Kelompok 11 / Kelas B
Agustina Nurul P.
105030201111049
Roslia Ardiani H.
105030206111003
Michael Krismeidyan
105030207111033
Budi Purnomo
105030207111085
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADIMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI BISNIS
MALANG, 2012
2. Suwarto (2000)
Hubungan industrial diartikan sebagai sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku proses produksi barang dan/atau jasa.
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
pengertian hubungan industrial sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi, dari hal-hal yang telah dijabarkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
hubungan industrial adalah hubungan yang dijalin antara pekerja, pihak yang
mempekerjakannya (pengusaha), dan pemerintah. Tidak hanya identik dengan
manajemen yang menjalankan fungsinya untuk mengatur pekerjanya saja.
Hubungan industrial juga berkaitan dengan fenomena baik itu didalam dan diluar
tempat kerja.
Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan industrial adalah pekerja,
pengusaha, dan pemerintah. Hubungan ini mengatur peran masing-masing pihak
dan interaksi maupun proses di dalamnya. Aturan-aturan yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak semuanya tercantum dalam Undang-Undang
ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 (bab XI, pasal 102,
ayat 1-3) fungsi dari masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
Pemerintah
Pemerintah
Menetapkan
kebijakan,
memberikan
pelayanan,
Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga
sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita
karapkan.
Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial
tersebut adalah :
1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha
sebagai investor
2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara
pengusaha dan pekerja secara terbuka
3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan
pekerja
4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan
kekeluargaan.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
Lembaga Kerja sama Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit
produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha.
Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau
lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota
anggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan
kesepakatan dan keahlian.
LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi
dan
musyawarah
dalam
memecahkan
permasalahanpermasalahan
3.
Organisasi Pengusaha
Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus
menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan hubungan
Industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu terciptanya iklim usaha yang
baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan hubungan industrial
yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan dunia usaha
Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan melindungi, membela dan
memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi
anggota
APINDO
perusahaan
dapat
mendaftar
di
Dewan
Pengurus
peraturan
perundangundangan,
perjanjian
kerja,
peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dapat juga karena berbagai tuntutan
dari salah satu pihak terhadap pihak lain yang melanggar peraturan perundang
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja besama.
Dengan demikian untuk menghindari benturanbenturan tersebut perlu
dikembangkan suatu mekanisme penyelesaian keluh kesah sehingga benihbenih
perselisihan tingkat pertama seharusnya diselesaikan diantara pelaku itu sendiri.
Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang
memuat ketentuanketentuan tentang syaratsyarat kerja serta tata tertib
perusahaan.
7.
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan
diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu
sesuai perjanjian.
Pertama, pengusaha dan pekerja, demikian pula pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan keberlangsungan
perusahaan. Oleh sebab itu pengusaha dan pekerja harus mampu untuk melakukan
tanggung jawabnya secara maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sehari-hari. Pekerja atau serikat pekerja harus dapat membuang jauh-jauh kesan
bahwa perusahaan hanya untuk kepentingan pengusaha. Demikian pula pengusaha
harus menempatkan pekerja sebagai partner dan harus membuang jauh-jauh kesan
memberlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.
Kedua, perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Semakin
banyak perusahaan yang membuka usaha baru, maka semakin banyak pula
kesempatan lapangan kerja yang akan memberikan penghasilan bagi banyak pekerja.
Semakin banyak perusahaan yang berhasil meningkatkan produktifitasnya, maka
semakin banyak pula pekerja yang meningkat penghasilannya. Dengan demikian
pendapatan nasional akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat
pula.
Ketiga, pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing
mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda dengan pembagian kerja dan tugas.
Pengusaha memiliki tugas dan fungsi sebagai penggerak, membina dan mengawasi,
pekerja memiliki tugas dan fungsi melakukan pekerjaan operasional. Pengusaha tidak
melakukan eksploitasi atas pekerja dan sebaliknya pekerja juga bekerja sesuai dengan
waktu tertentu dengan cukup waktu istirahat dan sesuai dengan beban kerja yang
wajar bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pekerja tidak mengabdi kapada pengusaha
akan tetapi pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
Keempat, pengusaha
dan pekerja
merupakan
anggota
keluarga
perusahaan.
10
dapat membantu dan menjadi solusi bagi kesulitannya. Bukan hanya menuntut
pekerja memberikan yang terbaik bagi perusahaan tanpa mau tahu segala keadaan dan
kondisi yang dihadapi oleh pekerja. Sebaliknya, pekerja harus juga memahami
keterbatasan pengusaha. Apabila muncul permasalahan atau perselisihan antara
pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja hendaknya diselesaikan secara
kekeluargaan dan semaksimal mungkin harus dihindari penyelesaian secara
bermusuhan.
Kelima, perlu dipahami pula bahwa tujuan dari pembinaan hubungan industrial
adalah menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman dalam bekerja supaya
dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk itu masingmasing pihak, perusahaan dan pekerja harus mampu menjadi mitra sosial yang
harmomis, masing-masing harus mampu menjaga diri untuk tidak menjadi sumber
masalah dan perselisihan.seandainya pun terjadi perbedaan pendapat, perbedaan
persepsi dan perbedaan kepentingan, haruslah diselesaikan secara musyawarah
mufakat, secara kekeluargaan tanpa mengganggu proses produksi. Karena setiap
gangguan pada proses produksi akhirnya akan merugikan bukan hanya bagi
pengusaha, namun juga bagi pekerjan itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Keenam, peningkatan produktivitas perusahaan haruslah mampu meningkatkan
kesejahteraan bersama, yakni kesejahteraan pengusaha maupun kesejahteraan
pekerja. Biasa kita temui pekerja yang bermalas-malasan, ketika ditanya kenapa?
Maka jawabannya, karena gajinya hanya untuk pekerjaan yang seperti ini, tidak
lebih. Padahal semestinya pekerja yang berkeinginan untuk mendapatkan upah lebih
tinggi, maka ia harus bekerja keras untuk mampu meningkakan produktivitas
perusahaan sehingga perusahaan akhirnya mampu memberikan upah yang sepadan
dengan usahanya itu. Jangan berharap perusahaan akan memberikan lebih dari
kontribusi yang telah diberikan pekerja terhadap perusahaannya.
11
Lembaga resmi
Pola dari status dan kekuasaan
Pengembangan karir pekerja
Perilaku pekerja dalam kelompok
Dalam buku yang sama, Dunlop mengemukakan tiga subyek utama sebagai pelakupelaku dalam hubungan industrial, yaitu :
1. Buruh dan organisasinya
2. Pimpinan perusahaan dan organisasinya
3. Wakil-wakil pemerintah
Perkembangan sistem hubungan kerjasama dalam suatu perekonomian
sebagai dasar terbentuknya sistem hubungan industrial dibagi dalam beberapa
tahapan, yakni tahap masyarakat primitif, tahap masyarakat pertanian, tahap
masyarakat pengrajin, tahap masyarakat industri, dan tahap pertumbuhan yang
berkelanjutan.
1. Tahap masyarakat primitif
Tahap masyarakat primitif merupakan awal dari tumbuhnya sistem hubungan
industrial. Umumnya dalam masyarakat primitif, semua anggota dari sebuah suku
atau marga aktif bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Antar anggota dapat
berkomunikasi secara alami, sederhana, dan orang per orang. Pola status dan
kekuasaan sangat bervariasi, sesuai dengan pandangan masyarakat sebatas suku atau
marga tersebut. Pengembangan karir lebih bersifat senioritas, kekuatan fisik, dan
magis. Dalam kegiatan ekonomi, semula mereka mengerjakan sendiri-sendiri,
berkembang menuju suasana kerja sama yang sederhana, kelompok kecilm dan tidak
ada batasan yang jelas antara majikan dan anggota kelompok.
2. Tahap masyarakat pertanian
12
13
14
Daftar Pustaka
P. Siagian, Prof. Dr. Sondang. (2007). MPA: Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT Bumi Aksara
S. P. Hasibuan, Drs. H. Malayu. (2006). Manajemen SDM. Jakarta: PT Bumi Aksara
15
Teguh, Ambar. dkk. (2003). Manajemen SDM, Konsep dan Pengembangan Dalam
Konteks Organisasi Publik. Yogjakarta: Graha Ilmu Yogjakarta.
Wahyudi, Drs. Bambang. (1991). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Suta
Tua Efendi Hriandja, Marihot. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia
(Pengadaan,
Pengembangan,
Pengkompensasian,
dan
Peningkatan
16