Disusun untuk memenuhi tugas mata Kepemimpinan Organisasi Pendidikan (GD 565)
Diampu oleh:
Disusun Oleh:
Kelompok 4
KAMPUS TASIKMALAYA
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Kepemimpinan Kekuasaan Politik dan Kepemmpinan Dalam Organisasi”. Penyusunan makalah
ini merupakan salah satu pemenuhan dari tugas mata kuliah Kepemimpinan Organisasi
Pendidikan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada dosen
pengampu yang telah membimbing dan memberi materi sehingga pembuatan makalah ini dapat
berjalan dengan baik.
Penulis merasa banyak kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalaih ini dari segi
teknis penulisan isi materi, mengingat kami masih belajar dalam penulisan makalah. Oleh sebab
itu, kami memerlukan kritik dan saran dari pembaca sehingga dapat membantu kami dalam
menyempurnakan isi makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca
dalam melaksanakan pembelajaran
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Meskipun kita tidak suka politik, kita tidak bisa menghindar dari politik adalah sebuah
ungkapan yang sering didengar, beberapa masyarakat memang terkadang menghindari
politik, tak jarang masyarakat sering memaknai politik dengan konotasi negatif dan kotor.
Umat manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutukan satu sama
lain dan saling berinteraksi. Dalam proses interaksi tersebut manusia membentuk kelompok-
kelompok komunitas dan dalam kehidupan manusia pasti akan selalu dihadapkan dengan
unsur kekuasaan dan pengaruh, sedangkan kekuasaan dan pengaruh adalah unsur utama
dalam politik. Ini menunjukkan bahwa manusia mau tidak mau harus menggunakan politik
(kekuasaan dan pengaruh) sebagai alat berinteraksi antara manusia.
Dalam bidang apapun politik akan terus berhubungan dengan manusia, termasuk dalam
dunia pendidikan. Dengan demikian, politik adalah kenyataan hidup yang harus dihadapi dan
dijalankan oleh setiap orang selama ia berinteraksi secara sosial dan hidup secara
berkelompok. Dalam makalah ini, akan muncul beberapa isu mengenai politik dalam
organisasi pendidikan. Dengan memahami politik organisasi, diharapkan para praktisi
manajemen dapat memperluas pandangnya tentang politik organisasi sebagai paradigma
alternatif dalam mengelola organisasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah kami buat, maka kami membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa itu pengertian kekuasaan dalam organisasi?
2. Apa saja yang menjadi Jenis-jenis kekuasaan?
3. Apa saja sumber dari kekuasaan?
4. Apa saja delapan karakter kekuasaan menurut Fairholm?
5. Bagaimana konsep mengenai politik?
6. Bagaimana dikatakan organisasi sebagai wadah politik?
7. Bagaimana praktik politik dalam sebuah organisasi?
8. Bagaimana etika berpolitik dalam sebuah organisasi?
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kekuasaan, dalam istilah umum disebut sebagai power, diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk
memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga memberi keputusan- keputusan yang secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berperilaku sesuai dengan
yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan (Robbins dan Judge, 2007). Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dan kemampuan untuk mengatasi
(bertahan dari) pengaruh orang lain yang tidak diinginkan (Wagner dan Hollenbeck, 2005).
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa
Inggrisnya yaitu power trends to corrupct. Kekuasaan dapat dikatakan melekat pada jabatan
ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Position Power : kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi
2. Personal Power : kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan
sosialnya.
French & Raven (1959) mengatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan :
1. Reward power (kekuasaan memberi penghargaan)
2. Coercive power (kekuasaan yang memaksa)
3
3. Legitimative power (kekuasaan yang sah)
4. Referent power (kekuasaan memberi referensi)
5. Expert power (kekuasaan ahli sumber kekuasaan)
2.3 Sumber Kekuasaan
Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan Judge,
2007), yaitu:
4
2.4 Karakter Kekuasaan Menurut Fairholm
Esensi kekuasaan adalah kendali atas prilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan
yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, dimana influence (pengaruh)
adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manager membiakkan
kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai “power position”
ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut sebagai “personal power”.
Dahl mendefinisikan politik merupakan setiap pola hubungan yang kuat antarmanusia
dan secara mencolok melibatkan pada kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan. Secara
prinsipnya politik yaitu suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh,
ditransfer serta digunakan.
5
Sehingga bisa dilihat bahwa sebenarnya politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan,
melainkan bisa juga politik ini terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi
keagamaan, hingga pada unit keluarga sekalipun.
Bagi Robert Morgan, organisasi mendekati atau serupa dengan sistem politik. Politik di
dalam organisasi (organizational politics) memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu:
Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan karena pada dasarnya
organisasi itu terdiri atas 2 orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi,
langkanya sumber daya, dan tarik-menarik gagasan. Semua itu membuat politik dalam organisasi
menjadi konsekuensi logis aktivitas di dalam organisasi.
Organisasi tidak terlepas dari politik, setiap orang dalam organisasi akan menggunakan
taktik dan strateginya sendiri-sendiri untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, baik itu
menyangkut distribusi informasi, karir, kekuasaan, maupun penghargaan lain. Negosiasi
merupakan salah satu bentuk aktivitas politik untuk mendapatkan komitmen bersama, dan hal itu
dilakukan juga di dalam organisasi. Sehingga setiap manajer seharusnya sadar bahwa dalam
organisasi memang sering dan selalu ada politik yang terjadi, namun politik itu harus dapat
dilakukan dengan etis dan elegant agar seluruh anggota dapat menerimanya. Dalam permainan
politik yang tidak etis juga dalam jangka panjang akan menimbulkan akibat yang buruk terhadap
kredibilitas pelakunya. Hal-hal diatas menunjukan bahwa politik dalam organisasi adalah
kenyataan harus dihadapi oleh manajer sekalipun.
Morgan dan Bolman & Deal, melihat organisasi sebagai wahana atau gelanggang politik
tempat bernegosiasi kepentingan oleh para anggotanya. Drory mendefinisikan politik adalah
“organisasi sebagai perilaku informal di dalam organisasi dengan menggunakan kekuasaan dan
pengaruh melalui tindakan terencana yang diarahkan untuk peningkatan karir individu pada
situasi untuk memperoleh banyak pilihan keputusan.” Selanjutnya, Miles mendefinisikan politik
organisasi yaitu “setiap aktor atau kelompok dalam organisasi membangun kekuasaan untuk
mempengaruhi penetapan tujuan, kriteria atau proses pengambilan keputusan organisasional
dalam rangka memenuhi kepentingannya.”
6
Asumsi dasar organisasi sebagai entitas politik yaitu:
Organisasi adalah koalisi yang dilamnya terdiri dari berbagai individu dan kelompok
yang memiliki kepentingan yang berbeda.
Dalam organisasi selalu ada peluang terjadinya perbedaan menyangkut kepribadian,
keyakinan, kepentingan, persepsi, sikap serta minat dari anggota organisasi itu sendiri.
Kekuasaan memainka peranan penting dalam memperebutkan sumber daya.
Tujuan organisasi, pengambilan keputusan dan proses manajemen lainnya adalah hasil
dari negosiasi, bargaining, dan brokering dari berbagai perwakilan peserta.
Konflik adalah wajar (natural) dalam kehidupan organisasi karena terjadinya keterbatasan
sumber daya dan setiap aktor berebut kepentingan.
Setiap aktor termasuk manajer menggunakan cara dan strategi untuk mempengaruhi aktor
lain menggunakan kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa taktik/cara yang dipakai
oleh para aktor adalah sebagai berikut:
Membentuk koalisi dengan pihak lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya
Menciptakan suasana untuk membentuk persepsi dan perilaku orang-orang sesuai dengan
peran dan fungsinya
Mentransformasikan kepentingan sendiri menjadi kepentingan pihak lain juga dengan
cara mengubah persepsi dan tindakan dari pihak lain
Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita
untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas
Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan
kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi
Memilih waktu yang tepat untuk setiap tindakan agar situasi menguntungkan kita
(manajer). Sarana aktivitas politik untuk saling mempengaruhi antar aktor dalam
organisasi adalah melalui komunikasi. Hubungan antara komunikasi, penggunaan sumber
kekuasaan, menanamkan pengaruh, dan pemenangan kepentingan dapat diabstraksikan
Proses mempengaruhi (proses berkuasa) menurut Lee dalam bukunya The Power
Principle, menjadi tiga macam yaitu:
a. Mempengaruhi dengan paksaan (rasa takut): Mempengaruhi orang dengan rasa takut
meliputi pendekatan keras dan pendekatan lunak, misalnya pendekatan keras berupa
7
menindas, memaksa, mengendalikan, mengintimidasi, mengganggu, menusuk dari
belakang, mengkambing hitamkan, mengancam, meremehkan, menyepelekan,
menyalahkan dan melemahkan. Sementara itu, cara-cara pendekatan lunak, misalnya
berupa mengaburkan, memperdayai, mengalihkan, menipu, membuat sedih, membuat
kecil hati, menghalangi, merayu, menghambat, menyiasati dan merampas hak. Cara-cara
ini akan menghasilkan kendali yang bersifat sementara dan reaktif. Akan ada banyak efek
buruk yang muncul.
b. Mempengaruhi berdasarkan manfaat (tukar-menukar): membuat kesepakatan, tawar-
menawar, berdebat, mengadakan pertukaran, konsensus, saling mengalah,
memperebutkan, bertengkar, dan berkompromi. Dampak dari cara mempengaruhi
berdasarkan azas manfaat adalah pola interaksi yang bersifat fungsional dan wajar (tanpa
rasa takut), namun pola hubungan berdasarkan manfaat bersifat sementara dan bersyarat,
artinya bila situasi berubah dan manfaat tidak didapatkan lagi maka kekuasaan akan
menghilang (menguap).
c. Mempengaruhi berdasarkan prinsip : Prinsip-prinsip kekuasaan berdasarkan kehormatan
diantaranya adalah persuasif, sabar, lembut, menerima, bermurah hati, mengasihi,
mengajari, mendisiplinkan, bersikap konsisten dan hidup berintegritas. Hasil-hasil yang
diperoleh dari kekuasaan berdasarkan prinsip kehormatan adalah kemitraan, sinergi,
peningkatan kapasitas, pengendalian internal yang positif, kesepakatan kemitraan,
penguasaan diri, perilaku etis, kepercayaan, solusi menang-menang, dan pola hubungan
jangka panjang yang memuaskan
Etika adalah suatu sikap dan prilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan
seseorang secara sadar untuk mentaati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu
kelompok masyarakat atau suatu organisasi. Prilaku politik yang etis adalah prilaku yang
bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan prilaku politik yang tidak etis adalah
prilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi.
Setidaknya terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau tidak
etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak, dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa
keputusan yang kita ambil haruslah “memberikan manfaat terbesar untuk jumlah orang terbesar”.
Dengan kata lain, pengambilan keputusan adalah dalam rangka efesiensi dan produktivitas
organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip “hak” menekankan bahwa
setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,
sebagamana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. “Prinsip Keadilan” yang mengisyaratkan
individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil dan tidak berat
sebelah sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.
8
Disamping ketiga kriteria tersebut, ada the golden rule dari prilaku politik, yaitu “perlakukan
orang lain sebagaimana kamu menginginkan orang lain memperlakukanmu” (Do unto others as
you want them to do unto you) atau “Jangan lakukan sesuatu pada orang lain yang mana kamu
tidak menginginkan orang lain melakukan hal itu kepadamu” (Don’t do anything to anyone that
you wouldn’t want them to do to you). Sebagai saringan dapat juga dipakai empat langkah
pertanyaan berikut : (1) apakah prilaku itu merupakan kebenaran?, (2)apakah prilaku itu adil
untuk semua pihak terkait?, (3) apakah prilaku itu akan membangun komitmen dan pertemanan
yang baik?, (4) apakah prilaku itu bermanfaat untuk semua pihak terkait? Apabila jawaban dari
keempat pertanyaan saringan tersebut dalam batas-batas tertentu memenuhi syarat maka dapat
dikatakan prilaku tersebut adalah etis.
Prilaku pilitik dalam “organisasi cara mempengaruhi dengan menebar rasa takut”
misalnya menusuk dari belakang, mengintimidasi, mengkambing hitamkan, menganggu,
mengancam, menakut-nakuti, dan lain sebagainya adalah prilaku politik yang kurang atau tidak
etis. Prilaku politik dalam “kelompok cara mempengaruhi dengan azas manfaat” dan “kelompok
cara mempengaruhi dengan kehormatan” merupakan prilaku politik yang etis dan dapat diterima
oleh semua pihak. Hasil prilaku politik berdasarkan azas manfaat adalah komitmen dan
konsensus, sehingga prilaku politik demikian (meski bersifat situasional) adalah etis dan dapat
diterima oleh semua pihak. Selanjutnya, prilaku politik dengan azas kehormatan menduduki
tataran tertinggi bila dilihat dari tingkat „keetisannya‟. Prilaku politik berdasarkan azas
kehormatan mampu menanamkan ideologi dan cara hidup kepada pihak lain. Prilaku politik
berdasarkan azas kehormatan banyak ditunjukkan oleh para pemimpin besar dunia, misalnya
tokoh Mahatma Gandhi yang mampu mempengaruhi lawan dan kawan karena prinsip hidup
yang dipegangnya yaitu kesederhanaan dan kejujuran.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan
yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, dimana influence (pengaruh)
adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Kekuasaan Politik adalah
kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Politik tanpa
kegunaan kekuasaan tidak masuk akal, yaitu selama manusia menganut pendirian politik yang
berbeda–beda, apabila hendak diwujudkan dan dilaksanakan suatu kebijakan pemerintah, maka
usaha mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan pertimbangan yang baik. Kekuasaan dan
pengaruh adalah unsur utama dalam politik. Ini menunjukkan bahwa manusia mau tidak mau
harus menggunakan politik (kekuasaan dan pengaruh) sebagai alat berinteraksi antara manusia.
3.2 Saran
Seorang pemimpin yang baik harus tahu bagaimana menggunakan kekuasaannya yang akan
dipakai dengan situasi yang dihadapinya sehingga dia dapat mempertahankan kekuasaannya.
Dalam melaksanakan kekuasannya, maka akan sangat tergantung pada struktur masyarakat
(pengikut) yang bersangkutan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anas M.Y.A (2017). Etika Prilaku Politik Organisasi. Jurnal Dialektika, Vol. 2, No. 2, Hal
14-25.
Siswanto (2007). Politik Dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik). Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 10, No. 4, Hal 159-165.
11