Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI


DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PERILAKU
KEORGANISASIAN
Dosen : Dr. Kartono., SE., MM

DISUSUN OLEH :
KELAS : MANAJEMEN 2L

ANGGOTA : Dimas Haris Amarudin (118020397)


: Moh. Sandi Aldiansyah (118020404)
: Wahyu Dwi Rahmah (118020396)
: Risfandi Irsyad . D (118020391)

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNGJATI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang kekuasaan dan
politik dalam organisasi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita dalam mengetahui kekuasaan dan politik dalam organisasi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Cirebon,Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.....................................................................................................1
2. Rumusan Masalah................................................................................................1
3. Tujuan Pembahasan..............................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori...................................................................................................3
2.2.Kerangka Berfikir..........................................................................................4
BAB III STUDI KASUS..........................................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN
4. POLITIK...............................................................................................................7
4.1 Pengertian politik............................................................................................7
4.2 Politik dalam Organisasi.................................................................................7
4.3 faktor faktor perilaku berpolitik......................................................................8
4.4 Elemen Politik dalam Organisasi....................................................................8
4.5 Taktik dalam Memainkan Organisasi.............................................................9
4.6 Kekuasaan yang Bermain................................................................................10
4.7 Etika Berpolitik dalam Organisasi..................................................................12
5. KEKUASAAN......................................................................................................13
5.1 Definisi Kekuasaan.........................................................................................13
5.2 Unsur Kekuasaan............................................................................................14
5.3 Tipe Tipe Kekuasaan......................................................................................14
5.4 Sumber Kekuasaan Organisasi........................................................................15
5.5 Ketergantungan...............................................................................................16
5.6 Taktik Kekuasaan............................................................................................17
5.7 Kekuasaan dalam Kelompok...........................................................................18
5.8 Kaitan Politik dan Kekuasaan Dalam Organisasi...........................................19

ii
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan..........................................................................................................21
Daftar Pustaka............................................................................................................22

iii
BAB  I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Politik dan kekuasaan adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap
organisasi, tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam
perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang
yang ada dalam organisasi.
Politik dan kekuasaan tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik
juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan
pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan
diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan
individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika
keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian
kepentingan organisasi.
Politik penting artinya dalam suatu organisasi, karena didalamnya terjadi suatu proses
berorganisasi yang mempunyai dampak terhadap perilaku setiap individu atau anggota yang
ada dalam organisasi. Politik dalam organisasi merupakan suatu proses dalam memahami
proses manajerial. Perilaku politik merupakan perilaku yang secara organisasional tidak ada
sanksinya, yang mungkin dapat merugikan bagi tujuan organisasi atau bagi kepentingan
orang lain dalam organisasi.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam
Budiardjo, 2003). Studi tentang kekuasaan dan pengaruhnya sangat penting untuk dipahami
bagaimana organisasi melakukan aktivitasnya. Sangat memungkinkan untuk melibatkan
kekuasaaan (power) dalam setiap interaksi dan hubungan sosial pada organisasi. Orang
cenderung untuk mempengaruhi individu lain dan organisasi dalam setiap tindakan atau
perilakunya dengan melakukan social influence dan tindakan (Greenberg & Baron, 2000).
Kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut
dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan
kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan
sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat.
Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk
mendapatkan
kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk
mengatur kepentingan semua orang yang ada dalam organisasi, bukan untuk kepentingan

1
pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar
tumbuh kepercayaan anggota organisasi terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya
keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan sumber-sumber kekuasaan ?
2. Apa saja taktik kekuasaan ?
3. Apa saja yang menyebabkan ketergantungan dan kekuasaan ?
4. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi ?
5. Apa saja faktor-faktor perilaku politik dalam organsasi ?
C.    TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan masalah maklah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2. Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3. Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4. Dapat mengetahui perilaku politik dalam organisasi.
5. Dapat mengetahui faktor-faktor perilaku politik dalam organisasi.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Kajian teori


1. Kekuasaan dan politik dalam organisasi
a. Kekuasaan
Greenberg dan Baron (2000) menyatakan bahwa ”A memiliki
kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang
tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini
menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk
mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-
benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan
adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan
adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan)
adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam
kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat
dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas,
sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan.
Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah
penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang
dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu
memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan
sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi,
memberi perintah dan mengendalikan hasilhasil organisasi.
b. Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan
antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain:
 politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
 politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci,
antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku
politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

3
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah usaha untuk
menekankan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian
besar orang, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang
lebih harmonis.
c. Perilaku Politik Dalam Organisasi
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai
bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang
memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik berada di luar persyaratan
kerja tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu upaya untuk
menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai
upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang
digunakan dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa
politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di dalam
organisasi”.
2. Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi
Heryawan Ahmad (2009), menyebutkan bahwa kekuasaan merupakan
konsep yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai gejala
yang selalu terdapat dalam proses politik. Dalam kamus ilmu politik terdapat
beberapa konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power), seperti influence
(pengaruh), persuasion (persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan
lain sebagainya.

1.2 Kerangka Berfikir

Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam
perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir
dalam studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey
Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam
organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi,
bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-
hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep
antarbidang ilmu adalah umum.
Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan
kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan
usaha mereka tersebut. Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu perbedaannya
terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara
tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah
pengaruh.
Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak
dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang

4
mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian didalam
organisasi tersebut.
Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat hasil-hasil
yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya tetapi bagi
sebagian besar orang yang keterampilan berpolitikny biasa saja atau tidak mau bermain
politik,hasilnya cenderung negative.

5
BAB III
STUDI KASUS

Lapindo Brantas Inc. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan.


Perusahaan ini memperoleh izin dari negara untuk melakukan penambangan minyak dan gas
di daratan (onshore) di Desa Porong Kabupaten Sidoharjo.
Pada saat melakukan pengeboran yang dikoordinasikan oleh pemenang tender yaitu PT
TMMJ (Tiga Musim Masa Jaya) di tempat tersebut terjadi keadaan yang tidak diinginkan
berupa semburan lumpur cair yang menyembur ke permukaan daratan(loss).
Berdasarkan berita dari Harian Surya edisi 30/06/2006, sehari sebelum semburan gas terjadi,
salah satu pekerja pengeboran telah melaporkan bahwa terdapat kemungkinan kebocoran
lumpur apabila pengeboran tetap dipaksakan kepada Lapindo brantas tapi hal tersebut
diabaikan.
Kerugian yang diakibatkan oleh lumpur lapindo sebagaimana yang dilansir dari
website Antara News yaitu:
Direktur Regional II Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suprayoga
Hadi, menyebutkan bahwa kajian kerugian total yang ditimbulkan akibat lumpur Lapindo
mencapai Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir (29 Mei 2006 - 8 Maret 2007), yang
terdiri atas kerugian langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak langsung Rp16,4
triliun.
Laporan awal penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur
panas di Sidoarjo menyebutkan angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7
triliun, akibat potensi kenaikan kerugian dampak tid\ak langsung menjadi Rp33,7 triliun, jika
terus berlangsung dalam jangka panjang.
Sedangkan, angka kerusakan langsung selama sembilan bulan sebenarnya mencapai Rp7,3
triliun, namun ada tambahan perkiraan biaya relokasi infrastruktur utama yang mencapai
Rp3,7 triliun sehingga total kerusakan dan kerugian langsung menjadi Rp11,0 triliun. (Antar
aNews.com)

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4. POLITIK
4.1 Pengertian Politik

Politik berasal dari Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis).
Secara prinsip, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan
mengendalikan urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha warga negara
dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga dapat diartikan
sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses
pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dari definisi yang bermacam-macam
tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi :
a. Politik sebagai kepentingan umum
Politik merupakan suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita kehendaki
disertai dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang
kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah tempat keseluruhan individu atau
kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau idenya sendiri.
b. Politik dalam arti kebijaksanaan
Politik dalam arti kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan pertimbangan –
pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita,
keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

4.2 Pengertian Politik dalam Organisasi

Menurut Kacmar dan Baron (1999) yang dikutip dalam Andrews dan Kacmar (2001)
memberikan pengertian bahwa politik yang ada dalam suatu organisasi merupakan tindakan
individu yang dipengaruhi oleh tujuan pencapaian kepentingan pribadi tanpa memperhatikan
atau menghargai well-being orang lain atau organisasi. Greenberg dan Baron (2000)
mendefinisikan politik organisasional sebagai penggunaan kekuasaan secara tidak resmi
untuk meningkatkan atau melindungi kepentingan pribadi.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak diterima
dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
individu (Greenberg dan Baron, 2000).
Kelaziman dan intensitas kemunculan politik organisasi berbeda-beda mengikuti
karakteristik struktur organisasi dan siklus khusus (Drory, 1993). Pfeffer (1992) dikutip
dalam Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan beberapa aspek situasi yang
memunculkan aktivitas politik dalam organisasi, sebagai berikut :

7
a. Perilaku politik biasanya muncul pada saat ada ketidakpastian, sumber daya yang
langka, unit-unit (individual dan kelompok) memiliki kepentingan yang terkonflik dan
saat anggotaanggota organisasi memiliki kekuasaan (power) yang hampir sama.
b. Perilaku politik yang muncul dalam bidang sumber daya manusia, seperti pada saat
penilaian kinerja, seleksi personel, dan keputusan kompensasi (Ferris dan Kacmar,
1992). Hal ini kemungkinan karena adanya ambiguity. Lingkungan organisasional
bersifat ambiguous karena tidak adanya kriteria evaluasi yang jelas, sehingga
organisasi cenderung kurang bergantung pada hasil yang dapat diukur dan lebih pada
usaha pekerja, potensi yang dipersepsikan dan karakteristik, nilai, dan sikap personal.
Semua hal tersebut dapat diubah melalui manipulasi pertimbangan (Ferris & King,
1991).
c. Aktivitas politik biasanya tidak sama pada tahap hidup organisasi yang berbeda.
Menurut Greenberg dan Baron (1997) ada tiga tahapan dalam organisasi yang
memiliki perilaku politik yang berbeda-beda. Tahap pertama, saat organisasi baru
berdiri, pendiri organisasi memperoleh kekuasaan politik dengan menunjukkan ide
mereka kepada para bawahannya. Kedua, tahap pertumbuhan organisasi, anggota
organisasi cenderung terpisah-pisah karena kekomplekan tugas sehingga menciptakan
adanya kepentingan yang berbeda-beda dan dapat menimbulkkan konflik. Ketiga, saat
pertumbuhan organisasi mengalami penurunan, anggotaanggota merasa tidak aman
akan pekerjaannya dan memerlukan tindakan politik untuk mendapatkan kekuasaan
dalam pengendalian organisasi.

4.3 Faktor-faktor Perilaku Berpolitik

Karl Albrecht (1983) memberikan pemahaman bahwa suatu organisasi akan


dipengaruhi faktor-faktor politis internal yang berkaitan dengan budaya organisasi dan gaya
manajemen.Faktor-faktor politis yang dimaksud Albrecht merupakan iklim politik organisasi
yang pada prinsipnya juga mempengaruhi iklim organisasi secara keseluruhan. Elemen
Politik internal organisasi yaitu faktor-faktor internal dalam organisasi, kultur, dan gaya
manajemen, yang mempengaruhi para pengambil keputusan dalam melaksanakan fungsi
manajemennya.
Kreitner (2006) menjelaskan faktor-faktor utama yang menyebabkan munculnya
perilaku berpolitik adalah karena adanya ketidakpastian dalam organisasi, seperti tujuan tidak
jelas, ukuran prestasi dan kinerja tidak terstandar, proses pembuatan keputusan tidak
terdefinisi dengan baik, kompetisi antar individu dan kelompok tinggi, dan perubahan.

4.4 Elemen Politik dalam Organisasi

Albrecht (1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis dalam organisasi yang
hendaknya dapat dipahami manajer senior dalam mengendalikan organisasi, antara lain :
1. Inner Circle Relationship

8
Mengidentifikasi hubungan antara Manager Upper dengan Chief Executive, apakah
hubungan tersebut bersifat kekeluargaan, kerabat atau pertemanan (Friendlines). Disamping
itu apakah terjadi kolaborasi antar manajer dan apa ada grup khusus baik dari dalam
departemen maupun dari luar departemen yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
2. Axis of Influence
Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari manager menengah / area yang memiliki
hubungan langsung ke Chief Executive tanpa melewati Manajer Divisinya. Apakah ada
hubungan khusus antara berbagai manajer level menengah dengan pimpinan puncak sehingga
dapat mengesampingkan peran manajer divisinya. Bisa jadi hubungan tersebut timbul karena
memang adanya special expertise (keahlian khusus) yang dimilikinya dalam pengelolaan unit
yang dipimpinnya sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.
3. Informal Power Centers
Apakah ada karyawan level operasional yang memiliki hubungan khusus /
pertemanan dengan manajer senior, sehingga melewati atasannya.
4. Polarizing Elements
Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan bawahannya dan dalam hal apa
sajakah itu terjadi, dalam semua aktivitas organisasi atau hanya perbedaan yang tidak prinsip
saja. Timbulnya hubungan antar personal yang saling berkompetisi sehingga mempengaruhi
interaksi emosional bila akan mempengaruhi pengambilan keputusan maka akan menjadi
kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.
5. Informal Coalitions
Apakah ada grup manajer yang berkoalisi untuk menolak keputusan atau mengambil
keputusan yang lain dengan yang sudah ditetapkan manajer atasnya dan sejauh mana hal ini
akan diteruskan.

4.5 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi

Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi yang
digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam memenangkan
permainan politik, individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik poltik untuk
memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik dalam organisasi
adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan ketidakmampuan mengganti, misalkan jika dalam suatu organisasi
hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang
dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan
sebagai memiliki ketidak mampuan mengganti.
b) Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah
dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.
c) Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang
memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh
manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan
keinginanya.

9
d) Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan
proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki
legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan
menghadirkan ahli dari luar
e) Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada
sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara
menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
f) Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi
informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain
secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
g) Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan
adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan
yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang,
menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang
sejenisnya.

4.6 Politik: Kekuasaan yang Bermain

Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya berbagai
definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat
mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak
dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang
mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian didalam
organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan,
kriteria atau prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan
bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi”.
Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak sah”. Perilaku Politik Sah yaitu
perilaku politik yang mengacu pada politik sehari-hari normal. Sedangkan perilaku Politik
tidak Sah yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan aturan permainan yang telah
ditentukan
1. Realitas Politik
Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang
mengambil kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyaan yang
sering muncul, haruskah poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah organisasi bebas
dari politik? Jawabanya mungkin saja, tetapi pada umumnya tidak mungkin.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik
untuk memperebutkan sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruang,
tanggun jawab proyek hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat diperebutkan
dan diperjuangkan oleh karyawan.

10
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi konflik
berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konstituen
yang beragam dalam organisasi dapat mempengaruhi kebutuhannya. Tetapi sekali
lagi karena sumber daya terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Lebih
jauh entah benar atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok sering kali
dipahami akan diperoleh dengan mengurbankan orang atau kelompok lain dalam
organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini menciptakan persaingan diantara para
anggota untuk memenangkan sumber daya organisasi yang terbatas.
2. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam beberapa
organisasi misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak terkendai, sementara dalam
organisasi lain, politik memainkan peran kecil dalam memperngaruhi hasil.
a. Faktor Individu
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat
kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan
dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa
para karyawan yang mampu merefleksi diri secara baik (high self-monitor)
memiliki pusat kendali (locus of contol) internal, dan memilki kebutuhan yang
tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih besar untuk terlibat dalam
perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri seara baik lebih sensitife
terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecerdasan
social, dan termpil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang
mampu merefleksi diri (low self-monitor). Individu- individu degan locus of
control internal , lantaran meyakini bahwa mereka mampu mengendalikan
lingkungannya, lebih cenderung bersikap proaktif dan berupaya memanipulasi
situasi demi kepentingan mereka sendiri. Tidak mengejutkan, kepribadian
Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk memanipulasi dan
hasrat akan kekuasaan- dengan mudah menggunakan politik sebagai sarana
untuk memperjuangkan kepentingan sendiri.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternative-alternatif yang
diyakinininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh
mana ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.
Faktor-faktor Individu :
1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
2. Pusat Kendali Internal
3. Kepribadian yang lincah
4. Investasi Organisasi
5. Alternatif pekerjaan lain
6. Harapan akan kesuksesan
b. Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi
ketimbang fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit

11
organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang
kita sebut sebelumnya , namun kadar perilaku politiknya sangat beragam.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedan-
perbedaan individual dalam menumbuh kembangkan proses politisasi, bukti
menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung
politik. Secara lebih khuus, jika sumber daya sebuah organisasi berkurang,
ketika pola sumber daya yang ada berubah dan ketika muncul kesempatan
untuk promosi, politisasi lebih dimungkinkan untuk muncul permukaan.
Selain it kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,
ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik alokasi
imalan zero-sum (perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan
keputusan secara demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-
manajer senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi
politisasi.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan
efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan
sumber daya, orang bisa terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan
apa yang mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang
mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan,
berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling politis dalam
organisasi. Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing
mendapatkan sumber daya yang terbatas dan mencoba secara positif
mempengaruhi hasi; keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi
tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak
sah. Karenanya, tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan
tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik
yang tidak sah.
Faktor – faktor Organisasi
1. Realokasi sumber daya
2. Peluang promosi
3. Tingkat kepercayaan rendah
4. Ambiguitas peran
5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas
6. Praktik imbalan zero-sum
7. Pengambilan keputusan yang demokratis
8. Tekanan kinerja tinggi
9. Manajer senior yang egois

4.7 Etika Berpolitik Dalam Organisasi

12
Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika
berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol
dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar moral
apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis
adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku
politik yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai
organisasi.
Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau
tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan
bahwa keputusan yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah
orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerjaorganisasi).
Dengan kata lain, suatu pengambilan keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan
produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’
menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat
dan berbicara,
Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’
mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil
dan tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang
pantas. Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf)
haruslah mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.

5. KEKUASAAN
5.1 Definisi Kekuasaan

Greenberg dan Baron (2000) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B


sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan
dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk
mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan
pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam
ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam
organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat
mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada
lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi
memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu
memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan
perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan
hasilhasil organisasi.

13
5.2 Unsur Kekuasaan
Kekuasaan terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat
digunakan untuk tujuan yang baik dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan
biasanya akan mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang memiliki
kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka cara yang dipilih juga
akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan menghendaki tujuan yang tidak baik,
maka cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya dengan mengancam. Kemudian, unsur
yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat dilihat dari jumlah individu yang dapat
dikendalikan atau dipengaruhi, dan seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap pihak
yang dikuasai, turut menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas dirinya. Jika diterima
dan didukung, maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak
banyak memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.

5.3 Tipe-tipe Kekuasaan


Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
A. Reward Power (kekuasaan imbalan)
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran
atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan
terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan
kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian
gaji atau jabatan akan meningkat, maka dapat menggunkan reward power. Bahwa seseorang
dapat melakukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
B. Coercive Power (kekuasaan koersif)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk
memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan
bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit,
mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika
tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan
bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya
tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya.
C. Referent Power (kekuasaan rujukan)
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti
ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan
seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan
mempunya referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan
bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
D. Expert Power (kekuasaan karena keahlian)
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan
bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian
dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap
memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu

14
berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan
pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
E. Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika
seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan
menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada
struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang
nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang
lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah
dilegitimasi tersebut.
Kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan
rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan
yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan,
mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara
yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk
melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka.
Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara
spontan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari
Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan perorangan untuk menentukan
atau membatasi hasil-hasil.

5.4 Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi


Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial yang berasal dari
kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam organisasi terdiri dari :
a) Kewenangan Formal
Kewenangan Formal, yaitu kewenangan yang mengacu pada hak prerogatif,
kewajiban dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan kedudukannya dalam organisasi
atau sistem sosial.
Kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, merupakan kontrol dan penguasaan terhadap
sumber daya dan imbalan terkait dengankedudukan formal. Makin tinggi posisi seseorang
dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol yang dipunyai orang tersebut terhadap
sumber daya yang terbatas. Kontrol terhadap hukuman merupakan kapasitas untuk mencegah
seseorang memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap informasi menyangkut kontrol terhadap
akses terhadap informasi penting maupun kontrol terhadap distribusinya kepada orang lain.
Kontrol ekologis menyangkut kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan metode
pengorganisasian pekerjaan.
b) Kekuasaan Pribadi.
Kekuasaan pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber kekuasaan berdasarkan
kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang secara hirarki mempunyai kedudukan
dalam organisasi. Pengaruh potensial yang melekat pada keunggulan individu terdiri dari :
 Kekuasaan keahlian (expert power)

15
Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari
keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting. Semakin tergantung pihak lain
terhadap keahlian seseorang, semakin bertambah kekuasaan keahlian (expert power) orang
tersebut.
 Kekuasaan kesetiaan (referent power)
Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan potensi seseorang yang
menyebabkan orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan orang tersebut. Referent
power terkait dengan keterampilan interaksi antar pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan,
diplomasi dan empati.

 Kekuasaan karisma
Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari seseorang yang mencakup
penampilan, karakter dan kepribadian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk suatu
tujuan tertentu.

5.5 Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman
mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.
1. Postulat Umum tentang Ketergantungan
Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan A atas B.
Ketika Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah
yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda dan, karena
itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan berbanding terbalik dengan sumber-sumber
penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya banyak, kepemilikan atasnya tidak akan
meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas, kecerdasan sebagai suatu kualitas
tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian pula, diantara orang-orang superkaya
uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.
2. Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda
kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.
a. Nilai Penting
Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan
pada Anda tidak akan tercipta. Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan,
hal-hal yang Anda kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak
organisasi, misalnya, secara aktif berusaha menghindari ketidakpastian.
Karenanya kita akan menemukan bahwa individu atau kelompok yang dapat
menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai
penguasa sumber daya yang penting.

b. Kelangkaan

16
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah
banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan
Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna
menciptakan ketergantungan. Ini dapat membantu menjelaskan bagaimana
para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan penting
yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang
disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini,
pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan.
Hal ini juga membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam
cara pandang lain tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual
prosedur yang menguraikan bagaimana suatu pekerjaan ditunaikan, menolak
untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau bahkan untk
menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan
tersebut, menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang
menghambat orang lain untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi
secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit
dibanding yang sebenarnya.
Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam
kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki
jabatan di mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan
kebutuhnnya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang
jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola
perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen bahasa
Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat :
permintaan memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih
tinggi, beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

5.6 Taktik Kekuasaan


Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam
tindakan-tindakan tertentu. Dibagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik
yang populer dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang lain.
Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :
1. Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah
permintaan selarasdengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk
memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
3. Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,
harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi
17
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan.
5. Tukar pendapat
Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain
sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
6. Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum membuat
permintaan.
8. Tekanan
Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.
9. Koalisi
Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target) atau mengguanakan
dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

5.7 Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi


Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan
untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” uyang, dengan
bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan.
Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara
cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.

Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di dalam


organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak ketergantungan
tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit salingketergantungan diantara
berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub unit
itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu
membangun koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat pekerja,
khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan ini dalam
kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu menegosiasikan
kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah sendiri-sendiri.

5.8 Keterkaitan antara Politik dan Kekuasaan dalam Organisasi

18
Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi
justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Pada saat setiap individu mengadakan
interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi
tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu.
Heryawan Ahmad (2009), menyebutkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang
berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam
proses politik. Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan
kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasion (persuasi), force (kekuatan),
coercion (kekerasan) dan lain sebagainya.
Influence adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap
dan perilakunya secara sukarela. Persuasion adalah kemampuan meyakinkan orang lain
dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu. Force adalah penggunaan tekanan fisik,
seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun membatasi pemenuhan
kebutuhan biologis pihak lain agar melakukan sesuatu. Pengertian coercion adalah peragaan
kekuasaan atau ancaman dan paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap
pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan.
Dari konsep di atas, kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan
menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya
ataupun masyarakat pada umumnya. Bila seseorang suatu organisasi, atau suatu partai politik
bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan
yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara, maka mereka mempunyai kekuasaan
politik
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan (authority), kemampuan
untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang
diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentikan mobil di jalan, tidak
berarti dia memiliki kekuasaan, tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU
Lalu Lintas. Sehingga, bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya
tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan, maka dia telah menyalahgunakan
wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.
Hasrat untuk memiliki kekuasaan merupakan keadaan alamiah manusia, persis seperti
yang dimaksudkan oleh Sartre dan Nietsche. Bagi Sartre, kebutuhan dasar manusia adalah
memperhatikan praktik kekuasaan atau politik, baik di pemerintahan, korporasi, maupun
organisasi kemasyarakatan
Di sisi lain, karena politik berusaha mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat,
politik juga dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada
masyarakat luas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang yang melalui proses
politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja untuk rakyat malah menjadi orang pertama
yang mengkhianati amanah itu, dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan
golongannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Jadi, sebenarnya orang-orang yang bekerja
dalam orbit politiklah, dan bukan politik itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label
bahwa politik selalu berorientasi pada kekuasaan.

19
BAB V
PENUTUP

20
A. KESIMPULAN

Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk


mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya.
Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan
formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri
diartikan sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk
mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik
bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan
pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar
tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan
serta kenyamanan dalam kehidupan. Politik dan kekuasaan dijalankan untuk
menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta
kepentingan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

21
Marianti, M. (2011). Kekuasaan Dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi.
Jurnal Administrasi Bisnis Unpar, 7(1), 49–62.

Paramaartha, Dian Nataly. 2015. “Pengaruh Kekuasaan Dan Pengambilan Keputusan


Terhadap Komitmen Organisasi Guru Sekolah Dasar Bpk Penabur Di Jakarta.” Jurnal
Manajemen Pendidikan 6(1): 1087.

Gunawan, Hendra, and T. Santosa. 2012. “Politik Organisasi Dan Dampaknya Terhadap
Komitment Organisasi, Kepuasan Kerja, Kinerja Dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB).” Jurnal Manajemen Maranatha 12(1): 13–26.

Sobirin, Achmad. 2014. “Organisasi Dan Perilaku Organisasi.” Modul 1 UK: 1–69.

Kartono, and Lusi Suwandari. 2009. “Pengaruh Kepribadian Dan Politik Organisasi Terhadap
Kesuksesan Karier Serta Dampaknya Pada Kinerja Pegawai.” : 1–19.

Siswanto. 2007. “Politik Dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik).”
Urnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 10(4): 159–65.

Manajemen, D A N, and Partai Politik. “Literasi Politik Masyarakat Pesisir Dan Manajemen
Partai Politik.”

Toha, Mohamad. 2012. “POWER, INFLUENCE, DAN AUTHORITY (Kasus Pada


Kehidupan Politik Era Soekarno, Soeharto, Dan Habibie).” Jurnal Adzikra 03(1): 99–
111.

Pramudibyanto, Hascaryo. 2010. “Keseimbangan Kekuasaan Dan Pengaruh Dalam Konteks


Komunikasi Organisasi.” : 51–60.

Apriani, Fajar et al. 2019. “FAKTOR FAMILIAL TIES BAGI PEREMPUAN PEMIMPIN.”
2515(2).

22
23

Anda mungkin juga menyukai