Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL MATA KULIAH EKONOMI POLITIK

REVIEWER: ADE AHMAD WIJAYA (2161101053)


DOSEN : Dr. MUKHAER PAKKANA, SE. MM.
Judul Peran Kapital dan Gagalnya Konsolidasi Demokratis Indonesia: Pendekatan Ekonomi
Politik
Penulis Poltak Partogi Nainggolan
Penerbit Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Tahun 2016
Publikasi Jurnal Politica
Topic Jurnal Ekonomi Politik

Tujuan Kegagalan dalam memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap prospek
Penelitian demokratisasi di Indonesia Dengan mempresentasikan sebuah analisis kritis
mengenai perkembangan politik di Indonesia pasca-Soeharto. Penulis mengritik
para institusionalis, khususnya Indonesianis, yang mempertahankan cara pandang
mereka dalam memahami Indonesia.
Variabel konsolidasi demokratis, politik Indonesia, peran kapital, dominasi modal, politik
uang, perwakilan politik, institusionalisme, ekonomi politik.
Metode Menggunakan Deskriptif Kualitatif dengan memakai pendekatan Ekonomi Politik
Penelitian dengan lebih difokuskan terhadap kritik pendekatan institusionalisme
Tinjauan Dengan menggunakan pendekatan ekonomi-politik yang telah diintroduksi pada
Pustaka dasawarsa 1980, masalah-masalah klasik dalam transisi demokratis di banyak negara
dapat lebih baik, kritis, dan mudah dipahami, tanpa bermaksud menyederhanakan
masalah atau bertitik-tolak dari pemikiran yang bersift konspiratif. Melalui
perspektif ini, kegagalan konsolidasi demokratis di negara-negara demokrasi baru
dapat lebih jauh dipahami secara komprehensif. Demikian pula terhadap fenomena
baru yang muncul di negara demokrasi baru yang mengalami penyimpangan (distorsi)
dalam proses transisi demokratisnya.
Fenomena muncul dan menguatnya oligarki yang diiringi dengan tumbuh suburnya
kapitalisme dengan neoliberalismenya pasca-rejim otoriter Orde Baru Soeharto di
tahun 1998, dan kegagalan transisi demokratis dalam mewujudkan konsolidasi
demokratis telah mengingatkan kembali pada pentingnya analisis ekonomi politik
terhadap perkembangan demokrasi Indonesia, khususnya terhadap kekuatiran atas
apa yang tengah berlangsung dewasa ini. Pendekatan dan alat analisis yang selalu
berangkat dari perspektif intstitusionalisme, yang sudah usang dan tidak lagi dapat
diandalkan, karena tidak lagi memperlihatkan relevansinya, sudah harus ditinggalkan.
Tanpa itu, analisis politik dan kekuasaan, terutama mengenai perwakilan politik,
akan selalu terjebak pada jalan buntu yang lama, dan gagal memahami masalah
yang dihadapi dan terus berkembang di Indonesia.
Secara lebih spesifik lagi, untuk menjawab masalah-masalah yang muncul pasca-
transisi demokratis di Indonesia, tampak kebutuhan membuat sistem politik dan
kekuasan --demokrasi, di Indonesia-- menjadi lebih berwatak sosialis. Indonesia, tentu,
harus mampu keluar membawa dirinya keluar dari perangkap model pembangunan
kapitalis, jika tidak ingin terus berada dalam kubangan ketergantungan dan
keterbelakangan, seperti negara-negara di Amerika Latin pada dasawarsa 1960.
Upaya mensosialiskan sistem politik harus sudah mulai dilakukan dengan mengurangi
beban partai politik dan anggotanya sejak sebelum pemilu legislatif (pileg) dan
presiden (pilpres) dilaksanakan. Langkah ini.dapat mengurangi ketergantungan pada
politik uang dan peran kapital yang dominan dan sangat menentukan elektabilitas
calon (caleg dan capres), serta kualitas parlemen dan pemerintah baru yang akan
terbentuk.
Sebagai konsekuensinya, solusi yang seharusnya, bukanlah menawarkan pengadaan
dana aspirasi yang akan mengakibatkan ketimpangan dan mendukung berkembangnya
secara subur praktek-praktek korupsi dan kolusi akibat kontrol kekuasaan politik
yang begitu besar dalam penentuannya. Sebab, di negara manapun, jika diterapkan,
dalam kondisi pembuat dan pengawas kebijakan adalah pihak yang sama, maka
kecenderungan pelanggarannya akan besar. Peluang destruktifnya akan semakin besar
terjadi dalam negara yang masih tidak transparan proses pembuatan kebijakannya, dan
masih sangat rendah kesadarannya terhadap pentingnya implementasi akuntabilitas
sistem.
Selanjutnya, proses memperjuangkan kesejahteraan rakyat di dapil haruslah melalui
proses deliberasi terbuka dan bukan penjatahan absolut. Sebab, sistem seperti ini
hanya akan mendukung terciptanya oligarki kekuasaan, termasuk di daerah-daerah,
dan, sebaliknya, menghambat mobilitas vertikal rakyat, dan, secara khusus, kaderisasi
dan regenerasi kepemimpinan. Sistem ini juga akan mendukung gerontokrasi akibat
bertahannya orang kuat dalam partai-partai politik, karena kekuatan kapital atau
kontrol modal mereka yang besar. Partai mayoritas akan terus menjadi mayoritas, dan
yang minoritas sulit berkembang akibat alokasi penentuan pengaliran dana yang
subyektif dan keliru, dan bersifat absolut tersebut. Proyek dan kesejahteraan akan
menumpuk terus di suatu wilayah yang dapilnya banyak dan sudah maju, seperti di
Jawa dan Sumatera, sedangkan wilayah yang dapilnya sedikit dan belum maju akan
terus tertinggal kemajuan mereka.
Hasil Keterlibatan negara dan masyarakat sangat vital dalam menjadikan partai politik
Penelitian sebagai milik dan alat publik, dan tidak berwatak elitis lagi, atau sebagai alat untuk
mencari kekuasaan, dan, pada akhirnya, uang! Dalam hal ini, semakin banyak dan
dalam publik terlibat akan semakin baik, karena mereka akan semakin dapat
mengendalikan arah dan masa depan partai politik, sistem kepartaian, dan wajah
demokrasi yang berkembang di Indonesia. Jadi, upaya mensosialiskan sistem politik
adalah solusi absolut terhadap peran dominan kapital dalam politik dan kekuasaan
di Indonesia. Tanpa itu, demokrasi Indonesia sulit dapat terkonsolidaskan seperti yang
diharapkan para pakar perubahan politik dan demokrasi, seperti Linz dan Stepan,
yang sesungguhnya diharapkan pula oleh para pakar pendahulu mereka seperti
Dahl, Huntington, Emerson, dan bahkan juga oleh Przeworski dan Sartori. Dan
prospeknya, seperti halnya demokrasi di negara demokrasi baru lainnya, akan terus
terperangkap dalam wilayah abu-abu, tanpa kejelasan masa depannya, yang malahan
akan menjerumuskannya kembali masuk ke dalam sistem lama yang otoriter. Jika
kondisi ini yang terus berlangsung, prospek demokrasi Indonesia hanya akan
mendukung segera hadirnya kembali kedikatatoran politik akibat kembalinya militer
ke dalam ranah politik sebagai penentu kebijakan, karena karakternya yang tetap hidup
sebagai praetorian.
Kesimpulan Kegagalan dalam memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap prospek
demokratisasi di Indonesia telah dipertanyakan dalam tulisan ini. Dengan
menggunakan pendekatan ekonomi-politik, penulis mempresentasikan sebuah analisis
kritis mengenai perkembangan politik di Indonesia pasca-Soeharto. Penulis
mengritik para institusionalis, khususnya Indonesianis, yang mempertahankan cara
pandang mereka dalam memahami Indonesia. Dibandingkan dengan institusionalisme,
pendekatan ekonomi politik, menurut penulis, lebih menolong dalam memberikan
penjelasan yang lebih baik mengapa modal atau politik uang semakin dominan
mengontrol perkembangan politik Indonesia pasca-1998, sehingga telah
menyebabkan kegagalannya dalam mewujudkan konsolidasi demokratis dalam
beberapa tahun sesudahnya. Penulis mengemukakan mengenai pentingnya sebuah
solusi sosialis atas praktek demokrasi liberal Barat dan model pembangunan
kapitalisnya, serta neo-feodalisme, neo-liberalisme, dan bentuk-bentuk baru oligarki
yang muncul di negara demokrasi baru seperti Indonesia. Dengan demikian, solusi
terhadap permasalahan sistem politik dan kekuasaan di Indonesia tidak lagi bersifat
institusional di permukaan, namun efektif menjawab akar permasalahannya.
Judul Rational Choice Dalam Kerjasama Pemerintah Indonesia Dengan PT. Freeport
Indonesia
Penulis Tri Ratna Rinayuhani
Penerbit Universitas Islam Majapahit
Tahun 2017
Publikasi Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan
Topic Jurnal Politik Ekonomi

Tujuan Membahas model kerjasama yang tercipta anttara Pemerintah Indonesia dan PT.
Penelitian Freeport berdasarkan pada takaran untung-rugi (Rational Choice). Dengan melihat
permasalahan penguasaan saham PT. Freeport yang lebih dominan, apakah masuh
relevan kontrak tersebut dilanjutkan?
Variabel Rational Choice, Kebijakan, Kerjasama, Pembangunan Ekonomi.
Metode Menggunakan Deskriptif Kualitatif dengan memakai pendekatan teori Rational Choice
Penelitian
Tinjauan hakikat teori rational choice ini adalah memusatkan perhatian pada individu dalam
Pustaka pemerintahan dan pembuatan keputusan pemerintah. Teori ini didasarkan pada
asumsi nilai dan melakukan penilaian berdasarkan cost and benefit (baik-buruk
atau untung ruginya) sebuah kebijakan baru (Mos’ed. 1998:4).
Dengan meminjam teori mikroekonomi, rasionalitas di sini merujuk pada cost and
benefit atau Axelrod menyebutnya dengan payoff structure. Asumsinya, bila
rasionalitas berdasarkan untung rugi, maka, akan dapat membuat keputusan yang
sesuai dengan alternatif yang ia anggap paling menguntungkan bagi kepentingannya.
Dengan demikian, kerjasama hanya terbentuk kalau menguntungkan, kalau tidak
menguntungkan tidak akan terjadi.
Hasil Pada 1960, seorang manajer eksplorasi PT. Freeport McMoran Copper and Gold yang
Penelitian berpusat di New Orleans, Amerika Serikat, membaca sebuah laporan tentang
penemuan gunung bijih di Papua. Selanjutnya, pada April 1967, pemerintah Indonesia
dan PT. Freeport McMorran Copper and Gold menandatangani Contract of Work untuk
pertama kalinya, dan pada Desember 1967, secara resmi, PT. Freeport Indonesia
mulai melakukan kegiatan eksplorasinya di Tanah Papua.
Dalam rational choice, sejatinya, apa yang dilakukan pemerintahan Soeharto adalah
pilihan yang paling rasional. Berdasarkan dimensi shadow of the future, tampak
dengan jelas betapa kepentingan nasional diakomodasi dengan sangat baik melalui
kerjasama ini. Pertama, pemerintah sangat diuntungkan karena minimnya teknologi
dan sumber daya finansial untuk mengelola sumber bijih besi tersebut. Kedua,
pemerintah, melalui kerjasama ini dapat memberikan efek positif bagi iklim investasi
asing yang saat itu memang sangat dibutuhkan oleh negara kita. Ketiga, secara
politik, pemerintahan Orba (Orde Baru) yang baru berkuasa akan memiliki legitimasi
yang semakin kuat. Sementara, berdasarkan dimensi keuntungan timbal balik, tentu
saja pemerintah Indonesia dan Freeport sama-sama diuntungkan dalam kerjasama
ini.
Pada Kontrak Karya ke-2 yang dilakukan sebelum kontrak karya pertama berakhir,
barulah tampak lemahnya posisi tawar pemerintah Indonesia. Pertama, kepemilikan
saham usaha eksplorasi pertambangan PT.Feeport dan pemerintah Indonesia sungguh
tidak masuk akal. danya distorsi yang terjadi dalam masyarakat seperti
memindahkan masyarakat adat yang ada tanpa memberikan mereka kompensasi yang
adil, adalah bentuk kerjasama yang tidak menguntungkan bagi pemerintah
Indonesia.
Pada 2009, pemerintahan SBY melakukan perpanjangan Kontrak Karya yang
seharusnya terjadi pada 2019 atau dua tahun sebelum Kontra Karya berakhir di 2021.
Kenyataan ini menunjukkan betapa Freeport memiliki pemahaman yang baik
terhadap aktor lawan. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, dalam sebuah
kerjasama yang rasional, maka, kita juga harus mampu memper hitungkan faktor
quick feedback about changes in the others’ actions untuk meminimalisir kerugian
yang mungkin akan timbul. Dalam hal ini, perubahan rezim kekuasaan, setidaknya akan
bisa mempengaruhi legitimasi Freeport di Papua, sehingga, mengamankan kondisi ini
sebelum perubahan terjadi adalah tindakan yang sangat rasioal.

Kesimpulan Kerjasama antara Freeport dengan pemerintah Indonesia selama beberapa periode
kekuasaan tidak pernah mengalami perubahan yang signifikan. Dalam setiap periode
kekuasaan, kelompok-kelompok kepentingan dan motif-motif lain penguasa selalu
mempengaruhi kerjasama yang ada dalam mencapai kepentingan nasional.
Pemerintah tidak mampu mengkalkulasi untung dan ruginya dengan baik dalam
usahanya untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat juga terlihat bahwa kerjasama yang telah terjalin
antara pemerintah Indonesia dengan Freeport sejak awal ditemukan hingga saat ini,
ternyata, belum mampu mensejahterakan masyarakat sekitar daerah pertambangan.
Judul Sinkronisasi Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Islam
Penulis Muhammad Ali Akbar dan Moh. Idil Gufron
Penerbit Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah Universitas Nurul jadid
Tahun 2019
Publikasi Jurnal Musharif Al-Syariah
Topic Jurnal Ekonomi Pancasila

Tujuan Memberikan penjelasan tentang konsep ekonomi pancasila. Sistem ekonomi pancasila
Penelitian merupakan sistem perekonomian yang memiliki kolerasi kuat dengan budaya asli yang
berkembang di negara Indonesia dan tidak menyimpang dengan ajaran Islam.
Pondasi utama dalam sistem tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Sehingga
dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan perekonomian Indonesia ke depan.
Variabel Ekonomi, Pancasila, Islam, Al-Qur‟an, Keadilan, Kesejahteraan.
Metode Menggunakan metode kepustakaan (library research), yaitu penelitian bahan-bahan
Penelitian yang bersumber dari berbagai macam literature perpustakaan. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, yakni berperan aktif
mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan pancasila dan ekonomi Islam.
Tinjauan Dalam Pasal 33 UUD 1945, sangat jelas mencantumkan tujuan akhir kemakmuran
Pustaka rakyat secara maksimal. Perekonomian harus disusun berdasar demokrasi ekonomi,
di mana kemakmuran masyarakat lebih diutamakan dari pada kemakmuran individu.
Tujuan tersebut tentu sesuai dengan kelima pancasila.
Secara financial ekonomi pancasila memang kurang menguntungkan, akan tetapi
lebih manusiawi dari sistem ekonomi yang ada, sebab mendahulukan sosial, keadilan
dan persaudaraan.
Istilah ekonomi pancasila, sejak tahun 1980-an identik dengan tokoh Mubyarto.
Mubyarto menegaskan bahwa, ekonomi pancasila harus terkait langsung dengan
ekonomi masyarakat kecil dan bertumpu pada moralitas sosial, egalitarianisme,
nasionalisme ekonomi, koperasi dan keseimbangan antara perencanaan pusat dan
daerah.
Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekonomi Islam merupakan bentuk aktifitas
Penelitian perekonomian yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, sementara ekonomi
pancasila bersumber terhadap ideologi pancasila. Perekonomian dalam Islam adalah
perekonomian yang berlandaskan kepada tauhid dengan segala komponennya
seperti: keimanan, pengabdian, interaksi sesama manusia dengan alam. Al-Qur’an
menjelaskan fungsi harta adalah sebagai pelantara bukan tujuan. Tujuan yang
sesungguhnya adalah sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Dalam pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah Negara
yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, juga memiliki tujuan memperjuangkan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketuhanan dalam pancasila menegaskan etika
bangsa untuk melaksanakan “kehidupan publik-politik berdasarkan nilai-nilai
moralitas dan budi pekerti luhur yang tinggi.”26 Secara khusus orientasi sila pertama
pancasila merupakan asas yang mendasari pada empat sila selanjutanya.
Ekonomi pancasila merupakan sistem perekonomian yang dilandaskan terhadap nilai-
nilai pancasila. Juga menjadikan UUD 1945 sebagai pijakan utama untuk menjalankan
sistem perekonomian, seperti yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945.Selain beberapa
kesamaan prinsip di atas, pancasila yang merupakan dasar ekonomi pancasila sangat
erat hubungannya dengan Al-Qur’an sebagai sumber dari ekonomi Islam, antara lain:
1. Pada sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengajarkan pesan tauhid
untuk selalu mengesakan Tuhan. Dalam ajaran akidah Islam yang harus
tertanam di diri setiap muslim, seperti surat al-Baqarah ayat 163.
2. Sila kedua, “kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan spirit ajaran
Islam untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan melestarikan
keadilan disegala dimensi kehidupan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat
Al-Maidah ayat 8.
3. Sila ketiga, “persatuan Indonesia” yang menjadi cita-cita dari bangsa ini juga
merupakan ajaran Islam yang memerintahkan untuk menjaga kestabilan
persatuan dan kesatuan sesama manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur’an.
4. Sila keempat, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan” sejalan dengan ajaran Islam telah digariskan di
dalam Al-Qur’an
5. Sila yang terkahir adalah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Hal ini telah termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tentang esensi ekonomi pancasila dalam perspektif Islam,
maka terdapat implikasi bahwa ekonomi pancasila merupakan perilaku ekonomi yang
berpondasikan terhadap ideologi negara Indonesia yaitu pancasila. Ekonomi pancasila
adalah usaha bersama yang berdasarkan gotong-royongan nasional dengan bertujuan
untuk mewujudkan keadilan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Sebagaimana yang tertuang dalam sila kelima pancasila “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” menjadi tujuan utama dari terbentuknya sistem ekonomi pancasila.
Dalam pandangan Islam, ekonomi pancasila merupakan sistem perekonomian yang
sesuai dengan semangat Ekonomi Islam. Kedua sistem tersebut memiliki kesamaan
tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama, dengan
menaruh perhatian terhadap kondisi sosial disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai