Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal

mungkin. Kemudian paham ini mulai berkembang pesat pada abad 19 di Eropa

yang memberikan keuntungan yang besar pada perekonomiannya. Namun

liberalisasi perdagangan mulai mengalami fragmentasi pada tahun 1914 karena,

menghadapi berbagai distorsi sebagai akibat diterapkannya larangan impor,

subsidi dan peningkatan tarif. Sehingga pada tahun 1930 berbagai upaya

dilakukan untuk menghidupkan kembali sistem perdagangan yang lebih terbuka,

hingga pada akhirnya terbentuklah General Agreement on Tariffs and Trade

(GATT) yang kemudian bertransformasi menjadi World Trade Organization

(WTO), yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan Inggris. Berdirinya General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang kemudian

digantikan oleh World Trade Organization (WTO) tahun 1993 adalah sebuah

organisasi dunia yang membantu negara anggota melakukan perdagangan dengan

lancar dan sebebas mungkin.

Liberalisasi perdagangan nampaknya telah dianut oleh hampir seluruh

negara yang ada di dunia, ini terbukti dengan jumlah keanggoataan WTO yang

terus bertambah, hingga tahun 2008 diketahui sebanyak 153 negara (WTO, 2008).

1
Kebijakan WTO yang mengusung liberalisasi perdagangan ini, berwujud

keterbukaan pasar perdagangan dunia yang cenderung memperkecil hambatan

perdagangan seperti tarif dan non tarif. Berdasarkan salah satu putaran

perundingan di WTO, yaitu Putaran Uruguay pada tahun 1986-1994. Negara maju

memotong besaran tarif sampai sepertiga, sedangkan negara berkembang

memotong tarif paling besar hanya 40%. Sebelum Putaran Uruguay, rata-rata tarif

produk manufaktur di negara maju adalah 6,2% dan negara berkembang adalah

20,5%. Sesudah Putaran Uruguay, rata-rata tarif di negara maju 3,7% dan di

negara berkembang 14,4%. Selain itu hambatan non tarif seperti kuota, juga

secara bertahap dihapuskan tetapi tidak secepat penurunan tarif. Tujuan utama

negara-negara di dunia mengurangi atau bahkan menghapuskan berbagai

hambatan perdagangan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang kemudian

menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Keuntungan perdagangan

tidaklah sama pada masing – masing negara yang melakukan liberalisasi

perdagangan. Tergantung karakteristik produksi serta permintaan produk yang

diperdagangankan dan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh suatu negara.

Menurut Thirwall tahun 1995 setiap perdagangan yang terjadi antara negara

berkembang dan negara maju menghasilkan keuntungan yang berbeda. Hal ini

disebabkan negara berkembang yang masih memproduksi komoditas ekspor

utama yang masih berbentuk bahan baku atau setengah jadi. Padahal harga

komoditas primer telah memburuk sekitar 0,5% pertahun. Berbeda yang dengan

negara maju yang menghasilkan produk yang bisa bersaing dalam perdagangan

internasional baik dari segi harga, kualitas dan teknologi yang digunakan.

2
1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan Liberalisasi?

2) Apa sajakah bentuk kerjasama yang terdapat dalam liberalisasi

perdagangan?

3) Bagaimana dampak positif dan dampak negatif dari perdagangan bebas

liberalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui pengertian dari liberalisasi.

2) Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerja sama dalam liberalisasi.

3) Untuk mengetahui apa saja dampak positif dan negative dari liberalisasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Liberalisasi Perdagangan Bebas

Liberalisasi perdagangan adalah fenomena dunia. Hampir seluruh negara

sebagai anggota masyarakat internasional masuk dalam blok-blok perdagangan

bebas ataupun menjalin hubungan bilateral untuk menjalankan perjanjian

perdagangan bebas. Blok-blok perdagangan bebas (free trade area – FTA) adalah

kesepakatan liberalisasi perdagangan yang dibentuk oleh beberapa negara.

Dorongan utama adanya hubungan bilateral maupun blok-blok

perdagangan bebas adalah pembebasan tarif perdagangan antar negara-negara

yang terlibat di dalam kerjasama tersebut. Implementasi FTA didahului oleh

preferential trading arrangements (PTA) antar negara-negara yang terlibat yaitu

paket kerjasama hubungan dagang antar negara yang bertujuan untuk

pengurangan tarif untuk sejumlah produk tertentu antar negara-negara yang

menandatangani kerjasama tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan

hubungan dagang antar negara-negara tersebut dan pada akhirnya meningkatkan

kesejahteraan negara melalui hubungan perdagangan internasional (Kemp (1964);

Vanek (1965)). Kerjasama FTA adalah embrio dari terbentuknya integrasi

ekonomi antar negara-negara yang terlibat. Beberapa FTA yang telah berjalan

yaitu North American Free Trade Area (NAFTA), African Free Trade Zone

(AFTZ) dan South Asia Free Trade Agreement (SAFTA). Uni Eropa adalah salah

4
satu contoh evolusi dari PTA menuju FTA dan kemudian integrasi ekonomi

terjadi.

perundingan FTA dengan negara mitra dagang, kepentingan domestik

merupakan salah satu faktor yang menjadi prioritas perhatian, sehingga dalam

proses pembentukan FTA harus diperhatikan dampak langsung maupun tidak

langsung yang akan dialami dengan memperhatikan antara lain daya saing

perusahaan didalam negeri, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan

penerimaan pemerintah dari bea masuk impor.

Seperti umum diketahui, liberalisasi perdagangan adalah sebuah konsep

perdagangan barang dan jasa lintas negara tanpa hambatan. Hasilnya, secara

teoritis, liberalisasi perdagangan dapat menjamin bahwa negara-negara yang

terlibat dalam kesepakatan ini, akan memperoleh keuntungan dari hasil

terbentuknya perdagangan (trade creation) dan pengalihan dagang (trade

diversion).

Selain itu, liberalisasi perdagangan internasional dipandang sebagai faktor

pendukung penciptaan lapangan kerja, namun di sisi lain juga menghilangkan

lapangan kerja lainnya. Karenanya, penting untuk menentukan di mana peluang

penciptaan lapangan kerja dan di mana kerentanan muncul dari pemberlakuan

skema liberalisasi perdagangan internasional.

Kecenderungan ini, tentunya, akan membawa dampak terhadap lapangan

kerja dan kondisi kerja di dalam suatu negara, jika negara tersebut mengambil

kebijakan liberalisasi perdagangan internasional. Karenanya, kesadaran dan

5
pemahaman yang memadai mengenai dampak ini menjadi penting dalam

menyusun strategi ketenagakerjaan nasional yang efektif dalam dunia yang global

saat ini.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang menganut sistem

perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat

penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional juga tidak ketinggalan

dalam melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Terkait dengan

kawasan regional, Indonesia tergabung dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA)

yang ditandatangani pada tanggal 28 Januari 1992. Dalam perkembangannya,

kerjasama diperluas dengan melibatkan berbagai negara lainnya termasuk dengan

Cina yang dikenal sebagai ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) dan dengan

India yang dikenal dengan nama AIFTA (ASEAN – India Free Trade Agreement).

Secara khusus, keterlibatan Indonesia dalam perjanjian-perjanjian FTA

tersebut perlu untuk dicermati lebih lanjut bagaimana dampaknya terhadap

perekonomian Indonesia terutama ketenagakerjaan (kesempatan lapangan kerja)

dan pertumbuhan output nasional. Untuk itu, tujuan utama dari studi ini adalah

menganalisis dampak liberalisasi perdagangan terhadap output nasional dan

ketenagakerjaan di Indonesia. Hubungan bilateral yang dijadikan kasus dalam

studi ini adalah hubungan Indonesia dengan tiga negara yaitu, China,India dan

Australia.

Data dan analisis yang akan digunakan dalam studi ini adalah data dan

analisis dari hasil simulasi aplikasi Social Accounting Matrix (SAM) model

6
Leontief multiplier. Analisis simulasi SAM akan mengantarkan analisis pada

kontribusi pembebasan tarif sebagai wujud liberalisasi perdagangan terhadap

ketenagakerjaan dan output nasional. Analisis dari hasil simulasi pada aplikasi

SAM menggunakan data olahan dari the Software for Market Analysis and

Restrictions on Trade (SMART model) untuk mendapatkan data perubahan nilai

perdagangan apabila diberlakukan pembebasan tarif impor. Oleh karena itu, studi

ini tidak hanya akan memaparkan dampak liberalisasi perdagangan. dalam hal ini

pembebasan tarif impor terhadap ketenagakerjaan dan output nasional, tetapi juga

mempresentasikan bagaimana dampaknya terhadap kinerja ekspor dan impor

antara Indonesia dan ketiga negara tersebut (China, India dan Australia). Dengan

kata lain, studi ini akan menunjukkan bagaimana liberalisasi perdagangan pada

hubungan bilateral antar negara mengakibatkan perubahan pada nilai bersih

perdagangan internasional, yang kemudian berakibat pada perubahan output dan

kesempatan kerja. Dengan menggunakan sistem data SAM, maka studi ini dapat

menghasilkan analisis berbasis sektor-sektor produksi.

Setelah bagian pengantar ini, laporan ini akan memaparkan bagaimana

para ahli bicara tentang dampak liberalisasi perdagangan terhadap perekonomian

suatu negara termasuk nilai perdagangan internasional, output nasional dan

kesempatan kerja. Paparan selanjutnya adalah kondisi obyektif di Indonesia

mengenai pertumbuhan ekonomi atau output nasional dan pasar tenaga kerja di

Indonesia. Di bagian selanjutnya, uraian tentang kebijakan dan kinerna kerjasama

perdagangan internasional Indonesia dengan ketiga negara sampel

dipresentasikan. Kedua paparan tentang kondisi dan kebijakan di Indonesia

7
dimaksudkan untuk menjadi latar belakang informasi tentang apa yang menjadi

analisis utama dalam studi ini, yaitu perdagangan internasional, output nasional,

dan ketenagakerjaan. Sebelum menguraikan hasil dan analisis simulasi, laporan

ini akan menguraikan metode analisis dan data yang yang digunakan dalam studi

ini. Laporan ini ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil studi.

2.2 Liberalisasi Perdagangan dan Implikasinya Pada Suatu Negara.

Liberalisasi perdagangan dapat terwujud di dalam tiga bentuk kerjasama

internasional. Pertama adalah pada perjanjian bilateral, yaitu perjanjian

perdagangan yang dilakukan oleh dua negara, bentuk lain adalah kerjasama

regional, yaitu negara-negara dalam suatu kelompok negara yang dibentuk dari

persamaan geografi, bahasa, sejarah dan lainnya. Bentuk terakhir adalah

perjanjian perdagangan multilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan

oleh banyak negara. Kelebihan dari sistem perjanjian multilateral adalah aturan

yang lebih transparan, setara dan berlaku untuk semua negara. Namun demikian,

implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk sepenuhnya diterapkan

karena melibatkan banyak negara, maka banyak negara lebih memilih bentuk

perjanjian bilateral dan regional dalam kerjasama perdagangan bebasnya untuk

memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara

lain.

8
Paling tidak ada tiga pendorong utama yang menjadi alasan suatu negara

melakukan perdagangan internasional dan selanjutnya membentuk kerjasama

perdagangan bebas. Faktor pertama adalah adanya keuntungan dari pertukaran

antar negara yang terlibat. Keuntungan dari sisi produksi adalah produsen

memiliki insentif lebih banyak untuk berproduksi karena pasar tidak terbatas pada

pasar domestik saja, kelebihan produksi dapat dijual di pasar internasional.

Sementara dari sisi konsumsi, konsumen domestik memiliki banyak pilihan akan

hadirnya barang-barang impor di pasar domestik, hal ini dapat berdampak pada

penciptaan harga yang makin kompetitif dan cenderung akan meningkatkan

surplus konsumen.

Fokus untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keunggulan

komparatif dan kompetitif suatu negara adalah faktor pendorong selanjutnya.

Negara tidak harus memproduksi semua barang yang dibutuhkan oleh konsumen

domestiknya. Produksi barang sesuai keunggulan yang dimiliki, impor barang

untuk produk yang tidak mampu diproduksi. Dengan pengkhususan macam ini,

secara umum dunia dapat mengembangkan keluaran dunia total (total world

output) dengan jumlah sumber daya yang sama, dan pada saat yang sama efisiensi

ekonomi akan terus meningkat. Faktor pendorong utama terakhir adalah

ekspektasi adanya transfer teknologi dengan masuknya produk dari negara dengan

teknologi yang lebih maju.

9
Viner (1950) mengukur dampak liberalisasi perdagangan dari suatu

perjanjian kerjasama antar negara dengan membandingkan efek positif dan efek

negatif dari liberalisasi tersebut. Yaitu,membandingkan efek apa yang lebih

dominan terjadi pada suatu negara setelah memiliki perjanjian FTA. Efek positif

adalah ketika liberalisasi perdagangan melahirkan trade creation, dimana terjadi

peralihan konsumsi dari produk domestik yang bersifat high-cost ke produk impor

yang bersifat low-cost (yang dihasilkan oleh negara partner). Sementara, efek

negatif adalah apabila yang terjadi adalah trade diversion, yaitu peralihan

konsumsi dari produk impor yang bersifat low-cost (yang dihasilkan oleh negara

non anggota) ke produk impor yang bersifat high-cost (yang dihasilkan oleh

negara partner kerjasama dalam FTA).

Efek negatif dapat terjadi karena perbedaan tarif yang diberlakukan untuk

partner dan non-partner mengubah arah kecenderungan perdagangan yang

mendorong terjadinya penurunan aktivitas perdagangan dengan negara non-

partner (Vinerian, 1950). Efek negatif tersebut akan berdampak pada penurunan

kesejahteraan karena terjadi perubahan konsumsi produk kepada produk yang

relatif lebih mahal yang merupakan produk impor dari negara partner. Namun,

tesis dua efek ini tidak terbukti pada studi yang dilakukan oleh Lee and Shin

(2006) yang menyimpulkan bahwa penurunan perdagangan antara anggota RTA

(regional trade area) dengan non-anggota tidak terjadi secara signifikan. Bahkan

pada beberapa RTA,

10
perdagangan antara negara anggota dan non-anggota justru mengalami

peningkatan. Selanjutnya, hubungan perdagangan antar negara (bilateral, regional

maupun multilateral) berlangsung tidak secara bebas dengan adanya berbagai

kepentingan dari suatu negara, misalnya kepentingan melindungi produsen dalam

negeri sehingga memberlakukan tarif impor yang tinggi bagi produsen asing.

Penetapan besaran tarif mempunyai pengaruh terhadap keseimbangan output dan

harga. Implikasi ekonomi dari adanya hambatan tersebut adalah harga produk

impor lebih tinggi daripada harga produk domestik, dan pada akhirnya

mengakibatkan menurunnya permintaan terhadap barang dari luar negeri.

Perdagangan bebas diharapkan dapat menimbulkan efisiensi dan

meningkatkan kesejahteraan melalui penghapusan hambatan tersebut, baik tarif

maupun non tarif. Dengan liberalisasi perdagangan baik yang bersifat

internasional maupun regional, hambatan-hambatan perdagangan dapat dikurangi

dan bahkan dihilangkan. Pengurangan bahkan penghapusan tarif dan hambatan

non tarif akan mempercepat terjadinya integrasi ekonomi regional seiring

lancarnya lalu lintas barang, jasa, kapital dan tenaga kerja tersebut.

Pada kenyataannya, belum ada kesepakatan tunggal mengenai dampak

liberalisasi. Banyak studi yang berkesimpulan bahwa perdagangan bebas

berimplikasi positif bagi negara-negara yang terlibat, selain pada pertumbuhan

ekonomi dunia (Krueger, 1999).

11
Liberalisasi perdagangan juga meningkatkan kesejahteraan (Kindleberger dan

Lindert, 1978) dan kuantitas perdagangan dunia dan efisiensi (Soesastro, 2003).

Urata dan Kiyota (2003) menemukan bahwa perdagangan bebas di Asia Timur

mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, Haryadi et al. (2008)

menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dengan cara menghapus semua

hambatan perdagangan berdampak pada penurunan PDB Indonesia, Australia dan

Selandia Baru.

Dampak liberalisasi tidak hanya diharapkan pada perubahan output

nasional, tetapi juga perluasan kesempatan kerja. Secara teori diyakini bahwa

apabila terjadi pertambahan output nasional maka akan terjadi penambahan

kesempatan kerja. Studi mengenai dampak liberalisasi perdagangan terhadap

ketenagakerjaan untuk kasus satu negara dilakukan oleh beberapa ahli (Ravenga,

1994; Milner and Wright, 1998; Rattso and Torvik, 1998; Levinsohn, 1999;

Mesquita and Najberg, 2000; Torres, 2001) dengan hasil yang berbeda-beda

menunjukkan bahwa tidak ada pola yang pasti tentang dampak liberalisasi

perdagangan terhadap kesempatan kerja di suatu negara.

Studi lintas negara untuk melihat dampak liberalisasi terhadap ketenaga

kerjaan dilakukan oleh Bank Dunia (Papageorgiou, Choksi and Michaely, 1990).

Dengan mengambil kasus pada 19 negara, Papageorgiou, Choksi and Michaely

(1990) menunjukkan bahwa dampak liberalisasi terhadap penurunan pertumbuhan

sektor industri pengolahan dikompensasi oleh pertumbuhan sektor pertanian dan

perluasan kesempatan kerja untuk sektor padat karya,

12
yang memicu pemerataan distribusi pendapatan. Sementara, studi bank dunia

selanjutnya (Dollar and Collier, 2001) menunjukkan hasil yang tidak sekuat studi

tersebut di atas. Studi ini menyimbulkan bahwa dampak liberalisasi terhadap

kesempatan kerja dan upah membutuhkan tidak serta merta dapat dirasakan oleh

suatu negara, ada masa transisi dimana liberalisasi tidak memiliki dampak positif

terhadap keduanya.

Serangkaian studi yang dilakukan ILO atas isu ini untuk negara China,

India, Malaysia, Mexico and Brazil menyimpulkan bahwa peningkatan aktivitas

perdagangan berpengaruh pada perluasan kesempatan kerja pada industri

pengolahan/manufaktur. Tenaga kerja tidak berkeahlian lebih diuntungkan dalam

hal peningkatan upah daripada yang berkeahlian karena perluasan kesempatan

kerja terjadi pada negara yang berorientasi ekspor dimana umumnya banyak

mempekerjakan tenaga yang tidak berkeahlian.

2.3 Fungsi Pasar Bebas Dalam Pasar Bisnis

Selain membuka peluang-peluang bisnis baru, pasar bebas juga menyajikan fungsi

dalam perkembangan bisnis. Karenanya kegiatan import dan ekspor jadi makin

mudah dilakukan.

Berikut ini ada 5 fungsi utama dari penerapan perdagangan di dunia:

 Produk-produk berupa barang dan jasa lebih leluasa untuk keluar masuk

antara Negara.

13
 Mudahnya akses informasi yang lebih cepat untuk menganalisa kebutuhan

pasar.

 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara.

 Meningkatkan daya saing antar pengusaha.

 Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dengan tujuan memperoleh laba

sebanyak-banyaknya.

2.4 Dampak Positif dan Negatif dari Perdagangan Bebas Suatu Negara

Dampak positif perdagangan bebas bagi suatu negara seperti yang berikut ini :

1. Terpenuhinya kebutuhan suatu Negara

Tidak semua negara mampu memenuhi kebutuhannya sendiri terlebih jika

sumber daya alam atau manusianya terbatas. Dalam hal ini negara

membutuhkan bantuan dari negara lain untuk bisa memenuhi kebutuhan

dalam negeri mereka.

2. Memperluas lapangan kerja

Manfaat lain dari cara perdagangan di atas adalah meluasnya lapangan kerja.

Ketika perusahaan dari negara lain membangun cabang ke dalam negeri,

sudah pasti mereka akan membutuhkan karyawan untuk menjalankan

perusahaan tersebut. Dengan demikian, jumlah pengangguran suatu negara

akan berkurang. Selain itu, para pekerja dalam negeri juga memiliki

kesempatan lebih besar untuk bekerja ke luar negeri.

14
3. Meningkatkan kualitas produk

Dengan persaingan yang semakin luas, para produsen akan berusaha

meningkatkan kualitas produk mereka agar tidak kalah saing dengan pihak

lain. Para produsen akan terdorong untuk menjadi lebih kreatif serta inovatif

dalam mengembangkan kualitas produk mereka.

Dampak negatif perdagangan bebas bagi suatu negara seperti yang berikut ini :

1. Terhambatnya industri dalam negeri

Suatu negara yang belum siap dengan adanya sistem perdagangan di atas

memicu terjadinya penghambatan industri dalam negeri sendiri. Ketika pelaku

utama barang produksi tidak mampu menciptakan produk yang bagus dengan

kualitas baik, dia akan tersingkir dari pasar global karena kalah saing.Penting

bagi pelaku produksi untuk selalu kreatif dan menciptakan produk berkualitas

demi memenuhi kebutuhan para konsumennya.

2. Berkurangnya pendapatan suatu Negara

Dampak dari efek negatif diatas adalah terjadinya kesenjangan antara eksport

dan import yang mana import lebih besar dari eksport itu sendiri. Dengan

eksport yang rendah, maka pendapatan akan ikut melemah. Jika sudah

demikian, pendapatan negara bisa berkurang atau bahkan menambah hutang

negara.

15
3. Tenaga kerja yang tidak terserap secara maksimal

Negara dengan kompetensi rendah membuat mereka kurang bisa bersaing

dengan negara lain yang lebih unggul. Alhasil pengangguran akan semakin

meningkat hingga berpengaruh pada kesejahteraan suatu negara.

Keberadaan perdagangan bebas memang memiliki kelebihan serta kekurangan,

namun terlepas dari itu, perdagangan ini juga membantu peningkatan ekspor serta

impor dalam suatu negara.

2.5 Study Kasus

1. Indonesia dan EFTA Tandatangani Perjanjian Dagang

Setelah delapan tahun bernegosiasi, akhirnya Indonesia dan

Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), Minggu (16/12),

menandatangani perjanjian ekonomi untuk meningkatkan perdagangan dan

investasi. Sesuai kesepakatan, semua hambatan tarif dan non-tarif untuk

ribuan produk yang diperdagangkan antara Indonesia dan negara-negara

anggota EFTA, akan dihapuskan, Reuter melaporkan. Negara-negara

anggota EFTA adalah Swiss, Liechtenstein, Norwegia, dan Islandia.

Diantara produk-produk tersebut, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia

akan mendapatkan akses penuh ke pasar Islandia dan Norwegia, kecuali

produk sampingan kelapa sawit untuk pakan ternak selain ikan.

Swiss juga akan memberikan kemudahan akses untuk ekspor

minyak sawit Indonesia, tapi dengan kuota tertentu, kata Kedutaan Besar

16
Swiss dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip oleh Reuters. Menurut

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pembicaraan mengenai akses

pasar untuk minyak sawit menjadi persoalan utama yang memperlambat

proses negosiasi menjadi bertahun-tahun. Putaran pertama pembicaraan

perdagangan dimulai awal 2011. “Mereka menahan minyak sawit kita,”

kata Enggartiasto kepada para wartawan setelah menandatangani

kesepakatan. “Saya bilang, kita sudah mencapai kemajuan sejauh ini.

Anda akan mendapatkan manfaat dari hal ini dan saya juga. Jadi, bila

Anda tidak membuka (akses) untuk kelapa sawit kami, ya sudah, lupakan

saja,” kata Enggartiasto, sambil menambahkan bahwa dia mengancam

tidak akan memasukkan salmon Norwegia dalam perjanjian.

Penasihat Federal Swiss, Johann N. Schneider-Ammann

mengatakan perjanjian itu berdasarkan minyak sawit yang diproduksi

secara berkelanjutan. “Mengenai minyak sawit, percaya kepada saya, kami

melakukan diskusi intensif di Swiss juga dan kami menemukan solusi

dengan mitra kami di Indonesia. Solusi untuk menyeimbangkan

kepentingan dan pada saat yang sama tetap menghormati mengenai

minyak sawit,” katanya dalam konferensi pers.

Indonesia, sebagai negara produsen dan minyak sawit, sering

meyakinkan para pembeli bahwa minyak sawit Indonesia diproduksi

secara ramah lingkungan. Produk ekspor Indonesia lainnya, seperti ikan,

kopi, tekstil juga mendapat perlakuan khusus, sebagai imbalan akses yang

17
lebih besar untuk produk-produk dari negara-negara anggota EFTA, yaitu

emas, obat-obatan, dan produk susu.

Pada 2017, nilai perdagangan Indonesia-EFTA mencapai $2,4

miliar, dengan surplus dipihak Indonesia sebesar $212 juta. Investasi asing

langsung oleh negara-negara EFTA di Indonesia mencapai $621 juta,

menurut data Indonesia.

2. India dan Indonesia Tingkatkan Akses Pasar Sawit dan Tambang

Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj mengatakan negaranya

sepakat memperkuat kerja sama ekonomi dengan Indonesia demi

mengurangi defisit perdagangan kedua negara semakin tinggi. “Saya

menyatakan pentingnya mengatasi defisit perdagangan yang tinggi antara

India dan Indonesia. Cara terbaik adalah tidak membatasi perdagangan,”

kata Swaraj dalam pernyataan bersamanya dengan Menlu RI Retno

Marsudi di Jakarta, Jumat (5/1).

Dia menuturkan pihaknya bersama dengan pemerintah Indonesia

memperkuat kerja sama demi nilai perdagangan yang seimbang dan

berkelanjutan. Caranya, dengan memberikan akses pasar yang lebih besar

untuk barang dan jasa. Sejumlah komoditas yang diperdagangkan antara

kedua negara adalah tambang dan sawit. Pernyataan itu diungkapkan

Swaraj setelah melakukan pertemuan bilateral dengan Retno pada Jumat

malam. Keduanya fokus membahas penguatan kerja sama ekonomi antara

kedua negara.

18
Berdasarkan data kedutaan besar India untuk Indonesia, sepanjang

Januari hingga Oktober 2017, defisit perdagangan kedua negara mencapai

US$14 miliar. Padahal, defisit perdagangan rata-rata per tahunnya berkisar

US$10 miliar, dengan surplus pada Indonesia.

Perdagangan RI-India sebagian besar didominasi oleh komoditas

sawit. Indonesia merupakan eksportir sawit terbesar bagi India. Hal yang

sama, India juga merupakan pengimpor komoditas sawit Indonesia

terbesar bahkan mengalahkan Uni Eropa.

Menurut Swaraj cara terbaik untuk mengatasi defisit perdagangan

tersebut adalah dengan memperluas keluar masuknya barang dan jasa

antara kedua negara. Selain perdagangan, Swaraj mengatakan India dan

Indonesia sepakat meningkatkan hubungan aviasi, salah satunya yakni

membuka jalur penerbangan langsung Jakarta dan New Delhi. Menurut

Swaraj, dengan adanya penerbangan langsung antara kedua negara

diharapkan mampu mempermudah konektivitas sehingga dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan kedua negara.

“Saya dan Retno khawatir bahwa tidak wajar bagi dua tetangga besar tidak

memiliki koneksi udara langsung,” ucap Swaraj.

Senada dengan Swaraj, dalam kesempatan yang sama, Retno

mengatakan Indonesia berkomitmen memperkuat dan meningkatkan

kemitraan strategis dengan India. Retno menuturkan kedua negara juga

setuju mengintensifkan implementasi India Indonesia Eminent Persons

Group (II-EPG) sebagai road map dan visi untuk meningkatkan dan

19
memperdalam kemitraan strategis kedua negara. Eks duta besar RI untuk

Belanda itu juga mengatakan Indonesia sepakat memberikan akses pasar

yang lebih besar serta fasilitas investasi yang lebih baik di berbagai sektor

seperti farmasi, tambang, konektivitas, hingga perizinan pekerja migran

demi peningkatan kerja sama ekonomi kedua negara.

3. Perjanjian Dagang : 2 Produk Palestina Bebas Bea Masuk ke

Indonesia

Indonesia resmi memberi kemudahan bagi Palestina dalam bidang

ekonomi berupa pembebasan bea masuk dua produk andalan negara

tersebut. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menuturkan Peraturan

Menteri Keuangan (PMK) sebagai payung hukum pembebasan bea masuk

komoditas dari Palestina telah resmi diterbitkan. Demikian juga dengan

aturan teknisnya. Komoditas yang dibebaskan bea masuknya yakni

minyak zaitun serta kurma.

"Dihadapkan Bapak Wapres tadi kami serahkan [aturan teknis

kemudahan impor] kepada [Duta Besar] Palestina. Selanjutnya akan

ditindaklanjuti dengan PPA [preferential trade agreement]," kata Enggar di

Istana Wakil Presiden, Kamis (28/2/2019). Enggar menjelaskan saat ini

baru dua komoditas yang dibebaskan bea masuknya. Indonesia masih

membuka diri atas produk-produk lainnya dari Palestina.

"Kami berlakukan tarif 0% dan tanpa studi. Wapres juga

sampaikan produk apa lagi yang bisa di impor dari Palestina ke Indonesia

[kita terbuka untuk menerima]," katanya. Lebih lanjut Enggar

20
menambahkan kebijakan tarif 0% dan tanpa landasan studi kelayakan

khusus bagi Palestina merupakan bentuk dukungan politik dan ekonomi

agar negara yang tengah bertikai ini dapat memperkuat ekonominya.

"Ini tidak seperti preseden biasa. Biasanya [untuk tarif 0%] kami

buat telaah untung ruginya. Ini bentuk komitmen dukungan politik

Presiden dan Wapres dalam ekonomi," katanya.

Lebih lanjut Enggar menyebutkan saat ini perdagangan Indonesia

dan Palestina relatif bernilai kecil yakni US$3,5 juta di 2018. Harapannya

setelah pembebasan tarif ini dapat memperkuat perdagangan kedua negara.

4. Kerjasama Indonesia dan China

Kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dan China

dilakukan melalui kerjasama ASEAN dan China. Kesepakatan Kerjasama

Perdagangan Bebas Asean dan China dilatarbelakangi oleh kesepakatan

ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-24 pada Juli 1991 di Kuala

Lumpur Malaysia (Abilawa, 2010).

Secara formal, kesepakatan tersebut ditandatangani pada saat

Deklarasi Kerja Sama Strategis untuk Perdamaian dan Kesejahteraan

dalam Asean-China Summit di Bali pada tahun 2003 dan penerapan

perjanjian tersebut diberlakukan mulai pada 1 Januari 2010. Indonesia

sebagai salah satu anggota ASEAN berkewajiban untuk menerapkan isi

kesepakatan tersebut.

21
Untuk negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, skema FTA

yang disepakati untuk dilaksanakan adalah dua skema, yaitu ASEAN Free

Trade Area (skema Common Effective Preferential Tarif forAFTA /

CEPT-AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Ruang

lingkup dari kedua skema tersebut adalah (a) liberalisasi perdagangan

barang; (b) liberalisasi perdagangan jasa; (c) liberalisasi investasi; dan (d)

kerjasama dibidang ekonomi lainnya (sektor pertanian, teknologi

informasi dan komunikasi dan pengembangan sumber daya manusia).

Substansi dari kedua liberalisasi perdagangan barang tersebut adalah

mengurangi atau menghilangkan tarif bea masuk.

5. Madagaskar Hentikan Penyelidikan Safeguard Mi Instan Indonesia

Madagaskar menghentikan penyelidikan safeguards untuk produk

pasta dan mi instan impor, termasuk dari Indonesia. Direktur Jenderal

Perdagangan Bebas Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan

menjelaskan, pengumuman tersebut disampaikan pada 15 Juli 2019

melalui situs World Trade Organization (WTO).

“Sejak September 2018, produk pasta dan mi instan Indonesia

menjadi objek penyelidikan pengamanan perdagangan yang dilakukan

Otoritas Madagaskar. Pihak otoritas menilai lonjakan importasi produk

tersebut dari seluruh dunia menyebabkan kerugian serius bagi industri

dalam negeri Madagaskar yang memproduksi produk serupa,” ungkap Oke

dalam siaran pers, Kamis (18/7/2019).

22
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati

menambahkan, pada 9 Januari 2019, Otoritas Madagaskar mengumumkan

penerapan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) sebesar

30% atas importasi produk pasta dan mi instan. Kendati demikian,

penerapan BMTPS tersebut baru diberlakukan pada Juni 2019. Penerapan

BMTPS itu dimaksudkan agar industri domestik Madagaskar

berkesempatan untuk menyesuaikan diri dengan laju impor.

Selain itu, hasil penyelidikan akhir kasus ini juga telah

disirkulasikan WTO pada awal Juli 2019, di mana pihak otoritas

merekomendasikan penerapan tindakan safeguards dalam tiga lapis, yaitu:

1. Kuota untuk Indonesia ditentukan sebesar 1.560 ton/tahun.

2. Adanya ketentuan impor tarif di luar batas kuota (out-of-quota import

tariff), yakni pengenaan tarif sebesar 44% pada semester pertama dan

akan mengalami liberalisasi setiap tahun hingga mencapai 28% pada

2023 jika importasi melebihi batas kuota yang ditetapkan.

3. Pengenaan minimum harga free on board (FOB) sebesar

US$1.200/metrik ton untuk importasi mi instan dan US$450/metrik

ton untuk importasi spageti dan makaroni.

Pradnyawati mengungkapkan, penyelidikan safeguard untuk produk

pasta dan mi instan ini merupakan satu dari tiga penyelidikan pertama

yang diinisiasi Madagaskar.

23
Pada akhirnya, Otoritas Madagaskar memutuskan menghentikan kasus ini

tanpa pengenaan tindakan apapun.

“Dengan demikian, diharapkan eksportir produk pasta dan mi instan

Indonesia mampu menyasar peluang pasar yang kembali terbuka ke

Madagaskar dan negara sekitarnya, serta negara yang tergabung dalam

Common Market for Eastern and Southern Africa (COMESA) dan

Southern African Development Community (SADC),” lanjutnya.

24
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

liberalisasi Perdagangan internasional dipandang sebagai faktor

pendukung penciptaan lapangan kerja, namun di sisi lain juga

menghilangkan lapangan kerja lainnya. Karenanya, penting untuk

menentukan di mana peluang penciptaan lapangan kerja dan di mana

kerentanan muncul dari pemberlakuan Skema liberalisa perdagangan

internasional.

Perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya adalah arus barang

dan jasa yang bebas melewati batas negara. Perdagangan ini tidak dihanbat

oleh campur tangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun

hambatan-hambatanlainya.

Adapun dampak dari perdagangan bebas, di indonesia merupakan

negara berkembang dan belum mampu bersaing dengan negara maju,

dengan adanya pasar bebas maka meningkatkan kemiskinan, merusak

budaya lokal, membentukmanusia konsumeris, dan menutup akses

berkembangnya negara-negara duniaketiga. Meningkatnya kemiskinan

pada negara dunia ketiga menimbulkan banyak pengangguran, terjadinya

ketimpangan ekonomi antara orang kaya dengan miskin.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20190228/12/894632/perjanj

ian-dagang-2-produk-palestina-bebas-bea-masuk-ke-indonesia-

https://www.google.com/amp/s/www.voaindonesia.com/amp/4703685.html

https://m.cnnindonesia.com/internasional/20180105203340-106-267090/india-

dan-indonesia-tingkatkan-akses-pasar-sawit-dan-tambang

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4346234/sah-ri-teken-

perjanjian-perdagangan-bebas-dengan-4-negara-eropa

26

Anda mungkin juga menyukai