Anda di halaman 1dari 23

PERILAKU KEORGANISASIAN

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi.

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. Sam'un Jaja Raharja, M.Si
Dr. Herwan Abdul Muhyi, S.IP., M.Si.
Ratih Purbasari, S.Sos., M.S.M.

Disusun Oleh :
Vina Oktapiani 170610190018
Afifah Aulia Putri 170610190032
Putri Faizah Ameviasari 170610190094
Rasuna Jasmine T. A. 170610190066

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………….……………………………………………………………. 3
1.2. Rumusan Masalah………….………………………………………………………… 4
1.3. Tujuan ….……………………………………………………………....………..…... 4

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perilaku Organisasi….……………………………………………………. 5
2.2. Tujuan Mempelajari Perilaku Keorganisasian….…………………………………….. 7
2.3. Sejarah Perilaku Keorganisasian. ….………………………….……………………… 9
2.4. Konsep Dasar Perilaku Keorganisasian……………………….……………………… 13
2.5. Tingkatan Analisis yang Terjadi pada Perilaku Keorganisasian...…………………… 14
2.6. Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Perilaku Keorganisasian. ………………..…… 15
2.7. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi. ………………..……………………...… 18
2.8. Sifat Kepribadian yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi. …………………..…… 19

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan….………………………………………………………....….……..…... 22

DAFTAR PUSTAKA ….………………………………………………….....….……..…... 23

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi kerap dijumpai dalam kehidupan sekitar kita mulai dari organisasi berskala
kecil seperti pada tingkat desa hingga skala internasional. Organisasi dapat menjadi wadah
berkembangnya setiap individu melalui adanya sistem kerja yang terencana dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Pada organisasi terjadi penggabungan berbagai
aktivitas guna mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan sebuah
organisasi dibutuhkan pembagian tugas dan tanggungjawab yang tepat pada setiap fungsi
organisasi. Perkembangan organisasi akan dipengaruhi oleh setiap individu yang berkontribusi di
dalamnya. Adanya keberagaman dari setiap individu dapat membentuk perilaku pada organisasi.

Perilaku organisasi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku individu dan tim
dalam organisasi yang berdampak pada kinerja organisasi. Perilaku organisasi mempelajari
bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Hubungan dalam organisasi membutuhkan
komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi untuk mencapai tujuan. Sangat penting untuk
mempelajari perilaku organisasi sebelum terjun ke dunia kerja. Karena dengan mempelajari
perilaku organisasi dapat membantu kita untuk menyempurnakan pemahaman mengenai teori
perilaku organisasi, memahami dan memprediksi peristiwa yang mungkin terjadi di tempat kerja,
dan mempengaruhi tindakan yang akan diterapkan pada organisasi ataupun perusahaan.

Dengan begitu sebuah organisasi harus memahami mengenai perilaku organisasi, penting
untuk organisasi memahami mengenai perilaku organisasi. Dilatar belakangi oleh organisasi
yang diisi oleh lebih dari satu individu menyebabkan banyak terjadi perbedaan diantara mereka
yang dapat menimbulkan bias. Jika bias tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka akan
memberikan dampak negatif terhadap organisasi tersebut, yang pada akhirnya akan merugikan
organisasi. Oleh karena itu, untuk dapat mengantisipasi dan menyelesaikan segala kemungkinan
buruk yang mungkin saja terjadi dalam sebuah organisasi, organisasi tersebut perlu untuk
mendalami mengenai perilaku organisasi. Dimulai dari pengertian hingga dampak yang akan
ditimbulkan dari perilaku organisasi tersebut.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku organisasi?
2. Apa tujuan mempelajari perilaku keorganisasian?
3. Bagaimana perkembangan sejarah perilaku keorganisasian?
4. Apa konsep dasar perilaku keorganisasian?
5. Apa saja tingkatan analisis yang terjadi pada perilaku keorganisasian?
6. Apa saja faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku keorganisasian?
7. Bagaimana pengambilan keputusan dalam organisasi?
8. Apa saja sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku organisasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu perilaku organisasi.
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari perilaku keorganisasian.
3. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perilaku keorganisasian.
4. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku keorganisasian.
5. Untuk mengetahui tingkatan analisis yang terjadi pada perilaku keorganisasian.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku keorganisasian.
7. Untuk mengetahui pengambilan keputusan dalam organisasi.
8. Untuk mengetahui sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku organisasi.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perilaku Organisasi


Dalam mendefinisikan atau menggambarkan arti dari perilaku keorganisasian terdapat
beberapa kata yang perlu dijabarkan artinya terlebih dahulu. Perilaku keorganisasian terdiri dari
dua suku kata, yaitu perilaku dan organisasi. Perilaku sendiri menurut Kast and Rosenweig
(dalam Steven, 2020) merupakan cara bertindak yang dapat menggambarkan tingkah laku
seseorang, serta sebagai hasil dari integrasi antara pengembangan anatomis, fisiologis, dan
psikologis. Organisasi sendiri menurut Robbins and Judge (2017:44) memiliki definisi sebagai
berikut:

“Organization is a consciously coordinated social unit, composed of two or more people, that
functions on relatively continuous basis to achieve a common goal or a sets goal.”

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa, organisasi terdiri dari dua atau lebih orang yang
saling berinteraksi satu sama lain dalam unit sosial disamping itu mereka juga memiliki tujuan
yang sama yang ingin mereka capai. Sehingga, jika digabungkan antara kedua arti kata tersebut
maka dapat ditarik definisi sementara untuk perilaku organisasi. Yakni, perilaku organisasi
merupakan tingkah laku atau cara bersikap individu dalam menghadapi interaksi dalam unit
sosial dalam perjalanannya untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Schermerhorn, Hunt, and Osborn (2005:41) perilaku organisasi memiliki


definisi sebagai berikut:

“Organization behavior is a study individuals and groups in organization. It’s a


multidisciplinary field devoted to understanding individuals and groups behavior, interpersonal
process and organizational dynamic”

Dari definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa perilaku organisasi merupakan sebuah disiplin
ilmu yang mempelajari perilaku orang dalam organisasi, ilmu ini juga memberikan ruang yang
jelas yaitu mengenai bagaimana seorang individu dan kelompok dapat saling berinteraksi satu
sama lain secara dinamis, dari sana juga akan didapatkan bagaimana cara mengembangkan pola
perilaku yang efektif di dalam lingkungan kerja.

5
Definisi lain mengenai perilaku keorganisasian yaitu disebutkan oleh Hitt, Miller dan
Colella (2006:5) menyebutkan bahwa perilaku keroganisasian memiliki definisi sebagai berikut:

“Organizational behavior involves the interactions of individuals and groups in an


organizational context. Managing organizational behavior focuses on acquiring, developing,
and applying the knowledge and skills of people.”

Dari definisi di atas dapat dijelaskan, bahwa perilaku keorganisasian mengedepankan interaksi
atau perilaku dari seseorang sebagai individu atau sebagai bagian dari kelompok dalam konteks
organisasi. Dari definisi Hitt, Miller, dan Colella juga dapat terlihat bahwa hal yang paling
penting dalam melakukan manajemen perilaku organisasi adalah dengan berfokus pada
memperoleh, membangun, dan mengaplikasikan pengetahuan serta skill kepada para pekerja
agar mampu menyeimbangkan trend dunia bisnis yang semakin dinamis.

Menurut Suwarto (dalam Saputra et al, 2011) perilaku keorganisasian merupakan bidang
ilmu studi yang mengamati mengenai pengaruh perilaku individu, kelompok, dan struktur
organisasi dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang rangka memperbaiki keefektifan
organisasi. Kemudian, menurut Robbins dan Judge (2015:10) perilaku keroganisasian memiliki
definisi sebagai berikut:

“Organizational behavior is a field of study that investigates the impact that individuals, groups,
and structure have on behavior within organizations, for purpose of applying such knowledge
toward improving an organization’s effectiveness”

Dari definisi Robbins dan Judge mengenai perilaku keorganisasian dapat dilihat bahwa perilaku
keorganisasian merupakan sebuah bidang ilmu yang menelaah mengenai dampak dari perilaku
individu, kelompok, dan struktur di dalam organisasi dengan tujuan untuk menerapkan
pengetahuan tersebut guna meningkatkan keefektifan organisasi.

Jika ditarik kesimpulan dari seluruh definisi perilaku keorganisasian dari para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku keorganisasian adalah sebuah bidang studi yang
mempelajari mengenai perilaku individu dan/atau kelompok dalam interaksinya di dalam sebuah
organisasi agar membuat organisasi tersebut menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan
bersama.

6
2.2. Tujuan Mempelajari Perilaku Keorganisasian
Perilaku keorganisasian sangatlah penting untuk dipelajari, hal ini dilatarbelakangi oleh
fokus dalam perilaku keorganisasian ini yaitu manusia. Manusia yang menjadi sentral dalam
bidang studi ini merupakan pihak yang memiliki peran penting dalam berjalannya organisasi
tersebut. Sehingga, perilaku individu atau manusia harus dapat dipahami dengan baik karena
tujuan dari mempelajari perilaku keorganisasian ini adalah pertama, untuk dapat
mendeskripsikan perilaku manusia. Tujuan pertama dalam mempelajari studi ini yakni untuk
mengenali, mendiagnosis, memahami, dan menjelaskan hal yang teratur dan prediktabel dalam
sebuah organisasi. Bagi manajer dapat mengenali kejadian atau gejala-gejala yang timbul dalam
organisasinya sangatlah bermanfaat, dengan hal tersebut manajer dapat memahami situasi apa
yang sedang berlangsung serta bagaimana cara mengatasi hal tersebut. Contohnya, jika di dalam
sebuah perusahaan dengan pemimpin yang berasal dari gender laki-laki dan perempuan, dimana
ketika perempuan berpendapat selalu ditolak oleh laki-laki, maka manajer dapat memahami
situasi tersebut dimana pada perusahaannya terdapat bias gender atau ketidaksetaraan gender
dalam hal pekerjaan sehingga laki-laki merasa bahwa martabatnya lebih tinggi dari perempuan
dan tidak mau menerima usulan dari perempuan karena mereka menganggap mereka lebih tinggi
dari perempuan.

Kedua, menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Tujuan kedua dari


mempelajari bidang studi ini adalah dimana manajer akan dapat menjelaskan apa yang sedang
terjadi dan bagaimana dampak atau pengaruhnya di masa yang akan datang. Seperti yang telah
diketahui bahwasanya pendirian organisasi tentu saja tidak untuk jangka waktu yang pendek,
namun untuk jangka waktu yang panjang, sehingga manajer dapat membuat keputusan untuk
merubah masa depan organisasi menjadi lebih baik dengan menggunakan kejadian yang sedang
terjadi saat ini sebagai prediktornya. Di samping itu jangka waktu yang panjang juga dapat
menimbulkan sebuah pola perilaku yang berulang atau ajeg dalam sebuah organisasi, terkadang
perilaku ajeg ini juga dapat menimbulkan sebuah masalah baru yang dimana perusahaan yang
tidak dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Sehingga, selain untuk dapat
menjelaskan apa yang sedang terjadi dengan mempelajari studi ini juga manajer dapat
memprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang dan mengambil langkah cara
mengantisipasinya. Contohnya, apabila sebuah perusahaan terus menerus memotivasi

7
karyawannya dengan uang atau bonus berupa uang sebagai alat pemicu untuk dapat
mendapatkan hasil kerja yang maksimal, maka dapat diprediksi di masa mendatang apabila
perusahaan tidak menggunakan uang sebagai alat pemicu maka karyawan tidak akan mau
meningkatkan kinerja.

Ketiga, mengendalikan perilaku manusia. Sebuah organisasi tentu saja memiliki


budaya yang sendiri-sendiri, sehingga penting melakukan pengendalian perilaku individu yang
berada di dalam kelompok tersebut. Hal ini selaras dengan adanya perbedaan antar individu di
dalam sebuah organisasi, sehingga menyebabkan adanya ketidakselarasan atau ketidak cocokan
antara perilaku individu tersebut dengan kepentingan organisasi. Mengingat setiap individu yang
berada di dalam satu organisasi yang sama sekali pun tentu saja memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Sehingga, perilaku individu dalam organisasi harus dapat dikendalikan, konteks
dikendalikan disini dimana ketika perilaku individu tersebut disfungsional bagi organisasi atau
merugikan organisasi maka harus kendalikan dicegah, dan sebaliknya apabila perilaku tersebut
bermanfaat bagi organisasi maka harus didorong untuk terus didorong dan ditumbuh
kembangkan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dalam melakukan pengendalian ini juga
harus dilakukan secara hati-hati hal ini disebabkan oleh pengendalian perilaku manusia selalu
dilematis yang mana akan selalu berbenturan dengan hak-hak individu tersebut, oleh karena itu
saling mengetahui hak-hak satu sama lain penting dilakukan agar kedua belah pihak tidak ada
yang merasa dilanggar haknya.

Adapun contoh dari pengendalian perilaku manusia yaitu sebagai berikut, seseorang yang
mandiri tentu saja sangat baik dalam pengembangan karirnya. Hal tersebut tentu dapat
memberikan dampak positif bagi kinerja organisasi guna mencapai tujuannya, sehingga perlu
didukung oleh organisasi dalam batas-batas tertentu. Namun, apabila kebiasaan kerja mandiri ini
membuat orang tersebut tidak dapat bekerja sama dengan orang lain bahkan enggan membantu
orang lain ketika mendapatkan kesulitan, maka akan perilaku mandiri tersebut dapat dianggap
disfungsional sehingga perlu dicegah atau setidaknya dikendalikan. Terlebih apabila perusahaan
tersebut mengedepankan nilai-nilai kebersamaan (collectivism) bukan nilai-nilai individualism.
Contoh kedua, yaitu dimana dalam hal memutuskan untuk melakukan pengendalian perilaku
individu organisasi harus mengetahui hak-hak para individu tersebut terlebih dahulu. Seperti,
bekerja sambil merokok pada satu sisi hal ini tentu dapat mengganggu kenyamanan umum

8
sehingga akan menurunkan kinerja organisasi, namun di sisi lain melarang karyawan merokok
merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena organisasi juga harus menjunjung tinggi hak-hak
karyawannya. Akan tetapi, hal tersebut dapat diselesaikan apabila organisasi mengetahui apakah
merokok di tempat kerja merupakan haknya atau bukan.

2.3 Sejarah Perilaku Keorganisasian


Sejarah perilaku organisasi menjelaskan tentang bagaimana perkembangan perilaku
organisasi dari masa ke masa. Para ahli mengungkapkan bahwa perkembangan pengetahuan
tentang berperilaku organisasi akan meningkatkan keefektifitasan kinerja seseorang dalam suatu
organisasi. Berikut merupakan 3 fase perkembangan sejarah perilaku keorganisasian:
A. Masa Klasik (the classical period)
Sebagian besar pendapat tentang perilaku keorganisasian di abad 18-an baru berfokus
pada manajemen pengendalian pekerja dan lingkungan mereka untuk memaksimalkan
efisiensi dan produktivitas. Pada masa klasik, motivasi karyawan, jika dianggap sama
sekali, didasarkan pada pola kompensasi (penghargaan), tetapi juga pada ketakutan akan
penganiayaan fisik atau ekonomi (hukuman). Diasumsikan bahwa pekerja berpikir bahwa
pekerjaan tidak menyenangkan dan dengan itu harus dimotivasi, sebagian besar oleh
uang, untuk berkontribusi pada organisasi. Terdapat asumsi lain bahwa pekerja akan
melakukan apa yang diperintahkan karena mereka dapat dihukum atau dipecat jika tidak
melakukannya. Organisasi masih digambarkan sebagai lembaga yang tersentralisasi dan
tugas-tugasnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik struktural yang
kaku tidak mengandung kreatifitas.

Tokoh-tokoh pada masa klasik:


1) Frederick W. Taylor
Paling dikenal sebagai bapak manajemen ilmiah dari Amerika Serikat, mewakili
perspektif tradisional tentang perilaku manusia dalam organisasi. Berdasarkan
pengalamannya sebagai konsultan dan eksekutif dari suatu pabrik, Taylor
menaruh perhatian yang besar pada masalah peningkatan produktivitas pekerja.
Inti dari pemikiran Taylor adalah gagasan mengenai terdapatnya satu cara terbaik
untuk melaksanakan pekerjaan bagi pekerja yang dianggap malas. Hal itu berarti
ada kebutuhan besar untuk mengembangkan satu cara terbaik dalam menjalankan

9
tugas, bagaimana membuat suatu standar atau ukuran yang dapat dilaksanakan
secara praktis, menemukan orang-orang yang tepat untuk melakukan tugas itu,
serta dalam menetapkan alat dan perlengkapan terbaik yang diperlukan orang-
orang tersebut. Jika ini dilaksanakan, baik orang-orang yang bekerja dalam
organisasi maupun organisasi itu keduanya akan mendapatkan banyak
keuntungan.
2) Max Weber
Seorang ahli sosiologi dari Jerman yang mengutarakan prinsip-prinsip yang
mengatur organisasi hierarkis dan cara individu menjalankan kekuasaan dan
kontrol dalam birokrasi, menunjukkan hierarki, pembagian kerja, aturan
impersonal, dan otoritas dari atas ke bawah. Hierarki mengacu pada sistem
kontrol top-down di mana kelompok yang berbeda melapor ke satu individu yang
kemudian melapor ke individu yang lain dan seterusnya ke atas. Tipe ideal
birokrasi yang dikemukakan oleh Weber memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Peraturan atau aturan yang ada di dalam birokrasi sangat jelas dan tegas
sekali. Hal yang demikian diperlukan dalam birokrasi terutama untuk
menegakkan ketertiban dan kelangsungan dari birokrasi itu sendiri.
b) Terdapat ruang lingkup kompetensi yang jelas. Orang-orang dalam
birokrasi memiliki tugas-tugas dan pekerjaan yang dirumuskan secara
jelas dan tegas, serta memiliki kewenangan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan itu. Jadi prinsip
pembagian kerja (division of labour) merupakan aspek integral dari
birokrasi.
c) Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah keterampilan teknis,
kompetensi dan keahlian (expertise). Ini merupakan ukuran yang objektif
dan berlaku bagi siapapun yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan
yang ada dapat dipromosikan pada suatu jabatan atau posisi tertentu dalam
birokrasi.
d) Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para
pemilik modal atau alat produksi. Pemilikan alat produksi dan modal

10
dipisahkan dari kepemimpinan ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat
membuat keputusan yang rasional dan objektif.
e) Prinsip hierarki menunjukkan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah
posisinya, selalu berada di bawah perintah dan selalu di bawah
pengawasan dari posisi yang lebih tinggi. Garis komunikasi lebih bersifat
vertikal daripada bersifat horizontal.
f) Tindakan, keputusan, dan aturan diadministrasikan dan diarsipkan secara
tertulis. Proses pelaksanaan fungsi organisasi merupakan sesuatu yang
dapat diketahui oleh siapapun dan bersifat publik.
Weber berpandangan bahwa birokrasi merupakan bentuk paling efisien dari suatu
organisasi dan merupakan instrumen yang paling efisien dalam mengatur perilaku
keorganisasian pekerja.
3) Tokoh lainnya
Pada masa klasik terdapat beberapa pendapat ahli yang lebih ke arah perilaku
karyawan organisasi secara psikologis seperti Hugo Münsterberg yang mendesak
tentang pentingnya psikologi pekerja dan Mary Parker Follett yang berpendapat
bahwa administrasi dinamis harus didasarkan pada keinginan yang memotivasi
individu dan kelompok.

B. Masa Neo-Klasik (the humanistic period)


Pendekatan neoklasik ini pada dasarnya dibangun sebagai reaksi dari obsesi mengenai
rasionalitas dan efisiensi yang dimiliki oleh para ahli teori organisasi klasik, yang
ternyata juga telah gagal dalam menjelaskan peranan faktor manusia dalam struktur. Pada
masa ini mulai muncul perkumpulan dagang, serikat buruh, dan gerakan-gerakan yang
dilakukan para buruh untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Hal tersebut
menyebabkan semakin pentingnya faktor manusia dalam organisasi.

Tokoh-tokoh pada masa klasik:


1) Elton Mayo dan F.J. Roethlisberger
Pada tahun 1927, sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Elton Mayo dan
F.J. Roethlisberger dari Universitas Harvard memulai studi tentang produktivitas

11
pekerja di Hawthorne Works of the Western Electric Company di Chicago.
Temuan dari penelitian ini pada akhirnya menandakan perubahan mendasar dalam
bagaimana perilaku karyawan dalam organisasi harus dipahami. Sebenarnya,
serangkaian percobaan awal untuk mengukur efek pencahayaan pada efisiensi
tidak menemukan hubungan langsung antara perubahan pencahayaan dan efisiensi
pekerja.
Namun, setelah mengamati, berkonsultasi, dan mewawancarai kelompok
karyawan ini selama 5 tahun, para peneliti sampai pada dua kesimpulan penelitian
tentang perilaku pekerja. Pertama, mereka menemukan bahwa orang mengubah
perilaku mereka ketika mereka tahu mereka sedang diamati (yang disebut efek
Hawthorne). Kedua, mereka menyimpulkan bahwa hubungan manusia (termasuk
hubungan dengan peneliti) mempengaruhi perilaku pekerja. Eksperimen
Hawthorne menunjukkan bahwa perilaku dan motivasi manusia itu kompleks dan
dipengaruhi oleh sikap dan perasaan, makna yang diberikan orang pada pekerjaan
mereka dan hubungan mereka di tempat kerja.
2) Douglas McGregor
Dalam karya “The Human Side of the Enterprise”, McGregor membahas tentang
Teori X dan Teori Y yang merupakan pendekatan command-and-control
tradisional pada organisasi. Teori X berdasarkan asumsi orang sebagai pemalas,
tidak terlibat, dan hanya termotivasi oleh uang, sebenarnya menyebabkan orang
berperilaku secara konsisten sesuai dengan harapan tersebut. Alternatifnya, Teori
Y, menyarankan pandangan orang yang jauh lebih optimis dan humanistik,
dengan menekankan nilai individu dalam organisasi.
3) Abraham Maslow
Abraham Maslow mengusulkan tentang hierarki kebutuhannya (hierarchy of
human need) yang terkenal sebagai cara untuk memahami kompleksitas motivasi
dan keinginan manusia dalam perilaku keorganisasian. Dalam pandangan
Maslow, kebutuhan manusia dibagi dalam lima tingkatan berjenjang, mulai dari
yang paling dasar sampai yang paling tinggi. Dimulai dengan kebutuhan fisiologis
(makanan, minuman, istirahat), kebutuhan keamanan atau safety (keamanan,
stabilitas, proteksi), kebutuhan sosial (afeksi, relasi, keluarga), kebutuhan harga

12
diri atau self-esteem (pencapaian, status, reputasi, tanggung jawab), kebutuhan
aktualisasi diri (pengembangan diri, pemenuhan ideologi). Perilaku manusia
ditentukan oleh tingkat kebutuhan yang mendapatkan perhatian untuk dipenuhi
pada suatu waktu tertentu.

C. Masa Modern (modern period)


Perilaku keorganisasian modern merupakan perilaku yang mendekati masalah sebagai
suatu sistem keseluruhan, memperhatikan berbagai variabel, dan memahami proses
dinamis. Pada masa ini, organisasi terdiri dari bagian yang tersusun dalam sistem di mana
orang di dalamnya berinteraksi mencapai tujuan.

Perilaku organisasi modern sangat bergantung pada pekerjaan dari banyak ilmu sosial
yang berbeda, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. Psikologi dapat
dilihat dari sifat secara individual pada organisasi seperti kepribadian, persepsi, dan
motivasi. Sosiolog, seperti Max Weber, berkontribusi pada studi birokrasi dan
pengambilan keputusan kelompok. Antropolog mengeksplorasi peran budaya dalam
masyarakat dan menawarkan wawasan penting ke dalam budaya organisasi. Ilmu politik
berkontribusi pada pemahaman tentang perilaku organisasi dengan berfokus pada
pemerintahan, kekuasaan, kepemimpinan, dan strategi yang demokratis.

2.4 Konsep Dasar Perilaku Keorganisasian


Setiap bidang ilmu memiliki landasan filosofi, apalagi ilmu perilaku keorganisasian yang
melibatkan manusia. Perilaku keorganisasian pada hakikatnya berdasarkan pada ilmu perilaku
yang dipusatkan pada perilaku atau tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Pada bidang
pengetahuan ini, terdapat dua komponen konsep dasar yang mendukungnya, yaitu manusia dan
organisasi. Manusia sebagai individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai
wadah dari perilaku itu.
❖ Manusia meliputi pemahaman tentang:
- Perbedaan tiap individu (Individual Differences), adalah bahwa setiap orang
berbeda satu dengan yang lain.

13
- Orang seutuhnya (A Whole Person), adalah orang-orang berfungsi sebagai mahluk
manusia seutuhnya.
- Perilaku termotivasi (Motivated Behavior), adalah orang berperilaku karena suatu
dorongan yang berangkat dari suatu kebutuhan. Motivasi sangat penting dalam
menyelenggarakan organisasi.
- Manusia memiliki nilai martabat (Human Dignity).
❖ Organisasi meliputi pemahaman tentang:
- Sistem sosial (Organizations are Social System), artinya bahwa organisasi adalah
sistem sosial yang dibentuk untuk kepentingan bersama.
- Kepentingan bersama (Mutuality of Interest), artinya bahwa organisasi
membutuhkan orang-orang, dan orang-orang membutuhkan organisasi
Setiap masyarakat tidak dapat terlepas dari berorganisasi karena kehidupan masyarakat
serba berorganisasi, misalnya manusia terlahir di dalam suatu organisasi, hidup dan bekerja di
organisasi, dan hingga meninggal pun di dalam organisasi. Dari penjelasan diatas dapat diketahui
bahwa manusia dan organisasi adalah dua bagian yang tidak dapat dipisahkan. Apabila kedua
bagian tersebut menyatu dan berinteraksi akan menghasilkan suatu perilaku organisasi yang
menjadi pusat perhatian ilmu perilaku organisasi tersebut.

2.5 Tingkatan Analisis yang Terjadi dalam Organisasi

Kejadian-kejadian atau permasalahan yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dianalisis
melalui tiga tingkatan analisis, yaitu diantaranya:

a. Pada tingkat individu, kejadian yang terjadi dalam organisasi dianalisis dalam
hubungannya dengan perilaku seseorang dan interaksi kepribadian dalam suatu situasi.
Masing-masing orang dalam organisasi memiliki sikap, kepribadian, nilai dan
pengalaman yang berbeda-beda yang mempengaruhinya dalam berperilaku.
b. Pada tingkat kelompok, perilaku anggota kelompok dipengaruhi oleh dinamika anggota
kelompok, aturan kelompok, dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok.
c. Pada tingkat organisasi, kejadian-kejadian yang terjadi dalam konteks struktur organisasi.
Struktur dan posisi seseorang dalam organisasi membawa pengaruh pada setiap interaksi
sosial dalam organisasi. Dalam struktur organisasi hubungan pelaporan yang bersifat

14
hierarki memberikannya kekuasaan dan wewenang tertentu untuk mempengaruhi
individu yang lainnya dalam organisasi. Struktur organisasi mempengaruhi bagaimana
informasi dikomunikasikan dan keputusan dibuat.

Sebagai contoh dari ketiga tingkatan analisis tersebut, apabila terjadi adanya konflik
antara kepala bagian gudang dengan kepala bagian pembelian dapat dianalisis secara berbeda.
Hal ini tergantung apakah konflik tersebut dipandang sebagai konflik antarindividu, atau
merupakan konflik antar gugus tugas pada tingkat kelompok atau mungkin konflik antara dua
kepala bagian pada tingkat organisasi.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi menurut Subekhi &
Jauhar (2013:24) antara lain:

1. Peningkatan kepuasan kerja

Peningkatan kepuasan kerja mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi. Kepuasan


kerja suatu individu dipengaruhi oleh hak-hak yang mereka dapatkan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan.

2. Pengurangan kealpaan

Tindakan tidak masuk kerja yang dilakukan oleh individu terhadap organisasi atau
perusahaan berpengaruh negatif terhadap efektifitas dan efisiensi kerja suatu organisasi.

3. Penurunan Turn over

Turn over yang dimaksud disini adalah pengunduran diri para pekerja atau anggota dalam
sebuah organisasi atau perusahaan. Yang berpengaruh terhadap perilaku organisasi/ perusahaan
tersebut.

4. Peningkatan Produktivitas

Suatu organisasi dinyatakan produktif jika mampu mencapai tujuannya dengan baik dan
sesuai dengan target yang telah dilaksanakan. Baik target waktu, biaya dan hasil. Produktivitas

15
dalam organisasi ini dapat mempengaruhi perilaku organisasi dimana produktivitas itu berkaitan
dengan efisiensi dan efektifitas kinerja suatu organisasi atau perusahaan.

Selain itu, juga terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku
organisasi, diantaranya:

● Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

Faktor dari perilaku individu, merupakan salah satu faktor internal yang dapat
mempengaruhi perilaku organisasi. Hal ini dikarenakan individu memiliki karakteristik-
karakteristik yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi pola dan sistem kerja organisasi. Pada
tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi dapat memenuhi kebutuhan dan
karakteristik individualnya, maka individu tersebut akan cenderung berperilaku positif. Tetapi
sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk
tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996). Beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi diantaranya:

● Motivasi

Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motivasi


(dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan suka bekerja
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien
(Wursanto, 2003: 267).

Seperti yang dikemukakakn teori motivasi higienis (Motivation-


Hygiene Theory) diajukan oleh ahli psikologi Frederick Herzberg, bahwa
hubungan individu dengan pekerjaan adalah sesuatu yang mendasar dan
bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan akan sangat menentukan
kesuksesan atau kegagalannya, Herzberg melakukan penelitian dengan
pertanyaan, “Apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya?” Dia
meminta individu untuk menjelaskan dengan rinci situasi kerja dalam
organisasi yang membuat mereka merasa baik atau buruk.

● Persepsi

16
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen
Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif
yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia
sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi
merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu.

Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan


penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan
atau konsep yang sudah ada, Maka, dapat disimpulkan bahwa pengertian
persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima
oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan
sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang
diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya
dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu.

● Kemampuan

Kemampuan dapat dengan jelas berpengaruh terhadap kinerja


individu, sebab individu yang memiliki kemampuan dan keterampilan
yang lebih baik berarti mampu menyelesaikan pekerjaan lebih baik, lebih
cepat, dan lebih banyak dari individu yang kemampuan dan
keterampilannya masih kurang. Perilaku kerja individu akan tercermin
pada kemampuan individu dalam memecahkan masalah serta
kemampuannya untuk berkomunikasi baik dengan sesama individu dalam
organisasi.

Kemudian, selanjutnya terdapat faktor dari perilaku kelompok, faktor ini juga termasuk
faktor internal yang mempengaruhi organisasi. Kelompok adalah suatu sistem terorganisir yang
terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan, sehingga menunjukkan fungsi yang
mempunyai standar dari peran hubungan diantara anggota. Pada dasarnya, keanggotaan
kelompok dapat mengubah perilaku individu, pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya
melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Maka,
adanya perilaku kelompok akan berpengaruh terhadap perilaku organisasi.

17
● Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

Faktor lingkungan yang berasal dari eksternal organisasi memiliki pengaruh yang kuat
pada masing-masing tingkatan analisis. Misalnya rendahnya produktivitas, individu yang
malas/tidak masuk kerja, kelambanan dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi,
memerlukan analisis lebih dari sekedar analisis pada tingkat individu, kelompok dan organisasi.
Dalam hal ini, organisasi lebih banyak menghadapi desakan dari faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi efektivitas organisasi, contohnya seperti: tuntutan konsumen akan produk yang
berkualitas tinggi, persaingan yang bersifat global, fluktuasi ekonomi, tuntutan gaya hidup dan
lain-lain.

2.7 Pengambilan Keputusan dalam Organisasi


Menurut (Robbins & Judge, 2019) terdapat 3 model pengambilan keputusan dalam
organisasi, diantaranya:

a. Rational Decision Making

Pengambilan keputusan yang rasional berarti mampu membuat pilihan terbaik untuk
memperoleh manfaat yang maksimal sesuai dengan tujuan organisasi. Terdapat 6 langkah
pengambilan keputusan rasional yaitu mendefinisikan masalah, mengidentifikasi kriteria
keputusan untuk pemecahan masalah, menilai kriteria keputusan sesuai dengan prioritas,
mengembangkan alternatif keputusan, mengevaluasi alternatif keputusan, dan memilih
pilihan terbaik. Model pengambilan keputusan ini mengasumsikan bahwa pengambil
keputusan memiliki informasi yang lengkap terkait permasalahan, dapat mengidentifikasi
semua opsi yang relevan dengan cara yang tidak bias, dan memilih opsi dengan tingkat
kepuasan yang tinggi. Namun pada penerapan pengambilan keputusan tentunya tidak
selalu mempertimbangkan langkah-langkah rasional melainkan berdasarkan penilaian-
penilaian lain dari pengambil keputusan.

b. Bounded Rationality

Pada penerapannya seringkali orang-orang tidak mengikuti model pengambilan


keputusan secara rasional dikarenakan keterbatasan manusia untuk memperoleh
informasi dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Orang-orang cenderung akan

18
mengambil keputusan yang mudah dipahami dengan informasi yang memadai. Pikiran
manusia tidak dapat memecahkan masalah yang kompleks dengan rasionalitas optimal
karena pemikirannya memiliki tingkat rasional yang terbatas. Sehingga bounded
rationality dapat diartikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dengan
membangun model yang disederhanakan yang hanya mengambil poin-poin penting dari
permasalahan yang kompleks. Proses pengambilan keputusan pada model ini lebih
sederhana dibandingkan dengan rational decision making yaitu dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi kriteria dan alternatif solusi. Tentunya kriteria yang diperoleh tidak
mungkin lengkap dan akan menghasilkan alternatif solusi sesuai dengan kriteria yang
terlihat. Selanjutnya dalam penetapan alternatif akan difokuskan pada pilihan yang dirasa
dapat diterima karena telah cukup memenuhi untuk mengatasi permasalahan. Proses
pengambilan keputusan ini lebih hemat waktu, tenaga, dan uang yang dapat menjadi
pilihan terbaik bagi pengambil keputusan.

c. Intuition

Model pengambilan keputusan ini dapat dikatakan sebagai model yang paling tidak
rasional dibandingkan 2 model yang telah dijelaskan sebelumnya. Intuisi tercipta dari
proses bawah sadar berdasarkan pengalaman yang telah dilalui yang tentunya melibatkan
emosi. Namun, para ahli berpendapat bahwa model ini dapat sangat berguna sebagai cara
membuat hipotesis namun tidak dapat diterima sebagai bukti. Kemudian hal tersebut
harus diuji secara objektif data dan analisis rasional yang tidak bias karena intuisi sulit
diukur dan dianalisis.

2.8 Sifat Kepribadian yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi


Berdasarkan (Robbins & Judge, 2019) diketahui bahwa terdapat beberapa karakter
individu yang dapat mempengaruhi organisasi baik secara positif maupun negatif. Berikut
merupakan beberapa sifat kepribadian yang mempengaruhi organisasi:

a. Core Self-Evaluations (CSEs)

CSEs merupakan kesimpulan dasar individu mengenai kemampuan, kompetensi, dan


nilai yang mereka miliki. Individu yang memiliki CSEs positif cenderung menyukai diri

19
mereka dan mampu menyesuaikan dengan lingkungan. Sementara individu yang
memiliki CSEs negatif lebih sering mempertanyakan kemampuan mereka dan
menganggap diri mereka tidak cukup baik untuk beradaptasi pada lingkungannya. CSEs
berhubungan dengan kepuasan kerja karena orang yang memiliki CSEs positif akan
menyukai tantangan dan mencapai kinerja yang lebih kompleks. Individu yang memiliki
tipe ini akan bekerja lebih baik karena lebih ambisius dan berkomitmen pada tujuan
mereka. Individu dengan CSEs positif dapat berperan dalam pengembangan organisasi
dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang tinggi.

b. Self-Monitoring

Self-monitoring menggambarkan kemampuan individu untuk beradaptasi dalam


menyesuaikan tindakan terhadap faktor situasional eksternal. Individu yang memiliki
self-monitoring tinggi akan sensitif terhadap lingkungan eksternal dan dapat
menyesuaikan diri dengan mudah. Sementara individu yang memiliki self-monitoring
rendah akan bersikap konsisten terhadap perilaku mereka dan bersikap jujur terhadap diri
sendiri dan orang lain.

c. Proactive Personality

Individu yang proaktif akan mampu melihat peluang, menunjukan inisiatif dalam
bertindak dan bertahan hingga terjadi perubahan. Individu proaktif terkadang lebih
dibutuhkan organisasi karena mampu melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Sebuah
tim membutuhkan orang yang proaktif untuk memimpin karena memiliki banyak ide
yang inovatif. Individu yang proaktif lebih mudah bertukar informasi dan membangun
kepercayaan dalam tim.

d. Machiavellianism

Machiavellianism merupakan tingkat pragmatis seorang individu dan membenarkan


berbagai cara untuk mencapai tujuan. Individu dengan mach tinggi biasanya kurang
peduli terhadap moralitas organisasi yang harus menjalankan tanggung jawab sosial dan
dampak jangka panjang permasalahan tersebut. Individu ini lebih berambisi untuk
menggunakan kekuasaan dan memanipulasi orang lain untuk keuntungan jangka pendek.

20
e. Narcissism

Merupakan individu yang cenderung sombong, mementingkan diri sendiri, dan


membutuhkan pengakuan secara berlebihan. Individu dengan tipe ini sangat menyukai
menjadi pusat perhatian karena menganggap dirinya memiliki banyak keunggulan. Dalam
organisasi terkadang mereka lebih mampu beradaptasi dan memecahkan masalah sebagai
pemimpin. Mereka merasa bahwa diri mereka sangat sesuai dengan kualifikasi pekerjaan
yang ada dan cenderung mengabaikan informasi yang bertentangan dengan dirinya.
Namun, dampak dari kepribadian ini tentunya bervariasi sesuai dengan konteks dan
kondisinya.

f. Psychopathy

Kepribadian ini memiliki kecenderungan pada rendahnya kepedulian terhadap orang lain
dan kurang memiliki rasa bersalah ketika menyebabkan hal yang merugikan. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa kepribadian ini dapat berdampak pada penerapan strategi
untuk mengatasi ancaman dan manipulasi. Orang dengan psychopathy tinggi dapat
membantu mencapai kekuatan organisasi. Walaupun demikian, beberapa penelitian lain
menunjukan tidak adanya pengaruh signifikan antara kepribadian ini dengan organisasi.

21
BAB 3
KESIMPULAN

Dalam perkembangannya, perilaku organisasi menjelaskan tentang bagaimana


perkembangan perilaku organisasi dari masa ke masa melalui 3 fase perkembangan sejarah,
termasuk masa klasik, masa neo-klasik dan masa modern. Masa Klasik terjadi pada abad 18-an
baru berfokus pada manajemen pengendalian pekerja dan lingkungan mereka untuk
memaksimalkan efisiensi dan produktivitas. Pada masa ini, organisasi masih digambarkan
sebagai lembaga yang tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi serta memberikan
petunjuk mekanistik struktural yang kaku tidak mengandung kreatifitas. Selanjutnya, pada masa
neo-klasik mulai muncul perkumpulan dagang, serikat buruh, dan gerakan-gerakan yang
dilakukan para buruh untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang menyebabkan semakin
pentingnya faktor manusia dalam organisasi. Terakhir, pada masa modern, dimana perilaku
organisasi telah mengidentifikasi masalah sebagai suatu sistem keseluruhan, memperhatikan
berbagai variabel, dan memahami proses dinamis. Pada masa ini, organisasi terdiri dari bagian
yang tersusun dalam sistem di mana orang di dalamnya berinteraksi mencapai tujuan.
Berdasarkan definisinya, dikatakan bahwa perilaku organisasi merupakan sebuah bidang
studi yang menelaah tentang perilaku individu dan/atau kelompok yang berfokus kepada
interaksinya di dalam sebuah organisasi agar membuat organisasi tersebut menjadi lebih efektif
dalam mencapai tujuan bersama. Terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku sebuah organisasi, dimana faktor internal terdiri dari perilaku individu dan
perilaku kelompok, sedangkan faktor eksternal berasal dari faktor lingkungan. Perilaku
organisasi dapat membantu sebuah organisasi dalam menentukan pengambilan keputusan, begitu
pula perilaku individu dalam organisasi dengan berbagai karakternya yang juga dapat
membentuk perilaku sebuah organisasi dalam bertindak. Perilaku organisasi penting untuk
dipelajari dalam implementasinya, karena tujuan dari perilaku organisasi diantaranya agar dapat
mendeskripsikan perilaku manusia, menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia serta
mengendalikan perilaku manusia agar tersusunnya perilaku organisasi yang dapat menunjang
tujuan bersama.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Arie (2018). Perilaku Dan Teori Organisasi. Malang: Media Nusa Creative.

Nugroho, Y. A. (2019). Kasus-kasus dalam Perilaku Keorganisasian. (S. F. Manalu, Ed.)


Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Robbins, S. d. (2015). Organization Behaviour. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2019). Organizational Behavior (18th ed.). New York:
Pearson Education.

Saputra, H., & Muhidin, S. A. (2011). Pengaruh Pemotivasian Kerja dan Perilaku
Keorganisasian Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Koperasi Pegawai
Pemerintah Kota Bandung. MANAJERIAL, 9, 102-116.

Sellano, H. (2014). Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi. E-Journal


Universitas Pattimura, Populis, Volume 8 No. 2.

Sobirin, A. (2014). Esensi dan Ruang Lingkup Studi Perilaku Keorganisasian. Pustaka
UT (Universitas Terbuka).

Tahir, Arifin (2014). Buku Ajar Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.

23

Anda mungkin juga menyukai