Anda di halaman 1dari 13

Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya organisasi sebagai istilah deskriptif

Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu
organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya
organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.

Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang


organisasi mereka:

Apakah mendorong kerja tim?


Apakah menghargai inovasi?
Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti
bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.

Asal muasal budaya organisasi

Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah pendirinya.

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat
ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan
yang telah diraihnya pada masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi:
para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi
tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran
kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka
pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri
hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua,
pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.
Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk
mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri
tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu
utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya
organisasi.

Karakteristik budaya organisasi

Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan
hakikat budaya organisasi.

Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan
berani mengambil risiko.
Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan
perhatian pada hal-hal detail.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil
tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-
individu.
Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam
perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi

Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata
lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah
bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak
sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.

Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan
mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara
tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah
pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi.
Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau
pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya
dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.

Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya
organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada
keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak
semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk
menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan,
misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya
menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan
Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki
berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.

Pengaruh budaya

Fungsi-fungsi budaya

Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.

Batas

Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang
membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.

Identitas

Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.


Komitmen

Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan
individu.

Stabilitas

Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu
menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan
dilakukan karyawan.

Pembentuk sikap dan perilaku

Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang
menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik.
Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:

“ Dalam definisinya, bersifat samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap
organisasi mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit
yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja… Hingga para pendatang baru mempelajari aturan,
mereka tidak diterima sebagai anggota penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi
atau karyawan lini depan membuat publik luas tidak senang dan memberi mereka hukuman yang berat.
Ketaatan pada aturan menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas. ”
Budaya sebagai beban

Hambatan untuk perubahan

Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang
dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah
organisasi bersifat dinamis

Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin,
ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain
akan menciptakan sebuah paradoks.
Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika
membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk.
Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI

A.PENGERTIAN DAN FUNGSI BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Adapun pengertian Budaya Organisasi menurut beberapa ahli, yaitu :


1.Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah
sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku
dari anggota organisasi itu sendiri.

2.Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah
cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi
atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

3.Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu.

FUNGSI BUDAYA ORGANISASI


Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal
batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri
individual seseorang.
4.Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan.

TIPOLOGI BUDAYA ORGANISASI


Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi
:
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan
kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai
karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai
tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai
karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada
hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan
cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga
menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat
berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak
perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek
memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
KREATIVITAS INDIVIDU DAN TEAM PROSES INOVASI
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang
baru, sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi
merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas,
sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang
meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan
bahwa secara konseptual apa yang disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak berdampak pada
perusahaan karena mandek di tingkat eksekusi. Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh
seseorang, tetapi eksekusinya harus melibatkan banyak orang, mulai dari atasan hingga bawahan. Di
sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi secara konsisten tanpa dukungan karyawan
yang bisa memenuhi tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-
perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan karyawan, pemberdayaan, dan juga
sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik pada
perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan, dan mendorong ke arah ide-ide bagus.
Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi, perusahaan terus berusaha untuk
mendemokratisasikan inovasi.

Pengertian Apresiasi Menurut Beberapa Referensi


Sepuluh Pengertian Apresiasi dari Berbagai Referensi

Pengertian apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penilaian baik; penghargaan;
misalnya –terhadap karya-karya sastra ataupun karya seni.
Apresiasi berasal dari bahasa Inggris, appreciation yang berarti penghargaan yang positif. Sedangkan
pengertian apresiasi adalah kegiatan mengenali, menilai, dan menghargai bobot seni atau nilai seni.
Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Sasaran utama dalam kegiatan
apresiasi adalah nilai suatu karya seni. Secara umum kritik berarti mengamati, membandingkan, dan
mempertimbangkan. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan
teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek
umum.
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa apresiasi positif dapat diberikan kepada seseorang,
atau beberapa individu atau sebuah kelompok yang melakukan karya positif dengan suatu hal yang
positif juga, atau sebaliknya.
http://hilman2008.wordpress.com/2009/06/19/apresiasi/

Pengertian apresiasi secara umum adalah suatu penghargaan atau penilaian terhadap suatu karya
tertentu. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi dibagi
menjadi tiga, yakni kritik, pujian, dan saran. Sementara itu, orang yang ahli dalam bidang apresiasi
secara umum adalah seorang kolektor atau pencinta suatu seni pada umumnya. Tetapi dalam
memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian
apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
-http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081204221626AAdJoV5-
Pengertian apresiasi adalah 1. kesadaran terhadap nilai seni dan budaya; 2. penilaian (penghargaan)
terhadap sesuatu; 3. kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu
bertambah;
ber•a•pre•si•a•si v mempunyai apresiasi; ada apresiasi;
meng•ap•re•si•a•si v melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misalnya terhadap sebuah
karya seni)
-http://www.artikata.com/arti-319466-apresiasi.html-
Apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian,
bentuk ituberasal dari kata kedua “to aprreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Apresiasi
mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-
nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. (Aminuddin, 1987).
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan
yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti,
1985:2002).
Apresiasi merupakan kegiatan mengakrabi karya sastra secara bersungguh-sungguh. Sehubungan
dengan itu, apresiasi memerlukan kesungguhan penikmat sastra dalam mengenali, menghargai, dan
menghayati, sehingga ditemukan penjiwaan yang benar-benar dalam (Elliyati, 2004)
Apresiasi adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (Effendi,
1973).
Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaaan atau kepekaaan batin, dan pengakuan
terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang (Aminuddin, 1987).
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciation, yang berasal dari kata kerja
to apreciate, yang menurut kamus Oxford berarti to judge value of understand or enjoyfully in the right
way; dan menurut kamus Webstern adalah to estimate the quality of to estimate rightly to be
sensitevely aware of. Jadi secara umum mengapresiasi adalah mengerti serta menyadari sepenuhnya,
sehingga mampu menilai secara semestinya.
Dalam kaitannya dengan kesenian, apresiai berarti kegiatan mengartikan dan menyadari sepenuhnya
seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu
menikmati dan manilai karya tersebut secara semestinya. Dalam mengapresiai, seorang penghayat
sedang mencari pengalam estetis. Sehingga motivasi yang muncul adalah motivasi pengalaman estetis.
Pengalaman estetis menurut Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan intuitif.
– http://tjahjo-prabowo.staff.fkip.uns.ac.id/apresiasi-seni/-
Hubungan Etika dan Budaya

Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang
secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus
selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap
komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.

Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah
untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan
tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu
disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang
berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita
jalani.

Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya
disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai
dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan
bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya
Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.

Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their
validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya
harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.

Hubungan antara Etika dengan Krisis Kemanusiaan

Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang
tetap. Manusia yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang
bernama Aristoteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika / moral adalah
ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Menurut K.
Bertenes, etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam
mengatur tingkah lakunya. Etika berkaitan erat dengan berbagai masalah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan tentang masalah-masalah predikat nilai ”susila” dan ”tidak susila”, ”baik” dan
”buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-
sifat yang menunjukkan bahwa orang yang memilikinya dikatakan tidak susila. Sesungguhnya etika lebih
banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungannya dengan tingkah
laku manusia (Katsoff, 1986).

Etika dibagi menjadi 2 kelompok, etika umum dan etika khusus. Etika khusus dibagi menjadi 2 kelompok
lagi menurut Suseno (1987), yaitu etika individual dan etika sosial yang keduanya berkaitan dengan
tingkah laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga masyarakat. Etika
sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat atau umat manusia.
Dalam masalah ini, etika individual tidak dapat dipisahkan dengan etika sosial karena kewajiban
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik secara langsung
maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangan dunia, idiologi-idiologi maupun tanggungjawab manusia terhadap lingkungan
hidup. Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Di dunia kita sekarang ini, kesadaran akan etika individual dan etika sosial sangatlah rendah. Contoh
nyatanya adalah adanya kelangkaan perspektif etika di kalangan para penguasa politik dan ekonomi
yang telah memicu penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam berbagai sudut kehidupan.
Parliament of the World’s Religion II, tahun 1993, yang diselenggarakan di Chicago, menghasilkan
deklarasi yang disebut dengan etika global (global ethic) sebagai penjabaran praktis berupa paradigma
etika dan moral untuk diejawantahkan dalam kehidupan empiris.

Lahirnya Deklarasi Etika Global tersebut merupakan realisasi antisipasif dan solutif atas sebuah kekuatan
dahsyat bernama globalisasi yang dewasa ini tidak hanya memasuki wilayah kehidupan material seperti
ekonomi, budaya, dan politik pada banyak negara di seluruh belahan dunia, tetapi kekuatan tersebut
juga merambah wilayah nonmeterial, yaitu etika. Globalisasi sendiri telah banyak menimbulkan dampak
positif, tetapi juga dampak negatif, yaitu krisis kemanusiaan. Dunia manusia saat ini sedang dilanda
suatu krisis multidimensi global, yang meliputi krisis ekonomi global, krisis ekologi global, dan krisis
politik global. Berbagai terpaan krisis tersebut lalu bermuara pada krisis kemanusiaan seperti
kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kezaliman, kekerasan, penindasan, pengisapan, pembunuhan,
dan lain-lain.

Jika ditelusuri secara seksama, kita ketahui krisis kemanusiaan yang ada berpangkal mula dari krisis
etika. Kelangkaan wawasan dan pengetahuan etika, terutama di kalangan penguasa politik dan ekonomi,
mendorong merajalelanya perusakan yang kemudian mengarah pada kerusakan dunia dan segala
tatanannya. Dari perspektif etika global, permasalahan yang dihadapi proses peradaban bangsa-bangsa
di dunia belakangan ini, tidak lain adalah masalah etik, yaitu rendahnya kadar apresiasi terhadap etika
peradaban. Proses peradaban berkembang sedemikian cepat, terutama pada aspek material yang
mengatas namakan kebebasan, kekuatan dan kepercayaan atas diri manusia. Dengan demikian, proses
peradaban menempatkan manusia sebagai “pencipta yang memiliki kuasa besar” terhadap hidup dan
kehidupannya. Kehidupan manusia kemudian berorientasi pada paradigma “antropo-centris”, yaitu
berpusat pada diri manusia itu sendiri, sehingga manusia diliputi paham “egoisme kemanusiaan”.
Egosime kemanusian tersebut, sebagai mana diketahui, menjelma dalam paham, baik yang bersifat
individualistis maupun kolektif, sebut saja rasisme, nasionalisme, sekterianisme, atas seksisme
(feminisme dan maskulinisme). Semua bentuk egoisme manusia tersebut menghalangi manusia untuk
menjadi manusia sejati, manusia berkemanusiaan.

Sebuah paragraf dalam Declaration toward a Global Ethic of the Parliament of the World’s Religions
yang dikeluarkan di Chicago pada 1993 berbunyi sebagai berikut, “Dalam tradisi etika dan agama umat
manusia, kita menemukan perintah: kalian tidak boleh mencuri! Atau dalam bahasa positifnya:
berdaganglah secara jujur dan adil! Makna dari perintah ini adalah tidak seorang pun berhak dengan
cara apa pun merampas atau merebut hak orang lain atau hak kesejahteraan bersama. Begitu juga tidak
seorang pun berhak menggunakan apa yang dimilikinya tanpa peduli akan kebutuhan masyarakat dan
bumi. Dalam pandangan deklarasi etika global, tidak mungkin ada suatu tatanan dunia baru tanpa
tatanan etika global. Etika global, mengacu pada suatu permufakatan mendasar tentang nilai-nilai
mengikat, ukuran-ukuran pasti, dan sikap-sikap pribadi yang harus dimiliki setiap manusia, khususnya
manusia beragama.
Pemecahan problematika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan hidup mungkin dilakukan dengan
proses pembangunan yang berkesinambungan lewat perencanaan ekonomi dan politik serta
pembelakuan hukum dan undang-undang. Namun, semua itu belum cukup tanpa perubahan “orientasi
batin” (inner orientation) dan sikap mental yang berkualitas dari masyarakat. Masyarakat membutuhkan
reformasi sosial dan ekologis, tapi dalam waktu bersamaan mereka juga membutuhkan pembaruan
spiritual. Untuk benar-benar berperilaku manusiawi berarti :

Kita harus menggunakan kekuasaan ekonomi dan politik untuk melayani kemanusiaan, bukan
menyalahgunakannya dalam persaingan merebut dominasi yang kejam. Kita harus mengembangkan
semangat mengasihi mereka yang menderita, khususnya kepada anak-anak, kaum lanjut usia,
masyarakat miskin, penderita cacat, dan mereka yang berada dalam kesepian.
Kita harus mengembangkan saling respek dan peduli agar tercapai keseimbangan kepentingan yang
layak, bukan cuma memikirkan kekuasaan tanpa batas dan persaingan yang tidak terhindarkan.
Kita harus menghargai nilai-nilai kesederhanaan, bukan keserakahan tanpa terpuaskan akan uang,
prestis, dan pemuasan konsumtif. Dalam keserakahan, manusia kehilangan “rohnya”, kebebasannya,
ketenangan, dan kedamaian diri serta dengan demikian kehilangan apa yang membuatnya manusiawi”.
Hubungan antara Kebudayaan dengan Krisis Kemanusiaan

Mendiskusikan perihal entitas kebudayaan bangsa kita saat ini sangat dalam kaitannya dengan
kebudayaan global, yakni budaya asing (Barat) yang selama ini dirasakan timpang. Dalam arti, ketika
arus utama (mainstream) dari pilihan arah orientasi pengembangan budaya nasional, akhirnya jatuh
pada komitmen membuka diri dengan mengadakan sharing seluas-luasnya dengan pluralitas budaya
global .

Konklusi harapan besar dari komitmen terbukanya kita dengan peradaban dunia ternyata
mempengaruhi kebudayaan universal, namun tidak dapat termanifestasikan secara komprehensif.
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah adanya paradigma ketidakadilan besar dalam dialektika
kebudayaan yang dialami oleh bangsa kita dan juga bangsa-bangsa Timur lainnya.

Apabila kita cermati, sebenarnya kebudayaan kita tengah bahkan terus akan berproses dalam format
fenomena yang mungkin dapat disebut sebagai “gegar budaya”. Banyak indikator yang tersaji di
keseharian masyarakat kita yang secara empiris terlihat munculnya keprihatinan dimana-mana pada
hampir semua aspek kehidupan manusia, yang kemudian dapat dirangkum dalam satu ungkapan krisis
multidimensional. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya ada sesuatu yang salah dalam proses
kebudayaan bangsa kita selama ini, sehingga berimplikasi pada carutmarut persoalan bangsa yang tidak
kunjung selesai.

“Kekosongan” kebudayaan yang bangsa kita saat ini rasakan dapat berdampak negatif terhadap
kebudayaan bangsa kita sendiri dan nilai kemanusiaan. Peralihan kebudayaan Timur menjadi kebarat-
baratan seperti lazimnya seks bebas, pergaulan bebas, film porno, minum alkohol, diperbolehkannya
hubungan sesama jenis, dll membuat kita bertanya, kemanakah nilai kemanusiaan dan agama yang
selama ini menjadi ciri khas dari bangsa Timur? Budaya Barat tersebut dengan segera merusak citra
bangsa dan cepat mempengaruhi anak-anak muda yang relatif rentan dengan dunia baru. Selain itu,
efek negatif budaya barat menjadikan timbulnya krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan ini dapat
berakibat timbulnya pembunuhan, hamil di luar nikah, timbulnya penyakit menular seksual, dan
meningkatkan angka kriminalitas.

KENDALA-KENDALA DALAM PENCAPAIAN TUJUAN ETIKA BISNIS

Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:

Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.


Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala
cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.

Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.


Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau
antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi
yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau
antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh
standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.

Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.


Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu
sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari
dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa
menghiraukan akibatnya.

Lemahnya penegakan hukum.


Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku
jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis
menegakkan norma-norma etika.

Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani
penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Etika Bisnis Dalam Perusahaan

Sekarang kalangan bisnis sudah memiliki kesadaran akan pentingnya Etika Bisnis dalam operasi bisnis.
Bahkan dalam perkembangannya Etika Bisnis tidak lagi menjadi beban yang terpaksa harus dilaksanakan
perusahan melainkan sudah menjadi salah satu strategy pengembangan perusahaan. Karena Tujuan
perusahaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk “memaksimumkan kesejahteraan si pemilik dalam
rentang waktu jangka panjang melalui aktivitas penjualan barang dan/atau jasa. Contoh nyata akan
manfaat etika bisnis sebagai strategy pengembangan perusahaan misalnya Company Social
Responsibility dianggap dapat memberikan keuntungan pada perusahaan dalam bentuk profitabilitas,
kinerja financial yang lebih kokoh, menurunkan resiko bentrok dengan lingkungan sekitar, meningkatkan
reputasi perusahaan, dll.

MANFAAT TERCAPAINYA TUJUAN ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN

Etika bisnis bagi perusahaan ini,menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan dengan kesulitan
yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan
pesaing dan pemasok, menerima hadiah,sumbangan dan sebagainya. Latar belakang pembuatan etika
bisnis adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan.
Bila Perusahaan memiliki etika sendiri,mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak memilikinya.

Manfaat Etika Bisnis bagi Perusahaan :

Dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai corporate
culture. Hal ini terutama penting bagi perusahaan besar yang karyawannya tidak semuanya saling
mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya etika bisnis, secara intern semua karyawan terikat dengan
standard etis yang sama, sehingga akan mefigambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus
sejenis yang timbul.

Dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang etika. (penerimaan komisi,
penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup).

Menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.


Menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan untuk mengatur diri
sendiri (self regulation).

Bagi perusahaan yang telah go publik dapat memperoleh manfaat berupa meningkatnya kepercayaan
para investor. Selain itu karena adanya kenaikan harga saham, maka dapat menarik minat para investor
untuk membeli saham perusahaan tersebut.

Dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage) perusahaan.

Membangun corporate image / citra positif , serta dalam jangka panjang dapat menjaga kelangsungan
hidup perusahaan (sustainable company).

Etika bisnis perusahhan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan
yang kokoh dan memiliki dsaya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai yang
tinggi,diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi
yang baik, system prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika
perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah
yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu
manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara
keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu
disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan
bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara
bermoral. Etika bisnis mempunyai prinsip dalam kaitan ini berhubungan dengan berbagai upaya untuk
menggabungkan berbagai nilai-nilai dasar (basic values) dalam perusahaan, agar berbagai aktivitas yang
dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Secara lebih jelas, mekanismenya berjalan sebagai berikut.“Memaksimumkan kesejahteraan si pemilik


dalam jangka panjang”, berhubungan dengan dimensi waktu yang relatif panjang serta menyangkut
sustainability. Hal ini membutuhkan adanya “kepercayaan” atau “saling mempercayai” (trust) dari
berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan (stakeholders). Kalimat “kesejahteraan pemilik”
merupakan derivasi dan perwujudan dari “hak kepemilikan” (ownership) yang muncul dari adanya
penghargaan (respect) terhadap “kepemilikan pribadi” (property rights).

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan
baik untuk jangka panjang maupun jangka menengah karena :

Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan
maupun dengan eksternal.
Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
Melindungi prinsip kebebasan berniaga.
Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing
tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui
gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.

Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk
perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan
tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang
karier. Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya. Untuk
memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung
dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :

Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)


Memperkuat sistem pengawasan
Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

Anda mungkin juga menyukai