Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perilaku Organisasi ...........................................................................................3

2.2 Pengertian Organisasi dan Individu.....................................................................................3

2.3 Analisis Kelompok Dalam Organisasi.................................................................................7

2.4 Analisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik................................................................9

2.5 Analisis Konflik dan Negosiasi.........................................................................................15

2.6 Analisis Komitmen Organisasi..........................................................................................19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................................22

Daftar Referensi.......................................................................................................................25

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Organisasi menjadi sangat menentukan bagi manusia untuk berkarya, menciptakan suatu
pengharapan, dan memenuhi kebutuhan hidup seseorang yang mendedikasikan dirinya pada
suatu organisasi. Melalui organisasi seseorang dapat memperoleh imbalan baik berupa materi
maupun non materi atau kepuasan tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya maupun
keluarganya sampai batas tertentu sesuai aturan organisasi. Organisasi dapat dikondisikan
menjadi lingkungan tempat kehidupan manusia yang berhubungan pada setiap aspek.

Organisasi dapat mempengaruhi perilaku manusia dan perilaku manusia dapat mengubah
organisasi dengan membentuk suatu kebiasaan yang lama kelamaan bisa menjadi suatu budaya.
Pada dasarnya perilaku organisasi adalah ilmu yang mempelajari determinan perilaku dan
interaksi manusia dalam organisasi terkait dengan sikap dan perilaku individu, perilaku
kelompok dan struktur dalam organisasi. Perilaku organisasi dapat juga dipahami sebagai suatu
cara berpikir untuk memahami persoalan persoalan organisasi dan menjelaskan secara nyata apa
yang ditemukan dalam tingkah laku individu atau kelompok dalam organisasi berikut tindakan
pemecahan yang diperlukan. Perilaku manusia banyak menekankan aspek aspek psikologi dari
tingkah laku manusia dalam organisasi.

Perilaku manusia dalam organisasi menjadi perilaku organisasi memberikan arah dan
petunjuk bagi pencapaian tujuan organisasi sesuai visi dan misi organisasi di mana manusia itu
mendedikasikan dirinya. Misalnya organisasi bisnis, organisasi pemerintah, organisasi
kemasyarakatan, organisasi pendidikan, organisasi sosial dan sejumlah organisasi lainnya sesuai
ciri dan karakteristik organisasinya. Perilaku organisasi dipengaruhi oleh ciri dan karakter setiap
organisasi dan akan ditentukan dari perilaku manusia yang ada dalam organisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Perilaku Organisasi


2. Pengertian Organisasi dan Individu
3. Analisis Kelompok Dalam Organisasi
4. Analisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik

1
5. Analisis Konflik dan Negosiasi
6. Analisis Komitmen Organisasi

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Pengertian Perilaku Organisasi


2. Untuk Mengetahui Pengertian Organisasi dan Individu
3. Untuk Mengetahui Analisis Kelompok Dalam Organisasi
4. Untuk Mengetahui Analisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik
5. Untuk Mengetahui Analisis Konflik dan Negosiasi
6. Untuk Mengetahui Analisis Komitmen Organisasi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Organisasi

Menurut Triatna (2015, hlm. 2) “perilaku organisasi menjelaskan studi terhadap apa yang
dilakukan orang-orang dalam suatu organisasi dan perilaku tersebut mempengaruhi kinerjanya
dalam organisasi”. Sedangkan Menurut Utaminingsih (2014, hlm. 2) “perilaku organisasi
merupakan bidang studi yang mencakup teori, metode dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin
ilmu guna mempelajari persepsi individu dan tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok
dan di dalam organisasi secara keseluruhan”.

Menurut Wijaya (2017, hlm 1) mengemukakan bahwa perilaku organisasi suatu disiplin
ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam organisasi serta dampaknya terhadap kinerja
baik kinerja individual, kelompok ataupun organisasi. Sedangkan teori umum dari perilaku
organisasi yang dikemukakan oleh Robbins (2016, hlm. 6) “perilaku organisasi adalah studi
mengenai apa yang orang-orang lakukan dalam sebuah organisasi dan bagaimana perilaku
mereka mempengaruhi kinerja organisasi”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi yaitu suatu
sikap dan tingkah laku individu yang diharapkan dapat memberikan dampak baik bagi diri
sendiri maupun organisasi. Perilaku organisasi merupakan hakikat mendasar pada ilmu perilaku
itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam
suatu organisasi.

2.2 Pengertian Organisasi dan Individu

A. Organisasi

Kata Organisasi berasal dari bahasa Yunani ”Organon” dan istilah Latin


”Organum” yang berarti alat, bagian, anggota atau badan. (Manullang,2015)
”Organizing” adalah pengorganisasian atau dalam istilah arabnya disebut "At tanziem" ‫التنظيم‬ .
(Tanthowi,1983) Istilah Organisasi mempunyai dua pengertian umum yakni, pertama,
Organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah
perusahaan, madrasah, perkumpulan, dan lain sebagainya. Kedua, istilah ini merujuk pada

3
pengorganisasian, yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialukasikan diantara para anggota,
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif. (Fattah,2004)

Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
sebuah  batasan yang relative dapat diidentifikasi, yang bekerja keras atas dasar yang relative
terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.(Robbins,2002)

Suatu organisasi mengandung empat karakteristik, yaitu: 1) Adanya koordinasi usaha, 2)


Mempunyai tujuan bersama, 3) Terdapat pembagian kerja, dan 4) Adanya hierarki kekuasaan.
Dengan hierarki kekuasan tersebut, di dalam organisasi terdapat unity of command atau kesatuan
perintah sehingga terdapat kejelasan bahwa seorang pekerja hanya melapor pada line manajer,
yang memiliki kuasa dalam membuat keputusan organisasi ini.(Wibowo,2008) bahkan,
organisasi diyakini dapat membantu dalam mencapai kepuasannya, sebagaiman fungsi dan
tujuan organisasi yaitu: (Gunawan,2002)

1.      Untuk memecahkan masalah kesepian/kebingungan jiwanya, ia memasuki


organisasi/kelompok pengajian/persembahyangan, dan sebagainya.

2.      Untuk memecahkan masalah. Seperti contoh kesulitan belajar matematika/bahasa inggris,


maka ia memasuki kelompok belajar matematika/bahasa inggris.

3.      Ada juga yang memasuki kelompok negative untuk memecahkan masalah kesepian jiwa
dengan para peminum, pejudi, pengisap gaja, narkoba dan lainnya.

4.      Untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya, seseorang memilih memasuki organisasi


PKK, Keluarga Berencana dan sebagainya.

Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja kedalam tugas-tugas yang lebih kecil,
membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumberdaya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektifitas pencapaian
tujuan organisasi. Menurut Stoner, struktur organisasi dibangun oleh lima unsur,
yaitu: (Rohman&Amri,2012)

4
a.    Spesialisasi aktifitas mengacu pada spesifikasi tugas perorangan dan kelompok di seluruh
organisasi atau pembagian kerja dan penyatuan tugas tersebut kedalam unit kerja
(departementalisasi).

b.    Standardisasi aktifitas merupakan prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin


kelayakgunaan aktifitas. Menstandardisasi berarti menjadikan seragam dan konsisitem pekerjaan
yang harus dilakukan bawahan, biasanya dengan menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan
program seleksi, orientasi kerja, keterampilan kerja.

c.    Koordinasi aktifitas adalah prosedur yang memadukan fungsi-fungsi dalam organisasi,


seperti fungsi primer dalam suatu badan usah, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan
fungsi garis yang secara langsung menyumbangkan pada pencapaian tujuan organisasi
memerlukan koordinasi.

d.   Sentralisasi dan desentralisasi pengambilan keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan


pengambilan keputusan. Sentralisasi adalah proses kosentrasi wewenang dan pengambilan
keputusan pada tngkat atas suatu organisasi. Keuntungan sistem sentralisasi antara lain
pengaturan yang sama bagi semua unit dalam organisasi. Kelemhannya, bawahan tidak
berkembang dan putusan oleh atasan menyita waktu lama, terlebih jika data ada pada bawahan.
Untuk mengatasi hal itu, dilakukan pendelegasian wewenang pada semua tingkat organisasi yang
disebut desentralisasi.

e.    Ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam suatu kelompok kerja. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian menyangkut penentuan pekerjaan,
pembgian kerja, penetapan mekanisme untuk mengkoordinasikan kegiatan, salah satu hasil dari
proses ini adalah struktur organisasi yang merupakan prosedur formal manejemen organisasi.

Mengingat betapa pentingnya peran organisasi di masyarakat dalam mensukseskan


pembangunan nasional Republik Indonesia, maka pengorganisasiannya, pembinaannya,
termasuk pemilihan personel-personel pengurusannya mendapat perhatian serius. Menurut Hicks
dan Gullet bahwa pengorganisasian adalah proses di mana struktur organisasi diciptakan dan
dipelihara. Proses ini meliputi kegiatan menetapkan kegiatan yang diperlukan dalam mencapai
tujuan organisasi tersebut.

5
B. Individu
Individu berasal dari kata latin individum yang artinya tidak terbagi. Individu
menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa dan seberapa
mempengaruhi kehidupan manusia. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan
yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan. (Gaffar,1992)
Arti lainnya adalah sebagai pengganti “orang seorang” atau manusia perorangan. Disini
terlihat bahwa sifat dan fungsi manusia, sebagaimana ia hidup di tengah-tengah individu lain
dalam masyarakat. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di
dalam lingkungan sosialnya, malainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku
spesifik dirinya. (Usman,2004)
Terdapat tiga aspek yang melekat sebagai persepsi terhadap individu, yaitu aspek organik
jasmaniah, aspek psikis-rohaniah, dan aspek-sosial yang bila terjadi kegoncangan pada suatu
aspek akan membawa akibat pada aspek yang lainnya. Individu dalam tingkah laku menurut pola
pribadinya ada 3 kemungkinan: pertama menyimpang dari norma kolektif kehilangan
individualitasnya, kedua takluk terhadap kolektif, dan ketiga memengaruhi masyarakat
(Hartomo, 2004: 64).
Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu masyarakat yang menjadi latar
belakang keberadaannya. Individu berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk
membentuk perilakunya yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang sesuai dengan perilaku
yang telah ada pada dirinya. Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok
yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan lingkungan
yang dapat membentuknya pribadinya. Namun tidak semua lingkungan menjadi faktor
pendukung pembentukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi penghambat proses pembentukan
pribadi.
Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap individu dan khususnya terhadap
pembentukan individualitasnya adalah besar, namun sebaliknya individu pun berkemampuan
untuk mempengaruhi masyarakat. Kemampuan individu merupakan hal yang utama dalam
hubungannya dengan manusia. (Hardjito,2001)

6
2.3 Analisis Kelompok Dalam Organisasi

Kelompok adalah kolektivitas. Kelompok adalah kumpulan orang yang dapat berlari,
berteriak, dan berbaur bersama. Namun dalam hal ini, kolektivitas adalah orang yang tidak dapat
membuat keputusan atau melakukan tindakan atas nama sendirinya, dan kawasannya samar atau
membingungkan. (Soetopo,2010)

Kelompok merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang


berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan
memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah
keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi
komunikasi kelompok. Ada beberapa para ahli yang memberikan definisi tentang kelompok,
antara lain sebagai berikut:

1)   Menurut Hernert Smith bahwa “kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu,
yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar
kesatuan persepsi”.

2)   Menurut DeVito (1997) kelompok merupakan sekumpulan individu yang cukup kecil bagi
semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para anggota saling berhubungan satu
sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau struktur
diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau peraturan yang
mengidentifikasi tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua
anggotanya.

3)   Menurut Joseph S. Roucek Suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang diantara
mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang
lain secara keseluruhan.

4)   Sedangkan menurut Robbins (1996) mendefinisikan kelompok sebagai dua individu atau
lebih, yang berinteraksi dan salin bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-

7
sasaran tertentu. Memandang kelompok dari empat kelompok prespektif,
diantaranya (Sutisna,1993):

1)   Dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang  saling
berinteraksi satu sama lain, dimana masing-masing anggota menerima kesan atau persepsi dari
anggota lain.

2)   Dari sisi organisasi, kelompok adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari dua atau
lebih individu yang saling berhubungan dengan sistem menunjukkan beberapa fungsi,
mempunyai standar dari peran hubungan di antara anggota.

3)   Dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai sekelompok individu yang keberadaannya


sebagai suatu kumpulam yang menghargai individu.

4)   Dari sisi interaksi, menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah interaksi dalam
bentuk interpedensi.

Setiap kelompok mengembangkan norma-normanya sendiri. Kalau individu-individu ini


bergabung dalam suatu kelompok, maka individu ini dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
orang lain. Kelompok itu akan memperoleh sifat-sifat sebagai hasil dari interaksi anggota-
anggota. “Kepribadian kelompok” ini akan mempengaruhi cara partisipasi anggota dan cara
berhubungan satu sama lain.(Robbins & Jones,1988) dan norma-norma yang terbentuk
mencerminkan dan menentukan bagaimana kita berbicara, kepada siapa kita berbicara,
bagaimana kita berpakaian, dimana dan bagaimana kita duduk, mengenai apa kita berbicara,
perasaan-perasaan apa yang kita alami, bagaimana kita menyatakannya dan sebagainya.

Dalam kenyataannya, kita seringkali melihat perbedaan sikap dan pandangan dalam
setiap individu. Manusia seringkali mempersepsikan hal yang sama dengan cara yang berbeda-
beda. Para individu cenderung memusatkan perhatian mereka pada persoalan bagaimana mereka
akan mendapatkan pengaruhnya secara pribadi, daripada memandang gambaran secara lebih luas
tentang perubahan organisasi dimana ia bekerja.(Winardi,2005) oleh karenanya, penyesuaian
terhadap norma yang berlaku sangat penting, jika anggota-anggota kelompoknya hendak
bekerjasama dalam mencapai sebuah tujuan.

8
2.4 Analisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik

A. Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Kebanyakan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan


tujuan kelompok. Biasanya Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk
memudahkan usaha mereka tersebut. Terdapat Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah
satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Suatu Kekuasaan tidak mensyaratkan
kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua
berkaitan dengan arah pengaruh.

Kepemimpinan biasanya berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut.


Kepemimpinan meminimaliskan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak
demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai
kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas
beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?
Sampai mana tingkat proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para
pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan biasanya cenderung mencakup bidang
yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-
kelompok yang lain.

B. Landasan Kekuasaan

a.        Kekuasaan Formal

          Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal.

1)      Kekuasaan Koersif (Coercive Power)

Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan


reaksinya terhadap kekuasaan ini karena adanya rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang

9
mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif biasanya mengandalkan aplikasi, atau
ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustrasi melalui
pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.

2)      Kekuasaan Imbalan (Reward Power)

Kebalikan dari kekuasaan koersif yaitu kekuasaan imbalan (reward power). Orang akan


memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan
mendapatkan manfaat yang positif. oleh Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan
atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai tinggi akan memiliki kekuasaan atas orang
lain itu. Imbalan tersebut bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah,
dan bonus; atau bersifat nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang
menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.

Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika kita dapat membuang
sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif,
Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika kita dapat memberi seseorang sesuatu yang
bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan
atas orang itu.

3)      Kekuasaan Legitimasi(legitimate power)

Dalam kelompok atau organisasi formal, kemungkinan akses yang paling mudah ditemui
pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan tersebut melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

Posisi-posisi yang memiliki kewenangan dapat mencakup kekuasaan koersif dan imbalan.
Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas dibandingkan kekuasaan untuk memaksa dan
memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan tersebut mencakup penerimaan wewenang
suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden
bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam

10
wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan, biasanya,
mematuhinya.

b.        Kekuasaan Pribadi

Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik dan
berasal dari dalam diri. Terdapat dua basis kekuatan pribadi yaitu kekuasaan karena keahlian dan
juga kekuasaan rujukan.

1.      Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)

Kekuasaan karena keahlian (expert power) merupakan pengaruh yang diperoleh dari


keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber
pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena
pekerjaan semakin terspesialiasi, maka kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk
mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan
dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-saran yang
diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer,
akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain mampu untuk
menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2.      Kekuasaan Rujukan (Referent Power)

Kekuasaan rujukan (referent power) biasanya didasarkan pada identifikasi terhadap


seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
akan menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena  saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan bisa berkembang dari
kekaguman kita terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

C. Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi

Koalisi adalah suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Oleh Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam kebanyakan contoh, hal ini

11
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan
untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. Orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu, bisa
menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang
berhasil terdiri dari anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat,
menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.

Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar saling ketergantungan di dalam
organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta apabila terdapat banyak ketergantungan tugas
dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit yang saling ketergantungan di antara
berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub unit itu
mandiri dengan sumber daya yang melimpah.

Terakhir pembentukan suatu koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin atau banyak tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan, semakin
besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu
membangun koalisi. Ini dapat membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat
pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan di
sini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu
menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah
sendiri-sendiri.

D. Politik dalam Organisasi

DuBrin pernah menyatakan, "Politik organisasi merujuk ke pendekatan-pendekatan


informal untuk memperoleh kekuasaan, melalui cara-cara di luar prestasi kerja dan
keberuntungan. Politik di sini dimainkan untuk mencapai kekuasaan, baik secara langsung
ataupun tidak langsung."

Sedangkan Robbins juga mengatakan bahwa "politik organisasi pada dasarnya berfokus
pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah
organisasi, atau berfokus pada perilaku-perilaku untuk melayani kepentingan diri sendiri, yang
bukan merupakan tugas atau arahan dari organisasi"

12
Richard L. Daft juga mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang]
melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan
sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan
tatkala terdapat ketidak menentuan ataupun ketidak setujuan seputar pilihan-pilihan yang
tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. 

Politik Organisasi merupakan suatu kemampuan untuk mengidentifikasi peta kekuatan di


dalam organisasi, siapa yang dominan dalam pembuatan keputusan, serta aspek-aspek yang
hidden di dalam organisasi.

1.  Dimensi Perilaku Politik

Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik
di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut yang membuka ruang yang besar bagi individu
dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah merinci 6
dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu: 

1.      Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin


mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan
keinginannya;

2.      Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pengambilan


keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung
jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan
daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang memungkinkan untuk
memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi
dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan
membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.

3.      Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin ia percaya pada
organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh
berkurang. Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu
memelihara status quo. Jika kepuasannya kurang maka itu akan membawa individu bertindak

13
dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam
organisasi.

4.      Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan
opini politik. Semakin besar keinginan untuk mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif
mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang
tinggi, maka ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak
hanya mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya
yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.

5.      Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu dengan individu
lainnya di lokasi kerja akan membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam
organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.

6.      Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide, perilaku dan kebiasaan
politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian
sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja pada umumnya mahir
pula dalam berpolitik.

2.    Praktik politik dalam organisasi

Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi
aktor lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa
taktik yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:

 Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber
daya.
 Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu persepsi dan
perilaku orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya
 Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan mengubah
persepsi dan tindakan pihak lain
 Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita
untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas

14
 Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan
kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi

E.  Etika Berpolitik dalam organisasi

Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika
berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol
dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar moral
apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis
adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik
yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi.     

Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau
tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan
bahwa keputusan yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah
orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerjaorganisasi).
Dengan kata lain, suatu pengambilan  keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas
organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’ menekankan bahwa setiap
individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,

Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’


mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil dan
tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.

Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah
mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.

2.5 Analisis Konflik dan Negosiasi

A. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

15
Konflik merupakan semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi yang antagonistis bertentangan. Apabila
sistem komunikasi dan informasi tidak menemui sasaran, maka dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan saling tidak mengerti akan satu sama lainnya.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi
ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak
ada.Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Dipandang sebagai perilaku,
konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stress.
B. Faktor-Faktor Penyebab Konflik
 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap
manusia adalah individu yang unik.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
C. Pendekatan penyelesaian konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi
ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua
macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
 Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
 Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang
memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
 Sharing

16
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
 Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi
dari kedua pihak.
 Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
D. Penyelesaian Konflik
Ada beberapa cara untuk menyelesaikan konflik :
1) Integrating (Problem Solving) dalam cara ini bersama-sama mengidentifikasikan
masalah kemudian mencari solusi untuk pemecahan masalah
2) Obligning (Smoothing) lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain dari pada dirinya sendiri.
3) Dominating (forcing) gaya ini memaksa karena menggunakan legalitas formal
dalam penyeleesaian masalah.
4) Avoiding taktik menghindar cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
sepele.
5) Compromising gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepeningan sendiri dan kepentingan orang lain.
E. Negosiasi
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik. Dalam perundingan ini diharapkan ada kesepakatan
nilai antara dua kelompok tersebut.
Menurut Wall (Robbins, 2007), negosiasi atau perundingan adalah proses dimana dua
pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang
dan jasa tersebut. Negosiasi atau perundingan mewarnai interaksi hampir semua orang
dalam kelompok dan organisasi. Contohnya adalah tawar menawar antara karyawan
dengan pihak manajemen mengenai gaji.

17
Robbins (1999) menawarkan 2 strategi perundingan, yang meliputi:
1) Tawar-menawar distributif, artinya perundingan yang berusaha untuk membagi sejumlah
tetap sumberdaya (suatu situasi kalah menang).
2) Tawar-menawar integratif, yaitu perundingan yang mengusahakan satu penyelesaian atau
lebih yang dapat menciptakan pemecahan menang-menang.
Nimran (1999) menawarkan bebrapa strategi manajemen konflik, yaitu:
1) Strategi kompetisi, disebut strategi kalah-menang, yaitu penyelesaian masalah dengan
kekuasaan.
2) Strategi kolaborasi atau strategi menang-menang dimana pihak yang terlibat mencari
cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan.
3) Strategi penghindaran, yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan
mengalihkan persoalan sehingga konflik itu tidak terjadi.
4) Strategi akomodasi, adalah strategi yang menempatkan kepentingan lawan diatas
kepentingan sendiri. Strategi ini juga disebut dengan sifat mengalah.
5) Strategi kompromi, yaitu strategi kalah-kalah dimana pihak-pihak yang terlibat konflik
sama-sama mengorbankan sebahagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang tidak
maksimal.
F. Taktik Negosiasi
Dalam proses negosiasi, pihak-pihak yang berselisih seringkali menggunakan
berbagai taktik agar agar dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Arbono (2005),
menyarankan beberapa taktit sebagai berikut :
1. Membuat Agenda.
Taktit ini harus digunakan karena dapat memberikan waktu kepada pihak-pihak yang
berselisih setiap masalah yang ada secara berurutan dan mendorong mereka untuk
mencapai kesepakatan atas keseluruhan paket perundingan.
2. Bluffing.
Taktik klasik yang sering digunakan para negosiator, bertujuan mengelabui lawan
berundingnya dengan membuat distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu
gambaran yang tidak benar. Contoh: Pihak pengusaha menunjukkan bahwa mereka tidak
peduli sama sekali dengan ancaman pihak pekerja untuk melakukan pemogokan bila
perundingan gagal (padahal sebenarnya mereka khawatir bila pemogokan terjadi).

18
3. Membuat tenggat waktu (deadline).
Taktik ini digunakan bila salah satu pihak yang berunding ingin mempercepat
penyelesaian proses perundingan dengan cara memberikan tenggat waktu kepada
lawannya untuk segera mengambil keputusan. Contoh: Pihak pengusaha menyatakan
kepada pihak pekerja, bahwa bila paket PHK yang ditawarkan tidak diambil sekarang,
maka paket PHK yang akan diberikan berikutnya akan lebih rendah dari yang
ditawarkan saat ini.
4) Good Guy Bad Guy.
Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan tokoh “jahat” dan “baik” pada salah satu
pihak yang berunding. Tokoh “jahat” ini berfungsi untuk menekan pihak lawan sehingga
pandanganpandangannya selalu ditentang oleh pihak lawannya, sedangkan tokoh “baik”
ini yang akan menjadi pihak yang dihormati oleh pihak lawannya karena kebaikannya.
Sehingga pendapatpendapat yang dikemukakannya untuk menetralisir pendapat tokoh
“jahat”, sehingga dapat diterima oleh lawan berundingnya.
5) The art of Concecion.
Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta konsesi dari lawan berunding atas
setiap permintaan pihak lawan berunding yang akan dipenuhi. Contoh: Pihak pengusaha
sepakat untuk memberikan kenaikan gaji yang diminta pihak pekerja asal pihak pekerja
sepakat untuk mendukung pihak pengusaha mengurangi jumlah pekerja.
6) Intimidasi.
Taktik ini dilakukan bila salah satu pihak membuat ancamankepada lawan berundingnya
agar menerima penawaran yang ada, dan menekankan konsekwensi yang akan diterima
bila tawaran ditolak. Contoh: Pihak pekerja mengancam bahwa bila permintaan kenaikan
gaji mereka tidak dipenuhi oleh pihak pengusaha, maka mereka akan melakukan
pemogokan selama 1 bulan.

2.6 Analisis Komitmen Organisasi

Robbins dan Judge, (2008) memberikan definisi bahwa ”Komitmen organisasi adalah
suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.” terwujudnya
situasi yang kondusif manakala karyawan dan organisasi memiliki sinergi yang sama dalam

19
orientasi pencapaian tujuan, berusaha keras mencapai target yang ditentukan adalah suatu
kemestian ketika seorang karyawan memihak pada organisasi. Komitmen organisasi amat
dibutuhkan dalam hal ini.

Dalam situs jurnal-sdm.blogspot.com dinyatakan pengertian komitmen organisasi


menurut Riggio (2000) di mana, “Organizational commitment is a worker’s feelings and
attitudes about the entire work organization” maknanya adalah komitmen organisasi merupakan
semua perasaan dan sikap karyawan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi di
mana mereka bekerja termasuk pada pekerjaan mereka.

Steers dalam jurnal Andi (2010) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai “Rasa
identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap
organisasinya. Rasa identifikasi berarti kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi, keterlibatan
berarti kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dan loyalitas
diartikan sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.

Faktor-Faktor Komitmen Organisasi yaitu :

Untuk melihat faktor-faktor dari komitmen organisasi, maka terlebih dahulu perlu untuk
melihat dimensi dari komitmen organisasi itu sendiri. Karena dari dimensi ini, kita akan lebih
jelas melihat aspek apa saja yang menjadi faktor-faktor komitmen organisasi. Adapun tiga
dimensi terpisah dari komitmen organisasi akan dipaparkan pada penjelasan di bawah ini.

Dimensi komitmen organisasi menurut Robbins dan Judge (2008) antara lain ”Komitmen
afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen organisasi.” Komitmen afektif dimaknai sebagai
perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilai organisasi tersebut.
Sedangkan komitmen berkelanjutan merupakan nilai ekonomi yang dirasakan ketika bertahan
dengan organisasi jika dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Dan komitmen
organisasi adalah komitmen untuk bertahan dengan organisasi menurut alasan-alasan moral atau
etis.

Dimensi manakah yang paling dominan, adalah jawaban yang tepat ketika menguraikan
serangkaian pernyataan dari Robbins dan Judge (2008):

20
”pada umumnya tampak bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang erat dengan hasil-
hasil organisasional bila dibandingkan dengan dua dimensi lain. Satu penelitian menemukan
bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil (persepsi karakteristik tugas, kepuasan
karier, niat untuk pergi) dalam 72 persen kasus, dibandingkan dengan hanya 36 persen untuk
komitmen normatif.

Terlihat bahwa nilai atau hasil yang lemah diperuntukkan komitmen berkelanjutan adalah
masuk akal. Karena komitmen ini bukan merupakan komitmen yang kuat jika dibandingkan
dengan kesetiaan sebagai indikator dari komitmen afektif atau kewajiban yang menjadi indikator
komitmen normatif bagi seorang pemberi kerja. Komitmen berkelanjutn mendeskripsikan
karyawan yang terikat dengan seorang pemberi kerja hanya dikarenakan tidak ada hal lain yang
lebih baik.

Sedangkan dalam jurnal Ryan (2009), Begley & Cjazka, menggolongkan faktor-faktor
yang mempengaruhi komitmen organisasi tersebut dalam 4 kategori, yaitu ”Karakteristik
individu seperti usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan; karakteristik yang
berhubungan dengan pekerjaan dan karakteristik struktural.”

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Perilaku organisasi yaitu suatu sikap dan tingkah laku individu yang diharapkan dapat
memberikan dampak baik bagi diri sendiri maupun organisasi. Perilaku organisasi
merupakan hakikat mendasar pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan
pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi.
2. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
sebuah  batasan yang relative dapat diidentifikasi, yang bekerja keras atas dasar yang
relative terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
(Robbins,2002) sedangkan Individu berasal dari kata latin individum yang artinya tidak
terbagi. Individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang
istimewa dan seberapa mempengaruhi kehidupan manusia. Individu bukan berarti
manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan
yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. (Gaffar,1992)
3. Setiap kelompok mengembangkan norma-normanya sendiri. Kalau individu-individu ini
bergabung dalam suatu kelompok, maka individu ini dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh orang lain. Kelompok itu akan memperoleh sifat-sifat sebagai hasil dari
interaksi anggota-anggota. “Kepribadian kelompok” ini akan mempengaruhi cara
partisipasi anggota dan cara berhubungan satu sama lain.(Robbins & Jones,1988) dan
norma-norma yang terbentuk mencerminkan dan menentukan bagaimana kita berbicara,
kepada siapa kita berbicara, bagaimana kita berpakaian, dimana dan bagaimana kita
duduk, mengenai apa kita berbicara, perasaan-perasaan apa yang kita alami, bagaimana
kita menyatakannya dan sebagainya.
4. Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi
tersebut mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan
sebuah hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah
bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). apabila Semakin besar
ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah

22
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa
atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi
merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik
terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan
rujukan. Taktik Kekuasaan merupakan cara-cara individu menerjemahkan landasan
kekuasaan kedalam tindakan-tindakan tertentu. Ada Terdapat Sembilan taktik pengaruh
diantaranya legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat,
seruan pribadi, menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi. Perilaku Politik
merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari peran formal
seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi,
distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-faktor yang
berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan faktor
organisasi.
5. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi
ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak
ada.Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.Dipandang sebagai perilaku,
konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999).Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stress.
Menurut Wall (Robbins, 2007), negosiasi atau perundingan adalah proses dimana dua
pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang
dan jasa tersebut. Negosiasi atau perundingan mewarnai interaksi hampir semua orang
dalam kelompok dan organisasi
6. Komitmen organisasi adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut.” terwujudnya situasi yang kondusif manakala
karyawan dan organisasi memiliki sinergi yang sama dalam orientasi pencapaian tujuan,
berusaha keras mencapai target yang ditentukan adalah suatu kemestian ketika seorang

23
karyawan memihak pada organisasi. Komitmen organisasi amat dibutuhkan dalam hal
ini.

24
DAFTAR REFERENSI

Triatna,Cepi. 2015. Perilaku Organisasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.


Utaminingsih, A. 2014. Perilaku Organisasi: Kajian Teoritik & Empirik Terhadap Budaya
Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepercayaan dan Komitmen. Malang: UB Press.
Chandra Wijaya. 2017. Perilaku Organisasi. Medan : Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia.
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2016. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta : Salemba
Empat.
M. Manullang. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Jawahir Tanthowi, 1983. Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur'an. Jakarta : Pustaka
Al-Husna.
Nanang Fattah. 2004. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Stephen Robbins.2002. Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi. Penerbit Arcan.
Wibowo. 2008. Manajemen Perubahan. Rajawali Pers: Jakarta
Ary H. Gunawan. 2002.Administrasi Sekolah. Administrasi Pendidikan Mikro. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Muhammad Rohman & Sofan Amri. 2012. Manajemen Pendidikan, Jakarta: Prestasi Pustaka.
A. Ghaffar. MS.  1992. Dasar-dasarAdministarsi dan Supervisi Pengajaran. Padang: Angkasa
Raya
Husaini Usman. 2004. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Dydet Hardjito. 2001. Teori Organisasi Dan Teknik Pengorganisasian, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Hendyat Soetopo. 2010. Perilaku Organisasi. Teori Praktik di Bidang Pendidikan. UIN Malang
& PT Rosda Karya: Bandung.
Oteng Sutisna. 1993. Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritis Untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa.
James G. Robbins & Barbara S. Jones.1988. Effective Communication for Today’s
Manager (diterjemahkan: Komunikasi yang Efektif untuk Pemimpin, Pejabat dan
Usahawan). Jakarta :Pedoman Ilmu Jaya
J. Winardi. 2005.  Management of Change (diterjemahkan : Manajemen Perubahan). Kencana:
Jakarta

25
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior,
Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.
Robbins, P. Stephen dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Edisi Kedua Belas Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.
Ryan. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi. Jurnal dipublukasikan
tanggal 14 maret 2009 pada situs http://www.psikomedia.com
Andi. 2010. Membangun Komitmen Organisasi. Jurnal dipublikasikan pada tanggal 4 Februari
2010. Diunduh pada situs http://en.wordpress.com/tag/teori-perilaku-organisasi/ 
Andi. 2009. Jurnal Manajemen Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia : Membangun
Komitmen Organisasi. Dipublikasikan. Diunduh pada situs http://jurnal-sdm.blogspot.com
http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2013/03/definisi-politik-organisasi.html
http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html
http://tantanoxavia.wordpress.com/2012/10/15/pengertian-individu-keluarga-dan-masyarakat/
 http://jl-hengki.blogspot.com/2011/08/definisi-kelompok.html

26

Anda mungkin juga menyukai