Anda di halaman 1dari 12

Kebijakan Reformasi dan

Kerapuhan Ekonomi
Kelembagaan
Kelompok 2
Ekonomi Kelembagaan
Anggota
• Amelia Putri (1611021060)
• Firstyodi Al-Gerry Muslim (1611021091)
Outline

• Krisis Ekonomi: Dimensi Ekonomi Politik


• Reformasi Ekonomi Terbalik
• Ongkos Reformasi Ekonomi
• Kerapuhan Kelembagaan Makro
• Kerapuhan Kelembagaan Mikro
Krisis Ekonomi: Dimensi Ekonomi Politik
Tabel 1: Indikator Ekonomi Negara-negara
Asia Tenggara, 1996 – 1998 (%) (Sumber: Hill, 1999:6)
(Pertumbuhan GDP)
10

5
Indonesia
Malaysia
0
1996 1997 1998 Filipina
Singapura
-5 Thailand
Vietnam
-10

-15
Krisis Ekonomi: Dimensi Ekonomi Politik
Tabel 1: Indikator Ekonomi Negara-negara
Asia Tenggara, 1996 – 1998 (%) (Sumber: Hill, 1999:6)
(Inflasi)
80
70
60 Indonesia
50 Malaysia
40 Filipina
Singapura
30 Thailand
20 Vietnam
10
0
1996 1997 1998
Mengenai sumber krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997/1998 banyak
versi yang mengemuka. Charoenseang dan Manakit (2002:598)
mengeksplorasi sekurangnya dua sudut pandang dalam melihat pemicu
krisis 1997/1998 yaitu:

1. Pandangan yang berargumentasi bahwa fundamental ekonomi yang


rapuh dan inkonsistensi kebijakan sebagai sumber utama krisis.
Perspektif ini kerap disebut dengan “first generation model”.
2. Kedua, keyakinan bahwa sumber krisis tidak lain adalah kepanikan
yang terjadi di sektor keuangan (financial panic) yang berinteraksi
dengan ekspektasi pelaku ekonomi sehingga berpengaruh langsung
terhadap kebijakan makroekonomi. Penjelasan ini kerap disebut
dengan “second generation model”.
Reformasi Ekonomi Terbalik

“Reformasi mengacu kepada upaya intensif untuk mengubah


beberapa elemen dari sebuah sistem (features of the system),
sedangkan transisi merujuk kepada peristiwa yang terjadi selama
suatu negara bergerak dari suatu pola tertentu (misalnya dalam hal
hak kepemilikan) menuju ke pola lainnya dan bukan berbicara
mengenai proses perubahan menuju sistem yang ingin dituju”
(Colombatto dan Macey (1997:4-5)
Sisi Desain Reformasi Ekonomi
Kubu Asia VS Kubu Eropa Timur

Pendekatan Asia” cenderung Pendekatan Eropa Timur”


mendesain reformasi ekonomi
lewat penahapan yang cenderung mengerjakan
reformasi ekonomi lewat
berurutan. Ghai (1997:33) perubahan yang radikal
menyebut dengan istilah
“gradual tetapi sistematis” (big bang approach)
Reformasi Ekonomi Terbalik
Secara lebih sistematis, jika reformasi ekonomi Indonesia dibuat dalam
hirarkhi, maka dapat dibaca dari tiga level berikut.
1. Pertama, reformasi ekonomi pada lapis makro dimulai pada dekade
1980-an ketika beberapa sektor ekonomi (manufaktur, perbankan,
transportasi, dan lain-lain) dideregulasi dan diliberalisasi cukup massif.
2. Kedua, reformasi ekonomi pada level meso, yakni mendesain
manajemen pembangunan ekonomi (politik) yang mulai
didesentralisasi, yang kemudian dikenal dengan istilah otonomi
daerah.
3. Ketiga, reformasi pada level mikro perekonomian berjalan secara
sehat, yang dirumuskan dalam UU No. 5/1999 tentang “Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.”
Ongkos Reformasi Ekonomi

Terdapat soal ekonomi lain yang belum dapat dipecahkan, bahkan dalam
beberapa aspek tertentu terjadi pemburukan, meskipun proyek reformasi
ekonomi telah dijalankan lebih dari satu dekade yang diantaranya:
1. Terdapat tendensi yang makin nyata pertumbuhan (tinggi) yang dicapai
diiringi dengan naiknya ketimpangan pendapatan antar-individu/kelompok
maupun antardaerah.
2. Deregulasi dan liberalisasi dianggap sebagai instrumen mujarab untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi, namun efisiensi dan daya saing ekonomi
nasional justru tidak bergerak maju secara proporsional dengan percepatan
liberalisasi.
3. Akses angkatan kerja masuk ke sektor formal semakin sempit sehingga
proporsi jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal bertambah dari
waktu ke waktu.
Desain Kebijakan Desentralisasi dan
Otonomi Daerah Masa Depan
Terdapat dua argumen penting untuk menelisik kegagalan sebagian
program reformasi ekonomi di Indonesia tersebut yaitu:
1. Pertama, analisis yang fokus kepada pilihan dan urutan kebijakan
reformasi ekonomi.
2. Kedua, alasan lemahnya desain dan penegakan kelembagaan (rules
of the game) sebagai “kaki” dari kebijakan yang telah diproduksi.

Anda mungkin juga menyukai