Secara umum FTA disebut juga Regional Trade Agreement (RTA) apabila merupakan
kesepakatan lebih dari dua negara sehingga dapat disebut sebagai kelompok negara
yang secara geografis bersebelahan. Dalam RTA negara-negara tersebut bersepakat
untuk saling mempertukarkan preferensi dagang. Kesepakatan ini secara lengkap harus
dilaporkan kepada sekretariat WTO di Jenewa, dianta-ranya untuk diinvestigasi agar tidak
berlawanan dengan artikel XXIV WTO. Perkembangan terbentuknya FTA/RTA dapat
disimak dari Tabel 1 dibawah ini. Dari saat GATT terbentuk pada tahun 1947, sampai
hampir 30 tahun kemudian pada tahun 1975, kesepakatan FTA baru mencapai kurang
dari 50 dan perkembangan pada periode tersebut berlangsung secara perlahan. Namun
terhitung sejak pergantian GATT menjadi WTO pada tahun 1994 sampai tahun 2002,
jumlah FTA meningkat tajam. Pada tahun 2002, FTA yang telah dinotifikasi kepada
sekretariat WTO telah mencapai 250.
Tabel 1.
Terbentuknya WTO
Regional Trade Agreement yang telah dinotifikasi kepada GATT/WTO (angka kumulatif)
Sumber: WTO
Proses perkembangan pembentukan FTA juga dapat disimak dari Tabel 2 yang
mengklasifikasi FTA berdasarkan jenis kesepakatan diantara negara yang bersangkutan.
Terhitung sejak bulan Maret 2002, dari 243 Regional Trade Agreement (RTA) yang
dilaporkan kepada sekretariat WTO, terdapat 175 (72 persen) diantaranya mengambil
bentuk liberalisasi untuk barang dan jasa sekaligus. Dalam bentuk FTA ini seluruh jenis
barang dan jasa tanpa kecuali diliberalisasi dari segala hambatan. Sedangkan 46 RTA (18
persen) mengambil bentuk partial scope (China dengan Thailand). Bentuk lainnya, yaitu
customs union yang meliputi 22 RTA (10 persen), adalah kesepakatan sejumlah negara
untuk memberlakukan tarif eksternal yang seragam dengan prosedur pabean yang
sama dan tarif internal 0 persen diantara para anggota, misalnya Uni Eropa. RTA yang
sudah diberlakukan, berdasarkan bentuk agreement.
Dalam perkembangannya, dari 250 blok perdagangan yang sudah dinotifikasi kepada
sekretariat WTO, sejumlah 168 (68 persen) sudah pada tahap implementasi.
Tabel 2.
Sumber: WTO
Dari jumlah tersebut, 125 RTA (50 persen) dibentuk sebelum 1994. Pada saat periode
peralihan dari GATT menjadi WTO, RTA yang masih efektif hidup sampai saat ini
berjumlah 51 (20 persen). Menurut data, periode tahun 1995-2002 terjadi pembentukan
RTA sebanyak 141 dan dari jumlah tersebut 125 RTA sudah dinotifikasi kepada sekretariat
WTO. Dari perkembangan itu berarti rata-rata terbentuk 15 RTA setiap tahunnya. Sampai
tahun 2007 pembentukan RTA diperkirakan akan bertambah 87.
Manfaat FTA
FTA dibentuk karena memberikan manfaat kepada anggotanya, antara lain terjadinya
trade creation dan trade diversion. Trade creation adalah terciptanya transaksi dagang
antar anggota FTA yang sebelumnya tidak pernah terjadi, akibat adanya insentif-insentif
karena terbentuknya FTA. Misalnya dalam konteks AFTA, sebelumnya Cambodia tidak
pernah mengimpor obat-obatan, namun setelah menjadi anggota ASEAN, dengan
berjalannya waktu, tercipta daya beli yang menyebabkan Cambodia memiliki devisa
cukup untuk mengimpor obat dari Indonesia demi peningkatan kesehatan rakyatnya.
Trade diversion terjadi akibat adanya insentif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang
sebelumnya selalu mengimpor gula hanya dari China beralih menjadi mengimpor gula
dari Thailand karena menjadi lebih murah dan berhenti mengimpor gula dari China.
Manfaat trade creation jauh lebih besar dibandingkan trade diversion. Selain itu juga
terjadi pemanfaatan bersama sumber daya regional dan peningkatan efisiensi akibat
terbentuknya spesialisasi diantara para pelaku industri dan perdagangan yang terpacu
oleh adanya insentif liberalisasi tarif dan non-tarif. Dalam kerangka FTA, posisi tawar
ekonomi regional menjadi lebih kuat dalam menarik mitra dagang dan investor asing
sudut pandang. Apabila reformasi ekonomi dalam negeri dianggap penting untuk terus
di-laksanakan, maka FTA bilateral merupa-kan satu instrumen yang efektif untuk
membangun kapasitas yang menjadi bagian pokok dari strategi ini.
Perkembangan perundingan Free Trade Area (FTA) ASEAN - China
Persetujuan untuk menghapuskan tarif dimulai pada awal tahun 2003. Perdagangan
antara China dan ASEAN mencapai US$ 41,6 miliar pada tahun 2002, menjadikan China
sebagai mitra dagang keenam terbesar bagi ASEAN. Sementara ASEAN adalah
merupakan mitra dagang kelima terbesar bagi China. Pada kuartal pertama tahun 2003,
perdagangan antara China dan ASEAN meningkat sebanyak 27,1 persen atau mencapai
US$ 38,55 miliar. Ekspor ASEAN ke China juga meningkat 27 persen, sedangkan ke
negara-negara lain senilai hampir 50%.
Negara-negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
merupakan enam anggota ASEAN yang akan merealisasikan per-janjian di bawah
kerangka kerja Kawasan Perdagangan Bebas (FTA) dalam waktu delapan tahun
mendatang, sampai men-jelang tahun 2010.
Hubungan China-ASEAN telah sampai ke tahap yang tidak pernah dicapai sebelum ini
dalam sejarah. Pemerintah China menjanjikan bantuan yang berkesinambungan kepada
ASEAN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. FTA ini akan diperluas ke negaranegara anggota ASEAN lainnya menjelang 2015 yaitu Myanmar, Viet Nam, Laos dan
Kemboja.
Dalam ASEAN-China, nego-siasi untuk goods dan dispute mechanism sudah selesai
dilakukan sedangkan bidang service dan investasi belum dimulai. Trade in Goods
Agreement dan Dispute Settlement Mechanism telah ditandatangani oleh para Menteri
Ekonomi ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Sedangkan implementasi
penurunan/penghapusan tarif dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari
2004 secara bertahap dalam kurun waktu 3 tahun, sehingga pada 1 Januari 2006 tarif
bea masuk produk-produk EHP menjadi 0%.
Normal Track, yang mulai diberlakukan penurunan/penghapusan tarif mulai
tahun 2005 dan tahun 2010 menjadi 0% bagi Normal Track I, dan tahun 2012 menjadi 0%
bagi Normal Track II untuk 400 pos tarif.
Sensitive Track/Highly Sensitive diberlakukan untuk 399 pos tarif atau 16,01%
dari total impor yang terdiri dari 349 pos tarif produk sensitive dan 50 pos tarif highly
sensitive.
Perkembangan perundingan Free Trade Area (FTA) ASEAN - Jepang
FTA antara ASEAN-Jepang yang mengambil nama kerjasama Comprehensive Economic
Partnership (CEP) atau disebut juga Economic Partnership Arrangement (EPA),
diperkirakan akan meningkatkan perdagangan antara ASEAN-Jepang. Dalam tahun 2020,
ekspor ASEAN ke Jepang diperkirakan akan meningkat sebesar US$ 20,6 miliar.
Sementara ekspor Jepang ke ASEAN akan meningkat dengan US$ 20,02 miliar. Pada
tahun 2002 ekspor ASEAN ke Jepang US$ 54 milyar, sedangkan impornya US$ 62 milyar.
Sebagai tahap awal telah dibentuk ASEAN-Japan Closer Economic Cooperation (CEP)
Expert Group yang antara lain menyusun studi tentang kemungkinan pem-bentukan
Closer Economic Partnership (CEP) yang mengarah pada Free Trade Area. Hasil studi
tersebut menyebutkan bahwa dengan ASEAN-Japan Closer Economic Partnership (AJCEP)
akan meningkatkan ekspor ke Jepang 44,2%, sebaliknya ekspor Jepang ke ASEAN akan
meningkat 27,5%. Selain itu PDB ASEAN juga akan dapat meningkat dengan 1,99 persen,
sedangkan PDB Jepang akan meningkat dengan 0,07%.
Perkembangan perundingan Free Trade Area (FTA) ASEAN - Korea Selatan (ROK)
Negosiasi dalam kerangka ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA) telah dilakukan
sebagai tindak lanjut dari Joint Study antara Experties Group dari kedua pihak. AKFTA
telah mengadakan pertemuan negosiasi sebanyak 2 kali, baik dalam Trade Negotiating
Group maupun Trade Negotiating Committee. Pembahasan dalam AKFTA mencakup
AKFTA Framework Agreement on Comprehensive Economic Coope-ration, Trade in Goods
Agreement, Working Group on ROO dan Working Group on Dispute Settlement
Mechanism.
Perkembangan perundingan Free Trade Area (FTA) ASEAN - India
Hubungan yang panjang dan ekstensif antara India dengan ASEAN telah menggoreskan
jejak histories dan budaya yang tetap mesra hingga saat ini. Masyarakat ASEAN telah
terinspirasi dan terpengaruh oleh sosiokultural dari India.
Kini India merupakan satu-satunya di Asia Selatan yang ingin meningkatkan kaitan
historiesnya dengan mitranya di ASEAN. Hal ini terungkap dalam Acara Pembukaan
ASEAN-India Summit bulan November 2002, Perdana Menteri Vajpayee mengumumkan
usulannya untuk membentuk ASEAN-India Free Trade Agreement dalam jangka waktu 10
tahun. Pernyataan itu merupakan usulan yang nyata bahwa India berkehendak untuk
meningkatkan hubungannya dengan ASEAN babak baru. ASEAN berpendapat bahwa
India merupakan mitra penting dalam perdagangan, pembangunan ekonomi, kestabilan
dan kemajuan di kawasan ASEAN. Hingga saat ini pembahasan penjajakan pembentukan
FTA ASEAN-India sedang berlangsung dengan efektif, dan sudah menca-kup pembahasan
mengenai komoditi.
D.
PERKEMBANGAN PERUNDINGAN
SERIKAT
ASEAN - AMERIKA
Dalam melakukan FTA dengan ASEAN, Amerika Serikat melakukan pendekatan The
Enterprise for ASEAN Initiative (EAI) yang dicetuskan Presiden Bush bulan November
2002. EAI road map meliputi tahapan untuk menuju FTA dengan Amerika Serikat dengan
persyaratan umum: sudah menjadi anggota WTO dan telah menandatangani Trade and
Investment Frame work Agreement (TIFA) dengan Amerika Serikat. EAI merupakan
sarana acuan bagi negara anggota untuk mengem-bangkan perjanjian perdagangan
bebas (FTA) dengan Amerika Serikat. ASEAN memiliki arti penting baik secara ekonomis
maupun politis bagi Amerika Serikat. Berdasarkan kepentingan Amerika Serikat, ASEAN
dibagi menjadi 4 subblok, yaitu Singapura, Brunei, ASEAN-4 (Indonesia, Malaysia,
Philipina, Thailand) dan CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar, Viet Nam). Perundingan FTA
antara Amerika Serikat dan ASEAN diperkirakan akan menyentuh wilayah sensitif baik
bagi ASEAN maupun Amerika Serikat, diantaranya produk pertanian, makanan olahan,
tekstil, otomotif, jasa-jasa, HKI, hak pekerja, lingkungan, reformasi dan terorisme.
Hubungan Amerika Serikat-ASEAN masih belum banyak berkembang. Total nilai
perdagangan sekitar 2% dari total perdagangan dunia. Ekspor AS ke ASEAN memberikan
kontribusi hanya 6% dari total ekspor AS ke dunia dan 14% dari total impor dari dunia.
Ekspor ASEAN ke AS sebesar 21% dari total ekspor ASEAN ke dunia dan 7% dari total
impor ASEAN dari seluruh dunia. Dari data ini dapat dikatakan ASEAN lebih
membutuhkan AS daripada sebaliknya karena ASEAN selalu menerima surplus
perdagangan setiap tahunnya.
Kebijakan dasar perdagangan AS dalam melakukan pembentukan FTA dengan negara
mitranya adalah: (i) FTA merupakan instrumen politik luar negeri untuk mewujudkan
kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan AS, (ii) Dengan FTA, AS mendorong
liberalisasi yang kompetitif di negara mitra yang akan mendorong integrasi regional, dan
(iii) FTA merupakan pelengkap sekaligus alternatif bagi liberalisasi melalui WTO.
F.
PENUTUP
Dalam melakukan bilateral FTA, Indonesia perlu memilih negara mitra secara selektif dan
tidak perlu membuat FTA bilateral dengan banyak negara. Sebagaimana telah diuraikan
di halaman sebelumnya, bahwa sebelum melakukan FTA Indonesia perlu menyiapkannya
langkah-langkah strategis dengan memperhatikan dampak yang jauh lebih luas dari
sekedar akses pasar, misalnya dalam penanaman modal, kerjasama dan pengembangan