Anda di halaman 1dari 20

Nama : Qolbi Ridho Putra

Kelas : 2KA27

NPM : 15112802

MATKUL : Teori Organisasi Umum 1


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………….……………….………….…2
KATA PENGANTAR ………………......………….……………………..…….…....3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah……………………………………..……………………4
2. Rumusan Masalah…………………………………………..……………..….…..5
3. Tujuan Penulisan……………………………………..…………………………...5
4. Metode Penulisan……………………………………..…………………….........5

BAB II
KAJIAN TEORI
1. Pengertian…………………………………………..………………….............6
2. Jenis-jenis Kekuasaan…..………......…..…..…………………...................6

BAB III
PEMBAHASAN
1. Kekuasaan dalam Organisasi..….…....…….….......................................9
2. Sumber dan Bentuk Kekuasaan Hubungannya dengan ......... .................
Kepemimpinan.................................................................................11
3. Kekuasaan Mempengaruhi Kepemimpinan..........................................12
4. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan.....................,.....................13
5. Pengaruh Kepemimpinan …………………………..……….………...........15

BAB III
1. KESIMPULAN……………………..………………..………………….…18
2. DAFTAR PUSTAKA………………..……….……….……………….….19

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya persembahkan keharibaan Allah SWT Tuhan


Pencipta alam semesta atas rahmat dan hidayah Nya sehingga penulisan
makalah ini bisa selesai tepat waktu dan sesuai rencana.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga


kepada Dosen pengajar Teori organisasi umum 1 di 2KA27 atas segala
bimbingan dan arahannya sehingga saya dengan segala keterbatasan
menjadi makin lebih memahami masalah kepemimpinan dan perilaku
organisasi yang tentunya sangat bermanfaat baik bagi diri saya pribadi
maupun dalam berkarya sebagai seorang aparatur negara.

Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa selalu meridhai semua
bakti dan pengabdian kita kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hubungan kepemimpinan dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya,
ibarat garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang
efektif (effective leadership ) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan
kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang
memuaskan. Ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber,
kepemimpinan yang efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk
memanfaatkan genesis (asal usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat
yang tepat.

Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal
itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah
keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif
tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin
yang mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat
banyak orang tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan
expert power dan referent power. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin
yang mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya
untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang
pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami
kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam
organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk
mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang
optimal akan bervariasi tergantung situasi.

4
Sedangkan dalam personal power , seorang pemimpin yang mempunyai expert
power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan cara-cara
yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan
adalah : Bagaimana hubungan Kekuasaan dengan Kepemimpinan Organisasi ?

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

a. Melatih mahasiswa menyusun makalah ilmiah dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan
dan kreatifitas mahasiswa.
b. Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang
bagaimana hubungan kekuasaan dengan kepemimpinan organisasi.

2. Metode Penulisan

Dari banyak metode yang penulis pelajari, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada
zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya memanfaatkan perpustakaan, tetapi dapat pula
dilakukan dengan menggunakan internet. Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih
praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik
ataupun materi yang penulis gunakan untuk maklah ini.

5
BAB II

KAJIAN TEORI

1. Pengertian

Menurut Max Weber kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan
yang membuat seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu
jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan
halangan. Walter Nord merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan
untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.

Secara sederhana, kepemimpinan adalah setiap usaha untuk mempengaruhi,


sedang kekuasaan diartikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seseorang
pemimpin tersebut. Adapun otoritas ( authority ) dirumuskan sebagai suatu tipe
khusus dari kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang diduduki oleh
pemimpin. Dengan demikian otoritas adalah kekuasaan yang disahkan
(legitimatized ) oleh suatu peranan formal seseorang dalam suatu organisasi.

2. Jenis-jenis Kekuasaan

Genesis kekuasaan , atau dalam terminologi lain: “jenis-jenis kekuasaan ( types of


power)” (Robbins-1991), atau “basis-basis kekuasaan sosial ( the bases of social
power)” (French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari lima hal: legitimate
power, coercive power, reward power, expert power, dan referent power .
a. Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang
pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga.
Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang ( authority ) kepada seorang
pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh
anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para

6
prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya,
ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya.

b. Coercive Power (kekuasaan paksa) , yakni kekuasaan yang didasari karena


kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan
pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak
mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak
adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan
arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak
senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.

c. Reward Power (kekuasaan penghargaan) , adalah kekuasaan untuk memberi


keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa
terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan
sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti
arahan-arahannya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu
wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih
menantang, dsb.

d. Expert Power (kekuasaan kepakaran) , yakni kekuasaan yang berdasarkan


karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu,
sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin
mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal.
Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan
kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya.

7
Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power
atau legitimate power.

e. Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena


karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik.
Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi
dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya.

Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan
terampil mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan genesis
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai
situasi. Inilah yang disebut penulis dalam kalimat sebelumnya sebagai
kepemimpinan yang efektif (effective leadership), dimana implementasinya adalah
dengan “memanfaatkan genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang
tepat”.

8
BAB III
PEMBAHASAN

1. Kekuasaan dalam Organisasi

Organisasi harus dapat mengajak anggotanya bersikap dengan cara-cara yang


bermanfaat bagi organisasi. Ini dapat meliputi suatu keteraturan (order) yang
dirundingkan, tetapi pengaturan manusialah yang melibatkan pelaksanaan
kekuasaan. Individu yang bergabung dengan organisasi atau mereka yang lahir
didalamnya, mencari manfaat tertentu. Usaha-usaha mereka untuk melakukan hal
ini adalah dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kebanyakan kasus, individu
dalam organisasi juga menginginkan rasa kendali (a sense of control), bukan
sekedar masalah dimana seseorang merasa ”cocok”, tetapi kemana seseorang
”bergerak”. Orang-orang menghendaki ”suara” dalam hasil-hasil kehidupan
organisasi mereka. Ada ”ketegangan” antara tuntutan organisasi dan kepentingan
pribadi. Organisasi bukan sekedar tempat pelayamam diberikan dan keuntungan
dibuat. Organisasi menggambarkan suatu bagian nyata dari kehidupan dan
identitas pribadi. Istilah pemberdayaan (empowerment) merujuk kepada proses
yang menyangkut cara individu menggunakan kekuasaan dalam organisasi.

Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan perorangan untuk


menentukan atan membatasi hasil-hasil. Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A
memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang
tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan
konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku
khusus. Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam gagasan kekuasaan
benar-benar didasarkan pada perbedaan gagasan kausalitas (sebab-akibat).

9
Menurutnya, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh,
sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.

Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai


tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini
diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar
bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para
pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita
memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk
mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep


dasar dalam ilmu sosial. Pentingnya kekuasaan dalam kehidupan organisasi,
diungkapkan oleh W. Charles Redding, bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat
dengan status seseorang.

Gagasan tradisional tentang kekuasaan difokuskan pada individu dan pelaksanaan


kekuasaannya. Kekuasaan adalah sesuatu yang dipegang dan ditangani manusia,
berdasarkan sumber-sumber kekuasaan tertentu, French dan Raven (1959)
menyatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan, yaitu:

a. Reward power (kekuasaan memberi ganjaran) --> dapatkah A menetapkan


ganjaran yang dapat dirasakan B?
b. Coercive power (kekuasaan yang memaksa) --> dapatkah A memberikan
sesuatu yang dipandang hukuman kepada B?

c. Legitimate power (kekuasaan yang sah) --> apakah B percaya bahwa A


mempunyai hak untuk mempengaruhi dan B harus menerimanya? Sumber
kekuasaan sah mungkin adalah penerimaan suatu struktur sosial atau nilai-
nilai budaya.

10
d. Referent power (referen kekuasaan) --> apakah B ingin seperti A atau
mempunyai keinginan merasakan kesatuan dengan A?

e. Expert power (kekuasaan ahli) --> apakah B percaya bahwa A memiliki


pengetahuan khusus yang berguna untu kebaikan B?

Pandangan tradisional tentang kekuasaan juga meliputi kemampuan untuk


mengendalikan agenda atau rencana aksi dalam sebuah situasi, mengendalikan isu
dalam diskusi, dan pengambilan keputusan yang mungkin menimbulkan
kontroversi (Bachrach & Baratz, 1969). Status dan kekuasaan seharusnya tidak
dianggap sebagai sifat yang secara temurun diberikan pada seseorang pada posisi
tertentu. Secara umum, lebih pantas menganggap status dan kekuasaan sebagai
kondisi dimana anggota grup lainnya sepakat kepada seseorang yang diberikan
posisi. Kemampuan untuk melatih kekuasaan akan meningkatkan status; status
akan mengembangkan kemampuan untuk melatih kekuasaan.

Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang


pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah
pengaruh dan otoritas.

2. Sumber dan Bentuk Kekuasaan hubungannya dengan Gaya Kepemimpinan


Sumber dan bentuk kekuasaan ada dua yakni kekuasaan jabatan ( position power )
dan kekuasan pribadi ( personal power ). Menurut Amitai Etzomi perbedaan
keduanya terletak pada konsep kekuasan itu sendiri sebagai suatu kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku. Kekuasaan dapat diperoleh dari jabatan
organisasi, pengaruh pribadi, atau keduanya.

Kekuasan dibagi menjadi beberapa macam serta hubungannya dengan gaya


kepemimpinan dan tingkat kematangan pengikut :

a. Kekuasaan paksaan (Coercive) berdasar atas rasa takut. Misalnya penggunaan


kekerasan fisik dan benturan senjata. Gaya kepemimpinan yang cocok adalah
dengan pemberian intruksi terhadap pengikut di tingkat kematangan yang
rendah.M1.

11
b. Kekuasaan Legitimasi (Legitimate) bersumber pada jabatan seorang
pemimpin. Semakin tinggi jabatannya, semakin besar kekuasaan
legitimasinya. Gaya kepemimpinan yang sesuai adalah dengan gaya
“konsultasi dan “partisipasi” bagi para pengikut di tingkat sedan (antara M2
dan M3).

c. Kekuasan keahlian (Expert) bersumber dari keahlian, kecakapan, atau


pengetahuan yang dimiliki. Di tingkat ini pengikut hanya perlu diberikan
sedikit pengarahan dan dukungan dan pemimpin menggunakan gaya
kepemimpinan “delegasi” bagi pengikutnya.

d. Kekuasan penghargaan (Reward) bersunber atas kemampuan menyediakan


penghargaan bagi orang lain. Disini pengikut berada di tingkat perkembangan
dari rendah ke sedang, sehingga gaya kepemimpinan “konsultasi” dirasakan
sesuai.

e. Kekuasan Referensi (Referent) bersumber pada sifat-sifat pribadi seorang


pemimpin. Tingkat kematangan pengikut berada dari sedang ke tinggi (M3 ke
M4) sehingga gaya kepemimpinan “partisipasi” dan sedikit pengarahan dapat
dipergunakan secara efektif.

f. Kekuasan informasi (Information) bersumber atas akses informasi yang


dimiliki oleh pemimpin. Gaya kepemimpinan yang dapat memotivasi secara
efektif pengikut di tingkat kematangan M3 dan M4 ialah “partisipasi” dan
“delegasi”.

g. Kekuasaan Hubungan (Connection) bersumber hubungan yang dijalin


pimpinan dengan orang penting dan berpengaruh baik di luar atau dalam
organisasi. Gaya kepemimpinan melalui intruksi dan konsultasi sesuai dengan
pengikut yang beranjak di level tingkat M1 ke M2.

3. Kekuasaan Mempengaruhi Kepemimpinan

Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya

12
ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam
suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai,
maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya
kepemimpinan dapat dianggap sebagai “modalitas” dalam kepemimpinan, dalam
arti sebagai cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai
wahana untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain. Atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten ditunjukkan dan sebagai yang
diketahui oleh pihak lain ketika seseorang berusaha mempengaruhi kegiatan-
kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat dan yang dipelajari
oleh pihak lain untuk mengenal ataupun menilai kepemimpinan seseorang. Namun
demikian, gaya kepemimpinan seseorang tidaklah bersifat “ fixed”. Maksudnya
adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai kapasitas untuk membaca situasi
yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan
situasi tersebut, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara.
Pada pihak lain, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen atau
watak, dan kepribadian sendiri yang unik/khas, sehingga tingkah laku dan
gayanyalah yang membedakannya dari orang lain. Gaya/style hidupnya ini pasti
akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.

Tipe kepemimpinan seseorang menurut Sondang P Siagian (1994: 27-45) dapat


dianalisis dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan :

 Persepsi seorang pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin


 Nilai-nilai yang dianut

 Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi

 Perilaku dalam memimpin

 Gaya kepemimpinan yang dominant

13
Prinsip pertama dalam kepemimpinan adalah adanya hubungan antara pemimpin
dengan yang dipimpin. Tanpa yang dipimpin tidak ada orang yang perlu
memimpin. Prinsip kedua adalah bahwa pemimpin yang efektif menyadari dan
mengelola secara sadar dinamika hubungan antara pemimpin dengan yang
dipimpin (Richard Beckhard, 1995:125-126).

4. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan,


kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-
tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk
mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan
(Gary Yukl,1996: 183).

Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah
dikotomi antara “ position power ” (kekuasaan karena kedudukan) dan “ personal
power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian
diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan

sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari


hubungan pemimpin – pengikut. Termasuk dalam position power adalah
kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol terhadap
hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal
power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan
persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175).
Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan
bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari :

a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;


b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap
pengikutnya;

c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;

14
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan
berkomunikasi.

Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan


kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori yang dapat
menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam
organisasi. Teori tersebut adalah :

 Social Exchange Theory , menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan


hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa
waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert
power dan kewenangan.
 Strategic Contingencies Theory , menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu sub
unit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah
penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari sub
unit tersebut.

5. Pengaruh Kepemimpinan

Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk


mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik.
Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi
perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi
antara pemimpin dengan yang dipimpin.

Para teoretikus telah mengidentifikasi berbagai taktik mempengaruhi yang


berbeda-beda seperti persuasi rasional, permintaan berinspirasi, pertukaran,
tekanan, permintaan pribadi, menjilat, konsultasi, koalisi, dan taktik
mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan oleh seorang
pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya tergantung pada
beberapa aspek situasi tertentu. Pada umumnya, para pemimpin lebih sering

15
menggunakan taktik-taktik mempengaruhi yang secara sosial dapat diterima,
feasible, memungkinkan akan efektif untuk suatu sasaran tertentu, memungkinkan
tidak membutuhkan banyak waktu, usaha atau biaya.

Efektivitas masing-masing taktik mempengaruhi dalam usaha untuk memperoleh


komitmen dari para pengikut antara lain tergantung pada keterampilan pemimpin,
jenis permintaan serta position dan personal power pemimpin tersebut.

Sebagai esensi dari kepemimpinan, pengaruh diperlukan untuk menyampaikan


gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana dan untuk
memotivasi orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai keputusan.
Jika kekuasaan merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh, maka cara
kekuasaan itu dilaksanakan berkaitan dengan perilaku mempengaruhi. Oleh
karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan dalam berbagai bentuk perilaku
mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang timbal balik antara
pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas kepemimpinan. Jenis-
jenis spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi dapat dijadikan
jembatan bagi pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku mengenai
kepemimpinan.

Sejumlah studi telah mengidentifikasi kategori perilaku mempengaruhi yang


proaktif yang disebut sebagai taktik mempengaruhi, antara lain :

 Persuasi Rasional :

Pemimpin menggunakan argumentasi logis dan bukti faktual untuk


mempersuasi pengikut bahwa suatu usulan adalah masuk akal dan
kemungkinan dapat mencapai sasaran.

 Permintaan Inspirasional :

Pemimpin membuat usulan yang membangkitkan entusiasme pada pengikut


dengan menunjuk pada nilai-nilai, ide dan aspirasi pengikut atau dengan
meningkatkan rasa percaya diri dari pengikut.

 Konsultasi :

16
Pemimpin mengajak partisipasi pengikut dalam merencanakan sasaran,
aktivitas atau perubahan yang untuk itu diperlukan dukungan dan bantuan
pengikut atau pemimpin bersedia memodifikasi usulan untuk menanggapi
perhatian dan saran dari pengikut.

 Menjilat :

Pemimpin menggunakan pujian, rayuan, perilaku ramah-tamah, atau perilaku


yang membantu agar pengikut berada dalam keadaan yang menyenangkan atau
mempunyai pikiran yang menguntungkan pemimpin tersebut sebelum meminta
sesuatu.

 Permintaan Pribadi: Pemimpin menggunakan perasaan pengikut mengenai


kesetiaan dan persahabatan terhadap dirinya ketika meminta sesuatu.
 Pertukaran :

Pemimpin menawarkan suatu pertukaran budi baik, memberi indikasi


kesediaan untuk membalasnya pada suatu saat nanti, atau menjanjikan bagian
dari manfaat bila pengikut membantu pencapaian tugas.

 Taktik Koalisi :

Pemimpin mencari bantuan dari orang lain untuk mempersuasi pengikut agar
melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan orang lain sebagai suatu
alasan bagi pengikut untuk juga menyetujuinya.

 Taktik Mengesahkan :

Pemimpin mencoba untuk menetapkan validitas permintaan dengan


menyatakan kewenangan atau hak untuk membuatnya atau dengan

17
membuktikan bahwa hal itu adalah konsisten dengan kebijakan, peraturan,
praktik atau tradisi organisasi.

 Menekan:

Pemimpin menggunakan permintaan, ancaman, seringnya pemeriksaan, atau


peringatan-peringatan terus menerus untuk mempengaruhi pengikut melakukan
apa yang diinginkan.

Pilihan mengenai perilaku mempengaruhi tergantung pada position power dan


personal power yang dimiliki pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya pada
situasi tertentu. Perilaku mempengaruhi seorang pemimpin secara langsung
mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang dipimpin baik berupa komitmen,
kepatuhan maupun perlawanan. Hasil dari proses mempengaruhi, juga mempunyai
efek umpan balik terhadap perilaku pemimpin. Selain itu, dampak kekuasaan
pemimpin pada dasarnya tergantung pada apa yang dilakukan pemimpin dalam
mempengaruhi orang yang dipimpin. Dengan demikian, hasil dari usaha
mempengaruhi merupakan akumulasi dari keterampilan mempengaruhi, perilaku
mempengaruhi, dan kekuasaan pemimpin.

BAB IV
KESIMPULAN

Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah
dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini telah dikemukakan
bahwa melalui social exchange theory, strategic contingency theory dan proses-
proses politis merupakan usaha-usaha untuk mempertahankan, melindungi dan
meningkatkan kekuasaan.

Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu


agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara penggunaan

18
kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggunakan kekuasaan
dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan status dan
menghindari ancaman-ancaman terhadap rasa harga diri para pengikut.

Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya


ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan perpaduan antara sifat,
perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan situasi yang
mendukungnya. Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya dorong
bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah
perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P & Judge Timothy A, Perilaku Organisasi, edisi Dua Belas, Buku 1, Jakarta,
Salemba Empat, 2008

Robbins, Stephen P & Judge Timothy A, Perilaku Organisasi, edisi Dua Belas, Buku 2, Jakarta,
Salemba Empat, 2008

Siagian, Sondang, , 1983, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Gunung Agung,
Jakarta.

19
Umar, Husein, Metode Penelitian untuk Skripsi & Thesis, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005

Wursanto, Ig, Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2002

Yukl, Gary, 1977, Organization Behavior and Personal Psychology, Homewood, Illinois Richard
Irwin.

20

Anda mungkin juga menyukai