FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA
Telp, (0263) 262604,272074 By Pass, Alamat : Jl. Dr. Muwardi Gg.
Perjuangan No 66, Muka, Kec Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
461113
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Kekuasaan Dan
Politik” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam mata kuliah
Perilaku Organisasi. Dalam pembuatan makalah ini penyusun mendapat banyak masukan,
bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun hendak menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1) Prof. DR. Hj. Yuyun Moeslim Taher, SH., selaku Pembina Yayasan Pendidikan Yuyun
Moeslim Taher;
2) Kurnia P. Moeslim Taher, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Yuyun Moeslim Taher;
3) Dr. Astri Dwi Andriani, M.I.Kom., selaku Rektor Universitas Putera Indonesia;
4) Reni Nurlaela, SE., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Putera
Indonesia;
5) Iis Kartini, S.Sos, M.M., selaku Kaprodi Manajemen Universitas Putera Indonesia;
6) HJ. Enden Suryati, SE.MM., selaku Dosen Mata Kuliah Perilaku Organisasi;
Segala kritikan dan saran sangat dibutuhkan demi perkembangan kami, sehingga akan
lahir makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami selaku penyusun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
3.2 Saran..................................................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Untuk mengetahui Perilaku Politik apa saja dalam Organisasi
4. Untuk mengetahui Kekuasaan Yang Dimiliki Seorang Kepemimpinan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gareth Morgan dalam karya penelitiannya Images Organization, mendefinisikan
kekuasaan sebagai "medium lewat mana konflik kepentingan diselesaikan... kekuasaan
mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan bagaimana ... kekuasaan melibatkan kemampu
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki."
Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya Kekuasaan punya
fungsi bergantung. Semakin besar ketergantungan Batar A, semakin besar kekuasaan A dalam
hubungan mereka. Ketergantungan,pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada
B dan pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.
Penulis lain, John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru menawarkan definisi
kekuasaan dari para politisi, Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa
mereka tolak." Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai"...
kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun untuk melawan pengaruh
yang tidak diinginkan."
Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan
(nPow) yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan
kekuasaan ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya,
orang yang tinggi "nPow-nya" bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak,
dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.
Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan
yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, dimana influence (pengaruh)
adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer
4
membiakkan kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai "power
position" ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut "personal power." Jeffrey Pfeiffer,
salah satu perintis kajian kekuasaan dan politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan
sebagai
“ the potential ability to influence behavior, to change the course of events, to overcome
resistance, and to get people to do things that they would not otherwise do." [. kemampuan
potensial untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan, dan
membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan].
Baik politik maupun pengaruh (influence) adalah merupakan proses, tindakan, perilaku,
dimana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki media untuk digunakan dan
direalisasikan.
Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa
kekuasaan adalah kemampuan untuk meraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki
pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definis
kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah "the ability of one person or department
in an organization to influence other people to bring about desired outcomes." Kekuasaan
berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil
yang dikehendaki para pemegang kekuasaan.
Menurut James G. March and Thierry Weil mengenal konsep kekuasaan. Mereka
berdua menyatakan:" It is a concept that is often used; the feeling of power is linked to the
esteem that people have for themselves (this is often a vicious circle, as a person's reputation
for powerfulness or weakness contributes to his or her success of difficulties).
5
konsep pengendalian dan berujung pada ketidak tercapaian tujuan organisasi, bahkan chaos
dalam organisasi.
1. Otoritas formal;
2. Kendall sumber daya langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali proses pembuatan keputusan dan kendali pengetahuan dan informasi;
5. Kendali batasan (boundary) organisasi dan kendali teknologi;
6. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas "organisasi informal" ;
7. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
8. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
9. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan
10. Kekuasaan yang telah seorang miliki.
Maret 2013 setelah itu, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili lembaga pelosok yang
dipimpin, memperoleh getar kehormatan Doctor Honoris Apertura (H.C) dari Universitas
Trisakti atas jasanya sudah melahirkan gagasan sosialisasi 4 (empat) pilar kebangsaan
Indonesia seperti:
1. Pancasila
2. Bhinneka Tunggal Ika
3. Undang-Undang Dasar 1945
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Isi 4 (empat) Pilar Bangsa Indonesia Sebagai Negara NKRI adalah:
6
1. Pilar Pancasila, dasar pemikiran yang kuat dan dipertanggung Jawabkan sehingga
diterima oleh seluruh warga bangsa. Alasannya, Pilar/tiang penyangga suatu bangunan
harus memenuhi syarat, seperti disamping kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan
bangunan yang disanggahnya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan
disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan. Indonesia adalah negara yang besar,
wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropa yang terdiri atas berpuluh pelosok,
membentang dari barat ke timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari
pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia yaitu: negara
kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai
suku bangsa yang beraneka adat serta budaya, serta memeluk seluruh agama dan
keyakinan, lalu belief system yang dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi negara
bangsa ini.
2. Pilar Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan memahami lebih dulu makna undang -
undang dasar dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Sehingga bisa mengevaluasi terhadap pasal- pasal yang memiliki dalam batang
tubuhnya serta barbagai undang- undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pahami dahulu berbagai bentuk pelosok
yang terdapat di negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita
fahami mengapa para founding daddies negara ini memilih negeri kesatuan. Bentuk
Negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich,.
merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau local division of power.
Beserta penjelasan mengenal bentuk pelosok tersebut.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika, sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan
pertama kali oleh MPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup dalam
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, di abad ke empat belas (1350-1389). Sesanti
tersebut memiliki dalam karyanya, kakawin Sutasoma yang berbunyi "Bhinneka
Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, " yang artinya "Berbeda-beda itu, satu itu, tak
ada pengabdian yang mendua" Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam
kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu, mengantisipasi adanya
keaneka-ragaman petunjuk yang dipeluk oleh kaum Majapahit pada waktu tersebut.
Meskipun mereka berbeda petunjuk tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
7
2.3 Perilaku Politik Dalam Organisasi
Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri
atas dua orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi, langkahnya
sumber daya, dan tarik menarik gagasan. Robert Morgan, politik di dalam organisasi
(organizational politics), memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest
(kepentingan), konflik, dan kekuasaan (power).
Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat
sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai
kepentingannya sendiri. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa
politik mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor
muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi.
Politik menurut Richard L. Daft, adalah ". penggunaan kekuasaan guna mempengaruhi
keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan." Penggunaan kekuasaan dan
pengaruh membawa pada dua cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani
diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang sifatnya alamiah.
8
kerja. Pandangan suram atas politik ini umum dianut masyarakat awam. Suatu riset yang tidak
juga pernah diadakan dalam masalah ini menyuguhkan fakta bahwa pekerja yang menganggap
kegiatan politik dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan perasaan gelisah dan
ketidakpuasan kerja. Riset j mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik
berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang rendah, dan pembuatan
keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa manajer tidak
menyetujui perilaku politik.
Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi
menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah
proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan
pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses -
proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan organisasi.
Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif.
Politik adalah penggunaan power (kekuasaan) agar. sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan
konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai
persetujuan. Politik melibatkan diskusi diskusi informal yang memungkinkan orang mencapai
kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ataupun
tidak.
9
6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran politik,
strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta
7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.
10
3) Alokasi Sumberdaya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya memotong
seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran,
pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya.
Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah
satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik
membantu menyelesaikan dilema ini.
Penulis lain, Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang mendorong
kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
11
3) Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala
kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku
seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui
(konspirasi).
4) Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas,karena
kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi
diantara para manajer tingkat atas tersebut.
5) Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling
berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang
berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana setiap
anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang
tidak.
6) Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas
politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa saja. Ini diakibatkan sebuah
keputusan penting punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota
organisasi.
Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik di
kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut membuka ruang yang besar bagi individu dalam
organisasi untuk melibatkan diri dalam politik.
Eran Vigoda-Gadot merinci enam dimensi perilaku politik di diri individu yang
mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu:
12
3) Kepuasan Kerja, yang dirasakan pada pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri
yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan kurang, individu akan bertindak
mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi.
4) Status dan Prestise Pekerjaan, berhubungan dengan opini politik. Tatkala pekerja punya
status dan prestise profesional yang tinggi akan menuntut aset-aset yang butuh
dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas
Lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara
aset-aset pribadinya.
5) Hubungan Kerja, hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di
lokasi kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam
organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6) Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari
tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian
sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya
mahir pula dalam berpolitik.
13
untuk melakukan tindakan segera. Situasi yang sama adalah kasus di mana pemimpin
berkeinginan untuk membuat perubahan yang membutuhkan pengorbanan jangka pendek dan
diimplementasikan dalam jangka waktu yang lama sebelum keuntungan benar-benar diraih,
sementara banyak tentangan dari pihak-pihak yang memiliki perspektif jangka pendek. Dalam
situasi yang sulit seperti ini, pemimpin membutuhkan kekuasaan berdasarkan keahlian dan
referensi yang memadai untuk meyakinkan anggotanya bahwa perubahan tersebut diperlukan
dan diinginkan, atau kekuasaan politik dan kekuasaan posisi yang kuat untuk mengatasi orang-
orang yang menentang dan berusaha untuk menunjukan bahwa proposal perubahan yang
diajukan tersebut memang diperlukan dan akan efektif. Kombinasi kekuasaan personal dan
posisi meningkatkan kemungkinan untuk berhasil.
Perbedaan antara posisi dan kekuasaan personal kadang tampak, tetapi jangan terlalu
dibesar-besarkan. Kekuasaan itu penting, tidak hanya sebagai sumber untuk mempengaruhi
tetapi juga untuk kekuasaan posisi dapat digunakan untuk meningkatkan pengaruh kekuasaan
personal pemimpin. Kendali atas informasi melengkapi kekuasaan berdasarkan keahlian
dengan ketrampilan teknis dengan memberikan keuntungan pada pemimpin ketika
menyelesaikan masalah penting dan dengan membuat pemimpin mampu untuk menutupi
kesalahan dan membesar-besarkan keberhasilannya. Kekuasaan memberi penghargaan
mempermudah pertukaran yang lebih mendalam dengan bawahan, dan bila digunaka
meningkatkan kekuasaan pemimpin berdasarkan referensi. Wewenan pengaruh keatas untuk
mendapatkan persetujuan akan membuat pemimpar mampa memperlihatkan kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah, dan hal ini juga mempermudah menguatnya hubungan pertukan
dengan bawahan.
Pemimpin yang memiliki kekuasaan posisi yang terlalu besar mungkin akan tergoda
untuk bergantung padanya daripada membangun kekuasaan personal dan menggunakan
14
pendekatan lainnya (seperti konsultasi, bujukan) untuk mempengaruhi orang lain agar mau
menuruti kemauannya atau mendukung perubahan. Gagasan bahwa adalah korup khususnya
relevan dengan kekuasaan posisi. Sepanjang sejarah telah banyak pemimpin politik yang
memiliki kekuasaa posisi yang kuat menggunakan posisinya untuk mendominasi dan
mengeksploitasi bawahan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut
dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan
kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan
sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk
mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik
bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan
pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar
tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan
serta kenyamanan dalam kehidupan Politik dan kekuasaan dijalankan untuk
menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan. manajer, serta
kepentingan organisasi.
3.2 Saran
1. Pemimpin yang baik, haruslah tahu, saluran kekuasaan yang akan dipakainya dalam
mempertahankan kekuasaannya, tentu saja harus berbasis pada keahlian pokok, seperti
ekonomi, politik, militer, sosial, harta kekayaan dan sebagainya.
2. Dalam melaksanakan kekuasaannya, maka akan sangat tergantung pada struktur
masyarakat (pengikut) yang bersangkutan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Manik, J. D. N. (2013). Kekuasaan dan kepemimpinan sebagai proses sosial dalam masyarakat.
Society, 1(1), 64-74.
17