Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK, KONFLIK DAN NEGOSIASI


MATA KULIAH PERILAKU ORGANISASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Keorganisasian

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Tinik Sugiarti, S.Pd, MM

Disusun Oleh :

Natasya Kamila (1810312120004)


Hikmaturrahimah (1810312120009)
Khairun Nisa (1810312120011)
Siti Noor Hafifah (1810312120019)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat pertolongan-Nya jualah kami dapat menyusun makalah ini
dan dapat menyelesaikannya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai pembuat sangat menyadari
bahwa makalah ini begitu jauh dari kesempurnaan baik dalam penempatan kata,
ejaan, maupun cara penyusunannya. Untuk itu, kami sebagai pembuat sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pada kesempatan
yang akan datang.
Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberi ilmu,
informasi, pengetahuan, dan wawasan baru yang bermanfaat, guna untuk
mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banjarmasin, April 2020

Penyusun

PERILAKU KEORGANISASIAN 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................5
1.1. Latar Belakang..........................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3. Tujuan........................................................................................................6
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................7
2.1. Kekuasaan dan Politik...............................................................................7
2.1.1. Pengertian Kekuasaan........................................................................7
2.1.2. Membandingkan Kepemimpinan Dan Kekuasaan.............................7
2.2. Dasar Kekuasaan.......................................................................................8
2.2.1. Kekuasaan Formal..............................................................................8
2.2.2. Kekuasaan Pribadi..............................................................................8
2.3. Kebergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan............................................9
2.3.1. Postulat umum tentang ketergantungan.............................................9
2.3.2. Apa yang menyebabkan ketergantungan ?.........................................9
2.4. Taktik Kekuasaan....................................................................................10
2.5. Kekuasaan Dalam Kelompok : Koalisi...................................................11
2.6. Pelecehan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja....11
2.7. Politik : Kekuasaan yang Bermain..........................................................12
2.7.1. Realitas Politik.................................................................................13
2.7.2. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap politik...........................13
2.7.3. Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi...........................14
2.7.4. Manajemen Kesan............................................................................15
2.7.5. Etika Dalam Perilaku Berpolitik......................................................16
2.8 Konflik Dan Negosiasi.................................................................................16
2.8.1. Pengertian Konflik...........................................................................16
2.8.2 Pandangan Tentang Konflik..................................................................17
2.8.3 Jenis Dan Penyebab...............................................................................17

PERILAKU KEORGANISASIAN 3
2.8.4 Proses Konflik.......................................................................................18
2.9 Pengertian Negosiasi....................................................................................20
2.9.1. Strategi Negosiasi............................................................................20
2.9.2 Proses Negosiasi....................................................................................21
2.9.3 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga..................................................21
2.9.4 Strategi Manajemen Konflik..................................................................22
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................24
3.1. Kesimpulan..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

PERILAKU KEORGANISASIAN 4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kekuasaan dan Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam
kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi
penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya
dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi
tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah
pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga
terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok,
bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia
dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Politik dijalankan untuk
menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer,  serta
kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan
individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.
Konflik dapat terjadi oleh siapasaja, konflik antara anak dan orang tua,
konflik antara pihak atasan dan pihak bawahan. Konflik juga dapat muncul
bahkan hingga mencapai tingkat bangsa dan benergara, bahkan di dalam Negara
itu sendiri sering terjadi konflik antar provinsi bahkan antar suku bangsa dan
dampaknya bahkan hingga terjadinya pertumpahan darah dan perusakan
lingkungan. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam keidupan manusia, konflik dapat
terjadi dengan sebab-sebab yang beragam sumbernya, Dan salah satu cara untuk
menyelesaikan konflik, yaitu negosiasi. Negosiasi merupakan proses untuk
mencapai kesepakatan antara duapihak yang memiliki perbedaan kepentingan atau
pendapat. Dampak dari konflik yang mengarah kearah negative harus memberikan
dampak yang positif agar perkembangan hidup setiap manusia berjalan baik

PERILAKU KEORGANISASIAN 5
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kekuasaan dan politik terhadap suatu organisasi?
2. Bagaimana pengaruh konflik dan negosiasi dalam organisasi?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perilaku Keorganisasiaan juga untuk menambah pengetahuan dalam
memahami lebih lanjut mengenai kekuasaan dan politik terhadap organisasi
juga konflik dan negosiasi dalam organisasi.

PERILAKU KEORGANISASIAN 6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kekuasaan dan Politik


2.1.1. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A.
Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu
diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.
Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa saja
seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek
terpenting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan (Dependency)
artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula
kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda
hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan.

2.1.2. Membandingkan Kepemimpinan Dan Kekuasaan


Kedua konsep tersebut saling bertautan, para pimpinan menggunakan
kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Sehingga
kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka mancapai tujuan.
Salah satu perbedaan yang terkait adalah :
1. Kesesuaian tujuan, kekuasaan tidak mengisyaratkan kesesuaian tujuan
tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya kepemimpinan mengisyaratkan
keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
2. Arah pengaruh, kekuasaan berfokus pada pengaruh ke bawah kepara para
pengikutnya, sedang kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh
kesamping dank ke atas.
3. Penekanan Penelitian, penelitian akan kepemimpinan terletak pada gaya,
sedangkan penelitian kekuasaan terletak pada sesuatu yang lebih luas dan
berfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.

PERILAKU KEORGANISASIAN 7
2.2. Dasar Kekuasaan
2.2.1. Kekuasaan Formal
a. Kekuasaan Paksaan.
Dasar Kekuasaan Paksaan (Coersive power) adalah rasa takut.
Kekuasaan paksaan mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi,
sangsi fisikyang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi
melalui pembatasan gerak atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan
dasar fisiologi atau keamanan.
b. Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau
arahan orang lain karena, dengan berbuat demikian, ia akan
mendapatkan manfaat positif, serta mendapatkan imbalan atau
penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki
kekuasaan atas orang lain. Imbalan bisa bersifat financial atau non-
finansial.
c. Kekuasaan Legitimasi
Kekuasaan lagitimasi (Legitimate power) adalah kekuasaan yang
melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan
memamfaatkan sumber-sumber daya organisasi misalnya posisi
structural. Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.

2.2.2. Kekuasaan Pribadi


a. Kekuasaan karena Keahlian
Kekuasaan karena Keahlian (Expert power) adalah pengaruh yang
diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus, pengetahuan. Keahlian
telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena
dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.
b. Kekuasaan Acuan
Kekuasaan Acuan (referent power) didasarkan pada identifikasi
terhadap seseorang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal
yang menyenangkan. Hal ini berkembang dari kekaguman terhadap
orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang lain. Karisma

PERILAKU KEORGANISASIAN 8
merupakan pengaruh yang cukup besar, walaupun tidak menduduki
posisi kepeminpinan formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya
terhadap orang lain lantaran dinamisme kariskatik, rasa digemari, dan
efek emosional mereka atas kita.

Dasar Kekuasaan Manakah Yang Paling Efektif


Dari semua landasan kekuasaan formal dan pribadi, yang paling menarik
adalah penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber
kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena
keahlian maupun rujukan secara positif berkaitan dengan kepuasan karyawan
berhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja,
sedangkan kekuatan imbalan dan legitimasi tampak tidak terkait secara
langsung hasil-hasil semacam ini.

2.3. Kebergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


2.3.1. Postulat umum tentang ketergantungan
Postulat umum : semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakin
besar kekuasaan A atas B. jadi ketergantungan berbanding terbalik dengan
sember-sumber panawaran alternative. Hal ini menjelaskan, misalnya, alasan
berbagai organisasi menggunakan jasa banyak penyuplai alih-alih
mempercayakan kepada satu pihak saja. Hal ini juga menjelaskan mengapa
begitu banyak diantara kita berusaha mencapai kebebasan financial.
Kebebasan financial mengurangi kekuasaan yang mungkin dimiliki orang
laian atas diri kita.
2.3.2. Apa yang menyebabkan ketergantungan ?
1. Nilai penting.
Untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang anda control haruslah
hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara
aktif berusaha menghidari ketidakpastian. Karenanya, kita akan
menemukan bahwa individu atau kelompok dapat menghilangkan
ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa
sumber daya yang penting.
2. Kelangkaan.

PERILAKU KEORGANISASIAN 9
Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna
menciptakan ketergantungan. Hubungan kelangkaan – ketergantungan
lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori
jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan
personil relative rending dibandingkan dengan kebutuhannya dapat
merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih
manarik disbanding bila jumlah calonnya banyak.
3. Keadaan tidak tergantikan.
Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sember daya,
semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh control atas sumber daya
tersebut.

2.4. Taktik Kekuasaan


Taktik kekuasaan (power tactics). Dengan kata lain, pilihan-pilihan apa
daya yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi atasan, rekan kerja, atau
karyawan mereka. Serta apalah pilihan-pilihan tersebut yang lebih efektif
dibandingkan dengan yang lain. Ada 9 mengidentidifikasi macam taktik
pengaruh:
a. Legitimasi. Mengamdalkan posisi kewenagan seseorang atau
menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau
ketentuan dalam organisasi.
b. Persuasi rasional. Menyajikan arguman-argumen yang logis dan
berbagai bukti factual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan
itu masuk akal.
c. Seruan Inspirasional. Mengembangkan komitmen emosional dengan
cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi subuah
sasaran.
d. Konsultasi. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang
menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan
bagaimana rencara atau perubahan akan dijalankan.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
0
e. Tukar pendapat. Memberi imbalan kepada target atau sasaran berupa
uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu
permintaan.
f. Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahatan atau
kesetiaan.
g. Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku
bersahabat sebelum membuat permintaan.
h. Tekanan. Menggunakan peringatan, tuntunan tegas, dan ancaman
i. Koalisi. Meminta bantuna orang lain sebagai alasan agar si sasaran

setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain
bergantung pada arah dari pengaruh. Bukti menunjukkan bahwa orang
dinegara yang berbeda-beda cenderung lebih menyukai taktik kekuasaan
yang berbeda pula.

2.5. Kekuasaan Dalam Kelompok : Koalisi


Mereka yang “berada di luar lingkaran kekuasaan” dan berusaha
“masuk” ke sana mula-mula akan mecoba memperbesar kekuasaan mereka
secara individual. Tetapi, jika upaya ini berbukti tidak efektif, alternatifnya
adalah membentuk sebuah koalisi (coalition) suatu kolompok informal yang
diikat oleh satu isu perjuangan yang sama. Prediksi lain mengenai koalisi
berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di dalam organisasi. Lebih
banyak koalisi jika yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak
ketergantungan tugas dan sumber daya.

2.6. Pelecehan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja


Pelecehan sexual (sexual harassment) didefinisikan sebagai segala
aktivitas bersifat sexual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan
seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.
Kebanyakan studi menegaskan bahwa konsep kekuasaan sangat penting
untuk memahami pelecehan sexual, pelecehan sexual lebih mungkin terjadi
ketika ada kesenjangan kekuasaan yang besar. Meskipun tidak memiliki
kekuasaan legitimasi, rekan kerja dapat memiliki pengaruh dan
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
1
memanfaatkan pengaruh itu untuk melakukan pelecehan sexual kepada
temannya. Pelecahan sexual dapat menyebabkan kehancuran sebuah
organisasi, tetapi tindakan tersebut dapat dihindarkan dengan cara antara
lain :
a. Pastikan ada sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal
yang merupakan pelecahan sexual, yang member tahu karyawan bahwa
mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan sexual semacam ini
kepada karyawan lain, dan menetapkan prosedur untuk menyampaikan
keluhan.
b. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika
mereka menyampaikan keluhan mereka.
c. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya
manusia perusahaan.
d. Pastikan bahwa pelakunya terkena sanksi atau diberhentikan.
e. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadarann karyawan
akan isu-isu seputar pelecehan sexual.

2.7. Politik : Kekuasaan yang Bermain


Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukum
kekuasaan. Ketika para karyawan dalam suatu organisasi mulai memainkan
kekuasaan yang ada pada mereka, kita melihatkan sebagai politik. Orang –
orang dengan Keterampikan politik yang baik memiliki kemampuan untuk
menggunakan landasan-landasan kekuasaan yang mereka miliki secara
afektif. Jadi definisi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk
memengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau perilaku-
perilaku anggota yang egois dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Perilaku politik (political behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak
dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi
yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi.
Komentar terakhir berkaitan dengan apa yang disebut sebagai dimensi
“sah – tidak sah ” dalam perilaku politik.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
2
a. Perilaku politik yang sah (Legitimate political behavior) mengacu pada
politik sehari-hari yang wajar- menyampaikan keluhan kepada penyelia
anda, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang
kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan
terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada.
b. Perilaku politik yang tidak sah (Ilegitimate political behavior) yang
menyimpang dari aturan main yang digariskan. Misalnya sabotase,
melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolik seperti memakai
pakaian nyeleneh atau bros tanda protes dan beberapa karyawan tidak
masuk kerja.

2.7.1. Realitas Politik


Politik adalah sebuah kenyataan realitas hidup dalam organisasi.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan
kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya
konflik untuk memperebutkan sumber daya. Sumber daya yang dimiliki
organisasi juga ada batasnya, sehingga potensi konflik berubah menjadi
konflik nyata. Lebih jauh, entah benar atau salah, keuntungan satu orang atau
kelompok seringkali dipahami akan diperoleh dengan mengurbankan orang-
orang atau kelompok lain dalam organisasi. Barangkali, factor terpenting
yang mendorong tumbuhnya politik di dalam organisasi adalah kesadaran
bahwan sebagian besar “fakta” yang digunakan untuk mendasarkan
pengalokasian sumber daya yang terbatas itu terbuka untuk ditafsirkan secara
beragam. Terakhir, karena sebagian besar keputusan harus dibuat dalam
ambiguitas- di mana fakta jarang yang sepenuhnya objektif dan, karenanya,
terbuka untuk diinterprestasikan – orang–orang di dalam organisasi akan
menggunakan pengaruh apa pun semampu mereka untuk menelikung
kenyataan demi memperjuangkan tujuan dan kepentingan mereka. Hal ini
memunculkan aktivitas yang kita kenal dengan Politisasi.
2.7.2. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap politik
1. Faktor individu.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
3
Para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat keperibadian tertentu,
kebutuhan, dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan
perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para
karyawan yang mempu merefleksi diri secara baik (high self-monitor),
memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki
kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar
untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi
diri secara baik lebih sensitive terhadap berbagai tanda social, mampu
menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam berperilaku
politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self
monitor).
2. Faktor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan
fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan
individu. Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh
perbedaan-perbedaan individual dalam menumbuhkembangkan prose
politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang
lebih mendukung politik. Selain itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat
kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, system evaluasi kinerja
yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan
hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara
demikartis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer
senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi
politisasi. Ketika pada karyawan melihat orang-orang yang ada di
puncak terlibat dalam perilaku politik, khususnya ketika mereka
berhasil melakukannya dan mendapatkan imbalan atas keberhasilan itu,
terciptakan sebuah suasana yang mendukung politisasi. Politisasi dalam
pengertian tertentu, membuka jalan bagi mereka yang memiliki
kedudukan lebih rendah dalam organisasi untuk juga bermain politik
sembari member kesan bahwa perilaku semacam ini dapat diterima dan
wajar.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
4
2.7.3. Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi
Kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang
berhasil dalam perilaku politiknya tetapi sebagian besar orang yang
keterampilan politiknya biasa-biasa saja atai tidak mau bermain politik
hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik cenderung
meningkatkan kecemasan dan stress kerja. Hal ini disebabkan oleh persepsi
bahwa, dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan
kepada orang lain yang aktif bermain politik; atau sebaliknya. Lantaran ada
tekanan tambahan yang dirasakan oleh individu-individu karena masuk ke dan
bersaing dalam arena politik. Dari kesimpulan di atas penjelasan menarik telah
disampaikan, antara lain :
1. Hubungan politik – kinerja tampaknya dimoderatkan oleh pemahaman
individu tentang “bagaimana” dan “mengapa” politik organisasi itu.
2. Ketika politik dipandang sebagai ancaman dan senantiasa direspon secara
defensive, akhirnya yang muncul adalah hasil yang negative.
3. Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang,
orang tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive
behavior) - perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi,
disalahkan, atau perubahan.

2.7.4. Manajemen Kesan


Kita tahu bahwa orang senantiasa berkepentingan dengan bagaimana
orang lain memamdang dan menilai mereka. Dipandang positif oleh orang lain
akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi. Dalam konteks politik,
kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi
keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan
individu untuk mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri
mereka disebut Pengelolaan atau Manajemen Kesan (impression
management). Kebanyakan studi penelitian dilakukan menguji keefektifan
teknik-teknik MK yaitu :
1. Kesuksesan wawancara
Ketika para peneliti mempertimbangkan kualifikasi para pelamar,
mereka menyimpulkan bahwa teknik-teknik MK itu sendirilah yang
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
5
mempengaruhi para pewawancara. Para peneliti telah membandingkan
para pelamar yang menggunakan teknik-teknik MK yang terfokus pada
promosi pencapaian seseorang (promosi diri) dengan para pelamar yang
menggunakan teknik-teknik yang terfokus untuk menyenangkan
pewawancara dan menemukan wilayah kesepakatan (menjilat). Menjilat
juga berjalan dengan baik dalam wawancara, yang berarti bahwa para
pelamar yang menyenangkan pewawancara, setuju dengan pendekatan-
pendekatannya, dan menekankan hal-hal yang bersesuaian ternnyata
lebih baik daripada mereka yang tidak.
2. Evaluasi kinerja
Dalam hal ini peringkat kinerja, gambarannya sangat berbeda. Menjilat
dikaitkan secara positif dengan peringkat kinerja, yang berarti bahwa
mereka yang menjlat para penyelia mendapatkan evaluasi kinerja yang
lebih tinggi. Menjilat selalu berhasil karena setiap setiap orang senang
diperlakukan dengan baik.

2.7.5. Etika Dalam Perilaku Berpolitik


Menyimpulkan pembahasan mengenai politik dengan memberikan
beberapa panduan etis untuk berperilaku positif, meskipun tidak ada cara pasti
untuk membedakan antara politik Etis dan tidak Etis. Terkadang secara tidak
sadar kita terlibat dalam perilaku politik karena alasan kebil yang baik.
Kebohongan yang terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrem dari
pengaturan kesan, tetapi banyak di antara kita telah mendistorsi informasi
menjadi sebuah kesan yang menyenangkan.
Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik
selaras dengan standard kesetaraan dan keadilan. Terkadang sulit untuk
menimbang biaya dan manfaat dari sebuah tindakan politik, tetapi keetisannya
jelas. Adanya pandangan like and undislike terhadap penilaian hasil kinerja.
Ketika dihadapkan pada dilemma etika menyangkut politik organisasi, cobalah
pertimbangkan isu-isu yang pernah ada sebelumya (apakah bermain politik
sepadan resikonya dan akankah membahayakan orang lain dalam prosesnya).

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
6
2.8 Konflik Dan Negosiasi
2.8.1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah
memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative,
sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini
menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika
sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.

2.8.2 Pandangan Tentang Konflik


Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik yang terjadi
dalam organisasi, antara lain:
a. Pandangan Tradisional
Pandangaan ini dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi
yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta
ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi karyawan mereka.Ini merupakan pandangan sederhana.Karena
semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian
pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk
memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
b. Pandangan Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa
yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.Konflik dianggap
sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau
organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota.Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang
bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata
lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau
perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
7
c. Pandangan Interaksi
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran
bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif
biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya
perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan
bahwa semua konflik adalah baik.

2.8.3 Jenis Dan Penyebab


Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
a.Koflik Konstruktif adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi
pengembangan organisasi.
b. Konflik Destruktif adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi
organisasi.

2.8.4 Proses Konflik


Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan
peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus
mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika
konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat
dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
 Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa
konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran
informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi
merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang
menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik
meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi.
 Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup
variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas
yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan
tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan
antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi
bertindak sebagai daya yang merangsang konflik.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
8
 Variabel-variabel Pribadi – Kategori ini meliputi kepribadian, emosi,
dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu
memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan
konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat
menjelaskan munculnya konflik.

Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi


Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik
didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang
apa. Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak
akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.

Tahap 3: Intention
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka.
Intention (Maksud) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui
bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik
bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang
besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang. Lima maksud penanganan
konflik berhasil diidentifikasi:
 Competing yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa
memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya.
 Collaborating yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik
ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
 Avoiding yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan
sebuah konflik.
 Accomodating yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk
menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.

1
PERILAKU KEORGANISASIAN
9
 Compromising adalahpendekatan yang berusaha mencari jalan tengah,
umumnya melibatkan kerelaan berkorban lebih banyak dibandingkan
pendekatan dominasi, namun tak sebanyak yang direlakan dalam
pendekatan akomodasi.

Tahap 4: Behavior
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-
pihak yang berkonflik.Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat
mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak.Tetapi
perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika
konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting
untuk meredakannya.Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan
manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik
resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.

Tahap 5 : Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi.Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti
konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat
disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
 Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat
memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi.
 Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan
rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan
pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok.
 Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi
menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan
kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang
suka menghindari konflik.

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
0
2.9 Pengertian Negosiasi
Menurut Robbins (2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses
di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan
berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara
pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk
menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

2.9.1. Strategi Negosiasi


 Negosiasi Menang-Kalah (Win-Lose)
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk
sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol (zero sum game).
Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi  pastilah salah satu pihak
akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal
dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).

 Negosiasi Menang-Menang (Win-Win)


Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang
(seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal
penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu
kelompok (seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan
dalam kelompok), antarkelompok (seperti yang terjadi antara
departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas,
atau tanggal pengiriman), melalui internet.

2.9.2 Proses Negosiasi


1. Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui
apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang
mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa
diterima”.
2. Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan
dan menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan
prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
1
akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah
prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam
fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal  atau tuntutan awal
mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling
dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan,
menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi
tuntutan awal.
4. Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi
tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana
solusi tersebut akan berguna untuk memecahan masalah.
5. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur
yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.

2.9.3 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga


Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang
mengalami ketidaksepakatan.Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat
dalam negosiasi antara pihak-pihak yang telah mengalami jalan buntu. Terdapat
berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan
setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:
 Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan
penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai
fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan
mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi
berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-
pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi 
yang dibuat oleh pihak ketiga.

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
2
 Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang
memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase
dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.
 Konsiliasi  adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan
bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang.
Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi
hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
 Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu
konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya
memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan
antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.

2.9.4 Strategi Manajemen Konflik


Strategi manjemen konflik diterapkan untuk menjadikan konflik dan
pemecahannya sebagai pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan
organisasi.Gordon , Miftah  ( dalam Sopiah, 2008) mengemukakan secara umum
bahwa strategi manajemen konflik adalah sebagai berikut:
 Strategi Menang-Kalah
Strategi ini ada kalanya pihak tertentu menggunakan wewenang atau
kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.
 Strategi Kalah-Kalah
Strategi ini dapat berupa kompromi, di mana kedua belah pihak berkorban
untuk kepentingan bersama.
 Strategi Menang-Menang
Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini dianggap
paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck (1976)
menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan
positif dengan manajemen konflik yang efektif, (2) pemecahan masalah
banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan tetapi lebih
suka bekerja sama.

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
3
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa
saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek
terpenting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan (Dependency)
artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula
kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda
hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan. Perilaku politik
(political behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap
sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang
memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi.
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu
pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative,
atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian
atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam
kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi
suatu konflik antar pihak. Menurut Robbins (2008) menyimpulkan negosiasi
adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran
barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu
upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud
untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai
kesepakatan bersama.

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
4
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P and Timothy A. Judge (2015), Organizational Behavior.


Pearson. United State Amerika. Edisi 16

2
PERILAKU KEORGANISASIAN
5

Anda mungkin juga menyukai