Dosen Pengampu :
Hj. Enden Suryati, SE.,MM
Disusun oleh:
KELOMPOK 3
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA CIANJUR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Kekuasaan dan
Politik” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Kekuasaan dan Politik”
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Hj. Enden Suryati, SE., MM selaku dosen Mata Kuliah Perilaku
Organisasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi
lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Kesimpulan.................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa studi tentang kekuasaan dan politik dalam organisasi
menghasilkan kesimpulan yang berbeda – beda. Kekuasaan dan polirik
merupakan sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap
organisasi tetapi sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk
dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat
mempengaruhi perilaku orang – orang yang ada dalam organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi dari kekuasaan dan kepemimpinan?
2. Apa saja empat pilar kekuasaan?
3. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi?
C. Tujuan
1. Menjelaskan kekuasaan dan kepemimpinan.
2. Memaparkan empat pilar kekuasaan.
3. Memaparkan perilaku politik dalam organisasi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
6. Ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita
miliki.
7. Bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu
hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan.
8. Didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum
mereka bisa menggunakan kekuasaannya.
6
Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah
satu jenis kebutuhan (nPow) yang dipelajari selama periode masa kecil dan
dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan ini punya dampak berbeda
pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang tinggi
“nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung
bertindak, dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.
7
Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai
kekuatan di dalam organisasi sulit untuk diserap, tidak bisa dilihat, tetapi
efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga menyatakan kekuasaan
sebagai kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan perintah
atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.
8
1. Otoritas formal;
2. Kendali sumber daya langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali proses pembuatan keputusan dan kendali pengetahuan
dan informasi;
5. Kendali batasan (boundary) organisasi dan kendali teknologi;
6. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi
informal”;
7. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
8. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
9. Faktor – faktor structural yang menentukan tahap – tahap
tindakan; dan
10. Kekuasaan yang telah seorang miliki.
Kipnis dan Schmidt berbagai alat ukur telah dibuat untuk meneliti
taktik mempengaruhi, dan salah satu yang terbaik adalah yang dibuat oleh
Yukl dkk, yang menunjukkan ada 9 taktik yang bisa digunakan untuk
mempengaruhi orang lain didalam organisasi (Hughest all, 2009), yaitu :
9
4. Mengucapkan kata-kata manis (Ingratiation), terjadi jika
seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
kata-kata yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap
bersahabat dalam memohon sesuatu.
5. Daya-tarik Pribadi (Personal Appeals), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan
sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6. Pertukaran (Exchange), terjadi jika seseorang mempengaruhi
orang lain dengan memberikan sesuatu keuntungan tertentu
kepada orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas
kemauannya mengikuti suatu permintaan tertentu.
7. Koalisi (Coalitions), terjadi jika seseorang meminta bantuan
dan dukungan dari orang lain untuk membujuk atau sebagai
alasan agar orang yang dijadikan target setuju.
8. Tekanan (Pressure), terjadi jika seseorang mempengaruhi
orang lain dengan menggunakan ancaman, peringatan, atau
permintaan yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9. Mengesahkan (Legitimacy), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya,
kekuasaannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu
permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan
organisasi”.
10
Maret 2013 setelah itu, Ketua MPR RI Taufi Kiemas mewakili
lembaga pelosok yang dipimpin, memperoleh gelar kehormatan Doctor
Honoris Apertura (H.C) dari Universitas Trisakti atas jasanya sudah
melahirkan gagasan sosialisasi 4 pilar kebangsaan Indonesia seperti :
- Pancasila
- Bhinneka Tunggal Ika
- Undang – Undang Dasar 1945
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Isi 4 Pilar Bangsa Indonesia sebagai Negara NKRI adalah:
1. Pilar Pancasila, dasar pemikiran yang kuat dan dipertanggungjawabkan
sehingga diterima oleh seluruh warga bangsa. Alasannya, pilar/tiang
penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, seperti disamping
kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang
disanggahnya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan
disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan. Indonesia adalah
Negara yang besar, wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropa yang
terdiri atas berpuluh pelosok, membentang dari barat ke timur dari
Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Mingas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia yaitu Negara
kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19000 pulau lebih,
terdiri atas berbagai suku bangsa yang beraneka adat serta budaya,
serta memeluk seluruh agama dan keyakinan, lalu belief system yang
dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi Negara bangsa ini.
2. Pilar Undang – Undang Dasar 1945, diperlukan memahami lebih dulu
makna undang – undang dasar dan prinsip – prinsip yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga bisa mengevaluasi terhadap
pasal – pasal yang memiliki dalam batang tubuhnya serta berbagai
undang – undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pahami dahulu berbagai
bentuk pelosok yang terdapat di Negara, apa kelebihan dan
kekurangannya, untuk selanjutttnya kita pahami mengapa para
founding daddies Negara ini memilih negeri kesatuan. Bentuk Negara
11
contohnya konfederasi, federasi, dan kesatuan, menurut Carl J.
Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara territorial
atau local division of power. Beserta penjelasan mengenai bentuk
pelosok tersebut.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika, sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal
Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung
kerajaan Majapahit yang hidup dalam masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk di abad ke 14 (1350 – 1389). Sesanti tersebut dalam karyanya
memiliki kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika,
tan hana dharma mangrwa,” yang artinya “Berbeda – beda itu, satu itu,
tak ada pengabdian yang mendua” semboyan yang kemudian dijadikan
prinsip dalam kehidupan pemerintahan kerajaan Majapahit itu,
mengantisipasi adanya keaneka – ragaman petunjuk yang dipeluk oleh
kaum Majapahit pada waktu tersebut. Meskipun mereka perbeda
petunjuk tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
12
3. Technocratically (secara teknokratis) “yang terbaik dengan
cara ini”.
4. Democratically (secara demokratis) “bagaimana kita
melakukannya.
c. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk
secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh
(influence) adalah kemampuan membuat orang menuruti kehendak
pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada kekuasaan, dan
kekuasaan itu tidak dapat terdistribusi secara merata didalam
organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan
didalam organisasi akan menggunakannya guna memperngaruhi (to
influence) orang lain.
13
mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik
berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang
rendah dan pembuatan keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang
ini menjelaskan kenapa manajer tidak menyetujui perilaku politik.
14
4. Tindakan – tindakan yang biasanya tidak diberi sanksi oleh organisasi
tempatnya terjadi, atau hasil yang dicari tidak diberikan sanksi;
5. Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan
hasil yang zero – sum (menang – kalah);
6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan
sasaran politik, strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta
7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.
15
mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan
politik yang eksplosif.
2) Suksesi manajemen, perubahan keorganisasian seperti rekrutmen
eksekutif baru, promosi dan transfer pegawai punya signifikansi
politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana
ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan,
kerjasama dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting.
Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenetuan,
pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat
menggunakan perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan
aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang – orangnya sendiri
dalam posisi kunci.
3) Alokasi sumberdaya adalah arena politik ketiga. Alokasi
sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi
kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas
kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan
sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa
ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya
mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses – proses politik
membantu menyelesaikan dilema ini.
16
tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif. Mereka
cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik. Riset
mengindikasikan bahwa kesadaran diri orang tidak sama dengan
lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut
menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam
politik.
2) Ketidakmenetuan menjadi alasan munculnya nuansa politik pada
organisasi, jenisnya sebagai berikut:
a. Keberatan – keberatan dalam ketersediaan sumbernya langka
atau informasi seputar sumber daya tersebut;
b. Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih
dari satu versi;
c. Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang
tidak didefinisikan secara baik;
d. Ketidakjelasan peraturan mengenai hal – hal yang berkaitan
dengan siapa yang harus buat keputusan, bagaimana keputusan
dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus dilakukan;
e. Perubahan reorganisasi, relokasi anggaran, atau modifikasi
prosedur dalam aneka bentuknya;
f. Pihak yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing)
individu atau kelompok memiliki pesaing atau musuh.
3) Ukuran organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi
skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah
besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang,
memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui
(konspirasi)
4) Level hirarki, politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat
atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam
politik bisanya terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas
tersebut.
5) Heterogenitas anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen
biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan
17
lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini,
proses – proses politik cenderung muncul dimana setiap anggota
bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan
dan siapa yang tidak.
6) Pentingnya keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih
memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang
biasa – biasa saja. Ini diakibatkan sebuat keputusan pentingnya
punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota
organisasi.
18
kurang, individu akan bertindak mempengaruhi pihak lain untuk
mengubah keputusan – keputusan di dalam organisasi.
4) Status dan prestise pekerjaan, berhubungan dengan opini politik.
Tatkala pekerja punya sutatus dan prestise professional yang tinggi
ia juga akan menuntut aset – aset yang butuh dukungan dan
perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas
lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi
guna memelihara aset – aset pribadinya.
5) Hubungan kerja, hubungan yang dekat antara satu individu dengan
individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan
pandangan satu sama lain didalam organisasi, dimana terjadi
adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6) Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan
kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem
politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang yang
cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir
pula dalam berpolitik.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA