DOSEN PENGAMPU :
Dr. Tinik Sugiarti, S.Pd, MM
Disusun Oleh :
Alhamdulillah puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat pertolongan-Nya jualah kami dapat menyusun makalah ini
dan dapat menyelesaikannya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai pembuat sangat menyadari
bahwa makalah ini begitu jauh dari kesempurnaan baik dalam penempatan kata,
ejaan, maupun cara penyusunannya. Untuk itu, kami sebagai pembuat sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pada kesempatan
yang akan datang.
Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberi ilmu,
informasi, pengetahuan, dan wawasan baru yang bermanfaat, guna untuk
mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
PERILAKU KEORGANISASIAN 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................5
1.1. Latar Belakang..........................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3. Tujuan........................................................................................................6
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................7
2.1. Kekuasaan dan Politik...............................................................................7
2.1.1. Pengertian Kekuasaan........................................................................7
2.1.2. Membandingkan Kepemimpinan Dan Kekuasaan.............................7
2.2. Dasar Kekuasaan.......................................................................................8
2.2.1. Kekuasaan Formal..............................................................................8
2.2.2. Kekuasaan Pribadi..............................................................................8
2.3. Kebergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan............................................9
2.3.1. Postulat umum tentang ketergantungan.............................................9
2.3.2. Apa yang menyebabkan ketergantungan ?.........................................9
2.4. Taktik Kekuasaan....................................................................................10
2.5. Kekuasaan Dalam Kelompok : Koalisi...................................................11
2.6. Pelecehan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja....11
2.7. Politik : Kekuasaan yang Bermain..........................................................12
2.7.1. Realitas Politik.................................................................................13
2.7.2. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap politik...........................13
2.7.3. Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi...........................14
2.7.4. Manajemen Kesan............................................................................15
2.7.5. Etika Dalam Perilaku Berpolitik......................................................16
2.8 Konflik Dan Negosiasi.................................................................................16
2.8.1. Pengertian Konflik...........................................................................16
2.8.2 Pandangan Tentang Konflik..................................................................17
2.8.3 Jenis Dan Penyebab...............................................................................17
PERILAKU KEORGANISASIAN 3
2.8.4 Proses Konflik.......................................................................................18
2.9 Pengertian Negosiasi....................................................................................20
2.9.1. Strategi Negosiasi............................................................................20
2.9.2 Proses Negosiasi....................................................................................21
2.9.3 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga..................................................21
2.9.4 Strategi Manajemen Konflik..................................................................22
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................24
3.1. Kesimpulan..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
PERILAKU KEORGANISASIAN 4
BAB I
PENDAHULUAN
PERILAKU KEORGANISASIAN 5
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kekuasaan dan politik terhadap suatu organisasi?
2. Bagaimana pengaruh konflik dan negosiasi dalam organisasi?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perilaku Keorganisasiaan juga untuk menambah pengetahuan dalam
memahami lebih lanjut mengenai kekuasaan dan politik terhadap organisasi
juga konflik dan negosiasi dalam organisasi.
PERILAKU KEORGANISASIAN 6
BAB II
PEMBAHASAN
PERILAKU KEORGANISASIAN 7
2.2. Dasar Kekuasaan
2.2.1. Kekuasaan Formal
a. Kekuasaan Paksaan.
Dasar Kekuasaan Paksaan (Coersive power) adalah rasa takut.
Kekuasaan paksaan mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi,
sangsi fisikyang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi
melalui pembatasan gerak atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan
dasar fisiologi atau keamanan.
b. Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau
arahan orang lain karena, dengan berbuat demikian, ia akan
mendapatkan manfaat positif, serta mendapatkan imbalan atau
penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki
kekuasaan atas orang lain. Imbalan bisa bersifat financial atau non-
finansial.
c. Kekuasaan Legitimasi
Kekuasaan lagitimasi (Legitimate power) adalah kekuasaan yang
melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan
memamfaatkan sumber-sumber daya organisasi misalnya posisi
structural. Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.
PERILAKU KEORGANISASIAN 8
merupakan pengaruh yang cukup besar, walaupun tidak menduduki
posisi kepeminpinan formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya
terhadap orang lain lantaran dinamisme kariskatik, rasa digemari, dan
efek emosional mereka atas kita.
PERILAKU KEORGANISASIAN 9
Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna
menciptakan ketergantungan. Hubungan kelangkaan – ketergantungan
lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori
jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan
personil relative rending dibandingkan dengan kebutuhannya dapat
merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih
manarik disbanding bila jumlah calonnya banyak.
3. Keadaan tidak tergantikan.
Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sember daya,
semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh control atas sumber daya
tersebut.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
0
e. Tukar pendapat. Memberi imbalan kepada target atau sasaran berupa
uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu
permintaan.
f. Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahatan atau
kesetiaan.
g. Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku
bersahabat sebelum membuat permintaan.
h. Tekanan. Menggunakan peringatan, tuntunan tegas, dan ancaman
i. Koalisi. Meminta bantuna orang lain sebagai alasan agar si sasaran
setuju.
Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain
bergantung pada arah dari pengaruh. Bukti menunjukkan bahwa orang
dinegara yang berbeda-beda cenderung lebih menyukai taktik kekuasaan
yang berbeda pula.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
2
a. Perilaku politik yang sah (Legitimate political behavior) mengacu pada
politik sehari-hari yang wajar- menyampaikan keluhan kepada penyelia
anda, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang
kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan
terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada.
b. Perilaku politik yang tidak sah (Ilegitimate political behavior) yang
menyimpang dari aturan main yang digariskan. Misalnya sabotase,
melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolik seperti memakai
pakaian nyeleneh atau bros tanda protes dan beberapa karyawan tidak
masuk kerja.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
3
Para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat keperibadian tertentu,
kebutuhan, dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan
perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para
karyawan yang mempu merefleksi diri secara baik (high self-monitor),
memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki
kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar
untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi
diri secara baik lebih sensitive terhadap berbagai tanda social, mampu
menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam berperilaku
politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self
monitor).
2. Faktor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan
fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan
individu. Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh
perbedaan-perbedaan individual dalam menumbuhkembangkan prose
politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang
lebih mendukung politik. Selain itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat
kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, system evaluasi kinerja
yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan
hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara
demikartis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer
senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi
politisasi. Ketika pada karyawan melihat orang-orang yang ada di
puncak terlibat dalam perilaku politik, khususnya ketika mereka
berhasil melakukannya dan mendapatkan imbalan atas keberhasilan itu,
terciptakan sebuah suasana yang mendukung politisasi. Politisasi dalam
pengertian tertentu, membuka jalan bagi mereka yang memiliki
kedudukan lebih rendah dalam organisasi untuk juga bermain politik
sembari member kesan bahwa perilaku semacam ini dapat diterima dan
wajar.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
4
2.7.3. Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi
Kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang
berhasil dalam perilaku politiknya tetapi sebagian besar orang yang
keterampilan politiknya biasa-biasa saja atai tidak mau bermain politik
hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik cenderung
meningkatkan kecemasan dan stress kerja. Hal ini disebabkan oleh persepsi
bahwa, dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan
kepada orang lain yang aktif bermain politik; atau sebaliknya. Lantaran ada
tekanan tambahan yang dirasakan oleh individu-individu karena masuk ke dan
bersaing dalam arena politik. Dari kesimpulan di atas penjelasan menarik telah
disampaikan, antara lain :
1. Hubungan politik – kinerja tampaknya dimoderatkan oleh pemahaman
individu tentang “bagaimana” dan “mengapa” politik organisasi itu.
2. Ketika politik dipandang sebagai ancaman dan senantiasa direspon secara
defensive, akhirnya yang muncul adalah hasil yang negative.
3. Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang,
orang tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive
behavior) - perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi,
disalahkan, atau perubahan.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
6
2.8 Konflik Dan Negosiasi
2.8.1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah
memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative,
sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini
menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika
sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
7
c. Pandangan Interaksi
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran
bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif
biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya
perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan
bahwa semua konflik adalah baik.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
8
Variabel-variabel Pribadi – Kategori ini meliputi kepribadian, emosi,
dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu
memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan
konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat
menjelaskan munculnya konflik.
Tahap 3: Intention
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka.
Intention (Maksud) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui
bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik
bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang
besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang. Lima maksud penanganan
konflik berhasil diidentifikasi:
Competing yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa
memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya.
Collaborating yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik
ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
Avoiding yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan
sebuah konflik.
Accomodating yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk
menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.
1
PERILAKU KEORGANISASIAN
9
Compromising adalahpendekatan yang berusaha mencari jalan tengah,
umumnya melibatkan kerelaan berkorban lebih banyak dibandingkan
pendekatan dominasi, namun tak sebanyak yang direlakan dalam
pendekatan akomodasi.
Tahap 4: Behavior
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-
pihak yang berkonflik.Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat
mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak.Tetapi
perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika
konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting
untuk meredakannya.Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan
manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik
resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.
Tahap 5 : Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi.Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti
konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat
disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat
memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi.
Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan
rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan
pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok.
Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi
menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan
kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang
suka menghindari konflik.
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
0
2.9 Pengertian Negosiasi
Menurut Robbins (2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses
di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan
berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara
pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk
menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
1
akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah
prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam
fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal
mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling
dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan,
menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi
tuntutan awal.
4. Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi
tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana
solusi tersebut akan berguna untuk memecahan masalah.
5. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur
yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
2
Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang
memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase
dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.
Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan
bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang.
Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi
hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu
konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya
memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan
antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
3
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa
saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek
terpenting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan (Dependency)
artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula
kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda
hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan. Perilaku politik
(political behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap
sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang
memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi.
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu
pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative,
atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian
atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam
kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi
suatu konflik antar pihak. Menurut Robbins (2008) menyimpulkan negosiasi
adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran
barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu
upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud
untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai
kesepakatan bersama.
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
4
DAFTAR PUSTAKA
2
PERILAKU KEORGANISASIAN
5