Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi
Diampu Oleh Dosen: HJ. Enden Suryati, SE.MM

Disusun Oleh: Kelompok 10


Nur Utami (216100070)
Yadi Junaidi (216100073)
Adelya Lestari HY (216100083)
Manajemen 5B

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA
Telp, (0263) 262604,272074 By Pass, Alamat : Jl. Dr. Muwardi Gg.
Perjuangan No 66, Muka, Kec Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
461113

2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Kekuasaan Dan
Politik” ini dengan tepat waktu.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam mata kuliah
Perilaku Organisasi. Dalam pembuatan makalah ini penyusun mendapat banyak masukan,
bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun hendak menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1) Prof. DR. Hj. Yuyun Moeslim Taher, SH., selaku Pembina Yayasan Pendidikan Yuyun
Moeslim Taher;

2) Kurnia P. Moeslim Taher, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Yuyun Moeslim Taher;

3) Dr. Astri Dwi Andriani, M.I.Kom., selaku Rektor Universitas Putera Indonesia;

4) Reni Nurlaela, SE., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Putera
Indonesia;

5) Iis Kartini, S.Sos, M.M., selaku Kaprodi Manajemen Universitas Putera Indonesia;

6) HJ. Enden Suryati, SE.MM., selaku Dosen Mata Kuliah Perilaku Organisasi;

Segala kritikan dan saran sangat dibutuhkan demi perkembangan kami, sehingga akan
lahir makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami selaku penyusun.

Cianjur, 03 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Kekuasaan dan Kepemimpinan ............................................................................... 3

2.2 Empat Pilar Kekuasaan ........................................................................................... 6

2.3 Perilaku Politik Dalam Organisasi ........................................................................... 8

2.4 Kekuasaan Harus Dimiliki Seorang Kepemimpinan .............................................. 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 16

3.2 Saran..................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia
selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak
mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah
saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur
adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas
manusia. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah &
memilih mana yang baik & mana yang buruk.

Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan


baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun
perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan
berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik.
Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan
dengan baik. Kepemimpinan pun pada akhirnya akan melahirkan kekuasaan. Kekuasaan
tersebut diharapkan dapat digunakan dengan baik dan tidak disalahgunakan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan.
Permasalahan tersebut antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan kepemimpinan?


2. Apa saja empat pilar kekuasaan tersebut dan Apa saja isinya?
3. Kenapa Perilaku Politik ada dalam Organisasi?
4. Bagaimana agar Kekuasaan Harus Dimiliki Seorang Kepemimpinan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah

1. Untuk mengetahui kekuasaan dan kepemimpinan dalam suatu organisasi


2. Untuk mengetahui empat pilar kekuasaan dalam organisasi

1
3. Untuk mengetahui Perilaku Politik apa saja dalam Organisasi
4. Untuk mengetahui Kekuasaan Yang Dimiliki Seorang Kepemimpinan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kekuasaan dan Kepemimpinan


Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam
perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam
studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer
bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi.
Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan
kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut "politik" sehari-hari.
Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antar bidang
ilmu adalah umum.

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai "...kemampuan individu untuk


mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada
penolakan mereka." Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menekankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat
pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain.Kekuasaan adalah gagasan
politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi
kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan
dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah:

1. Bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;


2. Alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
3. Bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya;
4. Melibatkan ketergantungan, terdapat kebebasan atau faktor ketergantungan atau
ketidak-bergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
5. Gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki.
6. Ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki.
7. Bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan
seluruh hubungan;
8. Didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa
menggunakan kekuasaannya.

3
Gareth Morgan dalam karya penelitiannya Images Organization, mendefinisikan
kekuasaan sebagai "medium lewat mana konflik kepentingan diselesaikan... kekuasaan
mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan bagaimana ... kekuasaan melibatkan kemampu
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki."

Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai kapasitas bahwa A harus


mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A.
Definisi Robbins menyebut suatu "potensi" sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak
dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai "kapasitas" atau"potensi".

Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya Kekuasaan punya
fungsi bergantung. Semakin besar ketergantungan Batar A, semakin besar kekuasaan A dalam
hubungan mereka. Ketergantungan,pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada
B dan pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.

Penulis lain, John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru menawarkan definisi
kekuasaan dari para politisi, Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa
mereka tolak." Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai"...
kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun untuk melawan pengaruh
yang tidak diinginkan."

Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan
(nPow) yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan
kekuasaan ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya,
orang yang tinggi "nPow-nya" bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak,
dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.

Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al. mendefinisikan


kekuasaan sebagai " kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang kita ingin
atau kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan."
Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, dimana kepemimpinan
merupakan mekanisme kunci dari kekuasaan guna memungkinkan suatu hal terjadi.

Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan
yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, dimana influence (pengaruh)
adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer

4
membiakkan kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai "power
position" ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut "personal power." Jeffrey Pfeiffer,
salah satu perintis kajian kekuasaan dan politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan
sebagai

“ the potential ability to influence behavior, to change the course of events, to overcome
resistance, and to get people to do things that they would not otherwise do." [. kemampuan
potensial untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan, dan
membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan].

Baik politik maupun pengaruh (influence) adalah merupakan proses, tindakan, perilaku,
dimana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki media untuk digunakan dan
direalisasikan.

Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebaga kekuatan di dalam


organisasi sulit untuk diserap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian
juga menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) tain untuk menjalankan perintah atau melakukan
sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.

Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa
kekuasaan adalah kemampuan untuk meraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki
pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definis
kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah "the ability of one person or department
in an organization to influence other people to bring about desired outcomes." Kekuasaan
berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil
yang dikehendaki para pemegang kekuasaan.

Menurut James G. March and Thierry Weil mengenal konsep kekuasaan. Mereka
berdua menyatakan:" It is a concept that is often used; the feeling of power is linked to the
esteem that people have for themselves (this is often a vicious circle, as a person's reputation
for powerfulness or weakness contributes to his or her success of difficulties).

Definisi kekuasaan yang telah disebutkan menurut March, mengindikasikan pentingnya


posisi kekuasaan dalam suatu organisasi. Tanpa kekuasaan, individu akan anarkis, pemimpin
tidak bergigi, sanksi tidak dipatuhi, dan sebab itu ketiadaan kekuasaan kerap dianggap situasi
chaos (kekacauan). Ketiadaan kekuasaan dalam organisasi membuat organisasi kehilangan

5
konsep pengendalian dan berujung pada ketidak tercapaian tujuan organisasi, bahkan chaos
dalam organisasi.

Pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang


menurutnya berasal dari:

1. Otoritas formal;
2. Kendall sumber daya langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali proses pembuatan keputusan dan kendali pengetahuan dan informasi;
5. Kendali batasan (boundary) organisasi dan kendali teknologi;
6. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas "organisasi informal" ;
7. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
8. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
9. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan
10. Kekuasaan yang telah seorang miliki.

2.2 Empat Pilar Kekuasaan


Semenjak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh propaganda
Reformasi yang memuncak dipertengahan Mei 1998 lalu,Pancasila memang nyaris dilakukan
kemudian secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan kindertagesstätte sendiri.
Termasuk pada petunjuk kelahirannya yang ke-68 tahun ini, pun terasa setelah sia-sia saja,
seakan gak ada urgensinya sama 1x untuk dirayakan atau hanya direfleksikan dan menjadi
ketertarikan bersama.

Maret 2013 setelah itu, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili lembaga pelosok yang
dipimpin, memperoleh getar kehormatan Doctor Honoris Apertura (H.C) dari Universitas
Trisakti atas jasanya sudah melahirkan gagasan sosialisasi 4 (empat) pilar kebangsaan
Indonesia seperti:

1. Pancasila
2. Bhinneka Tunggal Ika
3. Undang-Undang Dasar 1945
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Isi 4 (empat) Pilar Bangsa Indonesia Sebagai Negara NKRI adalah:

6
1. Pilar Pancasila, dasar pemikiran yang kuat dan dipertanggung Jawabkan sehingga
diterima oleh seluruh warga bangsa. Alasannya, Pilar/tiang penyangga suatu bangunan
harus memenuhi syarat, seperti disamping kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan
bangunan yang disanggahnya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan
disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan. Indonesia adalah negara yang besar,
wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropa yang terdiri atas berpuluh pelosok,
membentang dari barat ke timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari
pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia yaitu: negara
kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai
suku bangsa yang beraneka adat serta budaya, serta memeluk seluruh agama dan
keyakinan, lalu belief system yang dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi negara
bangsa ini.
2. Pilar Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan memahami lebih dulu makna undang -
undang dasar dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Sehingga bisa mengevaluasi terhadap pasal- pasal yang memiliki dalam batang
tubuhnya serta barbagai undang- undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pahami dahulu berbagai bentuk pelosok
yang terdapat di negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita
fahami mengapa para founding daddies negara ini memilih negeri kesatuan. Bentuk
Negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich,.
merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau local division of power.
Beserta penjelasan mengenal bentuk pelosok tersebut.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika, sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan
pertama kali oleh MPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup dalam
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, di abad ke empat belas (1350-1389). Sesanti
tersebut memiliki dalam karyanya, kakawin Sutasoma yang berbunyi "Bhinneka
Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, " yang artinya "Berbeda-beda itu, satu itu, tak
ada pengabdian yang mendua" Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam
kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu, mengantisipasi adanya
keaneka-ragaman petunjuk yang dipeluk oleh kaum Majapahit pada waktu tersebut.
Meskipun mereka berbeda petunjuk tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

7
2.3 Perilaku Politik Dalam Organisasi
Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri
atas dua orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi, langkahnya
sumber daya, dan tarik menarik gagasan. Robert Morgan, politik di dalam organisasi
(organizational politics), memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest
(kepentingan), konflik, dan kekuasaan (power).

a) Interest (Kepentingan) adalah kecenderungan meraih sasaran, nilai,kehendak, harapan,


dan kecenderungan lainnya yang membuat orang bertindak dengan satu cara ketimbang
lainnya.
b) Politik Keorganisasian muncul tatkala orang berpikir dan bertindak secara berbeda yang
menciptakan ketegangan (tension) dan harus diselesaikan lewat cara politik, yaitu:
1. Autocratically (secara otokratik) -> "kita lakukan dengan cara Ini."
2. Bureaucratically (secara birokratis) >>"kita disarankan melakukan cara ini."
3. Technocratically (secara teknokratis) -> "yang terbaik dengan cara ini,"
4. Democratically melakukannya."(secara demokratis)"bagaimana kita melakukannya”.
c) Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk secara sengaja
menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh (influence) adalah kemampuan
membuat orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada
kekuasaan (kekuasaan), dan kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam
organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan di dalam organisasi akan
menggunakannya guna mempengaruhi (to influence) orang lain.

Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat
sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai
kepentingannya sendiri. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa
politik mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor
muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi.

Politik menurut Richard L. Daft, adalah ". penggunaan kekuasaan guna mempengaruhi
keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan." Penggunaan kekuasaan dan
pengaruh membawa pada dua cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani
diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang sifatnya alamiah.

Definisi pertama,politik melibatkan kecurangan dan ketidak jujuran yang ditujukan


demi kepentingan diri sendiri dan memicu konflik dan ketidak harmonisan di dalam lingkungan

8
kerja. Pandangan suram atas politik ini umum dianut masyarakat awam. Suatu riset yang tidak
juga pernah diadakan dalam masalah ini menyuguhkan fakta bahwa pekerja yang menganggap
kegiatan politik dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan perasaan gelisah dan
ketidakpuasan kerja. Riset j mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik
berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang rendah, dan pembuatan
keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa manajer tidak
menyetujui perilaku politik.

Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi
menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah
proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan
pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses -
proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan organisasi.

Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai [kegiatan yang] melibatkan


kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan sumber
daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala
terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan pilihan yang tersedia."

Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif.
Politik adalah penggunaan power (kekuasaan) agar. sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan
konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai
persetujuan. Politik melibatkan diskusi diskusi informal yang memungkinkan orang mencapai
kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ataupun
tidak.

Douglas Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik organisasi, mengambil


sejumlah benang merah definisi politik keorganisasian, yang meliputi:

1. Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi:


2. Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya;
3. Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan diri atas pihak lain dan, lebih
lanjut, mengancam kepentingan diri orang lainnya.
4. Tindakan-tindakan yang biasanya tidak diberi sanksi oleh organisasi tempatnya terjadi,
atau hasil yang dicari tidak diberikan sanksi;
5. Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan hasil yang zero-
sum (menang-kalah);

9
6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran politik,
strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta
7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.

Fairholm mendefinisikan politik keorganisasian sebagai meliputi tindakan-tindakan


yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan power (kekuasaan) dalam hal pengendalian
sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak diperhadapkan
dengan pihak lainnya." Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi, mendefinisikan
politik keorganisasian sebagai “....penerapan atau penggunaan power (kekuasaan), dengan
mana kekuasaan sendiri didefinisikan sebagai kekuatan potensial."

Definisi politik dan politik organisasi kiranya saling bersinggungan. Konsep-konsep


kekuasaan, influence (pengaruh, resources (sumberdaya), interest (kepentingan), merupakan
sejumlah konsep inheren (melekat) di dalam definisi politik maupun politik organisasi. Politik
adalah media kompetisi gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan
masing-masing.

Richard L. Daft mengidentifikasi tiga wilayah dimana politik organisasi terangsang


untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah :

1) Perubahan Struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung menohok ke dalam


"jantung" hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti perubahan tugas dan
wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis.
Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam
organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara
wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap
membawa kegiatan politik yang eksplosif.
2) Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru,
promosi, dan transfer pegawai punya signifikans politik yang besar, khususnya pada
level organisasi puncak dimana ketidak menentuan demikian tinggi dan jaringan
kepercayaan. kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan
rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan, pertentangan wacana, dan
ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan dan promosi guna
memperkuat jaringan allansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya sendiri
dalam posisi kunci.

10
3) Alokasi Sumberdaya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya memotong
seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran,
pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya.
Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah
satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik
membantu menyelesaikan dilema ini.

Penulis lain, Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang mendorong
kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang


menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya kebutuhan kekuasaan
(nPow) tinggi dalam istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik dari
dalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya
untuk menggunakan kekuasaan demi hasil-hasil politik. Riset lain juga menunjukkan
orang yang menunjukkan karakteristik Machiavellianisme cenderung mengendalikan
orang lain lewat tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif. Mereka cenderung
terbuka untuk terlibat dalam politik. Sebagal tambahan,riset mengindikasikan bahwa
kesadaran-diri orang tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor
karena mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam
politik.
2) Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik pada organisasi, jenisnya
sebagai berikut:
a. Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau informasi
seputar sumber daya tersebut;
b. Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih dari satu versi;
c. Sasaran, tujuan, pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak didefinisikan secara
baik;
d. Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan siapa yang
harus buat keputusan, bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan
keputusan harus dilakukan;
e. Perubahan reorganiasi, realokasi anggaran, atau modifikasi prosedur dalam aneka
bentuknya; dan
f. Pihak yang yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing individu atau
kelompok memiliki pesaing atau musuh.

11
3) Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala
kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku
seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui
(konspirasi).
4) Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas,karena
kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi
diantara para manajer tingkat atas tersebut.
5) Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling
berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang
berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana setiap
anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang
tidak.
6) Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas
politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa saja. Ini diakibatkan sebuah
keputusan penting punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota
organisasi.

Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik di
kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut membuka ruang yang besar bagi individu dalam
organisasi untuk melibatkan diri dalam politik.

Eran Vigoda-Gadot merinci enam dimensi perilaku politik di diri individu yang
mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu:

1) Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin


mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan
keinginannya;
2) Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan keputusan
membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung
jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna
mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang
mencukupi untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan
personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain
sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya
maupun organisasi.

12
3) Kepuasan Kerja, yang dirasakan pada pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri
yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan kurang, individu akan bertindak
mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi.
4) Status dan Prestise Pekerjaan, berhubungan dengan opini politik. Tatkala pekerja punya
status dan prestise profesional yang tinggi akan menuntut aset-aset yang butuh
dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas
Lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara
aset-aset pribadinya.
5) Hubungan Kerja, hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di
lokasi kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam
organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6) Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari
tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian
sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya
mahir pula dalam berpolitik.

2.4 Kekuasaan Harus Dimiliki Seorang Kepemimpinan


Jelas bahwa pemimpin membutuhkan kekuasaan agar dapat efektif, tetapi tidak berarti
bahwa memiliki kekuasaan yang besar selalu lebih baik. Besarnya kekuasaan keseluruhan yang
sangat penting untuk kepemimpinan yang efektif dan campuran dari berbagai tipe kekuasaan
yang menjadi pertanyaan yang mulai dijawab oleh peneliti. Jelas bahwa besarnya kekuasaan
yang diperlukan tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dan
ketrampilan pemimpin dalam menggunakan kekuasaan yang tersedia. Kekuasaan yang tidak
terlalu besar dibutuhkan oleh pemimpin yang mempunyai ketrampilan menggunkan kekuasaan
secara efektif dan yang mengetahui pentingnya berkosentrasi pada tujuan yang paling penting
Bauer (1968, hlm 17) menjelaskan cara yang bijaksana dalam menggunakan kekuasaan secara
selektif dan hati-hati.

Beberapa situasi kepemimpinan membutuhkan lebih banyak kekuasaan daripada dalam


situasi lainnya agar seorang pemimpin dapat efektif. Akan lebih banyak pengaruh yang
dibutuhkan dalam organisasi yang sedang melakukan perubahan besar, sementara ada berbagai
pihak yang menentang proposal perubahan yang diajukan oleh pemimpin tersebut. Khususnya
amat sulit bagi seorang pemimpin yang mengetahui bahwa organisasinya akan menghadapi
krisis di masa yang akan datang, krisis yang hanya dilampaui jika persiapannya dilakukan sejak
awal. tetapi bukti-bukti akan terjadi krisis belumlah cukup untuk dapat membujuk para anggota

13
untuk melakukan tindakan segera. Situasi yang sama adalah kasus di mana pemimpin
berkeinginan untuk membuat perubahan yang membutuhkan pengorbanan jangka pendek dan
diimplementasikan dalam jangka waktu yang lama sebelum keuntungan benar-benar diraih,
sementara banyak tentangan dari pihak-pihak yang memiliki perspektif jangka pendek. Dalam
situasi yang sulit seperti ini, pemimpin membutuhkan kekuasaan berdasarkan keahlian dan
referensi yang memadai untuk meyakinkan anggotanya bahwa perubahan tersebut diperlukan
dan diinginkan, atau kekuasaan politik dan kekuasaan posisi yang kuat untuk mengatasi orang-
orang yang menentang dan berusaha untuk menunjukan bahwa proposal perubahan yang
diajukan tersebut memang diperlukan dan akan efektif. Kombinasi kekuasaan personal dan
posisi meningkatkan kemungkinan untuk berhasil.

Perbedaan antara posisi dan kekuasaan personal kadang tampak, tetapi jangan terlalu
dibesar-besarkan. Kekuasaan itu penting, tidak hanya sebagai sumber untuk mempengaruhi
tetapi juga untuk kekuasaan posisi dapat digunakan untuk meningkatkan pengaruh kekuasaan
personal pemimpin. Kendali atas informasi melengkapi kekuasaan berdasarkan keahlian
dengan ketrampilan teknis dengan memberikan keuntungan pada pemimpin ketika
menyelesaikan masalah penting dan dengan membuat pemimpin mampu untuk menutupi
kesalahan dan membesar-besarkan keberhasilannya. Kekuasaan memberi penghargaan
mempermudah pertukaran yang lebih mendalam dengan bawahan, dan bila digunaka
meningkatkan kekuasaan pemimpin berdasarkan referensi. Wewenan pengaruh keatas untuk
mendapatkan persetujuan akan membuat pemimpar mampa memperlihatkan kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah, dan hal ini juga mempermudah menguatnya hubungan pertukan
dengan bawahan.

Kekuasaan diperlukan untuk mengingatkan legitimasi dan kekuasaan berdasarkan


keahlian ketika pemimpin membutuhkan pengaruh untuk menegakkan aturan dan prosedur
yang tidak disukai tetapi penting untuk melaksanakan pekerjaan dan terhindar dari kecelakaan.
Kekuasaan memaksa juga dibutuhkan oleh pemimpin untuk mengendalikan atau membuang
para pemberontak dan para kriminal yang mungkin mengacaukan operasional, mencuri sumber
daya, merugikan anggota lainya dan mengakibatkan pemimpin terlihat lemah dan tidak
kompeten. Akan tetapi, posisi kekuasaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mungkin akan
merusak.

Pemimpin yang memiliki kekuasaan posisi yang terlalu besar mungkin akan tergoda
untuk bergantung padanya daripada membangun kekuasaan personal dan menggunakan

14
pendekatan lainnya (seperti konsultasi, bujukan) untuk mempengaruhi orang lain agar mau
menuruti kemauannya atau mendukung perubahan. Gagasan bahwa adalah korup khususnya
relevan dengan kekuasaan posisi. Sepanjang sejarah telah banyak pemimpin politik yang
memiliki kekuasaa posisi yang kuat menggunakan posisinya untuk mendominasi dan
mengeksploitasi bawahan.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut
dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan
kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan
sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk
mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik
bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan
pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar
tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan
serta kenyamanan dalam kehidupan Politik dan kekuasaan dijalankan untuk
menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan. manajer, serta
kepentingan organisasi.

3.2 Saran
1. Pemimpin yang baik, haruslah tahu, saluran kekuasaan yang akan dipakainya dalam
mempertahankan kekuasaannya, tentu saja harus berbasis pada keahlian pokok, seperti
ekonomi, politik, militer, sosial, harta kekayaan dan sebagainya.
2. Dalam melaksanakan kekuasaannya, maka akan sangat tergantung pada struktur
masyarakat (pengikut) yang bersangkutan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Manik, J. D. N. (2013). Kekuasaan dan kepemimpinan sebagai proses sosial dalam masyarakat.
Society, 1(1), 64-74.

Setiyowati, Harlis (2018). Perilaku Keorganisasian.

Yudiaatmaja, F. (2013). Kepemimpinan: konsep, teori dan karakternya. Media Komunikasi


FPIPS, 12(2).

17

Anda mungkin juga menyukai