Disusun Oleh :
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II .............................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN............................................................................................................... 4
2.1 Sumber-Sumber Kekuasaan Politik dan Keadilan .............................................. 4
2.2 Jenis-Jenis Kekuasaan Politik dan Keadilan ....................................................... 5
2.3 Politik Perilaku dalam Politik dan Keadilan ....................................................... 6
2.4 Keadilan Organisasi ........................................................................................... 7
2.5 Etika dalam Perilaku Berpolitik ........................................................................ 10
2.6 Contoh Studi Kasus ...........................................................................................11
BAB III ........................................................................................................................... 12
KESIMPULAN .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kekuasaan Politik dan
Keadilan” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Organizational Behaviour. Dengan adanya makalah ini,
akan membantu dalam memberikan pemahaman tentang Manajemen Operasi.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas
dan petunjuk guna penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
mengharap adanya saran, masukan maupun kritikan yang membangun guna melengkapi
kekurangan makalah ini.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
oleh pelaku politikmenimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik
hanyalah untukmendapatkan kekuasaan.Padahal, pada hakekatnya penggunaan
kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan semua orang yang ada
dalam organisasi, bukan untukkepentingan pribadi ataupun kelompok.Untuk itu, adanya
pembatasan kekuasaan sangatdiperlukan agar tumbuh kepercayaan anggota organisasi
terhadap pemegang kekuasaan danterciptanya keadilan serta kenyamanan dalam
kehidupan
1.3 Tujuan
2
8. Untuk memberi pemahaman mengenai contoh studi kasus dalam kekuasaan
Politik dan Keadilan
3
BAB II
PEMBAHASAN
French dan Raven membagi 5 bentuk kekuasaan sesuai dengan pendekatan melalui
pengamatan, dan sejauh mana kekuasaan tersebut berdampak, akan bergantung pada
kondisi struktural. Ketergantungan mengacu pada tingkat internalisasi yang terjadi di
antara individu yang tunduk pada kontrol sosial. Lima bentuk kekuasaan ini adalah
Coercive Power
Bentuk kekuasaan ini adalah bersumber dari tindakan pemaksaan. Artinya, pemimpin
memiliki kekuatan untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan keinginannya. Tujuan utama pemaksaan adalah kepatuhan dan kekuasaan dengan
mengandalkan ancaman dalam gaya manajemennya. Seringkali bentuk kekuasaan ini
menimbulkan tanggapan negatif dan cenderung disalahgunakan. Contoh pemimpin yang
menggunakan coercive power adalah Adolf Hitler, pemimpin partai Nazi yang terkenal
otoriter.
Reward Power
Bentuk kekuatan ini didasarkan pada gagasan bahwa sebagai masyarakat, kita lebih
cenderung melakukan sesuatu dengan baik ketika kita mendapatkan balasan yang kita
sukai. Bentuk paling populer dari kekuatan ini adalah menaikkan gaji, memberi promosi,
atau memberi pujian. Namun, kekuasaan tipe ini akan melemah apabila reward yang
diberikan tidak memiliki nilai kepuasan yang cukup bagi orang lain. Contoh pemimpin
yang menerapkan reward power adalah Sundar Pichai yang memberikan
banyak reward bagi karyawan google.
Legitimate Power
Bentuk kekuasaan ini adalah membuat anggota merasa bertanggung jawab dan
menghormati posisi tertentu. Pemimpin yang menggunakan legitimate power akan
dipatuhi oleh anggotanya. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada suatu peran, sehingga
4
dapat dengan mudah diatasi segera setelah seseorang kehilangan posisi. Contoh
pemimpin yang menerapkan legitimate power adalah Steve Jobs, mantan CEO Apple
yang terkenal dengan gaya memimpin otokratis.
Referent Power
Bentuk kekuasaan ini adalah tentang manajemen yang didasarkan pada kemampuan
untuk memberikan rasa penerimaan kepada seseorang. Pemimpin yang memiliki
kekuasaan ini sering dilihat sebagai panutan yang dikagumi, sering memberikan apresiasi,
dan berpengaruh kuat dalam kelompok karena kepribadiannya. Contoh pemimpin yang
menggunakan referent power adalah Mark Zuckerberg, pendiri Facebook yang
karismatik.
Expert Power
Bentuk kekuasaan ini didasarkan pada pengetahuan yang mendalam. Para pemimpin ini
seringkali sangat cerdas dan percaya pada kekuatan keahlian untuk memenuhi peran dan
tanggung jawab organisasi. Anggota menghargai pemimpin karena kecakapannya dalam
suatu hal tertentu. Contoh pemimpin yang menggunakan expert power adalah Bill Gates,
pendiri Microsoft yang terkenal dengan kecerdasannya.
Lima bentuk kekuasaan ini mungkin saja dimiliki pemimpin dalam situasi formal dan
nonformal sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Namun, kembali lagi bahwa
kekuatan setiap bentuk kekuasaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi dalam
masing-masing kelompok.
5
Menurut Locke, ketiga kekuasaan ini terpisah satu sama lain. Filsuf Prancis, Montesquieu
kemudian mengembangkan lebih lanjut pemikiran Locke. Montesquieu membagi
kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu:
Teori pembagian kekuasaan negara Montesquieu ini dikenal dengan Trias Politica.
Berbeda dengan Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam eksekutif,
Montesquieu berpendapat kekuasaan yudikatif sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri.
Montesquieu juga memasukkan kekuasaan terkait hubungan luar negeri, yang oleh Locke
disebut kekuasaan federatif, ke dalam kekuasaan eksekutif. Dalam teorinya, Montesquieu
menyebut, kemerdekaan individu dari tindakan sewenang-wenang penguasa hanya
mungkin tercapai jika diadakan pemisahan mutlak antara ketiga kekuasaan tersebut.
Namun, pada perkembangannya, diperlukan jaminan agar setiap kekuasaan tidak
melampaui batas kekuasaannya masing-masing. Oleh karena itu, dibuatlah sistem
pengawasan dan keseimbangan atau checks and balances di mana antar kekuasaan dapat
saling mengawasi.
Politik perilaku mengacu pada pendekatan dalam ilmu politik yang menganalisis
tindakan dan perilaku politik individu dan kelompok dalam konteks politik. Pendekatan
ini berfokus pada studi tentang apa yang memotivasi individu dan kelompok untuk
bertindak secara politik, bagaimana interaksi politik terjadi, dan bagaimana perilaku
politik dapat diprediksi dan dijelaskan. Politik perilaku didasarkan pada beberapa asumsi
dasar, termasuk asumsi bahwa individu memiliki kepentingan politik yang beragam dan
mencoba memaksimalkan kepentingan mereka melalui partisipasi politik. Pendekatan ini
juga mengasumsikan bahwa individu dan kelompok bertindak rasional dalam mencapai
tujuan politik mereka.
6
1. Partisipasi politik melibatkan keterlibatan aktif individu dalam kegiatan
politik, seperti pemilihan umum, kampanye politik, dan gerakan sosial.
2. Preferensi politik merujuk pada preferensi dan prioritas individu dalam hal
kebijakan politik atau kandidat yang mereka dukung.
3. Identitas politik mencakup afiliasi partai politik, kelompok sosial, dan nilai-
nilai politik yang membentuk identitas politik seseorang. Identitas politik dapat
mempengaruhi perilaku politik individu dan kelompok, termasuk preferensi
politik dan partisipasi politik.
4. Proses pengambilan keputusan dalam politik perilaku melibatkan analisis
tentang bagaimana individu dan kelompok membuat keputusan politik mereka.
Hal ini melibatkan pertimbangan tentang informasi yang tersedia, persepsi
terhadap kepentingan mereka sendiri, dan pengaruh lingkungan sosial dan
politik.
Politik perilaku juga menggabungkan metode ilmiah dan data empiris untuk
memahami dan menjelaskan perilaku politik. Pendekatan ini menggunakan berbagai
metode penelitian, termasuk survei, eksperimen, dan analisis statistik untuk
mengumpulkan dan menganalisis data tentang perilaku politik.
Secara keseluruhan, politik perilaku membantu memahami dan menjelaskan
tindakan politik individu dan kelompok dalam konteks politik. Dengan mempelajari
motivasi, preferensi, identitas, dan proses pengambilan keputusan politik, pendekatan ini
memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana dan mengapa perilaku politik
terjadi.
7
menggambarkan persepsi individu mengenai keadilan di tempat kerja. Keadilan
organisasi berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan manajerial, persepsi
kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor individu dan situasional serta menjelaskan
persepsi keadilan individu dalam organisasi.
Disampaikan lebih lanjut oleh Robbins dan Judge (2008) bahwa aspek-aspek keadilan
organisasi diantaranya:
a. Keadilan distributif,
didefinisikan sebagai keadilan jumlah dan penghargaan yang dirasakan diantara
individu-individu. Hal ini menunjukan bahwa seberapa besar keadilan yang
diterima dan dirasakan individu mengenai jumlah dan penghargaan atas apa yang
diberikan kepada perusahaan yang berupa gaji, pengakuan, bonus, rewards, dan
lain-lain.
b. Keadilan prosedural,
didefinisikan sebagai keadilan yang dirasakan dari proses yang digunakan untuk
menentukan distribusi imbalan. Hal ini berkaitan dengan imbalan yang diterima
individu atas usaha yang telah dilakukan berupa proses promosi, proses
pemutusan hubungan kerja, dan proses kenaikan gaji;
c. keadilan interaksional,
didefinisikan sebagai persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang
karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat. Hal
ini berkaitan dengan perlakuan perusahaan terhadap semua karyawan untuk
mendapatkan keadilan yang sama dalam berbagai hal berupa perlakuan terhadap
karyawan yang penuh hormat dan martabat, peduli dengan hak-hak karyawan
dalam pengambilan keputusan, penyampaian keputusan yang jelas dan logis.
8
sesuai dengan prestasi kerja pada karyawan, proses promosi yang jelas sesuai dengan
penilaian dan kemampuan karyawan, proses pemutusan hubungan kerja yang sesuai
dengan aturan yang berlaku, proses kenaikan gaji yang sesuai dengan tingkat tanggung
jawab, prestasi dan beban kerja yang ada, perlakuan penuh hormat, martabat dan tidak
membeda-bedakan antar karyawan satu dengan karyawan yang lain, memberikan hak-
hak karyawan sesuai dengan hak karyawan, penyampaian keputusan yang jelas dan
transparan.
Faktor yang mempengaruhi keadilan organisasi menurut Farlin dan Sweeney (1992)
adalah:
a. karakteristik tugas,
artinya sifat dari pelaksanaan tugas karyawan beserta segala konsekuensi yang
diterimanya dan adanya kejelasan dari karakteristik tugas dan proses evaluasinya
yang akan meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi.
b. Tingkat kepercayan bawahan,
artinya sejauhmana kepercayaan karyawan terhadap atasan misalnya semakin
tinggi kepercayaan karyawan pada atasan maka akan meningkatkan persepsi
karyawan terhadap keadilan organisasi
c. frekuensi feedback,
artinya semakin sering feedback dilakukan maka akan semakin meningkatkan
persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi
d. kinerja manajerial,
artinya sejauh mana peraturan yang ada diterapkan secara fair dan konsisten serta
menghargai karyawan tanpa ada bias personal, sehingga akan semakin
meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi.
e. budaya organisasi,
artinya persepsi mengenai sistem dan nilai yang dianut dalam suatu organisasi
juga akan berpengaruh pada meningkatnya persepsi karyawan terhadap keadilan
organisasi.
9
2.5 Etika dalam Perilaku Berpolitik
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seseorang secara sadar untuk menaati ketentuan dan norma yang berlaku
dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi. Aristoteles menyatakan bahwa
manusia pada dasarnya adalah hewan yang berpolitik, maksudnya didalam sebuah
masyarakat yang berpolitik umat manusia untuk menjalani kehidupan yang lebh baik.
Dari sudut pandang inilah politik berarti sebuah aktifitas etis yang berkenaan dengan
usaha menciptakan sebuah masyarakat yang adil, inilah yang disebut Aristoteles sebagai
ilmu pengetahuan pokok. Kekuasaan dan politik banyak digambarkan sebagai sesuatu
yang buruk.
Perilaku mementingkan yang tidak disetujui oleh oleh organisasi adalah tema
umum dalam definisi politik organisasi. Meskipun konotasi negatif kata "politik" dan
keniscayaan politik organisasi itu tidak selalu tidak berfungsi. Dalam hal ini Morgan
(1997 hal. 154) mengamati bahwa arti aslinya ide politik berasal dari pandangan pada
kepentingan masyarakat yang berbeda untuk menyediakan sarana yang memungkinkan
bagi individu untuk mendamaikan perbedaan meskipun dengan konsultasi dan negosiasi.
Ammeter et al. (2002) melihat perilaku politik sebagai rancangan kegiatan untuk
meminimalkan jumlah besar ambiguitas yang terjadi dalam organisasi dan memberi
makna fenomena ketidakpastian organisasi.
Henisz dan Zelner (2010 p. 91) menawarkan perspektif yang saling melengkapi
bahwa "penguasaan politik dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif dan cara untuk
menghindari kerugian”
10
Tidak mengejutkan ketika permainan politik menjadi terlalu banyak untuk ditangani, hal
ini dapat mengarahkan pekerja untuk mengundurkan diri.
11
BAB III
KESIMPULAN
Lima bentuk kekuasaan politik dan keadilan mungkin saja dimiliki pemimpin dalam
situasi formal dan nonformal sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Namun, kembali
lagi bahwa kekuatan setiap bentuk kekuasaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang
terjadi dalam masing-masing kelompok.
Teori pembagian kekuasaan negara Montesquieu ini dikenal dengan Trias Politica.
Berbeda dengan Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam eksekutif,
Montesquieu berpendapat kekuasaan yudikatif sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri.
Montesquieu juga memasukkan kekuasaan terkait hubungan luar negeri, yang oleh Locke
disebut kekuasaan federatif, ke dalam kekuasaan eksekutif.
Dan Politik perilaku mengacu pada pendekatan dalam ilmu politik yang menganalisis
tindakan dan perilaku politik individu dan kelompok dalam konteks politik. Pendekatan
ini berfokus pada studi tentang apa yang memotivasi individu dan kelompok untuk
bertindak secara politik, bagaimana interaksi politik terjadi, dan bagaimana perilaku
politik dapat diprediksi dan dijelaskan.
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seseorang secara sadar untuk menaati ketentuan dan norma yang berlaku
dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kovach, M. (2020). Leader Influence: A Research Review of French & Raven’s (1959)
Power Dynamics. The Journal of Values-Based Leadership.
Vliet. (2019, January 17). Five forms of power by french & raven, a leadership theory |
toolshero. ToolsHero. https://www.toolshero.com/leadership/five-forms-of-
power-french-raven/ Diakses pada 17 Desember 2020
13