BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan
dalam rongga pleural; antara lapisan viseral dan parietal. (Susan Martin
Tucher, 1998).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak di antara permukaan viseral dan parietal merupakan proses
penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
Efusi pleura adalah keadaan di mana terjadi akumulasi cairan yang
abnormal dalam rongga pleura. (Lawrence M. Tierney, 2002). Efusi pleura
adalah terkumpulnya cairan di rongga pleura. (R. Samsuhidajat, 2005).
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan
pleura viseralis. (Arif Mutaqin, 2008).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan
pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura. (htt://orist.com/medical/efusi-pleural.httml, akses 11 juni
2009)
Dari pengertian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa efusi pleura
adalah adanya cairan di rongga pleura yang dapat bersifat eksudat atau
transudat, yang dapat disebabkan oleh beberapa macam penyakit.
2.
Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernapasan.
laring
b) Trakhea
b. Fisiologi Pleura
1) Pleura visceralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 mm), di antara celah-celah
sel ini terdapat beberapa sel limphosit. Di bawah sel mesotelial ini
terdapat jaringan kolagen dan serta-serat elastik yang dinamakan
lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan interstitial sub pleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler (arteri
pulmonlais dan arteri brakhialis) dan kelenjar getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura visceralis ini menempel dengan kuat
pada jaringan parenkim paru-paru.
2) Pleura parietalis
Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel
mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat
elastik) namun lebih dari pleura visceralis. Dalam jaringan ikat
tersebut terdapat pembuluh kapiler (arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna), kelenjar getah bening, dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan
temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus interkostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel tetapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh pleura viceralis. Cairan terbentuk dari filtrasi
plasma melalui endotel kapiler, kemudian direabsorpsi oleh
pembuluh limfe dan venula pleura. Telah diketahui cairan masuk
Etiologi
a. Peradangan
1) Pleuritis karena bakteri piogenik
2) Pleuritis karena tuberkulosis
b. Gangguan sirkulasi
1) Gagal jantung (Decompensatio cordis)
2) Emboli pulmonal
3) Hipoalbuminemia (Nefrotik Sindrom, malabsorbsi atau keadaan
dengan asites serta edema anasarka
c. Neoplasma
1) Mesotelioma
2) Karsinoma bronkus
3) Neoplasma metastatik (karsinoma payudara, ovarium, lambung,
ginjal, pankreas.
4) Idiopatik
4.
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbanga
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma
dan jaringan intertisial submesotelial. Kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik yakni yang
terbagi menjadi dua Aerob dan Anaerob, yang termasuk dalam Aerob
adalah streptokokus pneumonia, streptokokus mileri, stapilokokus SPP,
dan eschericia coli. Sedangkan Anaerob adalah bakteroides spp,
peptostreptokokus. Bakteri ini akan menempel pada permukan pleura dari
jaringan parenkim paru, dan menjalar secara hematogen dan jarang yang
melalui penetrasi diafragma, dinding dada dan esofagus.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, hipoalbuminemia,
sindrom nefrotik, keganasan, emboli paru. Efusi pleura yang diakibatkan
gagal jantung ( decompensatio cordis ) adalah sebab terbanyak timbulnya
efusi pleura. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan
vena sistemik dan tekanan pulmonal akan menurunkan tekanan kapasitas
reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening akan
10
terhadap
embolinya
yakni
dengan
memberikan
obat
11
maligna
(Non-Hodgkin
dan
Hodgkin),
ternyata
30%
eksudat
terjadi
bila
ada
proses
peradangan
yang
pleura
dapat
menyebabkan
hemotorak.
proses
terjadinya
12
5.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari efusi pleura adalah :
a. Nyeri dada pleuritik
b. Dispnea dan batuk
c. Suara perkusi redup hingga pekak.
d. Penurunan bunyi nafas pada sisi yang terkena
e. Kelemahan, penurunan toleransi terhadap aktivitas
f. Kehilangan nafsu makan / anoreksia.
g. Dinding dada lebih cembung, rasa berat pada dada.
h. Batuk berdarah pada karsinoma bronkus dan metastasis.
6.
Komplikasi
Komplikasi dari efusi pelura adalah :
a. Pneumothoraks
b. Fibrotoraks
c. Hemotoraks
d. Empiema
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada efusi pelura adalah :
a.Foto Toraks (x- Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaan horizontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut
yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadangkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam
13
cairan,
mediastinum
akan
tetap
pada
tempatnya.
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana
untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksaannya sebaiknya
dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dilakukan berulang-ulang dari pada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi).
c.Biopsi pleura
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura.
d.
Biokomia
Secara biokimia efusi pleura tebagi atas transudat dan eksudat
Eksudat
14
<3
< 0,5
>3
< 200
< 0,6
> 0,5
> 200
< 1,016
Rivalta
Negatif
> 0,6
>1,016
Positif
e.Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen,
9menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung
kuman-kuman yang aerob dan anaerob. Pleuritis tuberkulosa, biakan
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20%-30%.
f. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura, amat penting
untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
1) Sel neutropil menunjukkan adanya infeksi tertentu
2) Sel limposit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma maligna.
3) Sel mesotel bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya
infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
4) Sel-sel besar dengan banyak inti pada artritis reumatoid.
5) Sel maligna pada paru/metastase.
15
8.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispnea.
a. Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
spesimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispnea.
b. Pada empiema dilakukan WSD
c. Pipa intubasi melalui sela iga, dilakukan bila cairan pusnya kental
d. Bila cairan yang terjadi tidak banyak, maka cukup diberikan
kemoterapi untuk mengontrol jumlah cairan pada efusi pleura.
e. Oksigen : bila terjadi dispnea.
B.
Pengkajian
a.
Anamnesis
Identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama dan kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan, pekerjaan pasien, dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien
mencari pertolongan utama berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
klien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokalisasi, terutama saat batuk dan bernapas serta batuk
nonproduktif.
1)
16
3)
b.
Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien
terhadap
penyakitnya,
bagaimana
cara
mengatasinya,
serata
Pemeriksaan Fisik
1)
B1 (Breathing)
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan ekspansi
dada yang simetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang
sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif.
b) Palpasi
17
Pendorongan
mediastinum
kearah
hemithoraks
B2 (Blood)
Pada saat dilakukannya inspeksi perlu diperhatikan letak
ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada line medio
clavikularis kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung
(heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan
untuk menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
18
B3 (Brain)
Pada saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu
dikaji, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk
menentukan apakah klien berada dalam keadaan composmentis,
somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,
dan pengecapan.
4)
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal
syok.
5)
B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah abdomen membuncit atau ndatar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-bebjolan atau massa. Pada klien
biasanya didapatkan idikasi mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
6)
B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema
peritibial pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer, serta dengan capillary refil time. Selanjutnya
19
dilakukan
pemeriksaan
kekuatan
otot
untuk
kemudian
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan
efusi pleura adalah sebagai berikut :
a.
Ketidakefektifan
berhubungan dengan
c.
d.
e.
f.
g.
20
3.
Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan
pola
pernafasan
yang
berhubungan
dengan
Dengan
mengkaji
kualitas,
frekuensi,
dan
21
Rasional :
6) Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang
efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obatobatan serta foto thoraks.
Rasional : Pemberian O2 dapat menurunkan beban pernapasan
dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoaks, dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru.
8) Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis.
Rasional : Tindakan
thorakosintesis
atau
pungsi
pleura
22
3)
area
atelektasis
dan
meningkatkan
5)
6)
23
mukolitik
perlengketan
menurunkan
kekentalan
dan
pembersihan.
8)
meningkatkan
percabangan
diameter
trakheobronkhial
lumen
sehingga
luas
dan
bila
reaksi
implamasi
mengancam kehidupan.
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membaran alveolar kapilar
Tujuan : Menunjukkan ventilasi adekuat / oksigenasi dengan GDA
dalam rentang normal
Rencana keperawatan :
1) Catat frekwensi dan kedalam pernapsan, penggunaan otot bantu,
napas bibir.
Rasional : Takipnea dan dispnea menyertai obstrusi paru.
Kegagalan
pernapasan
lebih
berat
menyertai
24
25
menurunkan
kemampuan
untuk
pemenuhan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
26
kelemahan
saat
memberikan
kesempatan
untuk
makan
dan
meningkatkan
dan
membantu
memenuhi
kebutuhan
personal
e. Gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berhubungan dengan
kelemahan fisik mumumdan keletihan sekunder akibat adanya sesak
napas.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea.
Rencana keperawatan
1)
Menetapkan
kemampuan/kebutuhan
pasien
dan
27
2)
Menurunkan
stres
dan
rangsangan
berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3)
kebutuhan
metabolik.
Menghemat
5)
Pasien
dan
mengasimilasi
orang
terdekat
informasi
baru
mendengar
yang
dan
meliputi
28
Rasional:
Dukungan
memamampukan
membuka/menerima
kenyataan
pasien
mulai
penyakit
dan
pengobatan.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai
pemahaman yang sama.
Rasional: Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.
4) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
Rasional: Bila
penyangkalan
ekstrem
atau
nansietas
Takut/ansietas
menurun,
pasien
mulai
29
kebutuhan
kelemahan
metabolik
dan
membantu
meningkatkan
penyembuhan
5) Jelaskan dosisi obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan
dan alasan pengobatan yang lama.
Rasional: Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan
dan mencegah penghentian obat sesuai pasien.
6) Dorong pasien untuk menghindari asap rokok.
Rasional: Dapat meningkatkan disfungsi pernapasan.
7) Jelaskan tentang higine lingkungan
Rasional: Dapat meningkatkan derajat kesehatan
4.
Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan disini merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil dari kebutuhan dari keseluruhan tindakan
yang dilakukan. Evaluasi dilakukan secara terus-menerus dan untuk
melihat seberapa jauh tindakan keperawatan berhasil. Adapun tujuan dari
evaluai adalah :
a. Menunjukkan pola napas yang normal
30
Discharge Planning
Beri pasien dan orang terdekat instruksi verbal dan tertulis tentang
hal berikut :
a. Pentingnya berhenti merokok. Berikan pasien sumber-sumber yang
berhubungan dengan program berhenti merokok.
b. Tanda distres pernapasan (gelisah, agitasi, perubahan perilaku, keluhan
sesak nafas/ dispnea) dan pentingnya memberitahu dokter bila tanda
ini terjadi.
c. Obat-obatan, termasuk nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek
samping.