Anda di halaman 1dari 27

Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Suasana hati dan Emosi

Disusun oleh :

Muhammad Bagaskara (C1C017047)


Irma Harisha Sanni (C1C017051)
Ade Noviana Azhar (C1C017055)
Ade Novianti Azhar (C1C017056)
Juliaster Parlindungan (C1C017057)
Riki Ardian (C1C017058)
Nurdan Kumara (C1C017059)
Moh Iqbal Irham Mahfudh (C1C017060)
Devi Aulia Rahma Dewanto (C1C017061)
Naila Faozia (C1C017062)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHLUAN .......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................. 4

BAB II PERMASALAHAN .................................................................................... 5

2.1 Rumusan Masalah .......................................... 6

BAB III ISI .............................................................................................................. 7

3.1 Emosi dan Suasana Hati ..................................... 7

3.1.1 Kumpulan Dasar Emosi ................................... 7

3.1.2 Beberapa Aspek Emosi .................................... 8

3.1.3 Suasana Hati sebagai Afek Positif dan Negatif ................ 9

3.1.4 Sumber - sumber Emosi dan Suasana Hati .................. 11

3.1.5 Batasan - batasan External pada Emosi ..................... 13

3.2 Kerja Emosional ........................................... 15

3.2.1 Emosi yang Dirasakan Versus yang Ditampilkan ............. 15

3.2.2 Pekerjaan yang Menuntut Emosional versus Pekerjaan yang


Menuntut Kognitif ............................................. 17

3.2.3 Teori Peristiwa Afektif ................................... 17

3.3 Aplikasi-aplikasi Perilaku Organisasi terhadap Emosi dan Suasana


Hati 19

3.4 Analisa Kasus ............................................. 23

BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 26


4.1 Kesimpulan ............................................... 26

4.2 Saran .................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 27


BAB I

PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak akhir abad ke-19 dan berkembangnya manajemen ilmiah, system dalam dunia
kerja berupaya meredam timbulnya emosi. Organisasi yang dijalankan dengan baik
adalah yang tidak mengizinkan karyawan-karyawannya untuk mengekspresikan
frustasi, rasa takut, kemarahan, cinta, benci, kegembiraan, kesedihan, dan perasaan-
perasaan sejenis. Pemikiran yang berlaku adalah bahwa emosi-emosi seperti itu
bukanlah merupakan hal yang rasional. Dengan demikian, meskipunpara peneliti dan
manajer mengetahui bahwa emosi adalah bagian yang tak terpisahahkan dari
kehidupan sehari-hari, mereka mencoba untuk menciptakan organisasi-organisasi yang
bebas emosi.

Adanya keyakinan bahwa segala jenis emosi bersifat mengganggu. Mereka


beranggapan bahwa emosi negatif yang kuat khususnya kemarahan, dapat mengganggu
kemampuan karyawan untuk bekerja secara efektif. Mereka jarang memandang emosi
dapat bersifat konstruktif, atau mampu meningkatkan kinerja. Tentu saja beberapa
emosi, khususnya ketika diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi
kinerja karyawan. Tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa karyawan membawa sisa-
sisa emosional ke tempat kerja setiap hari. Sebagaimana diketahui hidup tanpa emosi
tidak akan sempurna, Karena dengan emosi orang akan dapat menyatakan
kehendaknya (A.A Anwar Prabu Mangkunegara, 2008).
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang
relatif tinggi yang dapat menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Emosi sama
halnya dengan perasaan yang membentuk suasana kontinum, yang bergerak dari
emosi positif sampai dengan yang bersifat negatif.
BAB II

PERMASALAHAN

2.1 Rumusan Masalah


2.1.1 Apa yang dimaksud dengan Emosi dan Suasana Hati?
2.1.2 Apa saja kumpulan dasar emosi?
2.1.3 Apa saja aspek emosi?/
2.1.4 Apa maksud dari suasana hati sebagai afek positif dan negatif?
2.1.5 Apa saja sumber-sumber dari emosi dan suasana hati?
2.1.6 Apa saja batasan-batasan external pada emosi?
2.1.7 Apa yang dimaksud kerja emosional?
2.1.8 Apa perbedaan emosi yang dirasakan dengan yang ditampilkan?
2.1.9 Apakah pekerjaan yang menuntut secara emosional dibayar lebih tinggi?
2.1.10 Apa yang dimaksud teori peristiwa afektif?
2.1.11 Bagaimana aplikasi perilaku organisai terhadap emsoi dan suasana hati?
BAB III
ISI
3.1 Emosi dan Suasana Hati
Suasana hati (mood) adalah perasaan-perasaan yang cenderung kurang intens
dibandingkan dengan emosi dan seringkali tanpa rangsangan kontekstual. Suasana hati
bisanya tidak ditunjukan pada seseorang atau suatu kejadian, suasana hati yang baik
atau buruk dapat membuat anda lebih emosional sebagai respons pada suatu
kejadian.Penyebab suasana hati seringkali bersifat umum dan tidak jelas, suasana hati
juga berakhir lebih lama dari emosi. Suasana hati biasanya tidak diindikasikan oleh
ekspresi yang jelas. Suasana hati bersifat kognitif.

Emosi adalah reaksi terhadap seseorang (melihat seorang teman di tempat kerja dapat
membuat Anda merasa bahagia) atau kejadian (berurusan dengan klient yang bersikap
kasar yang membuat marah. Anda menunjukkan emosi ketika merasa senang mengenai
sesuatu, marah keapada seseorang ataupun takut terhadap sesuatu

3.1.1 Kumpulan Dasar Emosi

Emosi mencakup rasa marah, jijik, antusias, iri, takut, frustasi, kecewa, malu bahagia,
benci ,berharap , gembira, cinta , bangga , terkejut, dan sedih. Rene Descartes (pendiri
filsafat modern) menyebutkan enam (6) nafsu sederhana dan primitif yaitu :

1. Rasa Kagum 4. Hasrat


2. Cinta 5. Gembira
3. Benci 6. Sedih

Salah satu masalah mengenai emosi-emosi dasar biasanya terlalu kompleks untuk
mudah diekspresikan dengan melalui wajah. Contohnya, cinta. Banyak orang
menganggap cinta sebagai hal paling universal dari semua emosi, tetapi tidaklah mudah
untuk mengekpresikan emosi cinta hanya melalui wajah. Tiap kultur memiliki norma
yang mengatur ekspresi emosi, sehingga kita mengalami sebuah emosi tidak selalu
sama dan bagaimana kita menunjukkannya. Saat ini banyak perusahaan yang
menawarkan program manajemen kemarahan untuk melaih orang menahan atau
bahkan menyembunyikan perasaan-persaaan tersembunyi mereka.

Beberapa peneliti mengurutkan keenam emosi tersebut dalam sebuah rangkaian


kesatuan : bahagia-terkejut-takut-sedih-marah-benci. Semakin dekat dua emosi
terhadap emosi lainnya, semakin besar sulit membedakannya. Contoh : kita kadang-
kadang menganggap kebahagiaan sebagai rasa terkejut, teapi jarang kita bingung
membedakan kebahagiaan dan rasa benci.

3.1.2 Beberapa Aspek Emosi

Aspek ini meliputi biologi, intensitas, frekuensi, dan durasi emosi. Mari kita bahas
masing-masing aspek ini:

a. Biologi emosi. Semua emosi berasal dari dalam sistem limbik yaitu yang terletak
dekat batang otak kita. Secara keseluruhan, sistem limbik memberikan sebuah
lensa dimana kita dapat menginterpretasikan kejadian-kejadian. Ketika sistem
tersebut aktif, kita melihat hal-hal dalam sebuah cahaya negatif. Ketika tidak aktif,
kita menginterpretasikan informasi secara lebih positif. Sistem limbik setiap orang
tidaklah sama. Para wanita cenderung memiliki sistem limbik yang lebih aktif
dibandingkan pria. Hal ini merupakan perbedaan bahwa wanita lebih mungkin
terkena depresi dibandingkan pria, tetapi tidak secara otomatis semua orang yang
terkena depresi adalah wanita.
b. Intensitas. Setiap orang memiliki kemampuan bawaan yang bervariasi untuk
mengekspresikan intensitas emosional. Pada saat lain, kemampuan tersebut timbul
sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan pekerjaan. Berbagai pekerjaan
menuntut emosi yang berbeda dan dapat bergantung pada kemampuan mereka
untuk mengubah intensitas emosional bilamana dibutuhkan.
c. Frekuensi dan durasi. Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang
karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi-emosi yang
harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya
mereka berusaha menampilkannya.

Apakah emosi membuat kita irasional? Penelitian menyatakan bahwa demonstrasi atau
pengalaman emosi membuat kita terlihat lemah,rapuh, atau irasional. Namun,
penelitian yang ada tidak sependapat dan semakin memperlihatkan bahwa emosi
sebenarnya penting terhadap pemikiran rasional. Emosi memberikan informasi penting
mengenai bagaimana kita memahami dunia disekitar kita.

Apakah fungsi emosi itu? Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang
seiring waktu untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Emosi sangatlah
berguna karena memotivasi orang untuk terlibat dalam tindakan-tindakan penting agar
dapat bertahan hidup. Teori Darwin tersebut didukung oleh para peneliti yang berfokus
pada psikologi evolusioner. Bidang penelitian ini mengatakan bahwa kita harus
mengalami emosi karena hal ini berguna terhadap suatu tujuan. Psikologi evolusioner
memberikan sebuah perspektif yang menarik pada fungsi-fungsi emosi,tetapi sulit
untuk mengetahui apakah perspektif ini valid sepanjang waktu.

3.1.3 Suasana Hati sebagai Afek Positif dan Negatif

Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah hal tersebut
positif atau negatif. Emosi-emosi positif seperti rasa gembira dan rasa syukur
mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan mengutungkan. Emosi-emosi negative
seperti rasa marah atau rasa bersalah mengekspresikan sebaliknya. Ingatlah bahwa
emosi itu tidak dapat netral. Menjadi netral berarti menjadi nonemosional.
Dalam tampilan ini , rasa senang adalah sebuah emosi spesifik yang merupakan
penanda murni dari afek positif tinggi, sementara kebosanan adalah sebuah penanda
murni afek positif rendah. Demikian pula, gelisah adalah sebuah penanda murni dari
afek negatif tinggi, sementara rileks adalah sebuah penanda murni dari afek negatif
rendah. Akhirnya , beberapa emosi seperti rasa puas (campuran dari afek positif tinggi
dan afek negatif rendah) atau kesedihan ( ampuran dari afek positif rendah dan afek
negatif tinggi) berada diantara keduanya.

Jadi , kita dapat menaggap afek positif (positive affect) sebagai sebuah dimensi suasana
hati yang terdiri atas emosi-emosi positif seperti kesenangan, ketenangan diri , dan
kegembiraan pada ujung tinggi , dan kebosanan , kemalasan , dan kelalahan pada ujung
rendah.

Afek negatif (negative affect) adalah sebuah dimensi suasana hati yang terdiri atas
kegugupan , stress, dan kegelisahan pada ujung tinggi , serta relaksasi, ketenangan ,
dan keseimbangan, oada ujung rendah. Aspek positif dan negatif memainkan peran
pada pekerjaan (dan diluar pekerjaan , tentu saja ) dalam artian bahwa hal-hal ini
memberi warna pada persepsi-persepsi kita, dan persepsi-persepsi ini dapat menjadi
realita yang sesungguhnya.

Secara penting, emosi-emosi negatif lebih mungkin diinterpretasikan menjadi suasana


hati negatif. Orang-orang memikirkan kejadian-kejadian yang menciptakan emosi-
emosi negatif kuat lima kali lebih lama dibandingkan yang mereka lakukan terhadap
kejadian-kejadian yang menciptakan emosi-emosi positif kuat. Penelitian benar-benar
menunjukan bahwa terdapat sebuah penyeimbang positivitas (positivity offset), yang
berarti bahwa pada posisi nol masukan (ketika tidak ada hal khusus yang terjadi),
kebanyakan individu mengalami suatu suasana hati yang sedikit positif. Jadi
kebanyakan orang, suasana hati positif sedikit lebih umum terjadi dibandingkan
suasana hati negatif.

3.1.4 Sumber - sumber Emosi dan Suasana Hati

Meskipun esmosi dianggap lebih dipengaruhi oleh kejadian-kejadian daripada oleh


suasana hati, ironisnya para peneliti telah melakukan lebih banyak penelitian pada
sumber suasana hati daripada emosi. Berikut ini adalah sumber-sumber yang
mempengaruhi emosi dan suasana hati;

a. Kepribadian.
Kepribadian memberikam kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana
hati d an emosi tertentu. Sebagai contoh, seseorang merasa bersalah dan merasakan
ekmarahan dengan lebih mudah dibandingkan dengan orang lain. Orang lain
mungkin merasa lebih rileks dalam situasi apapun. Dengan kata lain, suasana hati
dan emosi memiliki sebuah komponen ciri pada mereka-sebagian besar orang
mempunyai kecenderungan tetap untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu
lebih sering disbanding orang lain.
b. Hari dalam Seminggu dan Waktu dalam Sehari.
Pekerja dan pelajar pada umumnya berkerja dari hari Senin – Jum’at, dan mereka
akan emngambil kesempatan untuk bersantai pada hari Sabtu dan Minggu. Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa orang-orang dalam berada dalam suasana hati terbaik
di akhir pecan, dan berada dalam suasana hati terburuk diakhir pecan.
Dalam satu hari, dipagi seseorang akan berada dalam keadan hati terburuk, dimana
semangat masih rendah. Kemudian Suasana hati akan semakin meningkat dan
kembali di menurun pada malam hari.
c. Cuaca.
Banyak orang percaya bahwa cuaca memiliki banyak pengaruh terhadap suasana
hati. Tetapi bukti menunjukan sebaliknya, seseorang ahli menyimpulkan “Berlawan
dengan pandangan kultur yang ada, data ini menunjukkan bahwa orang-orang tidak
melaporkan suasana hati yang lebih baik pada cuaca yang cerah dan terang dan juga
sebaliknya, melaporkan suasana hati yang lebih buruk pada hari yang gelap.
d. Stres.
Stres mempengaruhi emosi dan suasana hati. Sebagai contoh, pelajar yang akan
mengikuti ujian akan memiliki rasa takut yang lebih tinggi sebelum ujian dimulai
dan saat ujian sudah berakhri rasa takut tersebut akan berkurang. Stress dapat
menyebabkan ketegangan, yang menyebabkan emosi negative.
e. Aktivitas Sosial.
Aktivitas social dapat meningkatkan suasana hati positif dan sedikit pengaruhnya
terhadap suasana hati negative. Menurut penelitian, aktivitas social yang berupa
kegiatan fisik(berjalan kaki dengan teman), informal(pergi ke pesta), atau
Epicurean(makan bersama orang lain) lebih diasosiasikan secara kuat dengan
peningjatan suasana hati yang positif dibandingkan kejadian-kejadian formal.
f. Tidur.
Kualitas tidur mempengaruhi suasana hati, sebagai contoh seseorang perkerja yang
bekerja lembur sampai tengan malam akan memiliki jam tidur yang kurang yang
menyebabkan adanya rasa lelah yang lebih besar, mudah marah,sulit mengontrol
emosi, dan tidak ramah.
g. Olahraga.
Berdasarkan penelitian, olahraga dapat meningkatkan suasana hati positif. Terapi
olahraga juga dapat memberikan pengaruh paling kuat terhadap mereka yang
mengalami depresi.
h. Usia.
Berdasarkan penelitian, orang-orang pada usia 18-94 tahun akan jarang
mengeluarkan suasana hati yang negative. Suasana hati yang positif lebih lama
bertahan lama dan suasana hati yang negative menghilang lebih cepat.
i. Gender.
Perbedaan antara wanita dan pria berada dalam reaksi emosional dan kemampuan
untuk membaca emosi orang lain. Dalam perbandingan antargender, wanita
menunjukkan ekspresi emosional yang lebih besar disbanding pria. Wanita
mengalami emosi lebih intens dan mereka menunjukan ekspresi emosi positif
maupun negative yang lebih sering, kecuali kemarahan. Selain itu, wanita juga
menyatakan lebih nyaman dengan emosi dan mampu membaca petunjuk nonverbal
dan patanglinguistik secara lebih baik dibandingkan pria.

3.1.5 Batasan - batasan External pada Emosi

Setiap organisasi mendefinisikan batasan batasan yang mengidentifikasi setiap emosi


yang dapat diterima dan sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.
kultur yang ada pada budaya seseorang juga menetapkan batasan batasan. dalam hal
ini, kita melihat pengaruh organisasi dan kultur pada emosi, yaitu:

a. Pengaruh operasional. Jika anda sulit untuk tersenyum dan terlihat bahagia, maka
tidak mungkin anda bekerja disalah satu taman hiburan. contoh lain, mc donald’s
menyatakan bahwa pegawai gerainya ‘harus menunjukkan sikap tulus, antusiasme,
percaya diri, dan memiliki rasa humor ‘namun ada emosi negative tertentu
sepertirasa takut, gelisah, dan marah yang cenderung tidak dapat diterima kecuali
dalam kondsi yang benar benar spesifik, misalnya, dalam kondisi anggota
kelompok berstatus tinggi menunjukkan rasa tidak sabar kepada anggota yang
berstatus rendah. tetapi, iklim dalam suatu organisasi yang dikelola dengan baik
adalah iklim yang berusaha bebas dari emosi.
b. Pengaruh kultural. Seberapa besar tingkat seseorang mengalami emosi itu
bervariasi didalam setiap kulturnya. sebagai contoh, di cina seseorang menyatakan
bahwa mereka mengalami lebih sedikit emosi positif dan negative dibandingkan
orang orang dengan kultur budaya lain. tetapi di taiwan, rata rata seseorang
melaporkan lebih banyak emosi positive daripada emosi negative dibandingkan
dengan rekan mereka di Cina. secara umum, seseorang didalam sebagian besar
kulturnya mengalami emosi positive dan negative secara bervariasi.

Interpretasi seseorang atas emosi bervariasi di dalam setiap kultur. Setiap orang
menginterpretasikan emosi positif dan negatif dengan cara yang sama. kita semua
memandang emosi negative, seperti kebencian, ketakutan, dan kemarahan sebagai hal
yang berbahaya dan destruktif. kemudian kita juga memandang emosi positif sebagai
kegembiraan, cinta, dan kebahagiaan. tetapi, beberapa kultur menghargai lebih tinggi
emosi tertentu dibandingkan yang lainnya. sebagai contoh,orang Amerika menghargai
antusiasme, sementara orang Cina menganggap emosi negatif lebih berguna dan
membangun dibandingkan orang Amerika. secara umum, kebanggaan diri dipandang
sebagai emosi positif di kultur barat yang individualis seperti Amerika, tatapi di kultur
timur seperti Cina dan Jepang cenderung memandang kebanggaan diri sebagai sebuah
emosi yang tidak disukai

Norma untuk mengekspresikan emosi berbeda beda di dalam setiap kultur. Seseorang
muslim, menganggap senyum sebagai pertanda daya tarik seksual, sehingga kaum
muslimah (wanita muslim) diajarkan agar tidak tersenyum kepada pria.

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa di negara kolektivis, kemungkinan orang


lebih percaya bahwa emosi yang ditunjukkan menimbulkan kaitan antara mereka
dengan orang yang mengekspresikan emosi tersebut. Berbeda dengan orang dalam
kultur individualis tidak menganggap bahwa ekspresi emosional orang lain diarahkan
kepada mereka. Contohnya, di Venezuela (sebuah kultur yang sangat kolektivis ),
seseorang yang melihat ekspresi kemarahan pada wajah seorang teman akan berpikir
bahwa teman tersebut sedang matah kepadanya , tetapi di Amerika (sebuah kultur yang
sangat individualis) , seseorang secara umum tidak akan menghubungkan ekspresi
kemarahan seorang tema dengan sesuatu yang telah dilakukannya.

3.2 Kerja Emosional

Kerja emosional adalah ekspresi seseorang karyawan dari emosi-emosi yang


diinginkan secara organisasional selama transaksi antarpersonal di tempat kerja. Dalam
suatu pekerjaan karyawan harus dapat menunjukan satu emosi sementara pada saat
yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Perbedaa tersebut disepot disonansi
emosional, dan hal ini dapat berakibat buruk bagi karyawan. Jika dibiarkan, perasaan-
perasaan yang terkungkung dari frustasi, kemarahan, dan kebencian akhirnya
menyebabkan kejatuhan mental dan kelelahan emosional. Pentingnya kerja emosional
sebagai komponen dari kinerja pekerjaan yang efektif menyebabkan pemahaman akan
emosi memperoleh relevansi yang semakin besar dalam bidang Perilaku Organisasi

3.2.1 Emosi yang Dirasakan Versus yang Ditampilkan

Saat anda bekerjasama dengan orang lain, mungkin ada seseorang yang anda tidak
sukai dengan alasan tertentu, namun pekerjaan anda mengharuskan untuk berinteraksi
dengan orang tersebut. Dalam hal inilah anda harus dapat memisahkan emosi yang
dirasakan dengan emosi yan ditampilkan.

Emosi yang dirasakan (felt emotion) adalah emosi sebenarnya dari seprang individu.
Sedangkan emosi yang ditampilkan (displayed emotion) adalah emosi yang harus
diperlihatkan dan dipandang sesuai dengan pekerjaan tertentu. Emosi ini bukanlah
pembawaan, melainkan dipelajari.
Contohnya ekspresi kegembiraan pada wajah runner-up pertama ketika Miss Universe
baru diumumkan merupakan aturan penampilan bahwa yang kalah harus menutupi
kesedihan mereka dengan sebuah ekspresi kegembiraan pada pemenang. Ekspresi
sedih saat ada dalam sebuah acara pemakaman, untuk menghormati keluarga yang
ditinggalkan. Ekspresi bahagia dalam sebuah acara pernikahan

Manajer yang efektif, belajar untuk bersikap serius ketika memberikan evaluasi kinerja
negatif seorang karyawan. Tenaga penjual yang tidak belajar tersenyum dan tampak
ramah, terlepas dari perasaan yang sebenarnya dirasakannya.

Cara kita mengalami sebuah emosi tidak harus selalu sama dengan cara kita
memperlihatkan emosi tersebut.. Emosi yang dirasakan dan yang ditampilkan sering
kali berbeda. Perbedaan inilah yang sering terjadi pada sebuah organisasi. Tuntutan
peran dan situasi sering kali mengharuskan orang untuk menampilkan perilaku-
perilaku emosional yang menutupi perasaan mereka yang sebenarnya.

Untuk menunjukan emosi palsu menuntut kita untuk benar-benar menahan emosi yang
kita rasakan (tidak menampilkan kemarahan terhadap seseorang ).Berpura-pura secara
mendalam (deep acting) adalah berusaha mengubah perasaan mendalam seseorang
berdasarkan aturan-aturan penampilan. Penelitian menunjukan bahwa berpura-pura di
permukaan lebih menimbulkan stres karena mengharuskan seseorang untuk
memalsukan perasaan yang sebenarnya.

Sebagai contoh,dalam pekerjaan professional dan manajerial (hal perbedaan gender) ,


para wanita melaporkan bahwa mereka harus menyembunyikan perasaan negative
mereka dan menampilkan perasaan yang lebih positif disbanding pria untuk
menyesuaikan diri dengan apa yang menurut mereka diharapkan atasan dan rekan
kerja mereka.
3.2.2 Pekerjaan yang Menuntut Emosional versus Pekerjaan yang Menuntut
Kognitif

Pada umumnya perkejaan yang menuntut secara emosional (pemimpin upacara


pemakaman) diberi penghargaan yang lebih buruk dari pekerjaan yang lebih menuntut
secara kognitif (yang membutuhkan banyak pemikiran dan serangkaian ketrampilan
yang kompleks). Pekerjaan seperti pengasuh anak dan pelayan (pekerjaan dengan
tuntutan emosional yang tinggi tetapi memiliki tuntutan kognitif yang relative rendah)
menerima kompensansi yang kecil untuk tuntutan emosional.

3.2.3 Teori Peristiwa Afektif

Emosi dan suasana hati adalah suatu bagian penting dari kehidupan, khususnya
kehidupan pekerjaan. Lalu, bagaimana suatu emosi dan suasana hati mempengaruhi
kinerja dan kepuasan kerja seseorang? Sebuah model yang dinamakan Teori Peristiwa
Afektif (Affective Events Theory – AET) dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
seseorang akan hal tersebut. AET menunjukkan bahwa karyawan bereaksi secara
emosional pada hal-hal yang telah terjadi pada mereka di tempat kerja dan reaksi ini
mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja seorang karyawan.

Teori tersebut dimulai dengan mengenali bahwa emosi adalah sebuah respon terhadap
peristiwa dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja meliputi semua hal yang
melingkupi pekerjaan tersebut. Beragam tugas dan tingkat otonomi, tuntutan pekerjaan
dan persyaratan menjadi sebuah lingkup untuk mengekspresikan kerja emosional.
Lingkungan ini menciptakan peristiwa kerja yang dapat berupa percekcokan,
kegembiraan, atau keduanya. Contoh dari percekcokan adalah rekan kerja yang
menolak untuk melakukan bagian pekerjaan mereka, arahan yang bertentangan oleh
manajer yang berbeda dan tekanan waktu yang berlebihan. Sedangkan contoh dari
peristiwa yang menggembirakan meliputi pemenuhan sebuah tujuan, dukungan dari
rekan kerja, dan pengakuan atas sebuah pencapaian.
Peristiwa kerja tersebut memicu reaksi positif maupun negatif. Tetapi kepribadian dan
suasana hati karyawan memengaruhi mereka untuk merespons peristiwa tersebut
dengan intensitas yang lebih besar atau lebih kecil. Misalnya, seseorang yang
mempunyai nilai rendah pada stabilitas emosi lebih memungkinkan untuk bereaksi
kuat terhadap peristiwa negatif. Selain itu, suasana hati seseorang pada umumnya
mengalami perubahan atau fluktuasi. Jadi, respon emosi yang diberikan oleh seseorang
terhadap suatu peristiwa dapat berubah tergantung pada suasana hati. Seingga pada
akhirnya emosi mempengaruhi sejumlah variabel kinerja dan kepuasan seperti perilaku
dan komitmen organisasi, tingkat usaha seorang karyawan, maupun penyimpangan
yang terjadi di tempat kerja

Sebuah contoh dapat menjelaskan AET dengan lebih baik. Contohnya ketika ada
seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan yang sedang mempertimbangkan
pemberhentian karyawan yang meliputi karyawan tersebut. Peristiwa ini
memungkinkan karyawan tersebut untuk merasakan emosi negatif, khususnya rasa
takut akan kehilangan pekerjaan dan sumber pendapatan utama karyawan tersebut.
Kemudian hal ini juga menciptakan serangkaian peristiwa lain yang dapat menciptakan
peningkatan dan penurunan emosional bagi karyawan seperti adanya obrolan yang
meyakinkan bahwa karyawan tersebut aman hingga adanya desas desus bahwa
karyawan tersebut akan di eliminasi. Ayunan emosional ini akan mengalihkan
perhatian karyawan tersebut dari pekerjaan hingga akhirnya menurunkan kinerja dan
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan tersebut.

Kesimpulannya, AET memberikan dua pesan penting. Pertama, emosi dapat digunakan
untuk memahami perilaku karyawan. Model tersebut mendemonstrasikan bagaiman
emosi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Kedua, karyawan dan
manajer seharusnya tidak mengabaikan emosi dan peristiwa yang menyebabkannya
pada karyawan, bahkan ketika hal tersebut tampaknya sepele, karena hal tersebut
sangat mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan pula.
3.3 Aplikasi-aplikasi Perilaku Organisasi terhadap Emosi dan Suasana Hati

Dalam bagian ini dibahas bagaimana pemahaman atas emosi dan suasana hati dapat
meningkatkan kemampuan dan meramalkan proses seleksi dalam organisasi,
pengambilan keputusan , kreativitas, motivasi, kepemimpinan, konflik antarpersonal,
negosiasi, pelayanan pelanggan, sikap-sikap kerja, dan perilaku perilaku menyimpang
di tempat kerja.

a. Seleksi

Dalam dunia kerja, para pemberi kerja menggunakan ukuran-ukuran EI untuk


memperkerjakan orang. Sebuah penelitian terhadap para perekrut Angkatan Udara AS
menunjukan bahwa para perekrut terbaik memiliki EI tingkat tinggi. Sebuah
investigasi lanjutan menemukan bahwa calon orang yang direkrut mempunyai EI
tinggi kemungkinsn akan 2,6 kali lebih berhasil dibandingkan mereka yang tidak.

b. Pengambilan keputusan

Dalam sebuah organisasi dalam pengambilan keputusan menekankan rasionalitas.


Pendekatan tersebut mengecilkan, atau bahkan mengabaikan, peran dari kesedihan,
kegelisahan, ketakutan, frustasi, kebahagian, rasa iri, dan emosi-emosi serupa. Tetapi
kurang tepat jika berasumsi bahwa perasaan tidak mempengaruhi keputusan-
keputusan kita. Berdasarkan kenyataan yang terjadi, orang-orang dapat membuat
pilihan yang berbeda ketika mereka marah dan tertekan dibandingkan ketika mereka
sedang dalam keadaan marah.

Para penelitian PO masih terus memperdebatkan peran emosi dan suasana hati ngetaif
dalam pengambilan keputusan. Dalam sebuah artikel menyatakan bahwa orang-orang
yang tertekan (mereka yang secara kronis mengalami suasana hati buruk atau emosi-
emosi ngetaif seperti kesedihan) membuat penilaian-penilaian yang lebih akurat
dibadningkan orang-orang yang tidak tertekan. Dalam hal ini orang-orang yang
tertekn lebih lambat dalam memproses informasi dan cenderung menbuat keputusan
yang lebih buruk dibandingkan orang-orang yang berbahagia karena orang-orang
yang tertekan lebih lambat dalam memproses informasi dan cenderung menimbang
semua kemungkinan pilihan ketimbang hanya pilihan yang lebih mungkin di ambil.

c. Kreativitas

Seseorang yang berada dalam situasi baik cenderung lebih kreatif dibandingkan
orang-orang yang berada dalam suasana hati yang buruk. Mereka menghasilkan lebih
banyak ide, orang lain berpikir bahwa ide mereka adalah orisinil, dan mereka
cenderung dapat mengidentifikasi lebih banyak pilihan kreatif terhadap masalah.
Orang-orang yang berada dalam situasi baik lebih fleksibel dan terbuka dalam
pemikiran mereka.

d. Motivasi

Dua penelitian menegaskan penitngnya suasana hati dan emosi pada motivasi.
Penelitian tersebut dilakukan dengan membentuk dua kelompok yang diberikan
sebuah tantangan untung memecahkan beberapa teka-teki. Kelompok yang pertama
sebelum melaksanakan tantanga tersebut diperlihatkan sebuah video lucu yang
bertujuan untuk menciptakan suasana hati positif. Sedangkan kelompok kedua tidak
diperlihatkan sebuah video lucu. Hasilnya adalah kelompok pertama lebih banyak
memecahkan teka-teki yang diberikan dibandingkan kelompok kedua. Hal tersebut
terjadi karena kelompok yang memiliki suasana hati yang postif dalam menjalankan
sebuah pekerjaan berusaha lebih keras. Selain itu, ada penelitian yang menyimpulkan
bahwa dengan memberikan umpan ballik kepada orang mengenai pekerjaan dapat
mempengaruhi suasana hati mereka, yang mempengaruhi motivasi mereka. Kedua
penelitian itu membuktikan seberapa suasana hati dan emosi mempengaruhi motivasi
individu dan organisasi yang mempromosikan suasana hati yang positif ditempat kerja
lebih berkemungkinan mempunyai angkatan kerja yang lebih termotivasi.
e. Kepemimpinan

Kemampuan untuk memimpin orang lain adalah sebuah kualitas fundamental yang
dicari organisasi-organisasi dalam karyawan mereka. Para pemimpin yang efektif
mengandalkan daya Tarik emosional untuk membantu menyampaikan pesan-pesan
mereka. Para eksekutif perusahaan mengetahui pentingnya kandunga emosional jika
menginginkan para karyawan untuk mempercayai visi mereka atas masa depan
perusahaan mereka dan menerima perubahaan. Jadi ketika para pemimpin yang
efektif ingin menerapkan perubahaan-perubahaan yang signifikan, mereka
mengandalkan “pembangkitan, pembangunan, dan mobilisasi emosi”. Dengan adanya
pembangkitan emosi dan menghubungkan pada visi yang menarik, para pemimpin
meningkatkan kemungkinana bahwa para manajer dan karyawan akan menerima
perubahan.

f. Konfilk antarpersonal

Manakala konflik timbul di antara rekan kerja, dapat dipastikan bahwa emosi akan
terihat. Keberhasilan seorang manajer saat mencoba menyelesaikan konflik
terutama ditentukan oleh kemampuan untuk mengenali elemen emosional dalam
konfilk dan meminta pihak-pihak yang terlibat untuk mengendalikan emosi. Manajer
yang mengabaikan elemen-elemen emosional dalam konflik serta hanya berfokus pada
hal-hal yang bersifat rasional dan berkaitan dengan tugas, kemungkinan tidak dapat
menyelesaikan konflik-konflik yang ada.

g. Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah proses emosional. Beberapa penelitian dalam sebuah


negosiasi biasanya negosiator yang berpura-pura marah memiliki keuntunga atas lawan
mereka. Karena lawan akan menyimpulkan bahwa negosiator tersebut telah
memberikan semua yang ia dapat dan demikian lawan menyerah. Didalam tempat kerja
suasana hati bermanfaat, tetapi dalam negosiasi, emosi dapat merugikan kinerja
seorang negosiator. Sebuah penelitian di 2005 mengungkapkan orang-orang yang
menderita kerusakan pada pusat emosional dari otak mereka dapat menjadi negosiator
terbaik, karena mereka mungkin tidak akan melakukan koreksi terlalu banyak terhadap
hasil-hasil negatif.

h. Pelayanan Pelanggan

Pemberian pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan membuat karyawan


menuntut banyak hal karena mereka sering berada dalam situasi disonasi emosional.
Seiring berjalannya waktu, hal ini dapat menyebabkan kejatuhan mental atau fisik
dalam pekerjaan, penurunan pekerjaan, dan rendahnya kepuasaan kerja.

Emosi karyawan dapat juga berpindah kepada pelanggan, penelitian mengindikasi


adanya efek kesesuaian antara emosi karyawan dan pelanggan, sebuah efek yang
disebut penularan emosi. Penjelasan dalam hal ini adalah ketika karyawan
mengekspresikan emosi-emosi positif pada pelanggan, para pelanggan cenderung
merespon secara positif. Penularan emosional adalah penting karena ketika para
pelanggan menangkap suasana hati atau emosi positif dari karyawan, mereka
berbelanja lebih lama.

i. Sikap Kerja

Beberapa penelitian membuktikan bahwa orang-orang yang mempunyai hari baik d


tempat kerja cenderung berada dalam suasana hati yang baik di rumah pada malamnya.
Selain itu, orang-orang yang mengalami hari yang buruk cenderung berada dalam
suasana hati buruk setelah mereka berada dirumah. Dan orang-orang yang merasa
tertekan di tempat kerja cenderung kesuliatn mendapatkan ketenangan setelaha mereka
pulang ke rumah.
j. Perilaku menyimpang di tempat kerja

Emosi-emosi negatif juga apat membawa sejumlah perilaki menyimpang di tempat


kerja. Misalnya, iri hati adalah sbeuah emosi yang terjadi ketika sesorang membenci
orang lain karena suatu yang tidak dimiliki oleh dia. Dalam dunia kerja contohnya
seperti penugasan kerja yang lebih baik, kantor yang lebih besar, atau gaji yang lebih
tinggi. Hal tersebut dapat berujung pada perilaku menyimpang yang jahat. Penelitian
menjelaskan bahwa orang-orang yang merasakan emosi negatif lebih berkemungkinan
untuk terlibat dalam perilaku menyimpang di tempat kerja daripada orang-orang yang
tidak merasakan emosi-emosi negati.

3.4 Analisa Kasus

Kasus pada American Express menggambarkan bagaimana sebuah pekerjaan sering


berdekatan dengan hal-hal yang bersifat emosional dan memicu stress. Situasi
emosional dan stress tidak saja datang dari atasan tapi bisa jadi juga dari para
pelanggan atau pengguna asuransi, apalagi ini berhubungan dengan asuransi jiwa
yang berbicara masalah kematian dan uang. Pekerja pada asuransi jiwa ini akan
dihadapkan pada situasi ini ketika mereka ‘menjual’ jasa asuransi kepada para calon
pelanggannya. Beberapa klien bahkan dapat menanggapinya sebagai sebuah
kerisauan dan ketakutan yang akhirnya dapat menimbulkan kemarahan.

Staf di bagian ‘penjualan’ di American Express percaya pada ‘nilai’ dari pekerjaan
mereka, tapi ketika dihadapkan pada emosi negative pelanggan atau klien
menjadikan semangat staf menjadi menurun. Disisi lain ada tekanan bahwa mereka
mengabaikan perasaan pelanggan dan focus pada penjualan, dimana kadang ini
mendapat tanggapan emosi yang negative menjadi masalah tersendiri.

American express mencoba memahami situasi tersebut dan mulai melakukan upaya
agar ada keselarasan antara pelanggan dan perwakilan atau agen penjualan polis
asuransi jiwa ini. Dipimpin Kate Cannon, American express menggunakan teknik
RESONANSI EMOSIONAL untuk mengidentifikasi perasaan karyawan tentang
pekerjaan mereka. Teknik ini mencoba melihat masalah dari sudut pandang
emosional yang sama antara wawasan dramatis tentang klien, perwakilan
penjualan, dan manajer. Beberapa isu yang dilakukan oleh Canon adalah:

1. Langkah pertama yang diambil adalah untuk menyatakan bahwa emosi negatif
klien ‘adalah hambatan untuk penjualan asuransi jiwa. Cannon menjelaskan,
“Orang-orang melaporkan segala macam masalah emosional-ketakutan,
kecurigaan, ketidakberdayaan, dan ketidakpercayaan-terlibat dalam membeli
asuransi jiwa.” Emosi negatif Klien ‘, pada gilirannya, telah memicu perasaan
negatif antara beberapa perwakilan penjualan asuransi jiwa American Express,
termasuk perasaan ketidakmampuan, ketakutan, ketidakpercayaan, malu, dan
bahkan penghinaan. Fokus manajemen pada penjualan telah menciptakan situasi
emosional antara pekerjaan tenaga penjualan dan kepribadian mereka yang
sebenarnya. Cannon menemukan bahwa perwakilan penjualan yang tidak
mengakui penderitaan klien mereka merasa tidak jujur. Kesenjangan emosional
antara kata-kata mereka dan perasaan mereka yang sebenarnya hanya
meningkatkan penderitaan mereka.
2. Cannon menemukan satu berita baik. Agen asuransi yang melihat pekerjaan
mereka dari sudut pandang pelanggan menjadi berkembang. Mereka mempunyai
keselarasan dalam perasaan dan kata-kata. Klien menjadi percaya
mereka. Kepercayaan antara agen dan klien yang terbuka secara emosional telah
berpengaruh pada penjualan dan kepuasan kerjan yang lebih baik. Untuk melihat
apakah ketrampilan emosional pelatihan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan
penjualan di antara anggota tim lainnya, Cannon mengadakan kursus dalam
kesadaran emosional untuk kelompok penjual asuransi jiwa agen American
Express. Tujuan dari kursus ini adalah untuk membantu karyawan mengenali dan
mengelola perasaan mereka. Hasil penelitian membuktikan nilai kejelasan
emosional.

Program pelatihan kesadaran emosional memiliki dampak signifikan pada staf yang
berada di garis depan sehingga penjualan asuransi jiwa Amerika Ekspres naik
puluhan juta dolar. Americam Express telah menemukan formula yang membantu
karyawan dalam menemukan kesadaran emosi sejati mereka dan bagaimana emosi
tersebut dikelola. Kesadaran emosi membuat karyawan lebih dipercaya dan dapat
menggunakan emosi mereka secara positif sehingga mampu menguntungkan
perusahaan.

Kesimpulan:

Kasus di atas memperlihatkan pentingnya memahami suasana hati dari staf atau
karyawan dan juga bagaimana membangung sebuah Emotional Intelligence dalam
sebuah organisasi, apalagi perusahaan asuransi Jiwa. Pada sisi ini staf harus dapat
memahami kompetensi diri dan bagaimana mereka sendiri mengelola hati dan
perilaku.

American Express melalui pelatihan yang dilakukan oleh Canon telah mampu
menerapkan bagaimana mengembangkan kompetensi personal dan sosial melalui
kecerdasan emosi (emotional intelligence), yang terdiri dari Self-Awareness, Self-
Management, Social Awareness dan Relationship Management.

Disini terlihat bahwa orang pada prinsipnya ketika seseorang mampu menggunakan
kecerdasan emosinya, maka emosi negative bisa berubah menjadi emosi positif.
Disisi lain kecerdasan emosi ini menunjukkan bagaimana kemampuan mengelola
diri sendiri dan bagaimana berinteaksi dengan orang lain secara dewasa dan
konstruktif. Hal ini penting bagi setiap karyawan dalam organisasi atau perusahaan
untuk mengatasi berbagai masalah yang melibatkan masalah emosional dan stress.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Emosi dan suasana hati adalah mirip karena kedudukan keduanya bersifat afektif.
Tetapi dua hal ini juga berbeda-suasana hati adalah lebih umum dan kurang
kontekstual dibandingkan emosi. Selain itu, berbagai peristiwa juga membawa
perbedaan.

Emosi dan suasana hati merupakan suatu bagian alami dari diri seorang individu.
Didalam dunia kerja akan menjadi suatu kesalahan apabila seorang manajer
mengabaikan emosi rekan kerja mereka dan menganggap perilaku orang lain sebagai
hal rasional. Para manajer yang memahami peran emosi dan suasana hati akan secara
signifikan meningkatkan kemampuan mereka untuk menjelaskan dan meramalkan
perilaku rekan kerja mereka. Emosi dan suasana hati mempengaruhi kinerja
sesorang, khususnya emosi-emosi negatif. Tetapi dilain sisi, emosi dan suasana hati
juga meningkatkan kinerja dengan dua cara. Yang pertama, emosi dan suasana hati
dapat meningkatkan tingkat rangsangan, memotivasi karyawan untuk berkerja lebih
baik. Kedua, kerja emosional mengungkap bahwa perasaan-perasaan tertentu dapat
menjadi bagian dari persyaratan sebuah pekerjaan.

4.2 Saran

Emosi dan suasana hati memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari,
contohnya pada dunia kerja. Emosi dan suasana hati yang positif akan memberikan
hal yang positif untuk kinerjanya dan juga sebaliknya. Oleh karena itu, mengontrol
emosi perlu dilakukan agar emosi tidak membawa dampak negative yang merugikan
diri sendiri dan juga orang lain, serta untuk menjaga agar suasana hati tidak
memburuk.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai