Anda di halaman 1dari 5

RINGKASAN KASUS

Mary Knox adalah seorang wanita yang dibesarkan di pedesaan Clay County
Kentucky, berdekatan dengan perbatasan Tennessee. Ayahnya seorang pengemudi truk
sedangkan sedangkan Ibunya seorang Ibu Rumah Tangga. Mary merupakan lulusan dari
akademi keperawatan dan dia telah menjadi perawat selama kurang lebih 10 tahun.
Ketika perkawinan pertama Mary gagal, ia membawa 2 anak gadisnya ke Midway
Kentucky dan memulai sebuah lembaran baru
Setelah kepidahannya ke Midway Kentucky ia bergabung dengan salah satu
perusahaan Jepang yakni Royoda Motor Manufacturing (RMM), perusahaan global yang
memperluas bisnisnya ke Amerika Utara dengan membangun pabrik pada tahun 1985
bertempat di Midway sekaligus berinvestasi sebesar 4 miliar dollar yang memperkerjakan
4500 karyawan pada tahun 2003 dan salah satu diantara mereka adalah Mary Knox. Mary
adalah karyawan baru dimana ia mengerti benar mengenai detil tekhnis proses produksi
yang kemudian menjadikan dirinya meningkat ke posisi line manager.
Supervisor yang merekomendasikan Mary untuk mengikuti program pelatihan
selama 7 minggu di Kota Royoda, Jepang. Pelatihan tersebut diikuti oleh 35 manager dari
US, China, Jepang, dan Australia, ia merupakan salah satu manager termuda yang
dipromosikan.
Dalam proses pelatihannya di Jepang, Mary Knox merasa ragu untuk mengikuti
program pelatihan tersebut dikarenakan dia merasa khawatir mengenai perbedaan
budaya, bahasa yang terjadi dan ia merasa khawatir dengan makanan yang disajikan
belum lagi masalah meninggalkan keluarganya.
Dalam masa pelatihan tersebut Mary kelelahan sehingga ia sering tertidur pada saat
mengikuti proses pelatihan. Seiring berjalannya waktu Mary Knox teringat dengan
kondisi keluarganya disana. Dan itulah yang menjadikan penghambat ia dalam mengikuti
proses training dan dalam pekerjaan. Pada akhirnya ia tetap bertemu dengan keluarganya.

LANDASAN TEORI

Operasi internasional menekankan tambahan pada mekanisme kontrol. Ada juga tekanan
tambahan pada kemampuan perusahaan untuk mengkoordinasikan sumber daya dan
kegiatan. Terdapat 2 strategi dalam strategi control untuk perusahaan multinasional. Perlu
dicatat bahwa kedua strategi ini tidak berdiri sendiri maupun memisah dari yang lainnya.
melainkan terdapat perbedaan dalam penekanan kedua strategi ini.

1. Strategi yang pertama adalah strategi yang berfokus pada struktural. Secara
tradisional perusahaan multinasional telah ditekankan agar lebih formal, sesuai bentuk
struktur kontrol. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, strategi ini diimplementasikan
melalui faktorisasi arus kerja, artikulasi control oleh beberapa kombinasi dari spesialisasi
ditandai dengan fungsional, divisi produk global, nasional, regional (wilayah) divisi, atau
struktur matriks. Struktur menghasilkan hierarki, otoritas fungsional dan deskripsi
pekerjaan yang semakin ditentukan, criteria seleksi, standar pelatihan dan faktor yang
dapat memberikan ganti rugi. Kegiatan sumber daya manusia bertindak untuk
menerapkan control system struktural. Komunikasi dan hubungan yang formal,
ditentukan target dan anggaran, dan 'rasional', eksplisit, criteria kuantitatif mendominasi
system manajemen kinerja. Saling melengkapi, control sekunder pasti dikembangkan dan
dipelihara melalui jaringan pribadi Dan sosial yang lebih informal - untuk organisasi yang
informal

2. Strategi kedua adalah strategi yang berfokus pada cultural atau budaya. Interaksi
budaya yang unik dan kontekstual dan jarak fisik yang ditandai operasi multinasional
mungkin telah melampaui kemampuan semata-mata structural dan bentuk kontrol
formal.
Sebuah focus budaya yang lebih menekankan potensi tingkat kelompok budaya
perusahaan, proses sosial informal, jaringan kerja pribadi dan investasi dalam modal
sosial untuk bertindak sebagai sumber kontrol yang lebih lengkap dan gesit dalam
lingkungan multi-produk yang kompleks, multikultural. Pada tingkat individu, penekanan
pada orang-orang (sebagai lawan dari pekerjaan), kompetensi dan keterampilan, dan
investasi dalam modal manusia menjadi fokus yang lebih praktik sumber daya manusia
dan proses disesuaikan. Kontrol formal, structural masih ada, tetapi mereka bukan
sumber kontrol yang utama
RUMUSAN MASALAH
1. Problem apa yang dilanda oleh Mary Knox ?
2. Bagaimana perusahaan dapat membantu Mary Knox dalam memecahkan masalah ?
3. Bagaimana dengan transfer knowledge dan skill yang didapat selama training ?

PEMBAHASAN
1. Masalah pertama yang dihadapi oleh Mary Knox yaitu ia mengalami kecemasan
mengenai perbedaan bahasa, budaya, makanan yang disajikan, dan keluarga yang ia
tinggalkan. Kedua ia juga merasa kelelahan dalam mengikuti proses training selama di
Jepang dan yang ketiga Mary Knox tidak fokus selama proses pelatihan dikarenakan
memikirkan keluarga yang ia tinggalkan.
2. Kejadian atau masalah yang dihadapi Mary Knox tidak akan terjadi apabila
sebelumnya perusahaan melakukan sosialisasi budaya perusahaan, selain itu perusahaan
juga dapat melakukan pembekalan sebelum pemberangkatan ke Jepang atau dikenal
dengan istilah pre-departure training selain itu pula secara personal Mary Knox bisa
melakukan googling terlebih dahulu untuk mencari informasi mengenai budaya yang ada
di Jepang. Untuk menanggapi permasalahan kelelahan dan ketidakfokusan Mary Knox
perusahaan mampu memberikan fasilitas berupa dukungan secara moriil maupun jasa
konsultasi psikologi.
3. Dengan adanya transfer knowledge dan skill secara lebih jauh Mary Knox memahami
secara benar mengenai apa yang harus ia kerjakan dan apa tanggung jawabnya sebagai
line manager selain itu imbas lainnya wawasan Mary Knox juga terbuka dan mindset
yang berfikir secara internasional
MANAJEMEN SDM INTERNASIONAL
Klas h

Case 3.1 (The Organization Context of


HRM)
DOSEN PENGAMPU :
Majang Palupi, BBA., MBA

Disusun Oleh :
Mochammad Fauzan 14311271
Achmad Afri Aryadi 14311283
Arif Prasetyo Wicaksono 14311290
Fitho Firmandani 14311291

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016/2017

Anda mungkin juga menyukai