Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Kelompok 11 / Kelas B
Agustina Nurul P.

105030201111049

Roslia Ardiani H.

105030206111003

Michael Krismeidyan

105030207111033

Budi Purnomo

105030207111085

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADIMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI BISNIS
MALANG, 2012

A. PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


Hubungan industrial sebelumnya diistilahkan sebagai hubungan perburuhan.
Sesuai dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP)
penggantian istilah dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu :
a. Hubungan perburuhan (labor relation), pada awal perkembangannya
membahas masalah-masalah hubungan antar pekerja dan pengusaha. Namun
kemudian dalam kenyataannya disadari bahwa masalah hubungan antara
pekerja dan pengusaha bukanlah masalah yang berdiri sendiri, karena
dipengaruhi dan mempengaruhi masalah-masalah lain. Perburuhan tidak
hanya membahas masalah hubungan antara pekerja dan pengusaha saja, tetapi
juga membahas masalah-masalah ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lainlain. Karena itu istilah hubungan perburuhan dianggap sudah tidak tepat lagi.
Dengan demikian, mulailah berkembang istilah baru, yaitu hubungan
industrial (industrial relation), yang mempunyai ruang lingkup lebih luas
daripada hubungan perburuhan (labor relation).
b. Istilah hubungan perburuhan yang selama ini digunakan di Indonesia
sebenarnya sudah tercakup dalam pengertian hubungan industrial. Jadi
sebenarnya penggantian istilah hubungan perburuhan menjadi hubungan
industrial adalah dalam rangka menempatkan istilah dalam proporsi
sebenarnya.
Pengertian hubungan industrial menurut beberapa ahli :
1. Michael Saloman
Hubungan industrial melibatkan sejumlah konsep, misalnya konsep keadilan dan
kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan
kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.

2. Suwarto (2000)
Hubungan industrial diartikan sebagai sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku proses produksi barang dan/atau jasa.
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
pengertian hubungan industrial sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi, dari hal-hal yang telah dijabarkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
hubungan industrial adalah hubungan yang dijalin antara pekerja, pihak yang
mempekerjakannya (pengusaha), dan pemerintah. Tidak hanya identik dengan
manajemen yang menjalankan fungsinya untuk mengatur pekerjanya saja.
Hubungan industrial juga berkaitan dengan fenomena baik itu didalam dan diluar
tempat kerja.
Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan industrial adalah pekerja,
pengusaha, dan pemerintah. Hubungan ini mengatur peran masing-masing pihak
dan interaksi maupun proses di dalamnya. Aturan-aturan yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak semuanya tercantum dalam Undang-Undang
ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 (bab XI, pasal 102,
ayat 1-3) fungsi dari masing-masing pihak adalah sebagai berikut:

Pemerintah

Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan


melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.

Pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya

Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi


kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis.

Pengusaha dan organisasi pengusahanya

Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja,


dan memberikan kesejahteraan pekerja atau buruh secara terbuka, demokratis,
dan berkeadilan.
Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat
individual antara pekerja dan pengusaha. Dalam proses produksi pihak-pihak
yang secara fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja atau buruh dan
pengusaha, sedang pemerintah terlibat hanya dalam hal-hal tertentu. Di tingkat
perusahaan, pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama hubungan
industrial.

B. RUANG LINGKUP INDUSTRIAL


Ruang lingkup hubungan industrial menyangkut seluruh aspek dan
permasalahan ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain-lain, baik langsung maupun
tidak langsung dalam hubungan antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
1. Ruang Lingkup Cakupan
Pada dasarnya prinsipprinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh
tempattempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam
hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.
2. Ruang Lingkup Fungsi
Fungsi

Pemerintah

Menetapkan

kebijakan,

memberikan

pelayanan,

melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran


peraturan undangundang ketenagakerjaan yang berlaku.

Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya,


menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara
demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan
serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas
lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis
serta berkeadilan.
3. Ruang Lingkup Masalah
Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak
langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah.
4. Ruang Lingkup Peraturan/Perundang-undangan ketenagakerjaan
a. Hukum Materiil
1. Undangundang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
2. Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan
Perjanjian Kerja.
b. Hukum Formal
1. Undangundang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2. Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari
2006

C. TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang
harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan.
Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
1. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
2. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
3. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh
pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing
masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.

Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga
sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita
karapkan.
Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial
tersebut adalah :
1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha
sebagai investor
2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara
pengusaha dan pekerja secara terbuka
3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan
pekerja
4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan
kekeluargaan.

D. SARANA-SARANA HUBUNGAN INDUSTRIAL


Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial,
maka perlu adanya peraturanperaturan yang mengatur hubungan kerja yang
harmonis dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk
mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial Hubungan Industrial. Oleh
karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus mencerminkan dan
dijiwai oleh nilainilai budaya dalam perusahaan, terutama dengan nilainilai yang
terdapat dalam Hubungan Industrial.
Dengan demikian maka kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai
dengan nilainilai budaya perusahaan tersebut.
Dengan adanya pengaturan mengenai halhal yang harus dilaksanakan oleh
pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan
terjadi hubungan yang harmonis dan kondusif. Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No.
13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai
berikut :
1. Lembaga kerja sama Bipartit
6

2.
3.
4.
5.
6.
1.

Lembaga kerja sama Tripartit


Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh
Organisasi Pengusaha
Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Peraturan Perusahaan
7.
Perjanjian Kerja Bersama
8.
Perjanjian Kerja Khusus
Lembaga kerja sama Bipartit

Lembaga Kerja sama Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit
produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha.
Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau
lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota
anggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan
kesepakatan dan keahlian.
LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi
dan

musyawarah

dalam

memecahkan

permasalahanpermasalahan

ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para


manager perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya Lembaga
Kerjasama Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya
penyelesaian perselisihan industrial.
2.

Lembaga kerja sama Tripartit


Lembaga kerjasama Tripartit merupakan LKS yang anggotaanggotanya
terdiri dari unsur-unsur pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi
pengusaha. Fungsi lembaga kerjasama Tripartit adalah sebagai FORUM
Komunikasi, Konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan
rencana dalam mengahadapi masalahmasalah ketenagakerjaan, baik berdimensi
waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor yang tidak diduga
maupun untuk mengatasi halhal yang akan datang.

3.

Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh


Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan
demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan

serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di


perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan
Hubungan Industrial.
4.

Organisasi Pengusaha
Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus
menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan hubungan
Industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu terciptanya iklim usaha yang
baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan hubungan industrial
yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan dunia usaha
Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan melindungi, membela dan
memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi
anggota

APINDO

perusahaan

dapat

mendaftar

di

Dewan

Pengurus

Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan


Pengurus Nasional (DPN).
5.

Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan


industrial
Dalam perjalanan Hubungan Industrial untuk mencapai suatu masyarakat
industri yang diharapkan, benturanbenturan antara para pelaku yang timbul
sebagai akibat belum serasinya pemakaian ukuran dan kacamata untuk menilai
permasalahan bersama kadangkadang tidak dapat dihindari.
Keluh kesah bisa juga terjadi akibat berbagai pertanyaan yang timbul baik dari
pekerja ataupun dari pengusaha yang berkaitan dengan penafsiran atau
pelaksanaan

peraturan

perundangundangan,

perjanjian

kerja,

peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dapat juga karena berbagai tuntutan
dari salah satu pihak terhadap pihak lain yang melanggar peraturan perundang
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja besama.
Dengan demikian untuk menghindari benturanbenturan tersebut perlu
dikembangkan suatu mekanisme penyelesaian keluh kesah sehingga benihbenih
perselisihan tingkat pertama seharusnya diselesaikan diantara pelaku itu sendiri.

Mekanisme penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya


diadakan setiap perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan
bagian dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja
Bersama (PKB). Dalam pelaksanaan fungsifungsi supervisi dari setiap para
manajer merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini.
Dalam hal perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam lembaga
mekanisme penyelesaian keluh kesah ini. Penyelesaian dapat dilaksanakan lebih
lanjut sesuai dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku.
6.

Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang
memuat ketentuanketentuan tentang syaratsyarat kerja serta tata tertib
perusahaan.
7.

Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh


pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah
untuk mencapai mufakat.
8.

Perjanjian Kerja Khusus

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan
diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu
sesuai perjanjian.

E. PRINSIP-PRINSIP HUBUNGAN INDUSTRIAL


Mengingat sedemikian banyak kepentingan dari berbagai pihak terhadap
perusahaan, maka sangat penting untuk menjamin keberlangsungan usaha yang
didukung oleh adanya hubungan industrial yang baik, terutama antara pengusaha
dengan pekerja.
Berikut ini adalah enam prinsip hubungan industrial :

Pertama, pengusaha dan pekerja, demikian pula pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan keberlangsungan
perusahaan. Oleh sebab itu pengusaha dan pekerja harus mampu untuk melakukan
tanggung jawabnya secara maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sehari-hari. Pekerja atau serikat pekerja harus dapat membuang jauh-jauh kesan
bahwa perusahaan hanya untuk kepentingan pengusaha. Demikian pula pengusaha
harus menempatkan pekerja sebagai partner dan harus membuang jauh-jauh kesan
memberlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.
Kedua, perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Semakin
banyak perusahaan yang membuka usaha baru, maka semakin banyak pula
kesempatan lapangan kerja yang akan memberikan penghasilan bagi banyak pekerja.
Semakin banyak perusahaan yang berhasil meningkatkan produktifitasnya, maka
semakin banyak pula pekerja yang meningkat penghasilannya. Dengan demikian
pendapatan nasional akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat
pula.
Ketiga, pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing
mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda dengan pembagian kerja dan tugas.
Pengusaha memiliki tugas dan fungsi sebagai penggerak, membina dan mengawasi,
pekerja memiliki tugas dan fungsi melakukan pekerjaan operasional. Pengusaha tidak
melakukan eksploitasi atas pekerja dan sebaliknya pekerja juga bekerja sesuai dengan
waktu tertentu dengan cukup waktu istirahat dan sesuai dengan beban kerja yang
wajar bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pekerja tidak mengabdi kapada pengusaha
akan tetapi pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
Keempat, pengusaha

dan pekerja

merupakan

anggota

keluarga

perusahaan.

Sebagaimana pola hubungan sebuah keluarga, maka hubungan antara pengusaha


dengan pekerja harus dilandasi sikap saling mengasihi, saling membantu dan saling
mengerti. Pengusaha harus berusaha sejauh mungkin mengetahui kesulitan-kesulitan
dan keadaan yang dihadapi oleh pekerja, serta berusaha semaksimal mungkin untuk

10

dapat membantu dan menjadi solusi bagi kesulitannya. Bukan hanya menuntut
pekerja memberikan yang terbaik bagi perusahaan tanpa mau tahu segala keadaan dan
kondisi yang dihadapi oleh pekerja. Sebaliknya, pekerja harus juga memahami
keterbatasan pengusaha. Apabila muncul permasalahan atau perselisihan antara
pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja hendaknya diselesaikan secara
kekeluargaan dan semaksimal mungkin harus dihindari penyelesaian secara
bermusuhan.
Kelima, perlu dipahami pula bahwa tujuan dari pembinaan hubungan industrial
adalah menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman dalam bekerja supaya
dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk itu masingmasing pihak, perusahaan dan pekerja harus mampu menjadi mitra sosial yang
harmomis, masing-masing harus mampu menjaga diri untuk tidak menjadi sumber
masalah dan perselisihan.seandainya pun terjadi perbedaan pendapat, perbedaan
persepsi dan perbedaan kepentingan, haruslah diselesaikan secara musyawarah
mufakat, secara kekeluargaan tanpa mengganggu proses produksi. Karena setiap
gangguan pada proses produksi akhirnya akan merugikan bukan hanya bagi
pengusaha, namun juga bagi pekerjan itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Keenam, peningkatan produktivitas perusahaan haruslah mampu meningkatkan
kesejahteraan bersama, yakni kesejahteraan pengusaha maupun kesejahteraan
pekerja. Biasa kita temui pekerja yang bermalas-malasan, ketika ditanya kenapa?
Maka jawabannya, karena gajinya hanya untuk pekerjaan yang seperti ini, tidak
lebih. Padahal semestinya pekerja yang berkeinginan untuk mendapatkan upah lebih
tinggi, maka ia harus bekerja keras untuk mampu meningkakan produktivitas
perusahaan sehingga perusahaan akhirnya mampu memberikan upah yang sepadan
dengan usahanya itu. Jangan berharap perusahaan akan memberikan lebih dari
kontribusi yang telah diberikan pekerja terhadap perusahaannya.

F. PERKEMBANGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

11

Dalam buku Personnel Management and Industrial Relation, Dale Yoder,


Edward Gross mengemukakan empat variabel utama dalam sistem hubungan
industrial, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Lembaga resmi
Pola dari status dan kekuasaan
Pengembangan karir pekerja
Perilaku pekerja dalam kelompok

Dalam buku yang sama, Dunlop mengemukakan tiga subyek utama sebagai pelakupelaku dalam hubungan industrial, yaitu :
1. Buruh dan organisasinya
2. Pimpinan perusahaan dan organisasinya
3. Wakil-wakil pemerintah
Perkembangan sistem hubungan kerjasama dalam suatu perekonomian
sebagai dasar terbentuknya sistem hubungan industrial dibagi dalam beberapa
tahapan, yakni tahap masyarakat primitif, tahap masyarakat pertanian, tahap
masyarakat pengrajin, tahap masyarakat industri, dan tahap pertumbuhan yang
berkelanjutan.
1. Tahap masyarakat primitif
Tahap masyarakat primitif merupakan awal dari tumbuhnya sistem hubungan
industrial. Umumnya dalam masyarakat primitif, semua anggota dari sebuah suku
atau marga aktif bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Antar anggota dapat
berkomunikasi secara alami, sederhana, dan orang per orang. Pola status dan
kekuasaan sangat bervariasi, sesuai dengan pandangan masyarakat sebatas suku atau
marga tersebut. Pengembangan karir lebih bersifat senioritas, kekuatan fisik, dan
magis. Dalam kegiatan ekonomi, semula mereka mengerjakan sendiri-sendiri,
berkembang menuju suasana kerja sama yang sederhana, kelompok kecilm dan tidak
ada batasan yang jelas antara majikan dan anggota kelompok.
2. Tahap masyarakat pertanian

12

Tahap masyarakat pertanian merupakan perkembangan dari tahap masyarakat


primitif yang belum mengenal pertanian atau peternakan. Dalam masyarakat
pertanian, anggota masyarakat sudah mengenal bercocok tanam (mengusahakan
tanah) dan sedikit beternak. Pola status dan kekuasaan pada masa ini (abad
pertengahan) yaitu, majukan disebut tuan dan pekerja disebut pelayan. Status dan
kekuasaan pada dasarnya terpusat pada raja atau bangsawan beserta keluarganya.
Oleh karena itu mereka berusaha mempertahankan keunggulan keturunan mereka
agar status dan kekuasaannya tidak jatuh ke kelompok lain. Model semacam itu
diikuti oleh beberapa kelompok atau keluarga yang lain walaupun dalam skope yang
lebih sempit. Dalam tahap ini yang menjadimodal utama adalah hak milik tanah yang
luas (tuan tanah).
3. Tahap masyarakat pengrajin
Tahap masyarakat pengrajin memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari tahap
masyarakat pertanian. Masyarakat pertanian telah mampu mengembangkan
ketrampilannya sebagai pengrajin. Semula mereka sebagai pengrajin bebas atau tidak
memiliki keterikatan dalam hubungan kerja.
Selanjutnya evolusi terjadi menuju pengrajin yang menjadi majikan. Evolusi
karier mereka, dari murid/pekerja magangan, berkembang menjadi pengrajin bebas
atau journey man dan akhirnya menjadi majikan. Dengan munculnya majikan dalam
artian memiliki pekerja maka lengkaplah sebuah lembaga. Dari perusahaan tersebut
timbul dua model serikat buruh, yaitu serikat buruh perdagangan (merchant guilds)
dan serikat buruh pengrajin (craps guilds).

4. Tahap masyarakat industri


Tahap masyarakat industri sangat ditentukan oleh Revolusi Industri. Revolusi atau
perubahan secara besar-besaran telah terjadi dari proses produksi dalam home
industri atau home work shops ke proses industri atau pabrik. Perubahan dan

13

penemuan teknologi tidak hanya merubah sistem home industri ke pabrik-pabrik,


tetapi juga merubah organisasi kerjanya, sistem hubungan kerja dan atau hubungan
industrial.
Pola pabrik dalam industri telah merubah hubungan kerja karyawan dalam arti
luas. Ternyata, pengaruh industrialisasi tersebut bagi Negara yang satu berbeda dari
Negara yang lainnya. Negara-negara kelompok liberalis/kapitalis,organiasai kerja,
karier, wewenang, dan status dipengaruhi oleh keabsahan dalam perekonomian.
Sebaliknya bagi Negara-negara komunis, aspek-aspek hubungan industrial sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh wewenang/kuasa Negara. Hal tersebut menunjukkan
pengaruh sosial budaya dan perekonomian masing-masing Negara.
Sistem industri ternyata member mobilitas yang besar bagi pekerja untuk
berkembang. Dengan demikian para pekerja memperoleh kesempatan lebih luas
untuk pengembangan karier dalam kelompok kerja mereka. Di samping itu suasana
industri juga mendorong adanya spesialisasi dalam organisasi kerja. Dalam sistem
home industri antara karyawan komunikasinya erat/akrab, sedangkan dalam sistem
industri, dengan adanya spesialisasi keahlian, pekerja cenderung menekuni pekerjaan
masing-masing atau kurang akrab dengan teman-teman sekerjanya. Hubungan yang
bersifat kekeluargaan mulai pudar, lebih-lebih hubungan antara majikan/pemilik
dengan para karyawan/pekerja. Sebaliknya hubungan yang lebih bersifat formal
muncul antara lain dalam bentuk serikat buruh.
5. Tahap pertumbuhan yang berkelanjutan
Masyarakat sebagai suatu sistem akan tumbuh berkelanjutan sesuai dengan
perubahan dan perkembangan yang bersifat ekstern maupun intern.dalam sistem
industri yang telah berkembang, pertumbuhan dan perkembangan serikat buruh dan
asosiasi pengusaha juga selalu berubah. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut
masing-masing Negara dipengaruhi oleh struktur perekonomian dan faham yang
dianut oleh setiap Negara. Di samping itu kemajuan teknologi dan tingkat kehidupan
yang tinggi menuntut permintaan terhadap berbagai produk baru dan pelayanan.

14

Semua itu mendorong perubahan, pertumbuhan dan perkembangan hubungan kerja


atau hubungan industrial yang semakn kompleks.

Daftar Pustaka
P. Siagian, Prof. Dr. Sondang. (2007). MPA: Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT Bumi Aksara
S. P. Hasibuan, Drs. H. Malayu. (2006). Manajemen SDM. Jakarta: PT Bumi Aksara
15

Teguh, Ambar. dkk. (2003). Manajemen SDM, Konsep dan Pengembangan Dalam
Konteks Organisasi Publik. Yogjakarta: Graha Ilmu Yogjakarta.
Wahyudi, Drs. Bambang. (1991). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Suta
Tua Efendi Hriandja, Marihot. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia
(Pengadaan,

Pengembangan,

Pengkompensasian,

dan

Peningkatan

Produktivitas Pegawai). Jakarta : PT Grasindo


www.google.co.id

16

Anda mungkin juga menyukai