Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi.
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. Sam'un Jaja Raharja, M.Si
Dr. Herwan Abdul Muhyi, S.IP., M.Si.
Ratih Purbasari, S.Sos., M.S.M.
Disusun Oleh :
Vina Oktapiani 170610190018
Afifah Aulia Putri 170610190032
Putri Faizah Ameviasari 170610190094
Rasuna Jasmine T. A. 170610190066
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………….……………………………………………………………. 3
1.2. Rumusan Masalah………….………………………………………………………… 4
1.3. Tujuan ….……………………………………………………………....………..…... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perilaku Organisasi….……………………………………………………. 5
2.2. Tujuan Mempelajari Perilaku Keorganisasian….…………………………………….. 7
2.3. Sejarah Perilaku Keorganisasian. ….………………………….……………………… 9
2.4. Konsep Dasar Perilaku Keorganisasian……………………….……………………… 13
2.5. Tingkatan Analisis yang Terjadi pada Perilaku Keorganisasian...…………………… 14
2.6. Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Perilaku Keorganisasian. ………………..…… 15
2.7. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi. ………………..……………………...… 18
2.8. Sifat Kepribadian yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi. …………………..…… 19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan….………………………………………………………....….……..…... 22
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi kerap dijumpai dalam kehidupan sekitar kita mulai dari organisasi berskala
kecil seperti pada tingkat desa hingga skala internasional. Organisasi dapat menjadi wadah
berkembangnya setiap individu melalui adanya sistem kerja yang terencana dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Pada organisasi terjadi penggabungan berbagai
aktivitas guna mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan sebuah
organisasi dibutuhkan pembagian tugas dan tanggungjawab yang tepat pada setiap fungsi
organisasi. Perkembangan organisasi akan dipengaruhi oleh setiap individu yang berkontribusi di
dalamnya. Adanya keberagaman dari setiap individu dapat membentuk perilaku pada organisasi.
Perilaku organisasi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku individu dan tim
dalam organisasi yang berdampak pada kinerja organisasi. Perilaku organisasi mempelajari
bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Hubungan dalam organisasi membutuhkan
komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi untuk mencapai tujuan. Sangat penting untuk
mempelajari perilaku organisasi sebelum terjun ke dunia kerja. Karena dengan mempelajari
perilaku organisasi dapat membantu kita untuk menyempurnakan pemahaman mengenai teori
perilaku organisasi, memahami dan memprediksi peristiwa yang mungkin terjadi di tempat kerja,
dan mempengaruhi tindakan yang akan diterapkan pada organisasi ataupun perusahaan.
Dengan begitu sebuah organisasi harus memahami mengenai perilaku organisasi, penting
untuk organisasi memahami mengenai perilaku organisasi. Dilatar belakangi oleh organisasi
yang diisi oleh lebih dari satu individu menyebabkan banyak terjadi perbedaan diantara mereka
yang dapat menimbulkan bias. Jika bias tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka akan
memberikan dampak negatif terhadap organisasi tersebut, yang pada akhirnya akan merugikan
organisasi. Oleh karena itu, untuk dapat mengantisipasi dan menyelesaikan segala kemungkinan
buruk yang mungkin saja terjadi dalam sebuah organisasi, organisasi tersebut perlu untuk
mendalami mengenai perilaku organisasi. Dimulai dari pengertian hingga dampak yang akan
ditimbulkan dari perilaku organisasi tersebut.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku organisasi?
2. Apa tujuan mempelajari perilaku keorganisasian?
3. Bagaimana perkembangan sejarah perilaku keorganisasian?
4. Apa konsep dasar perilaku keorganisasian?
5. Apa saja tingkatan analisis yang terjadi pada perilaku keorganisasian?
6. Apa saja faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku keorganisasian?
7. Bagaimana pengambilan keputusan dalam organisasi?
8. Apa saja sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku organisasi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu perilaku organisasi.
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari perilaku keorganisasian.
3. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perilaku keorganisasian.
4. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku keorganisasian.
5. Untuk mengetahui tingkatan analisis yang terjadi pada perilaku keorganisasian.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku keorganisasian.
7. Untuk mengetahui pengambilan keputusan dalam organisasi.
8. Untuk mengetahui sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku organisasi.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
“Organization is a consciously coordinated social unit, composed of two or more people, that
functions on relatively continuous basis to achieve a common goal or a sets goal.”
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa, organisasi terdiri dari dua atau lebih orang yang
saling berinteraksi satu sama lain dalam unit sosial disamping itu mereka juga memiliki tujuan
yang sama yang ingin mereka capai. Sehingga, jika digabungkan antara kedua arti kata tersebut
maka dapat ditarik definisi sementara untuk perilaku organisasi. Yakni, perilaku organisasi
merupakan tingkah laku atau cara bersikap individu dalam menghadapi interaksi dalam unit
sosial dalam perjalanannya untuk mencapai tujuan bersama.
Dari definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa perilaku organisasi merupakan sebuah disiplin
ilmu yang mempelajari perilaku orang dalam organisasi, ilmu ini juga memberikan ruang yang
jelas yaitu mengenai bagaimana seorang individu dan kelompok dapat saling berinteraksi satu
sama lain secara dinamis, dari sana juga akan didapatkan bagaimana cara mengembangkan pola
perilaku yang efektif di dalam lingkungan kerja.
5
Definisi lain mengenai perilaku keorganisasian yaitu disebutkan oleh Hitt, Miller dan
Colella (2006:5) menyebutkan bahwa perilaku keroganisasian memiliki definisi sebagai berikut:
Dari definisi di atas dapat dijelaskan, bahwa perilaku keorganisasian mengedepankan interaksi
atau perilaku dari seseorang sebagai individu atau sebagai bagian dari kelompok dalam konteks
organisasi. Dari definisi Hitt, Miller, dan Colella juga dapat terlihat bahwa hal yang paling
penting dalam melakukan manajemen perilaku organisasi adalah dengan berfokus pada
memperoleh, membangun, dan mengaplikasikan pengetahuan serta skill kepada para pekerja
agar mampu menyeimbangkan trend dunia bisnis yang semakin dinamis.
Menurut Suwarto (dalam Saputra et al, 2011) perilaku keorganisasian merupakan bidang
ilmu studi yang mengamati mengenai pengaruh perilaku individu, kelompok, dan struktur
organisasi dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang rangka memperbaiki keefektifan
organisasi. Kemudian, menurut Robbins dan Judge (2015:10) perilaku keroganisasian memiliki
definisi sebagai berikut:
“Organizational behavior is a field of study that investigates the impact that individuals, groups,
and structure have on behavior within organizations, for purpose of applying such knowledge
toward improving an organization’s effectiveness”
Dari definisi Robbins dan Judge mengenai perilaku keorganisasian dapat dilihat bahwa perilaku
keorganisasian merupakan sebuah bidang ilmu yang menelaah mengenai dampak dari perilaku
individu, kelompok, dan struktur di dalam organisasi dengan tujuan untuk menerapkan
pengetahuan tersebut guna meningkatkan keefektifan organisasi.
Jika ditarik kesimpulan dari seluruh definisi perilaku keorganisasian dari para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku keorganisasian adalah sebuah bidang studi yang
mempelajari mengenai perilaku individu dan/atau kelompok dalam interaksinya di dalam sebuah
organisasi agar membuat organisasi tersebut menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan
bersama.
6
2.2. Tujuan Mempelajari Perilaku Keorganisasian
Perilaku keorganisasian sangatlah penting untuk dipelajari, hal ini dilatarbelakangi oleh
fokus dalam perilaku keorganisasian ini yaitu manusia. Manusia yang menjadi sentral dalam
bidang studi ini merupakan pihak yang memiliki peran penting dalam berjalannya organisasi
tersebut. Sehingga, perilaku individu atau manusia harus dapat dipahami dengan baik karena
tujuan dari mempelajari perilaku keorganisasian ini adalah pertama, untuk dapat
mendeskripsikan perilaku manusia. Tujuan pertama dalam mempelajari studi ini yakni untuk
mengenali, mendiagnosis, memahami, dan menjelaskan hal yang teratur dan prediktabel dalam
sebuah organisasi. Bagi manajer dapat mengenali kejadian atau gejala-gejala yang timbul dalam
organisasinya sangatlah bermanfaat, dengan hal tersebut manajer dapat memahami situasi apa
yang sedang berlangsung serta bagaimana cara mengatasi hal tersebut. Contohnya, jika di dalam
sebuah perusahaan dengan pemimpin yang berasal dari gender laki-laki dan perempuan, dimana
ketika perempuan berpendapat selalu ditolak oleh laki-laki, maka manajer dapat memahami
situasi tersebut dimana pada perusahaannya terdapat bias gender atau ketidaksetaraan gender
dalam hal pekerjaan sehingga laki-laki merasa bahwa martabatnya lebih tinggi dari perempuan
dan tidak mau menerima usulan dari perempuan karena mereka menganggap mereka lebih tinggi
dari perempuan.
7
karyawannya dengan uang atau bonus berupa uang sebagai alat pemicu untuk dapat
mendapatkan hasil kerja yang maksimal, maka dapat diprediksi di masa mendatang apabila
perusahaan tidak menggunakan uang sebagai alat pemicu maka karyawan tidak akan mau
meningkatkan kinerja.
Adapun contoh dari pengendalian perilaku manusia yaitu sebagai berikut, seseorang yang
mandiri tentu saja sangat baik dalam pengembangan karirnya. Hal tersebut tentu dapat
memberikan dampak positif bagi kinerja organisasi guna mencapai tujuannya, sehingga perlu
didukung oleh organisasi dalam batas-batas tertentu. Namun, apabila kebiasaan kerja mandiri ini
membuat orang tersebut tidak dapat bekerja sama dengan orang lain bahkan enggan membantu
orang lain ketika mendapatkan kesulitan, maka akan perilaku mandiri tersebut dapat dianggap
disfungsional sehingga perlu dicegah atau setidaknya dikendalikan. Terlebih apabila perusahaan
tersebut mengedepankan nilai-nilai kebersamaan (collectivism) bukan nilai-nilai individualism.
Contoh kedua, yaitu dimana dalam hal memutuskan untuk melakukan pengendalian perilaku
individu organisasi harus mengetahui hak-hak para individu tersebut terlebih dahulu. Seperti,
bekerja sambil merokok pada satu sisi hal ini tentu dapat mengganggu kenyamanan umum
8
sehingga akan menurunkan kinerja organisasi, namun di sisi lain melarang karyawan merokok
merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena organisasi juga harus menjunjung tinggi hak-hak
karyawannya. Akan tetapi, hal tersebut dapat diselesaikan apabila organisasi mengetahui apakah
merokok di tempat kerja merupakan haknya atau bukan.
9
tugas, bagaimana membuat suatu standar atau ukuran yang dapat dilaksanakan
secara praktis, menemukan orang-orang yang tepat untuk melakukan tugas itu,
serta dalam menetapkan alat dan perlengkapan terbaik yang diperlukan orang-
orang tersebut. Jika ini dilaksanakan, baik orang-orang yang bekerja dalam
organisasi maupun organisasi itu keduanya akan mendapatkan banyak
keuntungan.
2) Max Weber
Seorang ahli sosiologi dari Jerman yang mengutarakan prinsip-prinsip yang
mengatur organisasi hierarkis dan cara individu menjalankan kekuasaan dan
kontrol dalam birokrasi, menunjukkan hierarki, pembagian kerja, aturan
impersonal, dan otoritas dari atas ke bawah. Hierarki mengacu pada sistem
kontrol top-down di mana kelompok yang berbeda melapor ke satu individu yang
kemudian melapor ke individu yang lain dan seterusnya ke atas. Tipe ideal
birokrasi yang dikemukakan oleh Weber memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Peraturan atau aturan yang ada di dalam birokrasi sangat jelas dan tegas
sekali. Hal yang demikian diperlukan dalam birokrasi terutama untuk
menegakkan ketertiban dan kelangsungan dari birokrasi itu sendiri.
b) Terdapat ruang lingkup kompetensi yang jelas. Orang-orang dalam
birokrasi memiliki tugas-tugas dan pekerjaan yang dirumuskan secara
jelas dan tegas, serta memiliki kewenangan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan itu. Jadi prinsip
pembagian kerja (division of labour) merupakan aspek integral dari
birokrasi.
c) Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah keterampilan teknis,
kompetensi dan keahlian (expertise). Ini merupakan ukuran yang objektif
dan berlaku bagi siapapun yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan
yang ada dapat dipromosikan pada suatu jabatan atau posisi tertentu dalam
birokrasi.
d) Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para
pemilik modal atau alat produksi. Pemilikan alat produksi dan modal
10
dipisahkan dari kepemimpinan ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat
membuat keputusan yang rasional dan objektif.
e) Prinsip hierarki menunjukkan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah
posisinya, selalu berada di bawah perintah dan selalu di bawah
pengawasan dari posisi yang lebih tinggi. Garis komunikasi lebih bersifat
vertikal daripada bersifat horizontal.
f) Tindakan, keputusan, dan aturan diadministrasikan dan diarsipkan secara
tertulis. Proses pelaksanaan fungsi organisasi merupakan sesuatu yang
dapat diketahui oleh siapapun dan bersifat publik.
Weber berpandangan bahwa birokrasi merupakan bentuk paling efisien dari suatu
organisasi dan merupakan instrumen yang paling efisien dalam mengatur perilaku
keorganisasian pekerja.
3) Tokoh lainnya
Pada masa klasik terdapat beberapa pendapat ahli yang lebih ke arah perilaku
karyawan organisasi secara psikologis seperti Hugo Münsterberg yang mendesak
tentang pentingnya psikologi pekerja dan Mary Parker Follett yang berpendapat
bahwa administrasi dinamis harus didasarkan pada keinginan yang memotivasi
individu dan kelompok.
11
pekerja di Hawthorne Works of the Western Electric Company di Chicago.
Temuan dari penelitian ini pada akhirnya menandakan perubahan mendasar dalam
bagaimana perilaku karyawan dalam organisasi harus dipahami. Sebenarnya,
serangkaian percobaan awal untuk mengukur efek pencahayaan pada efisiensi
tidak menemukan hubungan langsung antara perubahan pencahayaan dan efisiensi
pekerja.
Namun, setelah mengamati, berkonsultasi, dan mewawancarai kelompok
karyawan ini selama 5 tahun, para peneliti sampai pada dua kesimpulan penelitian
tentang perilaku pekerja. Pertama, mereka menemukan bahwa orang mengubah
perilaku mereka ketika mereka tahu mereka sedang diamati (yang disebut efek
Hawthorne). Kedua, mereka menyimpulkan bahwa hubungan manusia (termasuk
hubungan dengan peneliti) mempengaruhi perilaku pekerja. Eksperimen
Hawthorne menunjukkan bahwa perilaku dan motivasi manusia itu kompleks dan
dipengaruhi oleh sikap dan perasaan, makna yang diberikan orang pada pekerjaan
mereka dan hubungan mereka di tempat kerja.
2) Douglas McGregor
Dalam karya “The Human Side of the Enterprise”, McGregor membahas tentang
Teori X dan Teori Y yang merupakan pendekatan command-and-control
tradisional pada organisasi. Teori X berdasarkan asumsi orang sebagai pemalas,
tidak terlibat, dan hanya termotivasi oleh uang, sebenarnya menyebabkan orang
berperilaku secara konsisten sesuai dengan harapan tersebut. Alternatifnya, Teori
Y, menyarankan pandangan orang yang jauh lebih optimis dan humanistik,
dengan menekankan nilai individu dalam organisasi.
3) Abraham Maslow
Abraham Maslow mengusulkan tentang hierarki kebutuhannya (hierarchy of
human need) yang terkenal sebagai cara untuk memahami kompleksitas motivasi
dan keinginan manusia dalam perilaku keorganisasian. Dalam pandangan
Maslow, kebutuhan manusia dibagi dalam lima tingkatan berjenjang, mulai dari
yang paling dasar sampai yang paling tinggi. Dimulai dengan kebutuhan fisiologis
(makanan, minuman, istirahat), kebutuhan keamanan atau safety (keamanan,
stabilitas, proteksi), kebutuhan sosial (afeksi, relasi, keluarga), kebutuhan harga
12
diri atau self-esteem (pencapaian, status, reputasi, tanggung jawab), kebutuhan
aktualisasi diri (pengembangan diri, pemenuhan ideologi). Perilaku manusia
ditentukan oleh tingkat kebutuhan yang mendapatkan perhatian untuk dipenuhi
pada suatu waktu tertentu.
Perilaku organisasi modern sangat bergantung pada pekerjaan dari banyak ilmu sosial
yang berbeda, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. Psikologi dapat
dilihat dari sifat secara individual pada organisasi seperti kepribadian, persepsi, dan
motivasi. Sosiolog, seperti Max Weber, berkontribusi pada studi birokrasi dan
pengambilan keputusan kelompok. Antropolog mengeksplorasi peran budaya dalam
masyarakat dan menawarkan wawasan penting ke dalam budaya organisasi. Ilmu politik
berkontribusi pada pemahaman tentang perilaku organisasi dengan berfokus pada
pemerintahan, kekuasaan, kepemimpinan, dan strategi yang demokratis.
13
- Orang seutuhnya (A Whole Person), adalah orang-orang berfungsi sebagai mahluk
manusia seutuhnya.
- Perilaku termotivasi (Motivated Behavior), adalah orang berperilaku karena suatu
dorongan yang berangkat dari suatu kebutuhan. Motivasi sangat penting dalam
menyelenggarakan organisasi.
- Manusia memiliki nilai martabat (Human Dignity).
❖ Organisasi meliputi pemahaman tentang:
- Sistem sosial (Organizations are Social System), artinya bahwa organisasi adalah
sistem sosial yang dibentuk untuk kepentingan bersama.
- Kepentingan bersama (Mutuality of Interest), artinya bahwa organisasi
membutuhkan orang-orang, dan orang-orang membutuhkan organisasi
Setiap masyarakat tidak dapat terlepas dari berorganisasi karena kehidupan masyarakat
serba berorganisasi, misalnya manusia terlahir di dalam suatu organisasi, hidup dan bekerja di
organisasi, dan hingga meninggal pun di dalam organisasi. Dari penjelasan diatas dapat diketahui
bahwa manusia dan organisasi adalah dua bagian yang tidak dapat dipisahkan. Apabila kedua
bagian tersebut menyatu dan berinteraksi akan menghasilkan suatu perilaku organisasi yang
menjadi pusat perhatian ilmu perilaku organisasi tersebut.
Kejadian-kejadian atau permasalahan yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dianalisis
melalui tiga tingkatan analisis, yaitu diantaranya:
a. Pada tingkat individu, kejadian yang terjadi dalam organisasi dianalisis dalam
hubungannya dengan perilaku seseorang dan interaksi kepribadian dalam suatu situasi.
Masing-masing orang dalam organisasi memiliki sikap, kepribadian, nilai dan
pengalaman yang berbeda-beda yang mempengaruhinya dalam berperilaku.
b. Pada tingkat kelompok, perilaku anggota kelompok dipengaruhi oleh dinamika anggota
kelompok, aturan kelompok, dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok.
c. Pada tingkat organisasi, kejadian-kejadian yang terjadi dalam konteks struktur organisasi.
Struktur dan posisi seseorang dalam organisasi membawa pengaruh pada setiap interaksi
sosial dalam organisasi. Dalam struktur organisasi hubungan pelaporan yang bersifat
14
hierarki memberikannya kekuasaan dan wewenang tertentu untuk mempengaruhi
individu yang lainnya dalam organisasi. Struktur organisasi mempengaruhi bagaimana
informasi dikomunikasikan dan keputusan dibuat.
Sebagai contoh dari ketiga tingkatan analisis tersebut, apabila terjadi adanya konflik
antara kepala bagian gudang dengan kepala bagian pembelian dapat dianalisis secara berbeda.
Hal ini tergantung apakah konflik tersebut dipandang sebagai konflik antarindividu, atau
merupakan konflik antar gugus tugas pada tingkat kelompok atau mungkin konflik antara dua
kepala bagian pada tingkat organisasi.
2. Pengurangan kealpaan
Tindakan tidak masuk kerja yang dilakukan oleh individu terhadap organisasi atau
perusahaan berpengaruh negatif terhadap efektifitas dan efisiensi kerja suatu organisasi.
Turn over yang dimaksud disini adalah pengunduran diri para pekerja atau anggota dalam
sebuah organisasi atau perusahaan. Yang berpengaruh terhadap perilaku organisasi/ perusahaan
tersebut.
4. Peningkatan Produktivitas
Suatu organisasi dinyatakan produktif jika mampu mencapai tujuannya dengan baik dan
sesuai dengan target yang telah dilaksanakan. Baik target waktu, biaya dan hasil. Produktivitas
15
dalam organisasi ini dapat mempengaruhi perilaku organisasi dimana produktivitas itu berkaitan
dengan efisiensi dan efektifitas kinerja suatu organisasi atau perusahaan.
Selain itu, juga terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku
organisasi, diantaranya:
Faktor dari perilaku individu, merupakan salah satu faktor internal yang dapat
mempengaruhi perilaku organisasi. Hal ini dikarenakan individu memiliki karakteristik-
karakteristik yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi pola dan sistem kerja organisasi. Pada
tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi dapat memenuhi kebutuhan dan
karakteristik individualnya, maka individu tersebut akan cenderung berperilaku positif. Tetapi
sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk
tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996). Beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi diantaranya:
● Motivasi
● Persepsi
16
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen
Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif
yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia
sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi
merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu.
● Kemampuan
Kemudian, selanjutnya terdapat faktor dari perilaku kelompok, faktor ini juga termasuk
faktor internal yang mempengaruhi organisasi. Kelompok adalah suatu sistem terorganisir yang
terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan, sehingga menunjukkan fungsi yang
mempunyai standar dari peran hubungan diantara anggota. Pada dasarnya, keanggotaan
kelompok dapat mengubah perilaku individu, pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya
melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Maka,
adanya perilaku kelompok akan berpengaruh terhadap perilaku organisasi.
17
● Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Faktor lingkungan yang berasal dari eksternal organisasi memiliki pengaruh yang kuat
pada masing-masing tingkatan analisis. Misalnya rendahnya produktivitas, individu yang
malas/tidak masuk kerja, kelambanan dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi,
memerlukan analisis lebih dari sekedar analisis pada tingkat individu, kelompok dan organisasi.
Dalam hal ini, organisasi lebih banyak menghadapi desakan dari faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi efektivitas organisasi, contohnya seperti: tuntutan konsumen akan produk yang
berkualitas tinggi, persaingan yang bersifat global, fluktuasi ekonomi, tuntutan gaya hidup dan
lain-lain.
Pengambilan keputusan yang rasional berarti mampu membuat pilihan terbaik untuk
memperoleh manfaat yang maksimal sesuai dengan tujuan organisasi. Terdapat 6 langkah
pengambilan keputusan rasional yaitu mendefinisikan masalah, mengidentifikasi kriteria
keputusan untuk pemecahan masalah, menilai kriteria keputusan sesuai dengan prioritas,
mengembangkan alternatif keputusan, mengevaluasi alternatif keputusan, dan memilih
pilihan terbaik. Model pengambilan keputusan ini mengasumsikan bahwa pengambil
keputusan memiliki informasi yang lengkap terkait permasalahan, dapat mengidentifikasi
semua opsi yang relevan dengan cara yang tidak bias, dan memilih opsi dengan tingkat
kepuasan yang tinggi. Namun pada penerapan pengambilan keputusan tentunya tidak
selalu mempertimbangkan langkah-langkah rasional melainkan berdasarkan penilaian-
penilaian lain dari pengambil keputusan.
b. Bounded Rationality
18
mengambil keputusan yang mudah dipahami dengan informasi yang memadai. Pikiran
manusia tidak dapat memecahkan masalah yang kompleks dengan rasionalitas optimal
karena pemikirannya memiliki tingkat rasional yang terbatas. Sehingga bounded
rationality dapat diartikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dengan
membangun model yang disederhanakan yang hanya mengambil poin-poin penting dari
permasalahan yang kompleks. Proses pengambilan keputusan pada model ini lebih
sederhana dibandingkan dengan rational decision making yaitu dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi kriteria dan alternatif solusi. Tentunya kriteria yang diperoleh tidak
mungkin lengkap dan akan menghasilkan alternatif solusi sesuai dengan kriteria yang
terlihat. Selanjutnya dalam penetapan alternatif akan difokuskan pada pilihan yang dirasa
dapat diterima karena telah cukup memenuhi untuk mengatasi permasalahan. Proses
pengambilan keputusan ini lebih hemat waktu, tenaga, dan uang yang dapat menjadi
pilihan terbaik bagi pengambil keputusan.
c. Intuition
Model pengambilan keputusan ini dapat dikatakan sebagai model yang paling tidak
rasional dibandingkan 2 model yang telah dijelaskan sebelumnya. Intuisi tercipta dari
proses bawah sadar berdasarkan pengalaman yang telah dilalui yang tentunya melibatkan
emosi. Namun, para ahli berpendapat bahwa model ini dapat sangat berguna sebagai cara
membuat hipotesis namun tidak dapat diterima sebagai bukti. Kemudian hal tersebut
harus diuji secara objektif data dan analisis rasional yang tidak bias karena intuisi sulit
diukur dan dianalisis.
19
mereka dan mampu menyesuaikan dengan lingkungan. Sementara individu yang
memiliki CSEs negatif lebih sering mempertanyakan kemampuan mereka dan
menganggap diri mereka tidak cukup baik untuk beradaptasi pada lingkungannya. CSEs
berhubungan dengan kepuasan kerja karena orang yang memiliki CSEs positif akan
menyukai tantangan dan mencapai kinerja yang lebih kompleks. Individu yang memiliki
tipe ini akan bekerja lebih baik karena lebih ambisius dan berkomitmen pada tujuan
mereka. Individu dengan CSEs positif dapat berperan dalam pengembangan organisasi
dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang tinggi.
b. Self-Monitoring
c. Proactive Personality
Individu yang proaktif akan mampu melihat peluang, menunjukan inisiatif dalam
bertindak dan bertahan hingga terjadi perubahan. Individu proaktif terkadang lebih
dibutuhkan organisasi karena mampu melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Sebuah
tim membutuhkan orang yang proaktif untuk memimpin karena memiliki banyak ide
yang inovatif. Individu yang proaktif lebih mudah bertukar informasi dan membangun
kepercayaan dalam tim.
d. Machiavellianism
20
e. Narcissism
f. Psychopathy
Kepribadian ini memiliki kecenderungan pada rendahnya kepedulian terhadap orang lain
dan kurang memiliki rasa bersalah ketika menyebabkan hal yang merugikan. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa kepribadian ini dapat berdampak pada penerapan strategi
untuk mengatasi ancaman dan manipulasi. Orang dengan psychopathy tinggi dapat
membantu mencapai kekuatan organisasi. Walaupun demikian, beberapa penelitian lain
menunjukan tidak adanya pengaruh signifikan antara kepribadian ini dengan organisasi.
21
BAB 3
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Arie (2018). Perilaku Dan Teori Organisasi. Malang: Media Nusa Creative.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2019). Organizational Behavior (18th ed.). New York:
Pearson Education.
Saputra, H., & Muhidin, S. A. (2011). Pengaruh Pemotivasian Kerja dan Perilaku
Keorganisasian Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Koperasi Pegawai
Pemerintah Kota Bandung. MANAJERIAL, 9, 102-116.
Sobirin, A. (2014). Esensi dan Ruang Lingkup Studi Perilaku Keorganisasian. Pustaka
UT (Universitas Terbuka).
23