Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM


ORGANISASI
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PERILAKU KEORGANISASIAN
Dosen : Asman S.E, M.M

DISUSUN OLEH :

Muhammad Afrizal - 1320200034

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM ASSYAFI’IYAH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang kekuasaan dan politik dalam organisasi ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita dalam mengetahui kekuasaan
dan politik dalam organisasi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bogor, 4 November 2022

Penyusun

Muhammad
Afrizal

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................
PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan Masalah.........................................................................................
BAB II........................................................................................................................
KAJIAN PUSTAKA......................................................................................................
2.1 Kajian Teori................................................................................................
2.1.1 Kekuasaan dan politik dalam organisasi............................................
2.1.2 Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi............
2.2 Kerangka Berfikir.......................................................................................
BAB III.......................................................................................................................
PEMBAHASAN..........................................................................................................
3.1 Politik.........................................................................................................
3.1.1 Pengertian Politik...............................................................................
3.1.2 Pengertian Politik dalam Organisasi..................................................
3.1.3 Faktor-faktor Perilaku Berpolitik........................................................
3.1.4 Elemen Politik dalam Organisasi......................................................
3.1.5 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi...................
3.1.6 Politik: Kekuasaan yang Bermain.....................................................
3.1.7 Realitas Politik..................................................................................
3.1.8 Etika Berpolitik Dalam Organisasi....................................................
3.2 KEKUASAAN.............................................................................................
3.2.1 Definisi Kekuasaan...........................................................................
3.2.2 Unsur Kekuasaan.............................................................................
3.2.3 Tipe-tipe Kekuasaan.........................................................................
3.2.4 Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi................................
3.2.5 Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan....................................
iii
3.2.6 Taktik Kekuasaan.............................................................................
3.2.7 Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi...............................................
3.2.8 Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi..........
BAB IV.....................................................................................................................
PENUTUP................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik dan kekuasaan adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam
kehidupan setiap organisasi, tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi
penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya
dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Politik dan kekuasaan tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan,
namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi
keagamaan, kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu
jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan
digunakan. Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu
karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika
keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong
pencapaian kepentingan organisasi.
Politik penting artinya dalam suatu organisasi, karena didalamnya terjadi
suatu proses berorganisasi yang mempunyai dampak terhadap perilaku setiap
individu atau anggota yang ada dalam organisasi. Politik dalam organisasi
merupakan suatu proses dalam memahami proses manajerial. Perilaku politik
merupakan perilaku yang secara organisasional tidak ada sanksinya, yang
mungkin dapat merugikan bagi tujuan organisasi atau bagi kepentingan orang
lain dalam organisasi.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo, 2003). Studi tentang kekuasaan dan
pengaruhnya sangat penting untuk dipahami bagaimana organisasi melakukan
aktivitasnya. Sangat memungkinkan untuk melibatkan kekuasaaan (power)
dalam setiap interaksi dan hubungan sosial pada organisasi. Orang cenderung
untuk mempengaruhi individu lain dan organisasi dalam setiap tindakan atau

1
perilakunya dengan melakukan social influence dan tindakan (Greenberg &
Baron, 2000).
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang
diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan
biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai upaya untuk
ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat.
Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh
pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi
politik hanyalah untuk mendapatkan
kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam
politik bertujuan untuk mengatur kepentingan semua orang yang ada dalam
organisasi, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu,
adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan
anggota organisasi terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan
serta kenyamanan dalam kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan sumber-sumber kekuasaan ?
2. Apa saja taktik kekuasaan ?
3. Apa saja yang menyebabkan ketergantungan dan kekuasaan ?
4. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi ?
5. Apa saja faktor-faktor perilaku politik dalam organsasi ?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan masalah maklah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2. Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3. Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4. Dapat mengetahui perilaku politik dalam organisasi.
5.Dapat mengetahui faktor-faktor perilaku politik dalam organisasi.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kekuasaan dan politik dalam organisasi


a. Kekuasaan
Greenberg dan Baron (2000) menyatakan bahwa ”A memiliki
kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan
sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan
B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut
seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan
benarbenar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh,
sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power
(kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan
penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan
dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam
arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh
yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan
organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana
organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para
pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka
inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan
perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi
perintah dan mengendalikan hasilhasil organisasi.
b. Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan

3
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain:
• politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
• politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa
kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan
juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah usaha
untuk menekankan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik
oleh sebagian besar orang, untuk membawa masyarakat kearah
kehidupan bersama yang lebih harmonis.
c. Perilaku Politik Dalam Organisasi
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang
sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi,
tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi
keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik
berada di luar persyaratan kerja tertentu dari seseorang. Perilaku
itu mensyaratkan suatu upaya untuk menggunakan landasan
kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai upaya untuk
memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan
dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa
politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di
dalam organisasi”.

4
2.1.2 Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi
Heryawan Ahmad (2009), menyebutkan bahwa kekuasaan
merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan
dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses politik.
Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa konsep yang berkaitan
dengan kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasion
(persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan lain
sebagainya.

2.2 Kerangka Berfikir


Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam
organisasi dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah
perkembangan paling mutakhir dalam studi-studi organisasi dan manajemen.
Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung jawab
dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi.
Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam
organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa
kita sebut “politik” seharihari. Mungkin saja akan banyak konsep yang
serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum.
Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuan kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan
kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut.
Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait
dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan,
antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua
berkaitan dengan arah pengaruh.
Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan
sebuah isu perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan
pengaruh adalah dengan menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-
orang nyang menginginkan kekuasaan akan berupaya membangun landasan
kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini mungkin sulit,
beresiko, mahal, atau bahkan mustahil.

5
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas
yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam
organisasi, namun yang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi
distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi tersebut.
Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita
melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam
perilaku politiknya tetapi bagi sebagian besar orang yang keterampilan
berpolitikny biasa saja atau tidak mau bermain politik,hasilnya cenderung
negative.

6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Politik
3.1.1 Pengertian Politik
Politik berasal dari Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat
memimpin kota (polis). Secara prinsip, politik merupakan upaya
untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan
urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha warga
negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum.
Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Dari definisi yang bermacam-
macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi :
a. Politik sebagai kepentingan umum
Politik merupakan suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan
dan jalan, cara, serta alat yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai
dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk
mencapai keadaan yang kita inginkan itu. Politik dalam
pengertian ini adalah tempat keseluruhan individu atau kelompok
bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau
idenya sendiri.
b. Politik dalam arti kebijaksanaan
Politik dalam arti kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan
pertimbangan – pertimbangan tertentu yang dianggap lebih
menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita, keinginan atau
keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu
kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-
cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

7
3.1.2 Pengertian Politik dalam Organisasi
Menurut Kacmar dan Baron (1999) yang dikutip dalam Andrews
dan Kacmar (2001) memberikan pengertian bahwa politik yang ada
dalam suatu organisasi merupakan tindakan individu yang
dipengaruhi oleh tujuan pencapaian kepentingan pribadi tanpa
memperhatikan atau menghargai well-being orang lain atau
organisasi. Greenberg dan Baron (2000) mendefinisikan politik
organisasional sebagai penggunaan kekuasaan secara tidak resmi
untuk meningkatkan atau melindungi kepentingan pribadi.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara
formal tidak diterima dalam suatu organisasi dengan cara
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan individu
(Greenberg dan Baron, 2000).

Kelaziman dan intensitas kemunculan politik organisasi berbeda-


beda mengikuti karakteristik struktur organisasi dan siklus khusus
(Drory, 1993). Pfeffer (1992) dikutip dalam Greenberg dan Baron
(2000) mengemukakan beberapa aspek situasi yang memunculkan
aktivitas politik dalam organisasi, sebagai berikut :
a. Perilaku politik biasanya muncul pada saat ada ketidakpastian,
sumber daya yang langka, unit-unit (individual dan kelompok)
memiliki kepentingan yang terkonflik dan saat anggotaanggota
organisasi memiliki kekuasaan (power) yang hampir sama.
b. Perilaku politik yang muncul dalam bidang sumber daya
manusia, seperti pada saat penilaian kinerja, seleksi personel, dan
keputusan kompensasi (Ferris dan Kacmar, 1992). Hal ini
kemungkinan karena adanya ambiguity. Lingkungan
organisasional bersifat ambiguous karena tidak adanya kriteria
evaluasi yang jelas, sehingga organisasi cenderung kurang
bergantung pada hasil yang dapat diukur dan lebih pada usaha
pekerja, potensi yang dipersepsikan dan karakteristik, nilai, dan

8
sikap personal. Semua hal tersebut dapat diubah melalui
manipulasi pertimbangan (Ferris & King, 1991).
c. Aktivitas politik biasanya tidak sama pada tahap hidup
organisasi yang berbeda. Menurut Greenberg dan Baron
(1997) ada tiga tahapan dalam organisasi yang memiliki
perilaku politik yang berbeda-beda. Tahap pertama, saat
organisasi baru berdiri, pendiri organisasi memperoleh
kekuasaan politik dengan menunjukkan ide mereka kepada
para bawahannya. Kedua, tahap pertumbuhan organisasi,
anggota organisasi cenderung terpisah-pisah karena
kekomplekan tugas sehingga menciptakan adanya
kepentingan yang berbeda-beda dan dapat menimbulkkan
konflik. Ketiga, saat pertumbuhan organisasi mengalami
penurunan, anggotaanggota merasa tidak aman akan
pekerjaannya dan memerlukan tindakan politik untuk
mendapatkan kekuasaan dalam pengendalian organisasi.

3.1.3 Faktor-faktor Perilaku Berpolitik


Karl Albrecht (1983) memberikan pemahaman bahwa suatu
organisasi akan dipengaruhi faktor-faktor politis internal yang
berkaitan dengan budaya organisasi dan gaya manajemen.Faktor-
faktor politis yang dimaksud Albrecht merupakan iklim politik
organisasi yang pada prinsipnya juga mempengaruhi iklim organisasi
secara keseluruhan. Elemen Politik internal organisasi yaitu faktor-
faktor internal dalam organisasi, kultur, dan gaya manajemen, yang
mempengaruhi para pengambil keputusan dalam melaksanakan
fungsi manajemennya.
Kreitner (2006) menjelaskan faktor-faktor utama yang
menyebabkan munculnya perilaku berpolitik adalah karena adanya
ketidakpastian dalam organisasi, seperti tujuan tidak jelas, ukuran
prestasi dan kinerja tidak terstandar, proses pembuatan keputusan
tidak terdefinisi dengan baik, kompetisi antar individu dan kelompok
tinggi, dan perubahan.

9
3.1.4 Elemen Politik dalam Organisasi
Albrecht (1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis
dalam organisasi yang hendaknya dapat dipahami manajer senior
dalam mengendalikan organisasi, antara lain :
a. Inner Circle Relationship
Mengidentifikasi hubungan antara Manager Upper dengan
Chief Executive, apakah hubungan tersebut bersifat
kekeluargaan, kerabat atau pertemanan (Friendlines). Disamping
itu apakah terjadi kolaborasi antar manajer dan apa ada grup
khusus baik dari dalam departemen maupun dari luar departemen
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
b. Axis of Influence
Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari manager
menengah / area yang memiliki hubungan langsung ke Chief
Executive tanpa melewati Manajer Divisinya. Apakah ada
hubungan khusus antara berbagai manajer level menengah
dengan pimpinan puncak sehingga dapat mengesampingkan
peran manajer divisinya. Bisa jadi hubungan tersebut timbul
karena memang adanya special expertise (keahlian khusus) yang
dimilikinya dalam pengelolaan unit yang dipimpinnya sehingga
dapat melaksanakan tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.
c. Informal Power Centers
Apakah ada karyawan level operasional yang memiliki
hubungan khusus / pertemanan dengan manajer senior, sehingga
melewati atasannya.
d. Polarizing Elements
Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan bawahannya
dan dalam hal apa sajakah itu terjadi, dalam semua aktivitas
organisasi atau hanya perbedaan yang tidak prinsip saja.
Timbulnya hubungan antar personal yang saling berkompetisi

10
sehingga mempengaruhi interaksi emosional bila akan
mempengaruhi pengambilan keputusan maka akan menjadi
kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.
e. Informal Coalitions
Apakah ada grup manajer yang berkoalisi untuk menolak
keputusan atau mengambil keputusan yang lain dengan yang
sudah ditetapkan manajer atasnya dan sejauh mana hal ini akan
diteruskan.

3.1.5 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi


Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik
dan strategi yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk
meningkatkan peluangnya dalam memenangkan permainan politik,
individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik poltik
untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik
memainkan politik dalam organisasi adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan ketidakmampuan mengganti, misalkan jika dalam
suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang
mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau
organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai
memiliki ketidak mampuan mengganti.
b. Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk
memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan
dengan manajer yang sedang berkuasa.
c. Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau
subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan
taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh
kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.
d. Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk
mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan
kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan

11
kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan
menghadirkan ahli dari luar
e. Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya
melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka
tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan
pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
f. Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan
adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi,
menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif,
mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
g. Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang
sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam
organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik,
sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua
orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-
orang penting dan hal yang sejenisnya.

3.1.6 Politik: Kekuasaan yang Bermain


Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun
pada dasarnya berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan
kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat
mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai
aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal
seseorang dalam organisasi, namun yang mempengaruhi atau
berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian
didalam organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya
untuk mempengaruhi tujuan, kriteria atau prosesyang digunakan
dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan bahwa politik
terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam
organisasi”. Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan

12
tidak sah”. Perilaku Politik Sah yaitu perilaku politik yang mengacu
pada politik sehari-hari normal. Sedangkan perilaku Politik tidak
Sah yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan aturan
permainan yang telah ditentukan

3.1.7 Realitas Politik


Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang
yang mengambil kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya.
Pertanyaan yang sering muncul, haruskah poltik ada? Tidak
mungkinkah sebuah organisasi bebas dari politik? Jawabanya
mungkin saja, tetapi pada umumnya tidak mungkin.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai,
tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung
potensi timbulnya konflik untuk memperebutkan sumber daya.
Anggaran departemen, alokasi ruang, tanggun jawab proyek
hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat diperebutkan dan
diperjuangkan oleh karyawan.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga
potensi konflik berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya
melimpah, semua konstituen yang beragam dalam organisasi dapat
mempengaruhi kebutuhannya. Tetapi sekali lagi karena sumber daya
terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Lebih jauh entah
benar atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok sering kali
dipahami akan diperoleh dengan mengurbankan orang atau
kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini
menciptakan persaingan diantara para anggota untuk memenangkan
sumber daya organisasi yang terbatas.
1. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam
beberapa organisasi misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak
terkendai, sementara dalam organisasi lain, politik memainkan
peran kecil dalam memperngaruhi hasil.
a. Faktor Individu

13
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi
sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa
faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik
seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa para
karyawan yang mampu merefleksi diri secara baik (high self-
monitor) memiliki pusat kendali (locus of contol) internal,
dan memilki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan pnya
kemungknan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik.
Orang yang mampu merefleksi diri seara baik lebih sensitife
terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat
kecerdasan social, dan termpil dalam berperilaku politik
daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low
self-monitor). Individu- individu degan locus of control
internal , lantaran meyakini bahwa mereka mampu
mengendalikan lingkungannya, lebih cenderung bersikap
proaktif dan berupaya memanipulasi situasi demi
kepentingan mereka sendiri. Tidak mengejutkan, kepribadian
Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk
memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan- dengan mudah
menggunakan politik sebagai sarana untuk memperjuangkan
kepentingan sendiri.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi,
alternative-alternatif yang diyakinininya ada, dan harapan
akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mana ia akan
memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.
Faktor-faktor Individu :
1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
2. Pusat Kendali Internal
3. Kepribadian yang lincah
4. Investasi Organisasi
5. Alternatif pekerjaan lain

14
6. Harapan akan kesuksesan

b. Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi
karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan
individu. Mengapa?karena tidak sedikit organisasi memiliki
banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang
kita sebut sebelumnya , namun kadar perilaku politiknya
sangat beragam.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh
perbedanperbedaan individual dalam menumbuh
kembangkan proses politisasi, bukti menunjukkan bahwa
situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik.
Secara lebih khuus, jika sumber daya sebuah organisasi
berkurang, ketika pola sumber daya yang ada berubah dan
ketika muncul kesempatan untuk promosi, politisasi lebih
dimungkinkan untuk muncul permukaan. Selain it kultur
yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,
ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas,
praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan hangus karena
kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara
demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan
manajermanajer senior yang egois menciptakan lahan
pembiakan yang subur bagi politisasi.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk
meningkatkan efisiensi, pengurangan sumber daya harus
dilakukan. Terancam kehilangan sumber daya, orang bisa
terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang
mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang
mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi

15
secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya
konflik dan meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling
politis dalam organisasi. Peluang promosi atau kemajuan
mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber daya
yang terbatas dan mencoba secara positif mempengaruhi hasi;
keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi,
semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin
perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya, tingkat
kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat
perilaku politik dan secara khusus akan menghambat
tindakan politik yang tidak sah. Faktor – faktor Organisasi
1. Realokasi sumber daya
2. Peluang promosi
3. Tingkat kepercayaan rendah
4. Ambiguitas peran
5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas
6. Praktik imbalan zero-sum
7. Pengambilan keputusan yang demokratis
8. Tekanan kinerja tinggi
9. Manajer senior yang egois

3.1.8 Etika Berpolitik Dalam Organisasi


Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa
berbicara tentang etika berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan
etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol dalam perilaku
politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar
moral apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma
masyarakat. Perilaku politik yang etis adalah suatu perilaku yang
bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik

16
yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi
melukai organisasi.
Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara
kita bertindak etis atau tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak
dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa keputusan
yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk
jumlah orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada
kinerja kelompok
(kinerjaorganisasi). Dengan kata lain, suatu pengambilan
keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas
organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip
’hak’ menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,
Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip
’keadilan’ mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan
menegakkan aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah atau
pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang
pantas. Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa
manajer atau staf) haruslah mempunyai pedoman pada tiga kriteria
etis tadi.

3.2 KEKUASAAN
3.2.1 Definisi Kekuasaan
Greenberg dan Baron (2000) menyatakan bahwa ”A memiliki
kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu
yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi
ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk
mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan
benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh,
sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan)

17
adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam
kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat
dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti
luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita
inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini
adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi
memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil
dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita
memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau
kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan
mengendalikan hasilhasil organisasi.

3.2.2 Unsur Kekuasaan


Kekuasaan terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan
hasil. Kekuasaan dapat digunakan untuk tujuan yang baik dan yang
tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan biasanya akan
mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang
memiliki kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang
baik, maka cara yang dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika
pemegang kekuasaan menghendaki tujuan yang tidak baik, maka
cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya dengan mengancam.
Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat
dilihat dari jumlah individu yang dapat dikendalikan atau
dipengaruhi, dan seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap
pihak yang dikuasai, turut menentukan kualitas kekuasan yang
berlaku atas dirinya. Jika diterima dan didukung, maka kekuasaan itu
merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak banyak
memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.

3.2.3 Tipe-tipe Kekuasaan


Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan,
yaitu :

18
a. Reward Power (kekuasaan imbalan)
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan
untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas
yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui
suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain
menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah jika anda
dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan akan
meningkat, maka dapat menggunkan reward power. Bahwa
seseorang dapat melakukan reward power karena ia mampu
memberi kepuasan kepada orang lain.
b. Coercive Power (kekuasaan koersif)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan
pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang
lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa
atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan
tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya
memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe
kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan
membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas
dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak
adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan
meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Referent Power (kekuasaan rujukan)
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan
‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang
mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang
lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunya referensi
terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan
atasannya.
d. Expert Power (kekuasaan karena keahlian)

19
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan
diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai
kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan
informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang
atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan
suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi
dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert
power.
e. Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya
(actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan
kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan
perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini
bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama
pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika
seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam
organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang
tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi
tersebut.
Kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik
seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan
(coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang
telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk
pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif
dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan
ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk
melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi
mereka.
Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal,
dibanding jika karyawan secara spontan termotivasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari

20
Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan
perorangan untuk menentukan atau membatasi hasil-hasil.

3.2.4 Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi


Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial
yang berasal dari kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam
organisasi terdiri dari :
a. Kewenangan Formal
Kewenangan Formal, yaitu kewenangan yang mengacu pada
hak prerogatif, kewajiban dan tanggung jawab seseorang
berkaitan dengan kedudukannya dalam organisasi atau sistem
sosial.
Kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, merupakan
kontrol dan penguasaan terhadap sumber daya dan imbalan
terkait dengankedudukan formal. Makin tinggi posisi seseorang
dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol yang dipunyai
orang tersebut terhadap sumber daya yang terbatas. Kontrol
terhadap hukuman merupakan kapasitas untuk mencegah
seseorang memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap informasi
menyangkut kontrol terhadap akses terhadap informasi penting
maupun kontrol terhadap distribusinya kepada orang lain.
Kontrol ekologis menyangkut kontrol terhadap lingkungan fisik,
teknologi dan metode pengorganisasian pekerjaan.
b. Kekuasaan Pribadi.
Kekuasaan pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber
kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-
orang yang secara hirarki mempunyai kedudukan dalam
organisasi. Pengaruh potensial yang melekat pada keunggulan
individu terdiri dari :
• Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan
yang bersumber dari keahlian dalam memecahkan masalah

21
tugas-tugas penting. Semakin tergantung pihak lain terhadap
keahlian seseorang, semakin bertambah kekuasaan keahlian
(expert power) orang tersebut.
• Kekuasaan kesetiaan (referent power)
Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan
potensi seseorang yang menyebabkan orang lain
mengagumi dan memenuhi permintaan orang tersebut.
Referent power terkait dengan keterampilan interaksi antar
pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan
empati.

• Kekuasaan karisma
Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari
seseorang yang mencakup penampilan, karakter dan
kepribadian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk
suatu tujuan tertentu.

3.2.5 Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini
merupakan suatu fungsi ketergantungan. Dalam bagian ini, akan
ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai
ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami
kekuasaan itu sendiri.
1. Postulat Umum tentang Ketergantungan
Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar
kekuasaan A atas B. Ketika Anda memiliki apa pun yang
dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah yang
mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung
kepada Anda dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi,
ketergantungan berbanding terbalik dengan sumber-sumber
penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya banyak,
kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda.

22
Jika setiap orang cerdas, kecerdasan sebagai suatu kualitas tidak
memberikan keunggulan istimewa. Demikian pula, diantara
orang-orang superkaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.
2. Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya
yang Anda kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.
a. Nilai Penting
Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki,
ketergantungan pada Anda tidak akan tercipta. Karena itu, untuk
menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol haruslah
hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya,
secara aktif berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita
akan menemukan bahwa individu atau kelompok yang dapat
menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang
sebagai penguasa sumber daya yang penting.

b. Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu
berjumlah banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan
derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat
sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan.
Ini dapat membantu menjelaskan bagaimana para bawahan
dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan penting
yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas
kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya
yang langka dalam hal ini, pengetahuan yang penting menjadikan
pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga membantu
menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara
pandang lain tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual
prosedur yang menguraikan bagaimana suatu pekerjaan
ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan
mereka atau bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang

23
benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut, menciptakan
bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang
lain untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara
rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit
dibanding yang sebenarnya.
Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat
dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan.
Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan
personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat
merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh
lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola
perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari
dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik
komputer sangat ketat : permintaan memungkinkan mereka utnuk
merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih
rendah, dan tunjangan lainnya.

3.2.6 Taktik Kekuasaan


Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan
landasan kekuasaan ke dalam tindakan-tindakan tertentu. Dibagian
ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik yang populer
dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang
lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik
pengaruh, yaitu :
1. Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan
bahwa sebuah permintaan selarasdengan kebijakan atau
ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti
faktual untuk memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu
masuk akal.
3. Seruan inspirasional

24
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan
nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi
sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan
bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan.

5. Tukar pendapat
Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang
atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu
permintaan.
6. Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum
membuat permintaan.
8. Tekanan
Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan
ancaman.
9. Koalisi
Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target)
atau mengguanakan dukungan orang lain sebagai alasan agar si
sasaran setuju.

3.2.7 Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi


Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama
dengan sebuah isu perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk
mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi pemegang kekuasaan.
Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam
banyak contoh, hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan

25
mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk membentuk
koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” uyang, dengan
bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna
meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-
anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat,
menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula
bubarnya”.
Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar
kesalingtergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang
bisa tercipta bilamana terdapat banyak ketergantungan tugas dan
sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit
salingketergantungan diantara berbagai sub unit dan lebih sedikit
aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub unit itu
mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas
aktual yang dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua
kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi.
Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan, semakin besar
ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini,
mereka perlu membangun koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah
terbentuknya serikat-serikat pekerja, khususnya diantara para pekerja
yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan ini dalam
kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih
mampu menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja
dari pada jika mereka bertindah sendiri-sendiri.

3.2.8 Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi


Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya
sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang
berbeda-beda. Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk
mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam
interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah

26
kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih
individu.
Heryawan Ahmad (2009), menyebutkan bahwa kekuasaan
merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan
dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses politik.
Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa konsep yang berkaitan
dengan kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasion
(persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan lain
sebagainya.
Influence adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela. Persuasion
adalah kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi
untuk melakukan sesuatu. Force adalah penggunaan tekanan fisik,
seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun
membatasi pemenuhan kebutuhan biologis pihak lain agar
melakukan sesuatu. Pengertian coercion adalah peragaan kekuasaan
atau ancaman dan paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai
dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan.
Dari konsep di atas, kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai
kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik
sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya
ataupun masyarakat pada umumnya. Bila seseorang suatu organisasi,
atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai
badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang
atau mewajibkan suatu hal atau perkara, maka mereka mempunyai
kekuasaan politik
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan
(authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu
hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu
kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentikan mobil di jalan, tidak

27
berarti dia memiliki kekuasaan, tetapi dia memiliki kewenangan
yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas. Sehingga, bila seorang
pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai
dengan mandat peraturan yang ia jalankan, maka dia telah
menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan
dikenakan sanksi.
Hasrat untuk memiliki kekuasaan merupakan keadaan alamiah
manusia, persis seperti yang dimaksudkan oleh Sartre dan Nietsche.
Bagi Sartre, kebutuhan dasar manusia adalah memperhatikan praktik
kekuasaan atau politik, baik di pemerintahan, korporasi, maupun
organisasi kemasyarakatan
Di sisi lain, karena politik berusaha mengurus dan
mengendalikan urusan masyarakat, politik juga dapat dijadikan
sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada
masyarakat luas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang
yang melalui proses politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja
untuk rakyat malah menjadi orang pertama yang mengkhianati
amanah itu, dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan
golongannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Jadi, sebenarnya
orang-orang yang bekerja dalam orbit politiklah, dan bukan politik
itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label bahwa politik selalu
berorientasi pada kekuasaan.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang
untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan
yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai
sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal.
Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai
upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap
dilakukan oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama
berpartisipasi politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada
hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur
kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi
ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat

29
diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang
kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan.
Politik dan kekuasaan dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan
individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Marianti, M. (2011). Kekuasaan Dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam


Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis Unpar, 7(1), 49–62.

Paramaartha, Dian Nataly. 2015. “Pengaruh Kekuasaan Dan Pengambilan


Keputusan Terhadap Komitmen Organisasi Guru Sekolah Dasar Bpk
Penabur Di Jakarta.” Jurnal Manajemen Pendidikan 6(1): 1087.

Gunawan, Hendra, and T. Santosa. 2012. “Politik Organisasi Dan Dampaknya


Terhadap Komitment Organisasi, Kepuasan Kerja, Kinerja Dan
Organizational Citizenship Behavior (OCB).” Jurnal Manajemen
Maranatha 12(1): 13–26.

30

Anda mungkin juga menyukai