperawatan
1)

Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan


dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda
vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional:

Menetapkan

kemampuan/kebutuhan

memudahkan pilihan intervensi.

pasien

dan

27

2)

Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase


akut sesuai indikasi.
Rasional:

Menurunkan

stres

dan

rangsangan

berlebihan,

meningkatkan istirahat.
3)

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan


perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional:

Tirah baring dipertahankan, selam fase akut untuk


menurunkan

kebutuhan

metabolik.

Menghemat

energi untuk pentembuhan.


4)

Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat/ dan atau


tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
dikursi, atau menunduk kedepan meja atau bantal.

5)

Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.


Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

f. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
Tujuan : menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan
wajah tampak rileks/istirahat.
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang
diagnosa.
Rasional:

Pasien

dan

mengasimilasi

orang

terdekat

informasi

baru

mendengar
yang

dan

meliputi

perubahan pada gambaran diri dan pola hidup.


2) Akui rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan
perasaan.

28

Rasional:

Dukungan

memamampukan

membuka/menerima

kenyataan

pasien

mulai

penyakit

dan

pengobatan.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai
pemahaman yang sama.
Rasional: Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.
4) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
Rasional: Bila

penyangkalan

ekstrem

atau

nansietas

mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi


isu pasien perlu dijelaskan dan membuka car
penyelesaiannya.
5) Catat komentar/perilakuyang menunjukkan menerima dan atau
menggunakan strategi efektif menerima sesuatu.
Rasional:

Takut/ansietas

menurun,

pasien

mulai

menerima/secara positif dengan kenyataan


g. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang
tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan: menunjukkan pemahaman tentang diagnosa, program
pengobatan, serta melakukan perubahan pola hidup.
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakit
Rasional: Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang proses
penyakit.
2) Kaji patologi masalah individu.
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman
terhadap penyakit.

29

3) Berikan informasi dalam bentuk singkat dan sederhana tentang


penyebab, tanda dan gejala.
Rasional: Menambah pengetahuan klien tentang kesehatan.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan protei tinggi dan diet
karbohidrat serta pemasukan cairan adekuat.
Rasional: Memenuhi
meminimalkan

kebutuhan
kelemahan

metabolik
dan

membantu
meningkatkan

penyembuhan
5) Jelaskan dosisi obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan
dan alasan pengobatan yang lama.
Rasional: Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan
dan mencegah penghentian obat sesuai pasien.
6) Dorong pasien untuk menghindari asap rokok.
Rasional: Dapat meningkatkan disfungsi pernapasan.
7) Jelaskan tentang higine lingkungan
Rasional: Dapat meningkatkan derajat kesehatan
4.

Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan disini merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan.

5.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil dari kebutuhan dari keseluruhan tindakan
yang dilakukan. Evaluasi dilakukan secara terus-menerus dan untuk
melihat seberapa jauh tindakan keperawatan berhasil. Adapun tujuan dari
evaluai adalah :
a. Menunjukkan pola napas yang normal

30

b. Bersihan jalan napas kembali efektif.


c. Menunjukkan ventilasi adekuat
d. Menunjukkan peningkatan nafsu makan
e. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda
vital dalam rentang normal.
f. Menunjukkan rentang perasaan yang rileks
g. Menunjukkan pemahaman tentang penyakit dan pengobatan.
1.

Discharge Planning
Beri pasien dan orang terdekat instruksi verbal dan tertulis tentang
hal berikut :
a. Pentingnya berhenti merokok. Berikan pasien sumber-sumber yang
berhubungan dengan program berhenti merokok.
b. Tanda distres pernapasan (gelisah, agitasi, perubahan perilaku, keluhan
sesak nafas/ dispnea) dan pentingnya memberitahu dokter bila tanda
ini terjadi.
c. Obat-obatan, termasuk nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek
samping.

Anda mungkin juga menyukai