Anda di halaman 1dari 9

PERILAKU POLITIK DALAM ORGANISASI

Oleh:
………………………….
NPM………………………

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI EKONOMI PANCASETIA
BANJARMASIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sebuah dunia organisasi dengan karakter pemotongan,
ekspektasi produktivitas yang meningkat dan kompetisi yang ketat, tak
mengejutkan banyak pekerja yang merasa tekanan untuk melakukan jalan
pintas, melanggar peraturan, dan terlibat dalam praktik-praktik lain yang
dipertanyakan.
Study tentang perilaku politik dalam organisasi cuma sedikit.
Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda.
perilaku politik merupakan sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan
setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting
untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya
dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik
juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan,
kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik merupakan suatu jaringan
interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan
digunakan.
Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu
karyawan dan kepentingan manajer,  serta kepentingan organisasi. Ketika
keseimbangan tersebut tercapai, maka kepentingan individu akan
mendorong pencapaian kepentingan organisasi.
Begitupula dengan organisasi yang secara umum mempunyai banyak
pesaing, dalam konteks tertentu suatu perusahaan bersaing hanya dengan
beberapa saingan utama dan lebih mungkin untuk berkonsentrasi pada
berinteraksi dengan beberapa. Dalam konteks lain bagaimanapun suatu
perusahaan sering bertemu banyak saingan yang telah mengambil banyak
tindakan menyeluruh.
Bahwa tindakan kompetitif sebagai dorongan utama bagi perusahaan untuk
meningkatkan atau mempertahankan posisi pasar mereka. Strategi akademis telah
menunjukkan bahwa perusahaan cenderung pasif diungguli oleh saingan lebih
aktif dan menghindari yang bukan pesaing, perusahaan menanggapi tindakan
saingan dengan mengambil tindakan baru. Dengan kata lain sejauh bahwa manajer
dapat melihat sambungan antara tindakan rival yang berbeda dan
memperhitungkan dampak agregat tindakan saingan yang berbeda peningkatan
jumlah tindakan ini akan membangun ketegangan kompetitif dialami oleh suatu
perusahaan dan akhirnya menekan perusahaan ke akting (Chen, 2007)
Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wilayah Kalimantan Selatan dan
Tengah merupakan salah satu organisasi dengan isu peningkatan kinerja aparat
Pelayanan Pajak dalam reformasi kantor pajak. Peningkatan kinerja perlu dilakukan
oleh Kantor Pelayanan mengingat pajak tersebut bersifat dinamik dan mengikuti
perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya.
Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan dan perubahan
mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi
perpajakan. Di dalam sejarah reformasi perpajakan tercatat bahwa Direktorat
Jenderal Pajak telah melakukan reformasi besar-besaran pertama kali pada tahun
1983 dengan merubah sistem pemungutan pajak dari semula Official Assessment
System menjadi Self Assesment System yang pada waktu itu Kantor Pajak masih
dinamakan Kantor Inspeksi Pajak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penyusunan paper ini adalah
sebagai berikut ?
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku politik dalam organisasi ?
2. Apa yang dimaksud etika berpolitik dalam organisasi ?
3. Bagaimanakah praktik politik dalam organisasi pada DJP Wilayah
Kalimantan Selatan dan Tengah ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian perilaku politik dalam organisasi.
2. Untuk mengetahui etika berpolitik dalam organisasi.
3. Untuk mengetahui praktik politik dalam organisasi pada DJP Wilayah
Kalimantan Selatan dan Tengah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Politik Dalam Organisasi


1. Teori Politik Organisasi
Drory & Romm (1990; dalam Greenberg & Baron, 1997)
menyatakan bahwa politik organisasi merupakan tindakan yang tidak
secara formal dibuktikan dalam organisasi, dilakukan dalam
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan perseorangan. Miles
(1980; dalam Siswanto, 2007) mendefinisikan politik organisasi sebagai
proses yaitu setiap aktor atau kelompok dalam organisasi membangun
kekuasaan untuk mempengaruhi penetapan tujuan, kriteria atau proses
pengambilan keputusan organisasi dalam rangka memenuhi
kepentingannya.
Kepentingan-kepentingan itu sendiri menurut Miles (1980; dalam
Siswanto, 2007) adalah:
(1) kepentingan pekerjaan yaitu kepentingan yang terkait dengan tugas
seseorang sesuai kedudukan dan jabatan yang diembannya
(2) kepentingan karir, yaitu masa depan seseorang dalam organisasi
atas posisi dan jabatan yang lebih baik, terakhir
(3) kepentingan ekstramural, yang terdiri dari kepribadian, sikap, nilai,
keyakinan dan komitmen di luar pekerjaan yang semuanya akan
membingkai pola perilaku seseorang baik menyambut pekerjaan
maupun karir.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa politik organisasi
adalah kekuasaan (power) yang dimiliki oleh organisasi, pemimpin
maupun karyawan yang digunakan melalui perilaku ditempat kerja atau
organisasi untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan
organisasi.
2. Dimensi Perilaku Politik
Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan
adanya perilaku politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku
tersebut yang membuka ruang yang besar bagi individu dalam
organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah
merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong
munculnya kegiatan politik, yaitu:
(1) Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam
melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam
menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan
keinginannya;
(2) Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses
pengambilan keputusan membuat karyawan merasa terhubung
dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia
berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna
mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka
kesempatan yang memungkinkan untuk memunculkan perilaku
politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan
organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas
orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam
merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.
(3) Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin
ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di dalamnya
sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang.
Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk
kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika
kepuasannya kurang maka itu akan membawa individu bertindak
dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah
keputusan-keputusan di dalam organisasi.
(4) Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan
berhubungan dengan opini politik. Semakin besar keinginan untuk
mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-
ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise
profesional yang tinggi, maka ia juga akan menuntut aset-aset
yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak hanya
mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan
menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara
aset-aset pribadinya.
(5) Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu
dengan individu lainnya di lokasi kerja akan membawa pada
merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di
mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
(6) Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide,
perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga
sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang
yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja pada
umumnya mahir pula dalam berpolitik.

2.2 Etika Berpolitik Dalam Organisasi


Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara
tentang etika berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah
merupakan suatu kriteria pengontrol dalam perilaku politik untuk
mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar moral apakah suatu
perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang
etis adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi,
sedangkan perilaku politik yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat
untuk individu tetapi melukai organisasi.
Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita
bertindak etis atau tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan.
Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa keputusan yang telah kita ambil
haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah orang terbesar’.
Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerja
organisasi). Dengan kata lain, suatu pengambilan keputusan adalah dalam
rangka efisiensi dan produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil
keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’ menekankan bahwa setiap individu
mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,
Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip
’keadilan’ mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan
aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga
terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas. Dalam melakukan
tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah
mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.
2.3 Praktik Politik dalam Organisasi Pada DJP Wil. Kalsel dan Kalteng
Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan
strategi untuk mempengaruhi aktor lain dengan menggunakan sumber
kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa taktik yang dipakai
oleh para pimpinan DJP Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah adalah
sebagai berikut:
(1) Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan
dukungan dan sumber daya.
(2) Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu
persepsi dan perilaku orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya.
(3) Mentransformasikan kepentingan pimpinan menjadi kepentingan pihak
lain dengan mengubah persepsi dan tindakan pihak lain.
(4) Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi
kepentingan pimpinan untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas.
(5) Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang
bersinggungan dengan kepentingan pimpinan untuk mendapatkan
kompromi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang
sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang
memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-faktor yang
berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor
individu dan faktor organisasi.
Bagian penting dalam berorganisasi yaitu proses pengambilan
keputusan, yang melibatkan banyak pihak, seringkali dalam mengambil
keputusa terutama ditingkatan manager puncak menimbulkan berbagai
konflik dan memunculkan kepentingan, yang tak jarang memunculkan
konflik yang berkepanjangan sehingga menganggu kesehatan dari
organisasi. Berbagai pihak bersikukuh dengan asumsi dan pendapat masig-
masing, dan sulit untuk menemukan titik temu yang diyakini bersama
dapat memajukan organisasi.
Namun demikian kepentingan peribadi atau individu tak jarang
menjadi motivasi tersendiri bagi pengambil keputusan dalam pengambilan
keputusan, sehigga dapat menghambat dan menganggu tujuan organisasi
secara umum. Perbedaan kepentingan dan pandangan inlah salah satu
sumber dimana politik organisasi memainkan perananya dalam mencapai
tujuan organisasi.
Melakukan dan menerapkan politik dalam organisasi merupakaan
keniscayaan yang tak bisa dielakkan dalam budaya berorganisasi, namun
demikian perilaku politik organisasi kadang dimaknai sesuatu yang keji dan
tak bermartabat karena didalamya banyak sekali intrik, kebohongan dan
ketidakjujuran, tak peduli tindakan politik yang dijalankan bermutan trick-
trick, tipu daya, jujur atau tidak jujur asalkan tujuan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, J., & Baron, R.A., (1997), Behavior in Organizations: Understanding


and Managing The Human Side of Work. Prentice-Hall International, Inc. NJ

Siswanto, (2007), Politik Dalam Organisasi: Suatu Tinjauan Menuju Etika


Berpolitik, Jurnal Manajemen, 10 (4), 159-165.

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi,


Organizational Behavior, Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai