Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK


(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi)

Dosen Pengampu :
Hj. Enden Suryati, SE.,MM

Disusun oleh:
KELOMPOK 3

Diwa Adiscahya K 206100078


Sri Rahmawati 206100079
Melinda Eksanti 206100080
Susan Aprilyda 206100081

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA CIANJUR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Kekuasaan dan
Politik” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Kekuasaan dan Politik”
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Hj. Enden Suryati, SE., MM selaku dosen Mata Kuliah Perilaku
Organisasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi
lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

A. Kekuasaan dan Kepemimpinan.....................................................................2

B. Empat Pilar Kekuasaan.................................................................................7

C. Perilaku Politik dalam Organisasi.................................................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................16

A. Kesimpulan.................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa studi tentang kekuasaan dan politik dalam organisasi
menghasilkan kesimpulan yang berbeda – beda. Kekuasaan dan polirik
merupakan sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap
organisasi tetapi sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk
dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat
mempengaruhi perilaku orang – orang yang ada dalam organisasi.

Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi


tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut
adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan merupakan kualitas yang
melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.

Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun


polirik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi
keagamaan, kelompok bahkan pada unit keluarga. Politik merupakan suatu
jaringan interaksi antar manusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer
dan digunakan.

Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan


individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi.
Ketika keseimbangan tersebut tercapai, maka kepentingan individu akan
mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi dari kekuasaan dan kepemimpinan?
2. Apa saja empat pilar kekuasaan?
3. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi?

C. Tujuan
1. Menjelaskan kekuasaan dan kepemimpinan.
2. Memaparkan empat pilar kekuasaan.
3. Memaparkan perilaku politik dalam organisasi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kekuasaan dan Kepemimpinan


Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik
dalam organisasi dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen
adalah perkembangan paling mutakhir dalam studi – studi organisasi dan
manajemen. Tokoh – tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer
bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di
dalam organisasi.

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai


“Kemampuan individu untuk mencapai tujuannya saat berhubungan
dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada penolakan mereka.”
Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menekankan bahwa kapasitas personal
lah yang membuat pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan
dengan orang lain.

Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah


karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat
yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan
dalam hubungan interpersonalnya.

Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah :

1. Bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekedar tindakan


acak;
2. Alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
3. Bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau
dideteksi kemunculannya;
4. Melibatkan ketergantungan, terdapat kebebasan atau faktor
ketergantungan atau ketidak – bergantungan yang melekat pada
penggunaan kekuasaan.
5. Gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;

5
6. Ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita
miliki.
7. Bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu
hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan.
8. Didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum
mereka bisa menggunakan kekuasaannya.

Gareth Morgan dalam karya penelitiannya images of


Organization, mendefinisikan kekuasaan sebagai “… medium lewat mana
konflik kepentingan diselesaikan… kekusaan mempengaruhi siapa dapat
apa, kapan dan bagaimana … kekuasaan melibatkan kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki.”

Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “…


kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A. definisi Robbins menyebut
suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak
dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau
“potensi”.

Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya.


Kekuasaan punya fungsi bergantung. Semakin besar ketergantungan B
atas A, semakin besar kekuasaan A dalam hubungan mereka.
Ketergantungan, pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada
B dan pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.

Penulis lain, John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru


menawarkan definisi kekuasaan dari para politisi, Winston Churchill dan
Bill Clinton, yaitu “ … kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain dan membujuknya untuk melakukan hal – hal yang tidak bisa mereka
tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan
sebagai “ … kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain
ataupun untuk melawan pengaruh yang tidak diinginkan.”

6
Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah
satu jenis kebutuhan (nPow) yang dipelajari selama periode masa kecil dan
dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan ini punya dampak berbeda
pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang tinggi
“nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung
bertindak, dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.

Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al.


mendefinisikan kekuasaan sebagai “ … kemampuan yang mampu
membuat orang melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk
membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.”
Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, dimana
kepemimpinan merupakan mekanisme kunci dari kekuasaan guna
memungkinkan suatu hal terjadi.

Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain.


Kekuasaan adalah kekuatan yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi
dengan cara disengaja, dimana influence (pengaruh) adalah apa yang kita
gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer membiakkan
kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai
“power position” ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut
“personal power”. Jeffrey Pfeiffer, salah satu perintis kajian kekuasaan
dan politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan sebagai :

“… the potential ability to influence behavior, to change the


course of events, to overcome resistance, and to get people to do things
that they would not otherwise do.” “[… kemampuan potensial untuk
mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan,
dan membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka
lakukan].

Baik politik maupun pengaruh (influence) merupakan proses,


tindakan, perilaku, dimana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki
media untuk digunakan dan direalisasikan.

7
Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai
kekuatan di dalam organisasi sulit untuk diserap, tidak bisa dilihat, tetapi
efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga menyatakan kekuasaan
sebagai kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan perintah
atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.

Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan


pemahaman bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk meraih tujuan
atau hasil sebagaimana dikehendaki pemegang kekuasaan. Pencapaian
hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definisi kekuasaan.
Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah “ .... the ability of one person
or department in an organization to influence other people to bring about
desired outcomes.” Kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi orang lain
dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil yang dikehendaki para
pemegang kekuasaan.

Menurut James G. March and Thierry Weil mengenai konsep


kekuasaan. Mereka berdua menyatakan: “ … it is a concept that is often
used; the feeling of power is linked to the esteem that people have for
themselves (this is often a vicious circle, as a person’s reputation for
powerfulness or weakness contributes to his or her success of
difficulties).”

Definisi kekuasaan yang telah disebutkan menurut March,


mengindikasikan pentingnya posisi kekuasaan dalam suatu organisasi.
Tanpa kekuasaan, individu akan anarkis, pemimpin tidak bergigi, sanksi
tidak dipatuhi, dan sebab itu ketiadaan kekuasaan kerap dianggap situasi
chaos (kekacauan). Ketiadaan kekuasaan dalam organisasi membuat
organisasi kehilangan konsep pengendalian dan berujung pada
ketidaktercapaian tujuan organisasi, bahkan chaos dalam organisasi.

Pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam


organisasi, yang menurutnya berasal dari:

8
1. Otoritas formal;
2. Kendali sumber daya langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali proses pembuatan keputusan dan kendali pengetahuan
dan informasi;
5. Kendali batasan (boundary) organisasi dan kendali teknologi;
6. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi
informal”;
7. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
8. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
9. Faktor – faktor structural yang menentukan tahap – tahap
tindakan; dan
10. Kekuasaan yang telah seorang miliki.

Kipnis dan Schmidt berbagai alat ukur telah dibuat untuk meneliti
taktik mempengaruhi, dan salah satu yang terbaik adalah yang dibuat oleh
Yukl dkk, yang menunjukkan ada 9 taktik yang bisa digunakan untuk
mempengaruhi orang lain didalam organisasi (Hughest all, 2009), yaitu :

1. “Persuasi Rasional (Rational Persuasion), terjadi jika


seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2. Daya-tarik Inspirasional (Inspirational Appeals), terjadi jika
seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
suatu permintaan atau proposal untuk membangkitkan
antusiasme atau gairah pada orang lain.Misalnya dengan
memberikan penjelasan yang menarik tentang nilai-nilai yang
diinginkan, kebutuhan, harapan, dan aspirasinya.
3. Konsultasi (Consultation), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan
orang yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam
pembuatan suatu rencana atau perubahan yang akan
dilaksanakan.

9
4. Mengucapkan kata-kata manis (Ingratiation), terjadi jika
seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
kata-kata yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap
bersahabat dalam memohon sesuatu.
5. Daya-tarik Pribadi (Personal Appeals), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan
sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6. Pertukaran (Exchange), terjadi jika seseorang mempengaruhi
orang lain dengan memberikan sesuatu keuntungan tertentu
kepada orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas
kemauannya mengikuti suatu permintaan tertentu.
7. Koalisi (Coalitions), terjadi jika seseorang meminta bantuan
dan dukungan dari orang lain untuk membujuk atau sebagai
alasan agar orang yang dijadikan target setuju.
8. Tekanan (Pressure), terjadi jika seseorang mempengaruhi
orang lain dengan menggunakan ancaman, peringatan, atau
permintaan yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9. Mengesahkan (Legitimacy), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya,
kekuasaannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu
permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan
organisasi”.

B. Empat Pilar Kekuasaan


Semenjak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde baru oleh
propaganda Reformasi yang memuncak dipertengahan Mei 1998 lalu,
Pancasila memang nyaris dilakukan kemudian secara sadar mulai dikubur
dalam – dalam dari ingatan kindertagesstatte sendiri. Termasuk pada
petunjuk kelahirannya yang ke -68 tahun ini, terasa setelah sia – sia saja,
seakan tidak ada urgensinya sama sekali untuk dirayakan atau hanya
direfleksikan dan menjadi ketertarikan bersama.

10
Maret 2013 setelah itu, Ketua MPR RI Taufi Kiemas mewakili
lembaga pelosok yang dipimpin, memperoleh gelar kehormatan Doctor
Honoris Apertura (H.C) dari Universitas Trisakti atas jasanya sudah
melahirkan gagasan sosialisasi 4 pilar kebangsaan Indonesia seperti :
- Pancasila
- Bhinneka Tunggal Ika
- Undang – Undang Dasar 1945
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Isi 4 Pilar Bangsa Indonesia sebagai Negara NKRI adalah:
1. Pilar Pancasila, dasar pemikiran yang kuat dan dipertanggungjawabkan
sehingga diterima oleh seluruh warga bangsa. Alasannya, pilar/tiang
penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, seperti disamping
kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang
disanggahnya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan
disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan. Indonesia adalah
Negara yang besar, wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropa yang
terdiri atas berpuluh pelosok, membentang dari barat ke timur dari
Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Mingas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia yaitu Negara
kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19000 pulau lebih,
terdiri atas berbagai suku bangsa yang beraneka adat serta budaya,
serta memeluk seluruh agama dan keyakinan, lalu belief system yang
dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi Negara bangsa ini.
2. Pilar Undang – Undang Dasar 1945, diperlukan memahami lebih dulu
makna undang – undang dasar dan prinsip – prinsip yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga bisa mengevaluasi terhadap
pasal – pasal yang memiliki dalam batang tubuhnya serta berbagai
undang – undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pahami dahulu berbagai
bentuk pelosok yang terdapat di Negara, apa kelebihan dan
kekurangannya, untuk selanjutttnya kita pahami mengapa para
founding daddies Negara ini memilih negeri kesatuan. Bentuk Negara

11
contohnya konfederasi, federasi, dan kesatuan, menurut Carl J.
Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara territorial
atau local division of power. Beserta penjelasan mengenai bentuk
pelosok tersebut.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika, sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal
Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung
kerajaan Majapahit yang hidup dalam masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk di abad ke 14 (1350 – 1389). Sesanti tersebut dalam karyanya
memiliki kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika,
tan hana dharma mangrwa,” yang artinya “Berbeda – beda itu, satu itu,
tak ada pengabdian yang mendua” semboyan yang kemudian dijadikan
prinsip dalam kehidupan pemerintahan kerajaan Majapahit itu,
mengantisipasi adanya keaneka – ragaman petunjuk yang dipeluk oleh
kaum Majapahit pada waktu tersebut. Meskipun mereka perbeda
petunjuk tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

C. Perilaku Politik dalam Organisasi


Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindari tatkala
organisasi terdiri atas dua orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan
didalam organisasi, langkahnya sumber daya, dan tarik menarik gagasan.
Bagi Robert Morgan, politik didalam organisasi (organizational
politics), memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest
(kepentingan), konflik, dan kekuasaan (power).
a. Interest (kepentingan) adalah kecenderungan meraih sasaran, nilai,
kehendak, harapan dan kecenderungan lainnya yang membuat orang
bertindak dengan satu cara ketimbang lainnya.
b. Politik keorganisasian muncul tatkala orang berpikir dan bertindak
secara berbeda yang menciptakan ketegangan (tension) dan harus
diselesaikan lewat cara politik, yaitu :
1. Autocratically (secara otokratik) “kita lakukan dengan cara
ini”.
2. Bureaucratically (secara birokratis) “kita disarankan
melakukan cara ini.

12
3. Technocratically (secara teknokratis) “yang terbaik dengan
cara ini”.
4. Democratically (secara demokratis) “bagaimana kita
melakukannya.
c. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk
secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh
(influence) adalah kemampuan membuat orang menuruti kehendak
pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada kekuasaan, dan
kekuasaan itu tidak dapat terdistribusi secara merata didalam
organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan
didalam organisasi akan menggunakannya guna memperngaruhi (to
influence) orang lain.

Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau


kelompok terlibat sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan
kekuasaan untuk mencapai kepentingannya sendiri. Faktanya, kendatipun
para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik mempengaruhi
kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor
muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi.

Politik menurut Richard L. Daft, adalah “… penggunaan kekuasaan


guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang
diharapkan.” Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada dua
cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani diri
sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang
sifatnya alamiah.

Definisi pertama, politik melibatkan kecurangan dan ketidakjujuran


yang ditujukan demi kepentingan diri sendiri dan memicu konflik dan
ketidakharmonisan di dalam lingkungan kerja. Pandangan suram atas
politik ini umum dianut masyarakat awam. Suatu riset yang pernah
diadakan dalam masalah ini menyuguhkan fakta bahwa pekerja yang
menganggap kegiatan politik dalam jenis ini diperusahaan kerap
dihubungkan dengan perasaan gelisah dan ketidakpuasan kerja. Riset juga

13
mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik
berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang
rendah dan pembuatan keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang
ini menjelaskan kenapa manajer tidak menyetujui perilaku politik.

Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang


alamiah demi menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan
didalam organisasi. Politik adalah proses tawar menawar dan negosiasi
yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan pendapat. Dalam
proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu
membahayakan organisasi.

Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai “…


[kegiatan yang] melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan
menggunakan kekuasaan (power) dan sumber daya lainnya guna
mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala
terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan –
pilihan yang tersedia.”

Dengan definsi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif


ataupun negatif. Politik adalah penggunaan power (kekuasaan) agar
sesuatu tercapai. Ketidakmenetuan dan konflik adalah alamiah dan tidak
terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai persetujuan. Politik
melibatkan diskusi – diskusi informal yang memungkinkan orang
mencapai kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa
menyelesaikan masalah ataupun tidak.

Douglas Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik


organisasi, mengambil sejumlah benang merah definisi politik
keorganisasian, yang meliputi :

1. Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi;


2. Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya;
3. Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan – diri atas pihak
lain dan, lebih lanjut, mengancam kepentingan – diri orang lainnya;

14
4. Tindakan – tindakan yang biasanya tidak diberi sanksi oleh organisasi
tempatnya terjadi, atau hasil yang dicari tidak diberikan sanksi;
5. Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan
hasil yang zero – sum (menang – kalah);
6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan
sasaran politik, strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta
7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.

Fairholm mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “… meliputi


tindakan – tindakan yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan
power (kekuasaan) dalam hal pengendalian sumber daya organisasi demi
mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak diperhadapkan degan
pihak lainnya.” Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi,
mendefinisikan keorganisasian sebagai “… penerapan atau penggunaan
power (kekuasaaan) dengan mana kekuasaan sendiri didefinisikan
sebagai kekuatan potensial.”

Definisi politik dan politik organisasi kiranya saling bersinggungan.


Konsep – konsep kekuasaan, influence (pengaruh), resources (sumber
daya), interest (kepentingan), merupakan sejumlah konsep inheren
(melekat) didalam definisi politik maupun politik organisasi. Politik
adalah media kompetisi gagasan antar sejumlah politik yang berbeda guna
mencapai tujuan masing – masing.

Richard L. Daft mengidentifikasi tiga wilayah dimana politik


organisasi terangsang untuk muncul. Wilayah – wilayah tersebut adalah :

1) Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung


menohok kedalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan.
Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga
berdampak atas kekuasaan akibat ketidakmenetuan strategis untuk
alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan
politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan
menegoisasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang

15
mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan
politik yang eksplosif.
2) Suksesi manajemen, perubahan keorganisasian seperti rekrutmen
eksekutif baru, promosi dan transfer pegawai punya signifikansi
politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana
ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan,
kerjasama dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting.
Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenetuan,
pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat
menggunakan perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan
aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang – orangnya sendiri
dalam posisi kunci.
3) Alokasi sumberdaya adalah arena politik ketiga. Alokasi
sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi
kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas
kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan
sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa
ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya
mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses – proses politik
membantu menyelesaikan dilema ini.

Penulis lain, Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah


faktor yang mendorong kegiatan politik didalam organisasi. Faktor –
faktor tersebut adalah:

1) Personalitas pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu


memungkinkan orang menunjukkan perilaku politik. Contohnya,
orang yang punya kebutuhan kekuasaan (nPow) tinggi dalam
istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik
didalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas orang lain,
yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan demi
hasil – hasil politik. Riset lain juga menunjukan karakteristik
Machiavellianisme cenderung mengendalikan orang lain lewat

16
tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif. Mereka
cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik. Riset
mengindikasikan bahwa kesadaran diri orang tidak sama dengan
lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut
menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam
politik.
2) Ketidakmenetuan menjadi alasan munculnya nuansa politik pada
organisasi, jenisnya sebagai berikut:
a. Keberatan – keberatan dalam ketersediaan sumbernya langka
atau informasi seputar sumber daya tersebut;
b. Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih
dari satu versi;
c. Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang
tidak didefinisikan secara baik;
d. Ketidakjelasan peraturan mengenai hal – hal yang berkaitan
dengan siapa yang harus buat keputusan, bagaimana keputusan
dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus dilakukan;
e. Perubahan reorganisasi, relokasi anggaran, atau modifikasi
prosedur dalam aneka bentuknya;
f. Pihak yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing)
individu atau kelompok memiliki pesaing atau musuh.
3) Ukuran organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi
skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah
besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang,
memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui
(konspirasi)
4) Level hirarki, politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat
atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam
politik bisanya terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas
tersebut.
5) Heterogenitas anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen
biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan

17
lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini,
proses – proses politik cenderung muncul dimana setiap anggota
bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan
dan siapa yang tidak.
6) Pentingnya keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih
memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang
biasa – biasa saja. Ini diakibatkan sebuat keputusan pentingnya
punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota
organisasi.

Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya


perilaku politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut
membuka ruang yang besar bagi individu dalam organisasi untuk
melibatkan diri dalam politik.

Eran Vigoda – Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik dari diri


individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu:

1) Otonomi pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam


melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam
menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan keinginannya;
2) Masukan keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses
pembuatan keputusan membuat karyawan merasa terhubung
dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia
berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna
mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka
kesempatan yang mencukupi untuk memunculkan perilaku politik
yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan
meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga
mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan
individualnya maupun organisasi.
3) Kepuasan kerja, yang dirasakan pada pekerjaan membentuk
kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan

18
kurang, individu akan bertindak mempengaruhi pihak lain untuk
mengubah keputusan – keputusan di dalam organisasi.
4) Status dan prestise pekerjaan, berhubungan dengan opini politik.
Tatkala pekerja punya sutatus dan prestise professional yang tinggi
ia juga akan menuntut aset – aset yang butuh dukungan dan
perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas
lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi
guna memelihara aset – aset pribadinya.
5) Hubungan kerja, hubungan yang dekat antara satu individu dengan
individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan
pandangan satu sama lain didalam organisasi, dimana terjadi
adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6) Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan
kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem
politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang yang
cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir
pula dalam berpolitik.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

20
DAFTAR PUSTAKA

Djafri, Novianty & Syamsu Q. Badu (2017). Kepemimpinan dan Perilaku


Organisasi. Ideas Publishing, Gorontalo
Setiyowati, Harlis (2018). Perilaku Keorganisasian. Buku Ajar, Jakarta,
Rafikatama.

Anda mungkin juga menyukai