Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masayarakat adil dan makmur.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengaruh terhadap
faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standar (K3) agar tidak menjadikan
hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak
dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas
(K3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik diterapkan saat memasuki
ruang kerja agar mendeteksi secara dini kesehatan pekerja saat memulai
pekerjaannya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam
lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat
seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan suatu keadaan
dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam
menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan
lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani
maupun rohani dan didukung oleh sara dan prasarana yang terjamin
keselamatannya maka produktivitas kerja dapat ditingkatkan.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor
yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan.

1
1.2. Rumusan masalah
1. Apa itu program K3 ?
2. Apa saja langkah-langkah penerapan sistem manajemen K3 ?
3. Apa yang dimaksud dengan keselamatan kerja ?
4. Apa penyebab utama kecelakaan kerja ?
5. Apa yang dimaksud kesehatan kerja ?
6. Apa saja program keselamatan dan kesehatan kerja ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Program K3
Kecelakaan kerja menimbulkan kerugian langsung dan tidak langsung atau
biaya tersembunyi (hidden cost) bagi masyarakat secara keseluruhan. Pencapaian
standar tertinggi untuk keselamatan dan kesehatan di tempat kerja adalah penting
karena penghilanagan, atau sekurang-kurangnya pengurangan, bahaya dan risiko
K3 merupakan tanggung jawab moral sekaligus hukum para pengusaha. Meskipun
pertimbangan-pertimbangan ’kemanusiaan’ jauh lebih penting dalam mewujudkan
program-program K3 yang efektif, pertimbangan bisnis/keuangan dan ekonomi
tetap perlu dijadikan dasar. Dampak positif penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap organisasi, baik dalam bentuk
berkurangnya bahaya dan risiko maupun meningkatnya produktivitas, saat ii telah
semakin disadari oleh kalangan pemerintah, pengusaha dan pekerja.
Pende
katan Dalam Program K3
Pilar-pilar pokok strategi K3 pada dasarnya adalah membangun dan memelihara
budaya K3 yang bersifat preventif dan menggunakan penedekatan sistem dalam
manajemen K3. Dalam budaya K3 preventif, hak terhadap lingkungan kerja yang
aman dan sehat, dihormati pada semua jenjang. Membangun dan memelihara
budaya K3 preventif menuntut penggunaan semua perangkat yang tersedia untuk
meningkatkan kesadaran umum, penegetahuan, dan pemahaman tentang konsep-
konsep bahaya dan risiko kerja dan bagaimana keduanya dapat dicegah atau
dikendalikan.
Program-program keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk
membantu melindungi dan memelihara kondisi fisik dan mental para pekerja.
Program keselamatan kerja dirancag untuk mencpai tujuan diatas melalui dua
cara. Pendekatan pertama adalah dengan menciptakan lingkungan psikologis dan
sikap yang mendukung keselamatan kerja. Sikap ini harus mewarnai kegiatan-
kegiatan operasional perusahaan, dan kebijakan perusahaan, dan kebijakan

3
perusahaan yang secara mantap menekankan aspek keselamatan dan kesehatan
kerja menjadi sangat penting.
Pendekatan kedua terhadap perancangan program keselamatan adalah
dengan menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang aman. Lingkungan
fisik tempat kerja dirancang untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Program kesehatan kerja dirancang untuk memelihara kesehatan fisik dan
mental para pekerja. Melalui program ini, diharapkan agar masalah-masalah
kesehatan dapat diatasi sehingga produktivitas pekerja secara individual tidak
terganggu. Pekerja dengan kondisi fisik dan mental yang prima akan sangat
menentukan produktivitas perushaan secara keseluruhan. Program kesehatan yang
lebih efektif juga semakin mendapat perhatian dari manjemen karena peningkatan
dukungan dari serikat pekerja/buruh. Serikat pekerja menempatkan isu kesehatan
kerja pada urutan yang lebih tinggi dalam daftar tuntutan merak dalam perjanjian
kerja bersama.
Sistem Manajaemen K3
Pasal 86 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Selanjutnya, ketentuan ini
juga menyebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja. Keawjiban setiap perusahaan untuk menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan juga secara eksplisit dicantumkan dalam pasal 87
ketentuan yang sama.
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah “bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Guidelines on Occupational
Safety and Health Management Systems yang diterbitkan oleh ILO (2001)
mendefinisikan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagai “a

4
objectives, and to achieve those objectives” (serangkaian unsur yang saling
berhubungan atau saling berinteraksi untuk menetapkan kebijakan dan tujuan K3,
dan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut). Sistem manajemen K3 yang
dibuat harus cocok atau terintegrasi dengan sistem manajemen lainnya dalam
organisasi. Yang dimaksud dengan organisasi dalam konteks ini adalah “a
company, operation, firm, undertaking, establishment, enterprise, institution or
association, or part of it, whether incorporated or not, public or private, that has
its own functions and administration. For organization with more than one
operating unit, a single operating unit may be defined as an organization.”
Tujan dan sasaran dalam sistem manajemen K3 adalah menciptakan
sistem keselamatan dan kesehatan kerja ditempat keja dengan melibatkan unsur
manjemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Program-program kesehatan kerja (occupational health) menangani pencegahan
penyakit yang berasal dari kondisi kerja. Program ini terdiri atas dua unsur
berikut ini:
 Occupational medicine, yaitu cabang khusus dari preventive medicine
yang mencakup diagnosis dan pencegahan bahaya terhadap kesehatan
(health hazards) di tempat kerja dan menangani penyakit atau stres yang
terjadi sesudah tindakan pencegahan.
 Occupational hygine, merupakan bidang yang ditangani ahli kimia dan
ahli ergonomi yang melakukan pengukuran dan pengendalian atas bahaya
lingkungan (environmental hazards).
Sementara itu, program-program keselamatan (safety) menangani
pencegahan kecelakaan dan upaya untuk meminimalkan kerugian dan kerusakan
akibat kecelakaan kerja terhadap manusia dan harta benda. Program keselamatan
lebih banyak berhubungan dengan sistem kerja daripada lingkungan kerja, tetapi
baik program kesehatan maupun keselamatan kerja mencakup upaya perlindungan
dari bahaya, dan sasaran dan metode keduanya saling berkaitan.
Guidelines on Occupational Safety and Health Management Systems yang
diterbitkan oleh ILO (2001) menegaskan bahwa program K3, termasuk kepatuhan

5
terhadap persyaratan K3 yang ditetapkan oleh undang-undang dan ketentuan yang
lainnya, menjadi kewajiban dan tanggung jawab pengusaha atau pemimpin unit
kerja. Pengusaha/pemimpin unit kerja harus menunjukkan kepemimpinan dan
komitmen yang kuat atas kegiatan-kegiatan K3 dalam organisasi, dan mengambil
langkah-langkah tepat untuk membentuk sistem manajemen K3, yang memuat
unsur-unsur pokok berupa kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan
implementasi, evaluasi dan tindakan perbaikan.
Dalam uraian yang lebih rinci, Armstrong menyebutkan bahwa pengelolaan
keselamatan dan kesehatan kerja meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini:
 Merumuskan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
 Melakukan risk assessment untuk mengidentifikasikan bahaya dan menilai
risiko yang terkait dengan bahaya tersebut
 Melakukan audit dan inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja
 Mengimplementasikan program-program kesehatan kerja
 Mengelola stres
 Mencegah kecelakaan
 Mengukur kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
 Mengkomunikasikan kebutuhan akan praktik-praktik keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik
 Melatih praktik-praktik keselamatan dan kesehatan kerja yang baik
 Mengorganisasikan keselamatan dan kesehatan kerja
Sementara itu, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.05/ MEN/1996
menyebutkan bahwa dalam penerapan sistem manajemen K3, perusahaan
wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan
menjalankan komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan,tujuan dan sasaran penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan
dan kesehatan kerja

6
d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem
Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

2.2 Langkah-langkah Penerapan Sistem Manajemen K3


1. Membangun Komitmen dan Membuat Kebijakan
Pihak yang bertugas memimpin langsung tempat kerja harus menunjukkan
kepemimpinan dan momitmen terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya
yang memadai. Menurut Permennaker Nomor Per.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pengusaha dan pengurus
perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan kerja yang di
wujudkan dalam:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan
keputusan perusahaan
b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang K3
c. Menetapkan personal yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3
d. Perencanaan K3 yang terkoordinasi
e. Melakukan penilaian kerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3

7
Komitmen dan kebijakan tersebut harus ditinjau ulang secara berkala.
Pemimpin perusahaan pada setiap jenjang harus menunjukkan komitmen terhadap
K3 sehingga implementasi dan pengembangan Sistem Manajemen K3 dapat
terjamin. Demikian pula, setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada ditempat
kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi
dengan peninjauan awal (initial review) atas sistem manajemen K3 perusahaan
dan kondisi yang relevan. Bila belum ada sistem manajemen K3, atau perusahaan
baru saja didirikan, peninjauan awal akan berfungsi sebagai dasar untuk
membangun sistem manajemen K3. Peninjauan awal atas kondisi K3 perusahaan
saat ini dilakukan dengan cara:
a. Mengidentifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan
yang ada
b. Mengidentifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan perusahaan
c. Menilai tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan
standar K3
d. Membandingkan (atau melakukan benchmarking) penerapan K3
dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik
e. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi
dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
K3
f. Menilai efesiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan
Menurut Amstrong, peninjauan awal harus dilakukan oleh orang yang kompeten,
yang berkonsultasi dengan para pekerja dan/atau perwakilan mereka, sesuai
kebutuhan. Langkah ini harus:
a. Mengidentifikasi hukum dan regulasi nasional yang berlaku, pedoman
nasional, pedoman khusus perusahaan, program-program dan persyaratan
lainnya yang diikuti oleh perusahaan.
b. Mengidentifikasikan, mengantisipasi dan menilai bahaya dan risiko atas
keselamatan dan kesehatan yang berasal dari lingkungan kerja dan
penataan kerja saat ini

8
c. Menentukan apakah pengendalian yang direncanakan atau yang sedang
digunakan sudah memadai untuk menghilangkan bahaya atau
mengendalikan risiko
d. Menganalisis data hasil pemantauan atas kesehatan para pekerja
Hasil peninjauan awal tersebut harus (a) didokumentasikan, (b) menjadi
dasar pengambilan keputusan tentang implementasi sistem manajemen K3, dan
(c) memberikan landasan yang memungkinkan perusahaan mengukur upaya
perbaikan berkelanjutan atas sistem manajemen K3.
Kebijakan K3 adalah “suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh
pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan
perusahaan, komitmen dan tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan
kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan K3 dibuat
melalui proses konsultasi antara pengusaha dengan para pekerja dan/atau
perwakilan mereka.
Kebijakan K3 harus memuat, sekurang-kurangnya, prinsip-prinsip pokok
dan tujuan-tujuan yang menjadi komitmen organisasi berikut:
a. Melindungi keselamatan dan kesehatan semua anggota organisasi
dengan mencegah kecelakaan, kondisi kesehatan yang buruk, penyakit,
dan insiden yang terkait dengan pekerjaan
b. Mematuhi peraturan perundangan K3 yang relevan, program-program
sukarela (voluntary programmes), dan kesepakatan bersama tentang
K3 serta persyaratan yang lain diikuti oleh organisasi
c. Menjamin bahwa para pekerja dan perwakilan mereka diajak
bermusyawarah dan didorong berperan serta secara aktif dalam semua
unsur sistem manajemen K3
d. Secara berkelanjutan meningkatkan kinerja sistem manajemen K3
Kebijkan K3 tertulis diperlukan untuk menujukkan bahwa manajemen
puncak sungguh-sungguh memperhatikan perlindungan atas pekerja organisasi
dari bahaya di tempat kerja dan untuk mengindikasikan bagaimana perlindungan
ini dilakukan. Oleh sebab itu, kebijakan tersebut merupakan (1) pernyataan
kehendak, (2) sebuah definisi atau acuan tentang bagaimana kehendak itu

9
diwujudkan, dan (3) sebuah pernyataan tentang pedoman-pedoman yang harus
diikuti oleh setiap orang yang berkepentingan (artinya semua pekerja) dalam
mengimplementasikan kebijakan.

2. Membuat Perencanaan
Perusahaan harus membuat perencanaan efektif guna mewujudkan
keberhasilan penerapan dan kegiatan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang
jelas dan terukur. Perencanaan memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja.
Tujuan, sasaran, dan indikator kinerja ini dirumuskan dengan mempertimbangkan
identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko sesuai persyaratan
perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3.
Perencanaan hendaknya dibuat dengan tujuan untuk membuat sistem
manajemen yang mendukung (a) kepatuhan atas, sekurang-kurangnya, peraturan
perundangan nasional, (b) unsur-unsur sistem manajemen K3 organisasi, dan (c)
perbaikan berkelanjutan atas kinerja K3.
Untuk melakukan perencanaan K3 secara tepat dan memadai, harus dilakukan
penataan yang didasarkan atas hasil peninjauan ulang, peninjauan ulang
berikutnya, atau data lain yang tersedia. Penataan perencanaan ini harus
berkontribusi terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja,
dan harus memasukkan:
a. Definisi yang jelas tentang tujuan-tujuan K3, disertai dengan penetapan
prioritas dan kuantifikasi tujuan, bilamana perlu
b. Penyiapan rencana untuk mencapai tiap tujuan, disertai dengan penetapan
tanggung jawab dan kriteria kinerja yang jelas, yang menunjukkan apa
yang harus dilakukan, kapan, dan oleh siapa
c. Pemilihan kriteria pengukuran untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan
telah tercapai
d. Penyediaan sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia
dan finansial serta dukungan teknis
3. Menerapkan Kebijakan
Agar dapat mengimplementasikan kebijakan K3 secara efektif, perusahaan
harus menetapkan persyaratan kompetensi K3, dan membuat dan memelihara

10
tatanan untuk menjamin bahwa semua orang yang terlibat memiliki kompetensi
untuk menjalankan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan dalam pelaksanaan
tugas dan kewajiban mereka. Pengusaha atau pemimpin unit kerja harus memiliki,
atau memiliki akses terhadap, kompetensi K3 yang memdai untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan atau mengendalikan bahaya dan risiko yang
terkait dengan pekerjaan, serta untuk mengimplementasikan sistem manajemen
K3.
Penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif ditentukan
oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap pekerja di perusahaan. Pelatihan
K3 merupakan faktor kunci dalam program pencegahan. Upaya ini harus diawali
sebagai bagian dari program induksi/orientasi pekerja baru. Pelatihan keselamatan
kerja mengajarkan aturan keselamatan kerja dan memberikan informasi tentang
potensi bahaya dan bagaimana cara menghindarinya.
Dalam mendukung penerapam sistem manajemen, komunikasi mempunyai
peran sangat penting, terutama komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan
rutin. Penyediaan informasi yang sesuai bagi pekerja dan semua pihak yang
terkait, dan digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan dan
pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk menigkatkan kinerja K3.
Dalam konteks komunikasi, perusahaan harus menetapkan dan memelihara
pengaturan dan prosedur untuk:
a. Menerima, mendokumentasikan, dan menanggapi secara tepat, segala
bentuk komunikasi yang terkait dengan K3
b. Menjamin berlangsungnya komunikasi internal mengenai informasi K3 di
antara berbagai fungsi dan jenjang organisasi yang relevan
c. Menjamin bahwa kepedulian, gagasan dan masukan dari paar pekerja dan
wakil mereka tentang persoalan K3, bisa diterima, dipertimbangkan dan
ditanggapi.
Pendokumentasian merupakan unsur utama setiap manajemen dan harus
dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan (ukuran dan sifat dasar kegiatan
perusahaan). Dokumentasi sistem manajemen K3 hendaknya mencakup:
a. Kebijakan dan tujuan K3 organisasi

11
b. Pameran dan penanggung jawab kunci yang diterapkan untuk
mengimplementasikan sistem manajemen K3
c. Bahaya dan risiko K3 yang signifikan, yang berasal dari kegiatan-
kegiatan organisasi, dan pengaturan untuk mencegah dan
mengendalikan bahaya dan risiko tersebut.
d. Pengaturan, prosedur, instruksi atau dokumen nternal lainnya yanag
digunakan dalam kerangka sistem manajemen K3
Catatan (records) K3 harus dibuat, dikelola dan dipelihara sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Catatan ini harus teridentifikasi dan bisa dilacak, dan waktu
penyimpanannya harus disebutkan secara jelas. Para pekerja harus memiliki akses
kepada catatan yang relevan dengan lingkungan kerja dan kesehatan mereka,
dengan tetap menghormati kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan.
Dalam Permennaker Nomor Per.05/MEN/ 1996 disebutkan bahwa
pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian
penerapan sistem manajemen K3 dan harus mencakup:
a. Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan persyaratan
internal/indikator kinerja K3
b. Izin kerja
c. Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin,
pesawat-pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan
sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaaan, cara kerja dan proses
produksi
d. Kegiatan pelatihan K3
e. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan
f. Pemantauan data
g. Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut
h. Identifikasi produk termasuk komposisinya
i. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor
j. Audit dan peninjauan ulang sistem manajemen K3
Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko
Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko,
yang merupakan toalk ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyait

12
akaibat kerja. Langkah berikutnya adalah melakukan pengendalian untuk
menurunkan tingkat risiko.
Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan (a)
kondisi dankejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya, dan (b) jenis
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Penilaian risiko
adalah proses penentuan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan
atau penyakit akibat kerja. Menurut Armstrong, penilaian risiko (risk assessment)
adalah identifikasi bahaya dan analisis risiko yang terkait dengan bahay tersebut.
Bahaya (hazard) adalah “(segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kerugian/kerusakan [misalnya, bekerja di atap gedung, mengangkat benda berat,
bahan kimia, listrik, dsb]). Sementara risiko (risk) menurut hazard adalah
“peluang, baik besar atau kecil, terjadinya kerugian/ kerusakan yang ditimbulkan
oleh bahaya). Tujuan penilaian risiko adalah untuk mengawali tindakan
pencegahan.
Ada dua jenis penilaian risiko. Pertama adalah penilaian risiko kuantitatif
(quantitative risk assessment), yang menghasilkan perkiraan probabilitas obyektif
berdasarkan informasi risiko yang yang langsung terkait dengan keadaan dimana
risiko itu terjadi. Kedua adalah penilaian risiko kualitatif (qualitative risk
assessment), yang bersifat lebih subyektif dan diadasarkan atas pertimbangan
(judgement) yang didukung oleh data yang bersifat umum.
Bahaya kerja hendaknya diberi peringkat sesuai dengan potensi tingkat
keparahan (severity) yang ditimbulkannya. Peringkat ini misalnya bisa
menggunakan skala tiga-anagka seperti “rendah”, “sedang” dan “tinggi”. Skala
penilaian yang lebih kompleks tentang tingkat keparahan ini dikemukakan oleh
Holt dan Andrews (1993) berikut ini.
1. Catastrophic (bencana), bahaya yang sangat dekat/ nyata, bahaya bisa
menimbulkan kematian dalam skala besar
2. Critical (genting/ gawat), bahaya dapat ,menimbulkan penyakit serius,
cedera parah, keruskan harta benda dan peralatan
3. Marginal (kecil), bahaya dapat menimbulkan kesakitan, cedera, atau
kerusakan peralatan, tetapi cenderung tidak serius

13
4. Negligible (bisa diabaikan), bahaya tidak dapat menimbulkan cedera
atau kesakitan serius, kecil kemungkinan terjadi kerusakan yang
memerlukan tindakan pertolongan pertama
Bila bahaya sudah diidentifikasi, perlu dinilai seberapa tinggi risiko
terjadinya. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah (a) apa saja akibat terburuk
yang ditimbulkan, (b) berapa besar kemungkinan terjadinya, dan (c) berapa
banyak orang yang akan terluka/ dirugikan bila sesuati yang buruk terjadi. Dalam
hal ini, bisa digunakan sistem peringkat kemungkinan, misalnya seperti yang
disarankan oleh Holt dan Andrews (1993) berikut ini.
1. Probable, berpeluang terjadi segera atau dalam waktu dekat
2. Reasonably probable, sangat mungkin terjadi suatu saat
3. Remote, bisa terjadi suatu saat
4. Extremely remote, sangat kecil kemungkinan akan terjadi
Penilaian risiko kemudian harus diikuti oleh tindakan. Jenis tindakan yang
diambil dapat dibuat dalam peringkat yang tersusun berdasarkan potensi
efektivitasnya, dalam bentuk “rangkaian prioritas keselamatan” (safety
precedence sequence) sebagaimana yang digagas oleh Holt dan Andrews berikut
ini.
 Hazard elimination (penghilangan bahaya), penggunaan alternatif,
perbaikan rancangan, perubahan proses kerja
 Substitution (penggantian), misalnya, penggantian sebuah bahan kimia
dengan bahan lain yang kurang berisiko
 Use of barries (penggunaan penghalang), memindahkan bahaya dari
pekerja atau memindahkan pekerja dari bahaya
 Use of procedures (penggunaan prosedur), pembatasan kontak
(exposure), dilusi kontak (pelemahan/ pengurangan intensitas), sistem
kerja yang aman
 Use of warning systems (penggunaan sistem peringatan), tanda/
isyarat, instruksi, label
 Use of personal protective clothing (penggunaan pakaian pelindung),
ini bergantung pada respons manusia dan digunakan sebagai tindakan
tambahan hanya ketika pilihan lain tidak tersedia atau terbatas

14
Menurut pedoman ILO (2001), bahaya dan risiko terhadap keselamatan
dan kesehatan pekerja harus diidentifikasikan dan dinilai secara terus menerus.
Tindakan pencegahan dan perlindungan harus diterapkan dalam urutan prioritas
ini:
a. Menghilangkan atau menghapus bahaya/ risiko
b. Mengendalikan bahaya atau risiko pada sumbernya, dengan
menggunakan pengendalian teknik (engineering control) atau
tindakan organisasi
c. Meminimalkan bahaya/ risiko melalui perancangan sistem kerja yang
aman, termasuk tindakan pengendalian administratif
d. Jika bahaya/ risiko yang masih ada tidak dapat dikendalikan dengan
tindakan kolektif, pengusaha atau pemimpin unit kerja harus
menyediakan peralatan pelindung yang tepat, termasuk pakaian yang
disediakan cuma-cuma dan harus menerapkan tindakan untuk
memastikan penggunaan dan pemeliharaannya
Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana
Prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana harus
mengidentifikasi potensi kecelakaan dan situasi darurat, dan menangani
pencegahan risiko K3 yang terkait dengan situasi tersebut. Pengaturan atau
prosedur ini harus dibuat sesuai dengan ukuran dan sifat dasar kegiatan organisasi,
dan harus:
a. Menjamin tersedianya informasi, komunikasi internal dan koordinasi
yang diperlukan untuk melindungi semua orang ketika keadaan darurat
terjadi di tempat kerja
b. Memberikan informasi kepada, dan berkomunikasi dengan, pihak
berwenang yang terkait dan lingkungan sekitar serta unit tanggap
darurat
c. Menangani tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan
bantuan medis, pemadaman kebakaran dan evakuasi semua orang dari
tempat kerja
d. Memberikan informasi dan pelatihan yang relevan kepada semua
anggota organisasi, pada semau jenjang, termasuk latihan berkala

15
pencegahan keadaan darurat, prosedur kesiapan dan pemberian
tanggapan
4. Melakukan Pengukuran dan Evaluasi
Inspeksi keselamatan (safety inspection) dirancang untuk memeriksa
bidang spesifik dari organisasi (bagian operasional atau proses manufaktur) untuk
menemukan dan menetapkan tiap kerusakan dalam sistem, peralatan, pabrik atau
mesin, atau kesalahan operasional yang bisa menjadi sumber kecelakaan. Inspeksi
keselamatan harus dilakukan secara berkala dan sistematis oleh para manajer lini
dan penyelia, dengan saran dan bantuan dari konsultan K3.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam inspeksi keselamatan adalah
sebagai berikut:
 Menetapkan penanggung jawab untuk melakukan inspeksi
 Menetapkan aspek-aspek yang akan dicakup dalam sebuah daftar periksa
 Membagi departemen atau unit produksi ke dalam area-area dan membuat
daftar aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada tiap area
 Menetapkan frekuensi pelaksanaan inspeksi, bisa saja dilakukan inspeksi
harian untuk area kritis
 Menggunakan daftar periksa sebagai dasar inspeksi
 Mengambil sampel atau titik periksa secara acak
 Melakukan investigasi khusus bila diperlukan untuk menangani masalah-
masalah khusus, seperti mesin produksi yang tidak dijaga operator
 Menyusun sistem pelaporan (menggunakan formulir untuk mencatat hasil
inspekksi)
 Menyusun sistem untuk memantau apakah inspeksi keselamatan telah
dilakukan secara tepat dan sesuai jadwal dan tindakan perbaikan telah
diambil ketika diperlukan
Audit Sistem Manajemen K3
Audit sistem manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui
efektifitas penerapan sistem manajemen K3. Audit harus dilaksanakan secara
sistematis dan independen oleh personalia yang kompeten, dengan menggunakan
metodologi yang sudah ditetapkan. Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan
tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan

16
di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pemimpin unit kerja dalam
proses tinjauan ulang manajemen.
Menurut Permennakertrans Nomor Per.18/MEN/XI/2008 tentang
Penyelenggara Audit Sistem Manajemen dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
audit Sistem Manajemen K3 (SMK3) terdiri atas audit eksternal SMK3 dan audit
internal SMK3. Audit eksternal SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan
independen, untuk mengukur penerapan SMK3 di tempat kerja dan/atau
perusahaan yang hasilnya digunakan sebagai bahan pertimbanagan dalam
penilaian tingkat pencapaian penerapan SMK3. Audit internal SMK3 adalah audit
SMK3 yang dilakukan oleh perusahaan sendiri dalam rangka pembuktian
penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3 dan/atau pemenuhan
standar nasional atau internasional atau tujuan-tujuan lainnya.
Menurut Armstrong, audit K3 dilakukan untuk memberikan tinjauan yang
lebih komprehensip atas semua aspek kebijakan keselematan dan kesehatan, dan
prosedur serta program-program yang telah dijalankan. Menurut Saunders (1992),
audit keselamatan memeriksa organisasi secara menyuluruh untuk menguji
apakah organisasi mencapai tujuan dan sasaran keselamatannya. Audit ini
memeriksa hirarki, proses perencanaan keselamatan, pengambilan keputusan,
delegasi wewenang, pembuatan kebijkan dan implementasinya serta semua
bidang perencanaan program keselamatan.
Menurut pedoman ILO (2001), audit sistem manajemen K3 harus mencakup
bidang-bidang berikut ini:
a. Kebijakan K3
b. Peran serta pekerja
c. Tanggung jawab dan akuntabilitas
d. Kompetensi dan pelatihan
e. Dokumentasi sistem manajemen K3
f. Komunikasi
g. Peancanaan, pengembangan dan implementasi sistem
h. Tindakan pencegahan dan pengendalian
i. Manajemen perubahan
j. Pencegahan, kesiapan dan langkah tanggap darurat

17
k. Pengadaan
l. Kontrak
m. Pemantauan dan pengukuran kinerja
n. Investigasi cedera, keadaan kurang sehat, penyakit dan insiden yang
terkait dengan pekerjaan serta dampaknya pada kinerja K3
o. Audit
p. Tinjauan manajemen
q. Tindakan preventif dan korektif
r. Perbaikan berkelanjutan
s. Kriteria atau unsur audit yang dipandang perlu
Kesimpulan audit harus menentukan apakah unsur-unsur sistem
manajemen K3 yang diterapkan telah:
a. Efektif dalam mencapai tujuan dan kebijakan K3
b. Efektif dalam mendorong peran serta penuh dari pekerja
c. Tanggap terhadap evaluasi kinerja K3 dan hasil audit sebelumnya
d. Memunglinkan organisasi untuk menjalankan/mematuhi semua peraturan
perundangan K3 yang relevan
e. Mewujudkan tujuan perbaikan berkelanjutan dan praktik-praktik K3
terbaik
5. Melakukan Tinjauan Ulang dan Peningkatan
Pimpinan unit kerja yang ditinjau harus melaksanakan tinjauan ulang sistem
manajemen K3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas
berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3. Ruang lingkup
tinjauan ulang sistem manajemen K3 harus dapat mengatasi implikasi K3
terhadap seluruh kegiatan, produk, barang dan jasa, termasuk dampaknya terhadap
kinerja perusahaan.
Menurut Permenaker Nomor Per.05/Men/1996, tinjauan ulangg sistem
manajemen K3 meliputi:
a. Evaluasi terhadap penerapan K3
b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3
c. Hasil temuan audit sistem manajemn K3

18
d. Evaluasi efektifitas penerapan sistem manajemen K3 dan kebutuhan untuk
mengubah sistem manajemen K3 sesuai dengan:
1) Perubahan peraturan perundangan
2) Pertuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
3) Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4) Perubahan struktur organisasi perusahaan
5) Perkembsngsn ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
epidemologi
6) Pengalaman yang didapat dari insiden K3
7) Pelaporan
8) Umpan balik khususnya dari pekerja
Tinjauan manajemen harus mempertimbangkan (a) hasil investigasi atas
cedera, kesehatan yang buruk, penyakit dan insiden, hasil pemantauan dan
pengukuran kinerja,hasil kegiatan audit, dan (b) masukkan tambahan dari dalm
dan luar organisasi, seperti perubahan organisasi, yang dapat mempengaruhi
sistem manajemen K3.
Setelah tinjauan manajemen dilakukan, tindakan-tindakan perbaikan perlu
dilaksanakan dalam bentuk tindakan preventif dan korektif (setelah melakukan
identifikasi dan analisis masalah secara cermat) termasuk perubahan sistem
manajemen K3 itu sendiri jika itu diperlukan. Pada akhirnya, harus dibuat dan
dipelihara pengaturan untuk perbaikan berkelanjutan atas unsur-unsur yang
relevan dari sistem manajemen K3 dan sistemnya sendiri secara keseluruhan.
2.3 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja (safety) adalah perlindungan para pekerja dari luka-luka yang
diakibatkan oleh kecelkaan yang berkaitan dengan pekerjaan (the protection of
employees from injuries caused by work-related accidents).
Program Keselamatan Kerja
Tujuan program keselamatan kerja adalah:
1. Menciptakan lingkungan psikologis dan sikap yang mendukung
keselamatan kerja, tujuan ini menjadi tanggung jawab setiap orang di
dalam organisasi
2. Menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang aman

19
Berikut ini adalah beberapa alasan yang mendorong pihak manajemen untuk
mendukung program-program keselamatan kerja.
1. Kerugian personal. Kebanyakan orang tentu tidak ingin terluka atau
mendapat kecelkaan. Penderitaan fisik dan mental yang diakibatkan oleh
kecelkaan selalu tidak menyenangkan dan bahkan dapat menimbulkan
trauma. Di samping itu, harus ada perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap kemungkinan terjadinya cacat permanen atau bahkan kematian
2. Kerugian finansial karena pekerja mengalami kecelakaan. Pada umumnya,
pekerja dilindungi oleh program asuransi perusahaan atau asuransi
kecelakaan pribadi. Meskipun demikian, luka akibat kecelakaan bisa
menimbulkan kerugian finansial yang tidak ditanggung oleh asuransi
3. Hilangnya produktivitas. Bila seorang pekerja mengalami luka, maka
perusahaan akan rugi akibat hilangnya produktivitas. Di samping itu, ada
juga biaya-biaya tersembunyi. Misalnya, pengganti karayawan yang
terluka harus mendapatkan pelatihan terlebih dulu
4. Premi asuransi yang lebih tinggi. Premi asuransi pekerja yang dibayar,
didasarkan atas riwayat perusahaan dalam mengajukan klaim asuransi.
Makin sering terjadi kecelakaan, makin tinggi premi yang diminta oleh
perusahaan asuransi
5. Kemungkinan terkena denda dan hukman. Pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan keselamatan kerja tertentu bisa mendapatkan denda,
hukuman penjara, atau sanksi hukum lainnya
6. Tanggung jawab sosial. Dukungan terhadap program keselamatan
menunjukkan tanggung jawab pihak eksekutif atau pengusaha atas
keselamatan dan kesehatan para pekerja mereka
Program keselamatan kerja yang efektif lazimnya memiliki ciri-ciri berikut ini.
 Melibatkan pembentukan sebuah komite keselamatan dan peran serta
seluruh bagian dalam perusahaan. Para karyawan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan tentang keselamatan kerja dan manajemen
memperhatikan secara seksama saran-saran peningkatan keselamatan

20
 Mengkomunikasikan keselamatan dengan pendekatan multimedia,
termasuk kuliah/ ceramah, film, poster, pamflet, dan presentasi
menggunakan komputer
 Menginstruksikan kepada penyelia tentang bagaimana
mengkomunikasikan, mendemonstrasikan, dan mewajibkan keselamatan,
dan melatih karayawan tentang cara aman menggunakan peralatan
 Menggunakan insentif, penghargaan, dan penguatan positif untuk
mendorong perilaku kerja yang aman. Memberi penghargaan (misalnya,
safe driving award bagi pengemudi truk) kepada karyawan dengan
catatan keselamatan yang istimewa
 Mengkomunikasikan dan menegakkan aturan keselamatan. Ketentuan K3
mewajibkan karyawan untuk mematuhi aturan keselamatan, dan dalam
program yang baik, manajer siap menggunakan sistem penegakkan
disiplin untuk memberi sanksi atas perilaku tidak aman.
 Mendorong direktur keselamatan (safety director) dan/ atau komite
keselamatan agar terlibat dalam inspeksi diri secara berkala dan
melakukan safety research untuk mengidentifikasikan situasi yang
berpotensi menimbulkan bahaya, dan untuk memahami mengapa
kecelakaan terjadi dan bagaimana memperbaikinya
2.4 Penyebab Utama Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja (occupational accident) adalah sebuah kejadian atau
peristiwa yang berasal dari, atau terjadi dalam, rangkaian pekerjaan yang
berakibat (a) cedera fatal [fatal occupational injury], atau (b) cedera tidak fatal
[non-fatal occupational injury]. Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelkaan kerja adalah “kecelakaan yang
terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan
yang biasa atau wajar dilalui”.
Cedera akibat pekerjaan (occupational injury) dapat berupa kematian, luka
atau penyakit yang dialami seseorang sebagai akibat dari kecelakaan kerja.
Sementara itu, menurut SHRM Glossary of HR Terms, cedera akibat pekerjaan

21
adalah “cedera yang dialami selama dalam pekerjaan, yang meneyebabkan
karyawan harus menjalani perawatan medis di luar tindakan pertolongan pertama
yang bersifat minor, dan mengakibatkan pekerja tidak bisa masuk kerja akibat
cedera itu selama satu hari atau lebih, atau mengakibatkan terjadinya pembatasan
pekerjaan)”.
Untuk menjalankan investigasi yang efektif dan mencegah terjadinya
kecelakaan, kita harus mengetahui mengapa terjadi berbagai penyimpangan dalam
prosedur kerja. Menurut Joint Industrial safety Council-ILO, ada tiga faktor utama
yang berkontribusi terhadap kecelakaan kerja, yakni peralatan teknis, kondisi
kerja, dan manusia.
1. Peralatan Teknis
Contoh: peralatan tidak memadai atau salah rancangannya, yang daoat
menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kecelakaan
2. Kondisi Kerja
Kondisi kerja dapat mempengaruhi pekerja secara tidak langsung, dan
oleh karena itu dapat juga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Faktor-faktor itu antara lain:
 Kesemrawutan tempat kerja
 Kebisingan
 Temperatur
 Ventilasi
 Pencahayaan
3. Manusia
Kinerja karyawan dapat meningkatkan risiko yang terjadinya kecelakaan.
Konsekuensinya, semua pekerjaan harus direncanakan dengan
memperhatikan sudut pandang pekerja. Pengusaha atau pemimpin unit
kerja adalah penanggung jawab utama dalam perencanaan dan penataan
tempat kerja

22
Berkaitan dengan faktor manusia dalam kecelakaan kerja, faktor-faktor
penting yang harus diperhatikan oleh manajemen antara lain:
 Pengalaman kerja. Tahap-tahap awal dalam pekerjaan baru atau prosedur
baru merupakan saat-saat yang paling kritis. Kondisi yang sama terjadi
bila seseorang pekerja berganti pekerjaan
 Informasi dan instruksi tentang metode kerja dan risiko yang mungkin
terjadi
 Usia. Pekerja yang berusia tua lebih mudah terluka, misalnya bila
terjatuh. Secara umum, penglihatan dan pendengaran akan menurun
kemampuannya seiring dengan bertambahnya usia
Sementara itu, Mondy dan Noe membagi penyebab kecelakaan ke dalam tiga
jenis, yakni: penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab pokok
(lihat gambar 12.3). Manajemen yang keliru, kebijakan keselamatan dan
keputusan yang terkait dengannya, faktor-faktor personal, dan faktor-faktor
lingkungan, merupakan penyebab pokok atau sumber terjadinya kecelakaan.
Faktor-faktor ini dapat memunculkan tindakan dan kondisi tidak aman, yang
menjadi penyebab tidak langsung kecelkaan kerja. Pada gilirannya, pelepasan
energi yang tak terencana dan/ atau bahan-bahan berbahaya secara langsung
menyebabkan terjadinya kecelakaan, yang mengakibatkan cedera dan kerusakan/
kerugian harta benda.

23
Senada dengan Mondy dan Noe, Cascio (1992) menyebutkan perilaku dan
kondisi tidak aman sebagai penyebab kecelakaan (lihat gambar 12.4). Ia
menambahkan, terhadap keadaan ini, perusahaan harus memberikan tanggapan
yang tepat, dalam bentuk pengendalian teknik (engineering control) dan/ atau
pengendalian manajemen (management control). Pengendalian teknik dilakukan
dengan mengubah lingkungan kerja, termasuk peralatan dan tempat kerja.
Langkah-langkah pencegahan kecelakaan melalui pengendalian manjemen
dilakukan dengan menjalankan loss control program (program pengendalian
kerugian yang mungkin timbul, baik pada manusia maupun harta benda),
membentuk panitia keselamatan kerja, menyusun peraturan keselamatan,
melakukan seleksi untuk mendapatkan karyawan yang kompeten,
menyelenggarakan pelatihan bagi karyawan dan penyelia, dan memberikan umpan
balik dan insentif untuk mendorong perilaku kerja yang aman.

24
Agar keselamatan kerja tetap terjaga, setiap pekerja harus:
 Memperhatikan keselamatan dirinya sendiri
 Ikut bertanggung jawab atas keselamatan orang lain yang mungkin
terkena dampak dari tindakan atau kelalaiannya
 Mematuhi petunjuk-petunjuk keselamatan kerja
 Menggunakan perlengkapan keselamatan dan alat-alat pelindung
secara tepat
 Melaporkan kepada penyelia setiap situasi yang dapat menimbulkan
bahaya dan tidak dapat ditanganinya
 Melaporkan setiap kecelakaan atau penyakit akibat kerja
(occupational illnes) yang timbul dalam kaitannya dengan dengan
pekerjaan
2.5 Kesehatan Kerja
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
kesehatan adalah “keadaan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sementara kesehatan kerja (occupational health) dapat diartikan sebagai

25
terbebasnya para pekerja dari penyakit fisik atau emosional (an employee’s
freedom from physical or emotional illness).
Pasal 23 UU Nomor 23/ 1992 menyebutkan bahwa kesehatan kerja
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan
kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan
syarat kesehatan kerja. Ketentuan yang sama juga menegaskan bahwa setiap
tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
Menurut Rantanen (2004), tujuan pelayanan kesehatan kerja (occupational
health services) adalah untuk melindungi kesehatan para pekerja, dan untuk
mendorong terciptanya lingkungan kerja yang sehat dan aman dan komunitas
kerja yang berfungsi dengan baik. Untuk mewujudkan tujuan ini, pelayanan
kesehatan kerja menjalankan kegiatan promosi, pencegahan (preventif), dan
penyembuhan (kuratif). Di Eropa, pelayanan kesehatan kerja menggunakan lima
prinsip berikut: a) pencegahan bahaya yang mengganggu kesehatan dan
perlindungan kesehatan pekerja, b) penyesuain lingkungan kerja dengan pekerja,
c) rehabilitasi, d) promosi kesehatan dan e) pelayanan kesehatan dasar (primary
health care).
2.6 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.6.1 Program Keselamatan Kerja
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang
dikeluarkan pada 12 Januari 1970, mengatur masalah-masalah keselamatan di
tempat kerja. Tujuan UU ini adalah mengubah pengawasan yang bersifat represif
menjadi pengawasan preventif.
Pasal 3 UU Nomor 1/ 1970 antara lain menyebutkan bahwa penetapan syarat-
syarat keselamatan kerja ditujukan untuk:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan kerja
6. Memberi alat-alat perlindungan diri untuk para pekerja

26
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebarnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
matahari atau radiasi, suara, dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja,baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi, dan penularan
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang cukup
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, ketertiban
13. Memperoleh keserasian antar proses kerja
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
17. Mencegah terkena aliran listrik
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
Program-program keselamatan kerja dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pertama, membuat kondisi kerja aman (safety condition), antara lain dengan
menggunakan mesin-mesin yang dilengkapi dengan alat-alat pengaman (safety
device), menggunakan alat-alat yang lebih baik; mengatur tata letak pabrik dan
penerangan sebaik mungkin; menjaga agar lantai dan tangga bebas dari air,
minyak, dan gemuk; melakukan pemelihraan fasilitas pabrik secara baik; dan
menggunakan petunjuk-petunjuk kemanan

27
Kedua, melakukan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktik-
praktik yang memperhatikan keselamatan kerja (safety act) oleh manusia. Ini
dapat dilakukan dengan mendidik para karyawan tentang aspek keamanan;
memberlakukan larangan-larangan secara keras; memasang poster-poster dan
kartun-kartun untuk selalu mengingatkan tentang keamanan (lihat contoh gambar
12.6); menunjukkan gambar-gambar karyawan yang cedera dan statistik
kecelakaan; membentuk tim manajemen serikat pekerja untuk menanggulangi
masalah-masalah keamanan dan keselamatan kerja, dan sebagainya.
Pertolongan Pertama
Perlengkapan dan bahan-bahan untuk pertolongan pertma harus sudah tersedia
untuk menangani kecelakaan kerja atau pekerja yang sakit di tempat kerja.
Perlengkapan itu meliputi kotak P3K dan pandu/ usungan beserta selimut. Di
samping itu, diperlukan pula kehadiran seseorang yang telah mendapat latihan
P3K.
Bila terjadi kecelakaan, tindakan yang harus diambil adalah:
 Mencegah agar orang yang terluka tidak bertamabah
 Memanggil instruktur atau penyelia, atau orang yang bertanggung jawab
menangani pertolongan pertama; panggil ambulans jika perlu
 Mengobat orang yang terluka

Evaluasi Program Keselamatan Kerja

28
Indikator yang mungkin paling baik untuk menilai keberhasilan program
keselamatan kerja adalah berkurangnya jumlah dan keparahan kecelakaan. Oleh
karena itu, evaluasi atas program keselamatan kerja tidak hanya melibatkan
penghitungan jumlah kecelakaan, tetapi juga harus mempertimbangkan parahnya
kecelakaan itu. Statistik seperti tingkat insiden, frekuensi dan keparahan
seringkali digunakan dalam evaluasi program. Catatan-catatan semacam ini
memberikan dasar untuk menentukan kecenderungan jangka panjang, termasuk
meningkatnya, atau menurunnya, kesehatan karywawan.
Incidence Rate.incidene rate adalah ukuran yang menunjukkan jumlah
cedera (injury) dan keadaan sakit (illness) (atau jumlah kecelkaan yang
menyebabkan hilangnya waktu keja) dalam satu tahun.formula yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Incidence rate = Number of injuries and illeness X 200.000
Number of employee hours worked
Basis yang digunakan untuk 100 pekerja penuh waktu adalah 200.000
(dengan asumsi 40 jam per minggu selama 50 minggu). Misalkan sebuah
perusahaan mencatat 10 kecelakaan (yang menimbulkan cedera dan kondisi sakit)
dan memiliki 500 pekerja. Untuk menghitung jumlah orang-jam (employee-hours
worked) selama 40 jam dan 50 minggu: 500 X 40 X 50 = 1.000.000. Jadi,
incidene ratenya adalah 2 untuk tiap 100 pekerja dalam satu tahun: (10 X
200.000)/ 1.000.000 = 2.
Jika incidence rate ingin diubah untuk menunjukkan jumlah kecelkaan
dalam setiap satu juta jam kerja (the number of injuries and illlness for every
million hours worked), maka formulanya adalah sebagai berikut:
Frekuency Rate = Number of injuries and illness X 1.000.000
Number of employee hours worked
Kemudian, saverity rate menunjukkan “jumlah hari kerja yang hilang karena
kecelakaan per sejuta orang-jam kerja”. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Saverity Rate = Number of person-days lost X 1.000.000
Number of employee hours worked

2.6.2 Program Kesehatan dan Kebugaran

29
Beberapa program kesehatan dan kebugaran yang bisa diselenggarakan adalah
manajemen stres dan program kebugaran.
 Manajemen Stres
Stress adalah “the pattern of emotional states and physiological reactions
occuring in responce to demands to demands from within or outside
organizations (i.e., stressors)” (pola kondisi emosi dan reaksi fisik yang
terjadi sebagai respos terhadap tuntutan dari dalam atau luar organisasi [yakni,
stressor]). Stres dapat juga diartikan sebagai “the adverse reaction people
have to excessive pressure or other types of demands pllaced on them” (reaksi
buruk yang diberikan seseorang terhadap tekanan, atau bentuk tuntutan yang
berlebihan lainnya, terhadap dirinya). Dalam konteks perjalanan job stress
dapat didefinisikansebagai “the harmful physical and emotional responses
that occur when the requirements of the job do not match the capabilities,
resoources, or needs of the worker” (respons fisik dan emosi yang merugikan,
yang terjadi bila tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber
daya, atau kebutuhan pekerja).

Stres tidak selalu berakibat negatif. Stres yang dialami pada tingkat
tertentu adalah sesuatu yang normal. Dalam kenyataannya, stres seringkali
memberikan energidan motivasi kepada kita untuk menghadapi tantangan hidup
sehari-hari, baik di rumah maupun di tempat kerja. Stres dalam tingkat sedang
(mild stress) pada dasarnya dapat meningkatkan produktivitas dan dapat
membanttu pengembangan gagasan-gagasan kreatif (lihat Gambar 12.7). Tentu

30
saja, seperti kebanyakan hal lainnya, stres yang berlebihan akan berdampak
negati. Bila rasa puas berubah menjadi keletihan, frustasi atau ketidakpuasan, atau
ketika tantangan di tempat kerja terlalu berat, kita mulai merasakan tanda-tanda
negatif dari stres.
Setiap langakah manjemen ini telah memberikan beban terhadap para
karyawan yang harus menerima jaminan pekerjaan yang lebih rendah, tanggung
jawab yang lebih besar, dan jam keja yang lebih panjang. Ketidakmampuan untuk
menyelaraskan tuntutan-tuntutan tersebut dengan kehidupan keluarga juga
menimbulkan ketegangan lebih jauh bagi mereka. Akibatnya bisa berupa dua hal:
 Kondisi kesehatan yang buruk (seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, depresi, dan serangan panik)
 Konsekuensi perilaku (misalnya insomnia, kecemasan, buruknya
konsentrasi, dan meningkatnya konsumsi alkohol, rokok, dan zat/obat
lainnya)
Kedua akibat tadi dapat mengarah pada meningkatnya ketidakhadiran,
turnover yang tinggi, kepuasan kerja yang rendah, dan terciptanya suasana
hubungan kerja dengan rasa saling percaya yang rendah. Stres dan
konsekuensinya disebabkan oleh kombinasi ketegangan yang berasal dari dalam
dan luar pekerjaan. Seseorang yang biasanya mampu mengatasi dengan baik
tuntutan pekerjaan yang penuh tekanan, bisa jadi kehilangan kemampuan ini
ketika muncul masalah-masalah rumah tangga, kematian orang terdekat, utang
dan perceraian. Karena itu, dari sudut pandang bisnis layak bagi pengusaha untuk
membuat mekanisme formal untuk memberikan dukungan emosional kepada para
karyawan.
Penyebab Stres
Stressor adalah sesuatu yang menyebabkan stres pada seseorang. Stressor dapat
diartikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang membuat seseorang memberikan
respons untuk menghadapinya, karena faktor-faktor ini mengandung ancaman
atau bahaya. Bahaya dapat berupa: kurangnya kendali atas cara melakukan
pekerjaan, kelebihan beban kerja (atau kekurangan beban/ underload), kurangnya
dukungan dari manjer/ atasan, peran yang tidak jelas, buruknya hubungan dengan
rekan kerja (termasuk bullying), atau lemahnya manajemen perubahan organisasi.

31
DeCenzo dan Robbins (2007) menyebutkan dua kelompok besar penyebab
stres (stressor) dalam organisasi, yakni: faktor personal dan faktor organisasi.
Untuk faktor organisasi, mereka membagi stressor ke dalam lima kategori:
tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, struktur organisasi, dan
kepemimpinan organisasi.
Tuntutan tugas (task demands) terkait dengan pekrejaan seseorang. Ini
meliputi rancangan pekerjaan (otonomi), kondisi kerja, dan tata letak tempat kerja.
Tuntutan peran (role demands) berhubungan dengan tekanan yang diterima
seorang karyawan yang berasal dari perannya dalam organisasi. Konflik peran
(role conflict) menciptakan harapan-harapan yang sulit diwujudkan atau dipenuhi.
Konflik ini juga terjadi bila seseorang berada dalam posisi mengejar tujuan-tujaun
yang saling bertentangan. Kelebihan peran (role ambiguity) terjadi bila seseorang
karyawan tidak memahami isi pekerjaan atau tugas-tugas yang harus
dijalankannya (harapan tidak jelas dan karyawan ragu apa yang harus dilakukan).
Tuntutan interpersonal (interpersonal demand) adalah tekanan-tekanan
yang berasal dari karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan
buruknya hubungan antar pribadi dapat menyebabkan banyak stres, terutama
dikalangan karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.
Struktur organisasi dapat meningkatkan stres. Aturan yang terlalu banyak
dan kurangnya kesempatan bagi karyawan untuk berperan serta dalam
pengambilan keputusan yang mempengaruhi dirinya, adalah contoh variabel
struktural yang berpotensi menyebabkan stres. Kepemimpinan menggambarkan
gaya supervisi para pemimpinformal atau manajer peusahaan.sejumlah manajer
menciptakan budaya yang dicirikan oleh ketegangan, ketakutan, dan kecemasan
dikalangan karyawan. Mereka menciptakan tekanan-tekanan yang tak realistis
untuk segera menunjukkan hasil dalam waktu singkat, memberlakukan pengawaa
yang terlalu ketat, dan sering memecat karayawan yang berkinerja buruk. Dampak
gaya kepemimoinan sperti ini dapat menyebar di seluruh organisasi dam sampai
kepada semua karyawan.

32
Gejala Stres

Berikut ini adalah sejumlah alternatif cara yang bisa ditemouh pengusaha atau
atasan untuk menangani stres kerja.
 Perlakuan semua karyawan secara adil dan terhormat
 Tangani stres secara serius dan pahami staf yang berada di bawah terlalu
banyak tekanan
 Kenalin tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan bahwa seseorang
mungkin mengalami kesulitan menghadapi stres

33
 Libatkan karyawan dalam pengambilan keputusan dan memberikan
masukan, baik secara langsung atau melalui panitia/ komisi, dan
sebagainya
 Doronglah para manajer agar memiliki sikap penuh pengertian dan
proaktif dalam melihat tanda-tanda stres di antara karyawan mereka
 Sediakan program-program kesehatan dan kebugaran yang terkait
langsung dengan sumber stres. Sumber stres di tempat kerja dapat berasal
dari banyak sebab keamanan, ergonomika,tuntutan pekerjaan, dan
sebagainya. Lakukan survei pada karyawan dan mintalah mereka agar
membantu identifikasi penyebab stres yang sesungguhnya
 Pastikan staf mendapatkan pelatihan, keterampilan dan sumber daya yang
merka perlukan
 Rancang pekerjaan yang memeberikan beban keja yang seimbang. Berikan
peluang kepada karyawan untuk sebanyak mungkin mengendalikan tugas-
tugas
 Buatlah peryaratan atau tuntutan pekerjaan tetap wajar dengan
memberikan tenggat waktu (deadline) dan jam kerja yang mampu dikelola
dengan baik, begitu juga tugas-tugas yang jelas dan menarik serta
bervariasi
 Berikan akses untuk mengikuti Employe Assistance Programs (EAPs) bagi
mereka yang ingin ikut serta
 Jangan menenggang pelecehan atau bullying, apapun bentuknya
 Jangan mengabaikan tanda-tanda bahwa karyawan sedang berada dibawah
tekanan atau merasa tertekan
 Jangan lupa bahwa unsur-unsur tempat kerja itu sendiri dapat
menyebabkan stres
 Pelatihan manajemen stres dan layanan penyuluhan dapat membantu para
karayawan, tapi jangan lupa mencari akar penyebab stres dan
menanganinya sesegera mungkin
 Program Kebugaran
Program kebugara adalah sebuah program yang disponsori oleh perusahaan
yang berfokus pada pencegahan munculnya masalah-masalah kesehatan pada diri

34
karyawan. Program kebugaran dapat juga diartikan sebagai “organizational
programs designed to keep employee healthy.
Ada beragam program kebugaran yang dapat dirancang, misalnya:
pengendalian berat badan, penghentian kebiasaan merokok, latihan kebugaran
fisik, pendidikan tentang nutrisi, penegendalian tekanan darah tinggi. Program-
program kebugaran dapat membantu menekan biaya pemeliharaan kesehatan
karyawan, mengurangi turnover dan ketidakhadiran melalui pencegahan
timbulnya masalah-masalah kesehatan.
Tujuan wellness programs bukan untuk menghilangkan gejala dan penyakit;
melainkan untuk membantu para pekerja mengembangkan gaya hidup yang akan
memungkinkan mereka mewujudkan sepenuhnya potensi fisik dan mental.
Wellness programs berfokus pada langkah pencegahan sementara EAP fokusnya
pada rehabilitasi.
Sebuah program kebugaran yang lengkap memiliki tiga komponen berikut
ini:
1. Membantu karyawan mengidentifikasikan risiko kesehatan yang potensial
melalui pemeriksaan dan pengujian/tes
2. Mendidik karyawan tentang risiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi,
merokok, diet yang buruk, dan stres
3. Mendorong karyawan agar mengubah gaya hidup mereka melalui olah
raga, nutrisi yang baik, dan pemantauan kesehatan
Employee Assistance Program
EAP adalah sebuah pendekatan komprehensif yang digunakan oleh banyak
organisasi untuk menangani masalah burnout, penyalahgunaan obat dan minuman
keras, dan gangguan emosional lainnya. EAP juga didefinisikan sebagao sebuah
program intervensi berbasis pekerjaan untuk mengidentifikasikan dan membantu
para karyawan dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi (yakni, masalah
perkawinan, keuangan atau emosi, isu-isu keluarga, penyalahgunaan obat/
alkohol) yang bisa berdampak negatif terhadap kinerja mereka.
Burnout adalah “keletihan sebagai akibat terpaparnyaseseoran kepada stres
dan frustasi yang berlebihan, yang disebabkan oleh masalah pribadi, tekanan
pekerjaan, kesulitan keuangan, dan sebagainya”. Greenberg dan Baron

35
mendefinisikan sebagai “sindroma keletihan emosi, fisik, dan mental yang diserti
dengan perasaan renahnya harga diri atau kurang percaya diri sebagai akibat dari
paparan berjkepanjangan terhadap stres yang berat”.
EAP dapat diimplementasikan dengan cara:
 Menyediakan in-house profesional counselors
 Merujuk karyawan yang bermasalah ke lembaga-lembaga pelayanan
masyarakat yang sesuai
Manfaat yang bisa diperoleh dari EAP adalah:
1. Pengenalan dan penanganan dini atas masalah-masalah pribadi dan
perusahaan
2. Mempertahankan karyawan-karyawan potensial
3. Meningkatkan produktivitas dan laba
4. Mengurangi tingkat kemangkiran
5. Meningkatkan semangat kerja
Berikut ini adalah lima langkah untuk memulai sebuah program EAP:
1. Menyusun pernyataan tertulis tentang tujuan program, yang konsisten
dengan kebijakan organisasi. Perlu pula ditegaskan tekad perusahaan
untuk menawarkan bantuan bagi karyawan yang menghadapi masalah
perilaku atau kesehatan, dan menekankan bahwa bantuan semacam itu
akan ditawarkan secara pribadi dan rahasia
2. Mengajarkan kepada manajer, penyelia, dan wakil serikat pekerja
tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
bila mereka menghadapi karyawan bermasalah dan bila mereka
menggunakan program ini untuk menyelesaikan masalah kinerja
3. Menetapkan prosedur rujukan bagi karyawan bermasalah kepada
profesional yang ada di perusahaan atau diluar perusahaan, yang
kemudian akan menyediakan waktu untuk menilai apa yang salah dan
mengatur penanganan/pengobatannya
4. Menyusun program komunikasi terencana bagi karyawan untuk
mengumumkan (dan secara periodik mengingatkan mereka) bahwa
pelayanan bantuan tersedia bagi mereka yang membutuhkan, bahwa

36
pelayanan tersebut bersifat rahasia, dan bahwa sudah ada kayawan lain
yang memanfaatkan layanan tersebut
5. Mengevaluasi program secara berkelanjutan dengan mengacu pada
tujuan-tujuan program yang telah ditetapkan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk
mendapatkan suasana bekerja yang aman, nyaman dantujuan akhirnya
adalah mencapai produktivitas setinggi tinnginya. Maka dari itu K3 mutlak
dilaksanakan disetiap jenis bidang pekerjaan tanpa terkecuali terutama
bagi tenaga kesehatan, selain memiliki hak dan kewajiban terdapat juga
keputusan mentri bagi tenaga kerja kesehatan. Bagi tenaga kesehatan
khususnya perawat, tidak sedikit angka kejadian penyakit perawat yang
disebabkan oleh lingkungan kerja. Setiap harinya perawat kontak langsung
dengan pasien dalam waktu yang cukup lama sehingga selalu terpajan
mikro organisme patogen. Sehingga perawat berhak mendapatkan fasilitas
kerja yang memadai dan memenuhi standar untuk mendapatkan tenaga
kerja yang berstatus kesehatan optimal dan bergizi baik, semangat kerja
tinggi serta efisien dan produktif. Maka K3 ini merupakan suatu usaha dan
upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko
kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat, dan lingkungan jadi kehatan dan
keselamatan kerja tidak berkaitan dengan masalah fisik pekerja tetapi juga
mental, fisikologis dan emosional.
Kesahatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ketenaga kerjaan. Oleh karena itu sangat berbagai praturan
perundang undangan yang dibuat untuk mengatur masalah kehatan dan
keselamatan kerja meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor dilapangan

37
yang mempengaruhi kesehatan dan keelamatan kerja yang disebut sebagai
bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak
memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak
terjadi kecelakaan kerja.

38

Anda mungkin juga menyukai